• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Workshop OPHAR GI _Pusdiklat Versions PEMELIHARAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi Workshop OPHAR GI _Pusdiklat Versions PEMELIHARAAN"

Copied!
382
0
0

Teks penuh

(1)

OPERASI DAN PEMELIHARAAN

GARDU INDUK

PT PLN (Persero) PUSDIKLAT

2009

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

1.PENGOPERASIAN PERALATAN GARDU INDUK ... 1

1.1PENGENALAN GARDU INDUK ... 1

1.1.1 Peranan Gardu Induk dalam Sistem Kelistrikan ... 1

1.1.2 Pengertian dan Fungsi Gardu Induk ... 1

1.1.3 Jenis Gardu Induk ... 1

1.1.3.1 Menurut pelayanannya ... 1

1.1.3.2 Menurut Penempatannya ... 1

1.1.3.3 Menurut isolasinya ... 2

1.1.3.4 Menurut rel ... 2

1.1.4 Single Line Diagram ... 2

1.1.5 Peralatan Gardu Induk ... 4

1.1.5.1 Transformator Tenaga ... 4

1.1.5.2 Transformator Instrument ... 9

1.1.5.3 Pemisah (PMS) ... 11

1.1.5.4 Pemutus Tenaga (PMT) ... 12

1.1.5.5 Lightning Arrester (LA)... 12

1.1.5.6 Reaktor ... 14

1.1.5.7 Capasitor ... 14

1.1.5.8 Pentanahan ... 14

1.1.5.9 Sistem catu daya ... 15

1.1.5.10Meter ... 17

1.1.5.11Relai Proteksi ... 18

1.2PENGOPERASIAN GARDU INDUK ... 21

1.2.1 Wewenang dan Tanggung Jawab ... 21

1.2.1.1 Wewenang dan Tanggung Jawab Operator dalam Pengoperasian GI ... 21

1.2.1.2 Wewenang dan Tanggung Jawab Unit GI dalam Sistem... 22

1.2.2 Macam-Macam Kondisi Operasi Gardu Induk ... 22

1.2.2.1 Operasi GI Kondisi Normal ... 22

1.2.2.2 Operasi GI Kondisi Tidak Normal ... 22

1.2.2.3 Operasi GI Kondisi Baru ... 23

1.2.3 Pengoperasian Bay Penghantar, Trafo, Kopel, Kapasitor dan Kubikel .. 24

1.2.4 Proses Perintah Manuver Peralatan s.d. Pelaksanaan di Jaringan Gardu Induk ... 26

1.2.5 Prosedur Manuver PMT Dan PMS Untuk Pengoperasian Dan Pembebasan Peralatan Di Jaringan Gardu Induk ... 27

1.2.6 Pengamatan, Pemeriksaan Dan Pengendalian Operasi Kondisi Normal ... 29

1.2.6.1 Pemeriksaan Dan Pengaturan Tegangan... 29

1.2.6.2 Pengamatan Beban ... 29

1.2.6.3 Pemeriksaan Kabel TT ... 29

1.2.6.4 Pemeriksaan Transformator Tenaga ... 29

(3)

1.2.6.6 Pemeriksaan Sumber DC ... 30

1.2.6.7 Pencatatan Energi Listrik ... 30

1.2.7 Prosedur Operasi Gardu Induk Dalam Kondisi Pemeliharaan ... 30

1.2.8 Prosedur Operasi Gardu Induk Dalam Kondisi Baru ... 33

1.2.8.1 Kelayakan Operasi ... 33

1.2.8.2 Koordinasi rencana operasi ... 33

1.2.8.3 Pelalaksanaan Operasi... 33

1.3PENANGANAN GANGGUAN GARDU INDUK ... 34

1.3.1 Prosedur Operasi Gardu Induk dalam Kondisi Gangguan ... 34

1.3.2 Tindakan dan Pemulihan Gangguan ... 35

1.3.3 Prosedur Operasi Gardu Induk Dalam Kondisi Darurat ... 38

1.4PENGENALAN DAN PEMAHAMAN PERALATAN SCADATel ... 39

1.4.1 Pengertian SCADA ... 39

1.4.2 Latar Belakang... 39

1.4.3 Definisi SCADA ... 39

1.4.4 Fungsi SCADA... 40

2.DASAR-DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI ... 41

2.1POLA PROTEKSI GARDU INDUK ... 41

2.1.1 Proteksi Trafo Tenaga ... 42

2.1.1.1 Gangguan Pada Trafo Tenaga terdiri dari: ... 42

2.1.1.2 Fungsi Proteksi Trafo tenaga terhadap gangguan ... 44

2.1.1.3 Pola Proteksi Trafo tenaga berdasarkan SPLN 52-1 ... 44

2.1.1.4 Proteksi utama Trafo Tenaga ... 45

2.1.1.5 Proteksi Cadangan Trafo Tenaga ... 48

2.1.2 Proteksi Busbar/Diameter/Kopel ... 54

2.1.2.1 Relai Differential Busbar ... 54

2.1.2.2 Relai Arus Sirkulasi (Circulating Current Protection/87) ... 61

2.1.2.3 Proteksi Kegagalan PMT (Breaker Fail-CBF) ... 61

2.1.2.4 Proteksi Zone Pendek ( Short Zone Protection–SZP ) ... 63

2.1.2.5 Relai Proteksi Kopel ... 64

2.2POLA PROTEKSI PENGHANTAR ... 65

2.2.1 Pola Proteksi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ... 65

2.2.1.1 SUTT 70 kV ... 66

2.2.1.2 SUTT 150 kV ... 69

2.2.2 Pola Proteksi Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) ... 70

2.2.3 Pola Proteksi Saluran Campuran ... 72

2.2.4 Prinsip Kerja Relai Proteksi ... 73

2.2.4.1 Relai Jarak (Distance relay) ... 73

2.2.4.2 Relai Differensial Penghantar ... 76

2.3PERALATAN BANTU PROTEKSI ... 80

2.3.1 Synchro check ... 80

2.3.2 Penutup Balik Otomatis (Autoreclose) ... 81

2.3.2.1 Klasifikasi Pola Autoreclose: ... 81

2.3.2.2 Pengoperasian A/R cepat (High Speed A/R) ... 83

2.3.2.3 Penerapan A/R cepat 1(satu) fasa ... 83

2.3.2.4 Penerapan A/R cepat 3 (tiga) fasa ... 83

2.3.2.5 Pengoperasian A/R lambat ... 84

2.3.2.6 Kondisi Autoreclose tidak boleh bekerja ... 85

2.3.2.7 Kondisi Autoreclose tidak boleh diterapkan ... 85

(4)

3.WIRING GARDU INDUK ... 89

3.1DASAR-DASAR WIRING DIAGRAM GARDU INDUK ... 89

3.1.1 Simbol Wiring... 89

3.1.2 Kode Peralatan (device number) ... 92

3.1.3 Rangkaian Logic Dasar ... 99

3.1.4 Penerapan dalam komponen elektronik, kontaktor, pengkabelan ... 104

3.2PENGELOMPOKAN WIRING GARDU INDUK ... 106

3.2.1 Rangkaian Kontrol ... 106

3.2.1.1 Kontrol PMT ... 106

3.2.1.2 Kontrol Pemisah (PMS) Rel/Line, dan Tanah ... 109

3.2.1.3 Kontrol Sinkron ... 109

3.2.1.4 Kontrol AVR ... 109

3.2.2 Rangkaian Proteksi ... 109

3.2.3 Rangkaian Metering dan DFR ... 110

3.2.4 Rangkaian SCADA ... 110

3.2.5 Rangkaian Catu Daya ... 111

3.2.5.1 Catu daya tegangan searah ... 111

3.3KAIDAH – KAIDAH PENGGAMBARAN ... 118

3.3.1 Cara Membaca Dokumentasi Rangkaian Skematik... 118

3.3.2 Tanda Awal ... 118

3.3.3 Penomoran Gambar ... 119

3.3.4 Pengkodean Peralatan ... 122

3.3CARA MEMBACA PENOMERAN HALAMAN GAMBAR BERDASARKAN PABRIKAN ... 125

3.4LATIHAN/PRAKTEK MEMERIKSA GAMBAR WIRING ... 126

4.PEMELIHARAAN PERALATAN UTAMA GARDU INDUK (PMT, PMS, LA) ... 127

4.1PEMELIHARAAN PMT ... 127

4.1.1 Definisi dan Fungsi PMT ... 127

4.1.2 Periode Pemeliharaan PMT ... 127

4.1.3 Jenis dan Prinsip Kerja PMT ... 130

4.1.3.1 Berdasarkan Pemadam busur api ... 130

4.1.3.2 Berdasarkan Mekanis Penggerak ... 141

4.1.4 Batasan Operasi PMT ... 151

4.1.4.1 Media pemadam busur api ... 151

4.1.4.2 Tahanan Isolasi ... 153

4.1.4.3 Tahanan Pentanahan ... 153

4.1.4.4 Tahanan kontak ... 153

4.1.4.5 Keserempakan ... 154

4.2PEMELIHARAAN PMS ... 155

4.2.1 Definisi dan Fungsi PMS ... 155

4.2.2 Prinsip kerja PMS ... 155

4.2.3 Jenis PMS ... 156

4.2.3.1 Menurut Fungsinya ... 156

4.2.3.2 Menurut Lokasi pemasangannya PMS ... 156

4.2.3.3 Menurut gerakan lengannya PMS ... 156

4.2.4 Jenis pemeliharaan PMS ... 158

4.2.4.1 Pemeliharaan peralatan... 158

4.2.4.2 Periode Pemeliharaan PMS ... 158

4.2.5 Batasan Operasi PMS ... 160

(5)

4.3.1 Definisi dan Fungsi LA ... 161

4.3.2 Jenis dan Prinsip Kerja LA ... 162

4.3.2.1 Arrester Type Expulsion ... 162

4.3.2.2 Arrester Type Valve ... 162

4.3.3 Pola dan Jenis Pemeliharaan LA ... 164

4.3.4 Komponen-Komponen LA ... 165

4.3.5 Batasan Operasi LA ... 166

5.TRANSFORMATOR TENAGA ... 170

5.1FUNGSI DAN PRINSIP KERJA TRAFO TENAGA ... 170

5.1.1 Teori Dasar ... 170

5.1.2 Pembebanan Trafo ... 172

5.1.3 Konstruksi Bagian-bagian Transformator ... 173

5.1.3.1 Peralatan/Bagian Utama... 173

5.1.3.2 Peralatan/Bagian Bantu ... 176

5.1.3.3 Peralatan Proteksi Internal. ... 181

5.1.4 Sistem Pentanahan ... 184

5.1.4.1 Pentanahan Peralatan ... 184

5.1.4.2 Pentanahan Sistem Tenaga Listrik ... 185

5.1.4.3 Peralatan Tambahan untuk Pengaman Transformator ... 186

5.1.4.4 Proteksi Eksternal Transformator ... 187

5.2PEMELIHARAAN TRAFO TENAGA ... 195

5.2.1 Pengertian Pemeliharaan ... 195

5.2.2 Jenis Pemeliharaan ... 196

5.2.3 Pemeliharaan Trafo Tenaga ... 196

5.3PENGUJIAN TRAFO ... 201

5.3.1 Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo ... 201

5.3.2 Pengukuran Tahanan Pentanahan ... 203

5.3.3 Pengukuran Tangen δ ... 205

5.3.4 Pengujian Kekuatan Dielektrika dan Kualitas Minyak Standar ... 207

5.3.5 Pengujian Tegangan Tembus (Breakdown Voltage) ... 208

5.3.6 Pengukuran DGA ... 210

5.4PENGENALAN CONDITION BASED MAINTENANCE (CBM) ... 214

5.4.1 Langkah-langkah Implementasi CBM ... 216

6.PEMELIHARAAN TRAFO ARUS (CT) DAN TRAFO TEGANGAN (PT) ... 218

6.1PEMELIHARAAN TRAFO ARUS ... 218

6.1.1 Definisi dan Fungsi ... 218

6.1.2 Prinsip Kerja trafo Arus ... 218

6.1.3 Aplikasi Trafo Arus ... 220

6.1.4 Klasifikasi Arus Lebih ... 222

6.1.4.1 Trafo arus berdasarkan konstruksi belitan primer ... 222

6.1.4.2 Trafo arus berdasarkan kontruksi jenis inti ... 222

6.1.4.3 Trafo arus berdasarkan jenis isolasi ... 223

6.1.4.4 Trafo arus berdasarkan pemasangan ... 223

6.1.4.5 Trafo arus berdasarkan rasio transformasi ... 224

6.1.4.6 Trafo arus berdasarkan jumlah inti pada sekunder ... 225

6.1.4.7 Trafo arus berdasarkan pengenal ... 226

6.1.5 Pengenal (Rating) Trafo Arus ... 228

6.1.5.1 Pengenal Beban (Rated Burden) ... 228

6.1.5.2 Pengenal Arus Kontinyu (Continuous Rated Current) ... 228

(6)

6.1.5.4 Pengenal Arus Dinamik (Dynamic Rated Current) ... 228

6.1.6 Kesalahan Trafo Arus ... 229

6.1.6.1 Kesalahan perbandingan/rasio ... 229

6.1.6.2 Kesalahan Sudut Fasa ... 229

6.1.7 Kesalahan Komposit (Composite Error) ... 230

6.1.8 Ketelitian/Akurasi Trafo Arus ... 230

6.1.8.1 Batas Ketelitian Arus Primer (Accuracy Limit Primary Current) ... 230

6.1.8.2 Faktor Batas Ketelitian (Accuracy Limit Factor / ALF) ... 230

6.1.8.3 Kelas Ketelitian Trafo Arus Metering ... 231

6.1.8.4 Kelas Ketelitian Trafo Arus Proteksi ... 232

6.1.9 Pemeliharaan Trafo Arus ... 234

6.1.9.1 Pengujian Rasio Trafo Arus ... 234

6.1.9.2 Pengujian Beban (Burden) Trafo Arus ... 234

6.1.9.3 Pengujian Beban pada Rangkaian Sekunder Trafo Arus ... 235

6.1.9.4 Pengujian Kejenuhan Trafo Arus (Saturasi) ... 235

6.1.9.5 Pengujian Polaritas ... 236

6.1.9.6 Pengukuran Tahanan DC (R dc) ... 237

6.1.9.7 Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Arus (Megger) ... 237

6.2TRAFO TEGANGAN (POTENTIAL TRANSFORMER / PT ) ... 239

6.2.1 Definisi dan Fungsi Trafo CT PT... 239

6.2.2 Prinsip Kerja ... 239

6.2.3 Klasifikasi Trafo Tegangan Menurut Prinsip Kerjanya ... 240

6.2.3.1 Kontruksi Trafo Tegangan Induktif (Voltage Transformer / VT) ... 241

6.2.3.2 Kontruksi Trafo Tegangan Kapasitor (Capacitor Voltage Transformer) ... 241

6.2.3.3 Prinsip kerja CCVT ... 243

6.2.4 Kesalahan Trafo tegangan ... 245

6.2.5 Pengujian Trafo Tegangan (PT/CCVT) ... 246

6.2.5.1 Pengujian Rasio Tegangan ... 247

6.2.5.2 Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Tegangan (Megger) ... 247

6.2.5.3 Pengujian Tangen Delta (Dielectric Loss Factor and Capacitance) ... 248

6.2.5.4 Pengujian Beban pada Rangkaian Sekunder CVT ... 250

6.3BATASAN – BATASAN OPERASI TRAFO PENGUKURAN ... 250

6.3.1 Jadwal Pengukuran Minyak Isolasi Trafo Pengukuran ... 250

6.3.2 Pemasangan Spark Gap Pada Isolator Bushing... 250

6.3.3 Pengukuran Dielektric Minyak CT/PT/CVT ... 251

6.3.4 Pengukuran Tahanan Isolasi (Megger) ... 251

6.3.5 Jarak Rayap (Creepage Distance) ... 252

7.PEMELIHARAAN CATU DAYA ... 253

7.1BATERE ... 253

7.1.1 Prinsip Kerja Batere ... 253

7.1.2 Jenis-jenis Batere ... 254

7.1.2.1 Menurut Bahan Elektrolit ... 254

7.1.2.2 Menurut Konstruksi: ... 256

7.1.2.3 Menurut Karakteristik Pembebanan: ... 259

7.1.3 Periode Pemeliharaan Batere ... 260

(7)

7.1.3.2 Pemeliharaan Bulanan (dalam keadaan operasi ) ... 261

7.1.3.3 Pemeliharaan Tahunan (dalam keadaan tidak operasi) ... 262

7.1.4 Pemeliharaan Batere ... 262

7.1.4.1 Pemeriksaan fisik batere ... 262

7.1.4.2 Pengukuran Tegangan ... 263

7.1.4.3 Pengukuran Berat Jenis Elektrolit ... 264

7.1.4.4 Pengukuran Suhu Elektrolit ... 267

7.1.4.5 Pengukuran Arus Pengisian ... 268

7.1.4.6 Rekondisi Batere ... 270

7.1.5 Troubleshooting Batere ... 274

7.2CHARGER (RECTIFIER) ... 275

7.2.1 Prinsip Kerja Charger ... 276

7.2.2 Bagian-bagian Charger ... 277

7.2.2.1 Trafo Utama. ... 277

7.2.2.2 Penyearah ... 277

7.2.2.3 Rangkaian Kontrol ... 279

7.2.2.4 Filter (Penyaring) ... 281

7.2.3 Periode Pemeliharaan Charger ... 282

7.2.4 Pemeliharaan Charger ... 282

7.2.4.1 Pemeriksaan Fisik ... 282

7.2.4.2 Pengujian Indikator Charger ... 283

7.2.4.3 Pengecekan Meter-meter ... 284

7.2.4.4 Pengukuran Keseimbangan Tegangan ... 284

7.2.4.5 Pengukuran Arus Output Maksimum ... 285

7.2.5 Troubleshooting Charger ... 286

7.3INSTALASI AC/DC ... 288

7.3.1 Instalasi AC ... 288

7.3.2 Instalasi DC ... 288

7.3.3 Pemeliharaan Instalasi AC ... 289

7.3.3.1 Pengukuran Tegangan dan Arus Beban ... 289

7.3.3.2 Pemeriksaan Fuse/MCB ... 290

7.3.3.3 Pemeliharaan Panel Distribution Board AC 380/220 Volt ... 291

7.3.4 Pemeliharaan Instalasi DC ... 291

7.3.4.1 Pengukuran Tegangan dan Arus Beban ... 291

7.3.4.2 Pemeriksaan Fuse/MCB ... 292

7.3.4.3 Pengukuran Keseimbangan Tegangan ... 292

8.PEMELIHARAAN DASAR SCADATel DI GARDU INDUK ... 294

8.1PENGERTIAN SCADA ... 294

8.1.1 Latar Belakang... 294

8.1.2 Definisi SCADA ... 294

8.1.3 Fungsi SCADA... 295

8.2PEMELIHARAAN RTU ... 295

8.2.1 Definisi dan Fungsi RTU (Remote Terminal Unit) ... 295

8.2.1.1 Digital Input/Telesignalling (TS) ... 296

8.2.1.2 Digital Output/Telecontrol Digital (TCD)... 297

8.2.1.3 Analog Input/Telemetering (TM) ... 297

8.2.1.4 Analog Output/Telecontrol Analog (TCA) ... 299

8.2.2 Transducer ... 299

8.2.3 Modem ... 300

(8)

8.2.3.2 Demodulator ... 300

8.2.3.3 Protokol Komunikasi ... 301

8.2.3.4 Media komunikasi ... 301

8.2.4 Periode Pemeliharaan RTU ... 301

8.2.4.1 Pemeliharaan Rutin/Periodik (Preventive) ... 302

8.2.4.2 Pemeliharaan Korektif (Corrective) ... 302

8.2.4.3 Pemeliharaan Detective... 303

8.3PEMELIHARAAN PLC ... 303

8.3.1 Definisi dan Fungsi PLC ... 303

8.3.2 Prinsip kerja PLC ... 303

8.3.2.1 Konduktor ... 304

8.3.2.2 Wave Trap ... 304

8.3.2.3 Coupling Capacitor ... 307

8.3.2.4 Line Matching Unit (LMU) ... 308

8.3.2.5 Protective Device (PD) ... 310 8.3.3 Pemeliharaan PLC ... 312 8.3.3.1 Pemeliharaan Preventive... 313 8.3.3.2 Pemeliharaan Corrective ... 313 8.3.3.3 Pemeliharaan Detective... 314 8.4PEMELIHARAAN TELEPROTEKSI ... 314

8.4.1 Definisi dan Prinsip Kerja Teleproteksi ... 314

8.4.2 Pemeliharaan Teleproteksi ... 315

8.4.2.1 Pemeliharaan Preventive... 315

8.4.2.2 Pemeliharaan Corrective ... 316

8.4.2.3 Pemeliharaan Detective... 316

8.5PEMELIHARAAN PRIVATE AUTOMATIC EXCHANGE (PAX) ... 317

8.5.1 Definisi dan Prinsip Kerja PAX... 317

8.5.2 Pemeliharaan PAX ... 317

8.5.2.1 Pemeliharaan Preventive... 317

8.5.2.2 Pemeliharaan Corrective ... 318

8.5.2.3 Pemeliharaan Detective... 319

8.6PEMELIHARAAN RADIO ... 319

8.6.1 Definisi dan Prinsip Kerja Radio ... 319

8.6.2 Pemeliharaan Radio ... 320 8.6.2.1 Pemeliharaan Preventive... 321 8.6.2.2 Pemeliharaan Corrective ... 322 8.6.2.3 Pemeliharaan Detective... 322 9.KINERJA OPERASIONAL ... 324 9.1PENDAHULUAN ... 324 9.1.1 Latar Belakang... 324 9.1.2 Dasar Acuan ... 324

9.1.3 Definisi dan Istilah ... 324

9.1.4 Klasifikasi Gangguan dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu : ... 325

9.2INDIKATOR KINERJA OPERASIONAL ... 329

9.2.1 Perspektif Bisnis Internal ... 329

9.2.1.1 Maintenance Index (MI) ... 329

9.2.1.2 Security Index (SI) ... 329

9.2.1.3 Dependibility Index (DI) ... 329

9.2.1.4 Auto Reclose Index (ARI) ... 330

(9)

9.2.1.6 Circuit Availability Factor (CCAF) ... 330

9.2.1.7 Daily Load Deviation Counter (DLDC) ... 331

9.2.1.8 Operation Human Error (OHE) ... 331

9.2.1.9 Kesiapan Komunikasi (Kom) ... 331

9.2.1.10Kesiapan Master Station (MS) ... 331

9.2.1.11Kesiapan Tele Informasi Data (TID)... 331

9.2.2 Pelayanan Pelanggan ... 331

9.2.2.1 Transmission Line Outage Duration (TLOD) ... 331

9.2.2.2 Transformer Outage Duration (TROD) ... 332

9.2.2.3 Transmission Line Outage Frequency (TLOF) ... 332

9.2.2.4 Transformer Outage Frequency (TROF) ... 332

9.2.2.5 Voltage excurtion Counter (VEC) ... 332

9.2.2.6 Average System Recovery Time (ASRT) ... 332

9.3CARA PERHITUNGAN KINERJA ... 333

9.4APLIKASI SISTEM INFORMASI KINERJA TRANSMISI (SIRKIT) ... 334

9.4.1 Pengenalan ... 334

9.4.2 Aplikasi Sirkit ... 335

9.4.3 Data Inputan Gangguan dan Pemeliharaan ... 336

10.DASAR–DASAR KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP (K2LH) ... 339

10.1KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN ... 339

10.1.1Definisi Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) ... 339

10.1.2Dasar Hukum Keselamatan Ketenagalistrikan ... 339

10.1.3Ruang Lingkup Keselamatan Ketenagalistrikan di PT PLN (Persero) . 340 10.1.4Pilar-Pilar Keselamatan Ketenagalistrikan ... 340

10.1.5Kisi-Kisi Keselamatan Ketenagalistrikan ... 342

10.2ANALISA PEKERJAAN BERWAWASAN K3/JSA ... 346

10.2.1Definisi APK3/JSA ... 346

10.2.2Tahapan Pembuatan APK3 ... 347

10.2.3Mengidentifikasi Bahaya/Potensi Kecelakaan yang Mungkin Timbul dari Tahapan Kegiatan ... 348

10.2.4Tindakan Pengendalian ... 350

10.2.5Lingkungan kerja sesuai dengan standar K3 ... 351

10.2.6Penatalaksanaan Lingkungan Kerja ... 354

10.2.7Kerapihan dan Kebersihan Lingkungan Kerja ... 355

10.3PROSEDUR PELAKSANAAN PEKERJAAN PADA INSTALASI TEGANGAN TINGGI DAN EKSTRA TINGGI ... 357

10.3.1Latar Belakang... 357

10.3.2Peranan Dan Tugas/Tanggung Jawab ... 358

10.3.2.1Penanggung jawab pekerjaan : ... 358

10.3.2.2Pengawas Manuver ... 359

10.3.2.3Pelaksana Manuver ... 359

10.3.2.4Pengawas Pekerjaan ... 359

10.3.2.5Pelaksana Pekerjaan ... 360

10.3.2.6Pendelegasian Tugas ... 360

10.3.2.7Penanggung Jawab Pekerjaan ... 360

10.3.2.8Pengawas Manuver ... 360

10.3.2.9Pengawas Pekerjaan ... 361

(10)

10.3.3Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan/Penerapan Prosedur K3 Pada

Instalasi TT/TET ... 361

10.3.4Pengisian Buku Biru/Formulir yang digunakan ... 367

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Transformator ... 7

Gambar 1-2. Transformator Arus (CT) ... 10

Gambar 1-3. Kurva Tingkat Kejenuhan Trafo Arus Proteksi dengan Metering ... 10

Gambar 1-4. Arrester ... 13

Gambar 1-5. Prinsip Pengawatan dan Pemasangan Meter ... 18

Gambar 1-6. Konfigurasi Rel Tunggal ... 25

Gambar 1-7. Konfigurasi Double Bus bar ... 25

Gambar 1-8. Konfigurasi Double Dengan 1,5 PMT ... 26

Gambar 1-9. Diagram Alir Mengatasi Gangguan ... 37

Gambar 2-1. Diagram Proteksi Gardu Induk ... 41

Gambar 2-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV ... 42

Gambar 2-3. Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV ... 46

Gambar 2-4. Prinsip Kerja Relai Differensial ... 46

Gambar 2-5. Karakteristik Kerja Relai Differensial ... 47

Gambar 2-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal ... 48

Gambar 2-7. Kurva/Karakteristik Relai OCR ... 49

Gambar 2-8. Kurva/Karakteristik Relai GFR... 50

Gambar 2-9. Karakteristik Waktu UVR adalah Inver ... 53

Gambar 2-10. karakteristik Waktu OVR adalah Inverse ... 53

Gambar 2-11. Pola Proteksi Differensial Busbar pada Gardu Induk 150 kV ... 55

Gambar 2-12. Pola Proteksi Differensial Busbar Jenis Low Impedance ... 56

Gambar 2-13. a) Jenis Non Bias relai dan b) Jenis Bias Relai ... 57

Gambar 2-14. Relai Differensial ... 58

Gambar 2-15. Relai Differensial Jenis High Impedance ... 59

Gambar 2-16. Skema Proteksi ... 61

Gambar 2-17. Diagram Logic CBF ... 62

Gambar 2-18. Zona Proteksi SZP ... 64

Gambar 2-19. Diagram Urutan Kerja ... 64

Gambar 2-20. Contoh Jangkauan Distance Relay Penghantar 150 kV PLTA Singkarak – Lubuk Alung – PIP – Pauh Limo ... 73

Gambar 2-21. Karakteristik Impedansi ... 74

Gambar 2-22. Karakteristik Mho Z1, Z2 Partial Cross-polarise, ... 75

Gambar 2-23. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho ... 75

Gambar 2-24. Karakteristik Quadrilateral ... 76

Gambar 2-25. Typikal Relai Differensial Arus ... 76

Gambar 2-26. Relai Differensial Pilot Jenis Arus ... 77

Gambar 2-27. Relai Differensial Pilot Jenis Tegangan ... 77

Gambar 2-28. Tipikal Relai Perbandingan Sudut Fasa ... 78

Gambar 2-29. Diagram Pola Directional Selective Relay ... 79

Gambar 2-30. Konfigurasi Jaringan ... 82

Gambar 2-31. Pola A/R pada 1½ PMT ... 85

(11)

Gambar 2-33. Ilustrasi Penyebaran Tegangan pada Primary Feeder System Radial

... 86

Gambar 3-1. (a) Gerbang AND 2 Inputan dan (b) Gerbang AND 3 Inputan ... 100

Gambar 3-2. (a) Gerbang OR,2 inputan dan (b) Gerbang OR, 3 Inputan ... 101

Gambar 3-3. Gerbang NOT ... 102

Gambar 3-4. Gerbang NAND ... 102

Gambar 3-5. Gerbang NOR ... 103

Gambar 3-6. Logic DS line ... 103

Gambar 3-7. Logic CB close ... 104

Gambar 3-8. Contoh Rangkaian Trip Circuit ... 108

Gambar 3-9. Contoh Wiring Sistem Proteksi ... 110

Gambar 3-10. Rangkaian Sistem SCADA ... 111

Gambar 3-11. DC 110 V untuk Proteksi & Tripping ... 113

Gambar 3-12. DC 110 V untuk Alarm & Signalling ... 114

Gambar 3-13. DC 110 V untuk Kontroling ... 115

Gambar 3-14. DC 110 V untuk Sistem Kontrol ... 116

Gambar 3-15. DC 110 V untuk Proteksi Busbar dan CBF ... 117

Gambar 3-16. Rangkaian Skematik dari Empat Blok Rancangan ... 118

Gambar 4-1. Tekanan Absolute Gas SF6 ... 131

Gambar 4-2. Proses pembukaan PMT media Gas SF6 ... 133

Gambar 4-3. Proses Pemasukan (Closing) pada PMT media Gas SF6 ... 134

Gambar 4-4. Proses pembukaan (open) PMT media SF6 yang mempunyai Closing Resistor ... 135

Gambar 4-5. PMT Udara Hembus ... 135

Gambar 4-6. Skema suatu PMT dengan udara hembus tekanan tinggi ... 137

Gambar 4-7. PMT Hampa Udara ... 139

Gambar 4-8. PMT Bulk Oil ... 141

Gambar 4-9. Proses Pemadaman Busur Api ... 141

Gambar 4-10. Mekanik PMT dengan Sistem Pegas Pilin ... 142

Gambar 4-11. Mekanik PMT dengan sistem pegas gulung ... 143

Gambar 4-12. Bagian Utama Penggerak PMT ... 144

Gambar 4-13. Bagian Pemicu (Pilot Part) ... 145

Gambar 4-14. Bagian Pendukung (aux part) ... 145

Gambar 4-15. Grafik Tekanan Minyak fungsi Suhu ... 146

Gambar 4-16. Proses pada saat PMT dalam posisi buka menjadi menutup (open to close) ... 147

Gambar 4-17. Proses pada saat PMT dalam posisi tutup menjadi membuka (close to open) ... 147

Gambar 4-18. Bagian-bagian PMT Udara Hembus ... 148

Gambar 4-19. (i) Azas Kompresi (isap) ... 150

Gambar 4-20. (ii) Azas Kompresi (kompresi) ... 150

Gambar 4-21. (iii) Azas kompresi (keluar) ... 150

Gambar 4-22. Pemisah Putar ... 157

Gambar 4-23. Pemisah Siku ... 157

Gambar 4-24. Pemisah Pantograph ... 158

Gambar 4-25. Arrester Type Valve ... 163

Gambar 4-26. Karakteristik Tahanan Katup ... 163

Gambar 4-27. Bagian-bagian dari Arrester... 165

(12)

Gambar 5-1. Arus magnetisasi secara grafis tanpa memperhitungkan rugi-rugi besi.

... 170

Gambar 5-2. Arus magnetisasi secara grafis dengan memperhitungkan rugi-rugi besi. ... 170

Gambar 5-3. Hukum Lorenz ... 170

Gambar 5-4. Suatu arus listrik mengelilingi inti besi maka besi itu menjadi magnet. ... 171

Gambar 5-5. Suatu lilitan mengelilingi magnet maka akan timbul gaya gerak listrik (GGL) ... 171

Gambar 5-6. Prinsip Dasar dari Transformator ... 171

Gambar 5-7. Inti Besi dan Laminasi yang diikat Fiber Glass ... 174

Gambar 5-8. Kumparan Phasa RST ... 174

Gambar 5-9. Bushing ... 175

Gambar 5-10. Konservator minyak trafo ... 176

Gambar 5-11. Pendingin trafo type ONAF ... 177

Gambar 5-12. On Load Tap Changer (OLTC) ... 178

Gambar 5-13. Air Breather ... 179

Gambar 5-14. Oil or Winding Temperatur ... 180

Gambar 5-15. Indikasi permukaan minyak ... 181

Gambar 5-16. Bucholz Relai dan Juction Relai type membran ... 182

Gambar 5-17. Plat mengaman tekanan lebih ... 182

Gambar 5-18. Relai tekanan lebih ... 183

Gambar 5-19. Relai Pengaman Tangki ... 184

Gambar 5-20. Pentanahan Peralatan ... 184

Gambar 5-21. Pentanahan Sistem Tenaga Listrik ... 185

Gambar 5-23. Transformator ... 187

Gambar 5-24. Skema peralatan pengukuran tidak langsung ... 188

Gambar 5-25. Pengukuran NGR ... 204

Gambar 5-26. Manfaat Implematasi CBM ... 215

Gambar 5-27. Pemeliharaan yang tepat dpt menghambat ageing peralatan ... 216

Gambar 6-1. Rangkaian pada Trafo Arus ... 218

Gambar 6-2. Rangkaian Ekivalen ... 219

Gambar 6-3. Diagram Fasor Arus dan Tegangan pada Trafo Arus ... 220

Gambar 6-4. Kurva kejenuhan CT untuk Metering dan Proteksi ... 221

Gambar 6-5. Luas Penampang Inti Trafo Arus ... 221

Gambar 6-6. Bar Primary ... 222

Gambar 6-7. Wound Primary... 222

Gambar 6-8. Trafo Arus Pemasangan Luar Ruangan ... 224

Gambar 6-9. Trafo Arus Pemasangan Dalam Ruangan ... 224

Gambar 6-10. Trafo Arus Rasio Tunggal 150 – 300 / 5 – 5 A ... 225

Gambar 6-11. Trafo Arus Rasio Ganda 800-1600 / 5-5-5 A dan 1000-2000 /5 A.... 225

Gambar 6-12. Trafo Arus dengan 2 Inti ... 226

Gambar 6-13. Trafo Arus dengan 4 Inti ... 226

Gambar 6-14. Hubungan Paralel dan Seri pada Trafo Arus ... 227

Gambar 6-15. Trafo Arus Multi Rasio/Sekunder Tap ... 228

Gambar 6-16. Kesalahan Sudut Trafo Arus ... 229

Gambar 6-17. Kurva Faktor Batas Ketelitian ... 232

Gambar 6-18. Rangkaian Pengujian Rasio Trafo Arus ... 234

Gambar 6-19. Rangkaian pengujian beban trafo arus ... 235

(13)

Gambar 6-21. Rangkaian Uji Saturasi Trafo Arus ... 236

Gambar 6-22. Kurva Kejenuhan Trafo Arus ... 236

Gambar 6-23. Rangkaian Uji Polaritas Trafo Arus ... 237

Gambar 6-24. Rangkaian Pengukuran Tahanan DC Trafo Arus ... 237

Gambar 6-25. Rangkaian Pengukuran Tahanan Isolasi Trafo Arus ... 238

Gambar 6-26. Rangkaian Pengganti Trafo Tegangan ... 239

Gambar 6-27. Rangkaian Ekivalen Trafo Tegangan ... 240

Gambar 6-28. Konstruksi Trafo Tegangan Induktif ... 241

Gambar 6-29. Konstruksi Trafo Tegangan Kapasitif ... 242

Gambar 6-30. Rangkaian Ekivalen CVT ... 244

Gambar 6-31. Rangkaian Pengujian Rasio Trafo Tegangan ... 247

Gambar 6-32. Rangkaian Pengujian Tahanan Isolasi ... 248

Gambar 6-33. Rangkaian Pengujian Tangen Delta pada CVT ... 249

Gambar 7-1. Discharge ... 254

Gambar 7-2. Charge ... 254

Gambar 7-3. Potongan Elektroda Tipe Pocket Plate ... 257

Gambar 7-4. Sintered Plate Electrode ... 258

Gambar 7-5. Fibro Nickel Cadmium Electrode ... 259

Gambar 7-6. Contoh Temuan Tidak Normal Pada Sel Batere ... 263

Gambar 7-7. Pengukuran Tegangan Batere ... 264

Gambar 7-8. Hydrometer ... 265

Gambar 7-9. Cara Pelaksanaan Pengukuran Berat Jenis ... 267

Gambar 7-10. Pengukuran Suhu Elektrolit ... 268

Gambar 7-11. Pengukuran Arus pada Rangkaian Sel Batere ... 269

Gambar 7-12. Diagram Titik Ukur Arus Pengisian Pada Batere ... 270

Gambar 7-13. Pembuangan Cairan elektrolit batere ... 271

Gambar 7-14. Penggantian elektrolit, membersihkan kontainer batere dan pengeringan ... 272

Gambar 7-15. Pembersihan Terminal sel batere , Klem , Baut dan Pengecatan Rak Batere ... 272

Gambar 7-16. Pengisian (Charging dan Test Kapasitas setelah rekondisi) ... 272

Gambar 7-17. Rangkaian Rectifier ... 276

Gambar 7-18. Bagian-Bagian Charger ... 277

Gambar 7-19. Rangkaian Jembatan Diode dan Thyristor ... 278

Gambar 7-20. Rangkaian Kontrol Tegangan (AVR) ... 279

Gambar 7-21. Variable Resistor FLOATING yang Diatur ... 280

Gambar 7-22. Variable Resistor EQUALIZING yang Diatur ... 280

Gambar 7-23. Variable Resistor BOOST yang Diatur ... 281

Gambar 8-1. RTU D20 ... 295

Gambar 8-2. Skematik Tele Signalling Single ... 296

Gambar 8-3. Skematik Telesignalling Double ... 297

Gambar 8-4. Skematik Remote Control Digital ... 297

Gambar 8-5. Skematik Pengukuran MW/MX ... 298

Gambar 8-6. Skematik Pengukuran Arus (Amp) ... 298

Gambar 8-7. Skematik Pengukuran Tegangan (kV) ... 298

Gambar 8-8 Skematik Remote Control Analog ... 299

Gambar 8-9. Modulasi FSK ... 300

Gambar 8-10. Blok PLC ... 304

Gambar 8-11. Wave Trap ... 305

(14)

Gambar 8-13. LMU ... 309

Gambar 8-14. Protective Device (PD) ... 310

Gambar 8-15. Diagram Line Protective Device (PD) ... 311

Gambar 9-1 Halaman Muka Aplikasi SIRKIT ... 335

Gambar 9-2 Menu Aplikasi SIRKIT ... 335

Gambar 9-3 Tampilan Aplikasi SIRKIT Pada Saat Ada Gangguan ... 336

Gambar 9-4 Form Data Gangguan & Pemeliharaan ... 337

Gambar 10-1. Ruang Lingkup Keselamatan Ketenagalistrikan ... 340

Gambar 10-2. Keselamatan Ketenagalistrikan ... 341

Gambar 10-3. Kewenangan masing-masing personil ... 358

Gambar 10-4. Urutan Pelaksanaan Pekerjaan ... 362

Gambar 10-5. Area Pengaruh Listrik ... 366

Gambar 10-6. Jarak Aman bekerja ... 366

Gambar 10-7. Tahapan Pengisian Buku Biru ... 367

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Warna garis pada Single Line Diagram mengacu pada Grid Code P3B Sumatera ... 2

Tabel 1-2. Simbol dan Status Peralatan mengacu pada Grid Code P3B Sumatera .... 3

Tabel 1-3. Batas Kenaikan Temperatur Trafo Dengan Isolasi Kelas A ... 7

Tabel 1-4. Batas Kenaikan Temperatur Trafo Dengan Isolasi Kelas F ... 7

Tabel 1-5. Suhu-Suhu Tertinggi Menurut Standar VDE ... 8

Tabel 1-6. Batas Tegangan Lebih Menurut SPLN 1: 1978 dan IEC 71 ... 8

Tabel 1-7. Batas Faktor Pembebanan Lebih Trafo Menurut VDE ... 8

Tabel 1-8. Contoh Jenis dan Indikasi Gangguan, Berhubungan Dengan sistem Luar ... 34

Tabel 1-9. Contoh Jenis dan Indikasi Gangguan, Oleh Sistem Setempat ... 35

Tabel 2-1. Kebutuhan Fungsi Relai Proteksi Terhadap Berbagai Gangguan ... 44

Tabel 2-2. Kriteria Sistem Proteksi Sesuai SPLN 52-1 ... 45

Tabel 2-3. Pembagian Clearing Time Gangguan ... 66

Tabel 2-4. Blocking Scheme Pola Pengaman SUTT 150 kV ... 70

Tabel 2-5. Pola Pengaman Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah ... 71

Tabel 2-6. Pola Pengaman Transmisi 150 kV Saluran Kabel Tanah ... 72

Tabel 2-7. Pola Pengaman Saluran Campuran dengan Saluran Kabel Dominan ... 72

Tabel 3-1. Simbol – Simbol Wiring ... 89

Tabel 3-2. Kode Peralatan Sesuai Standar Internasioanl IEEE C37.2-3-1991 ... 92

Tabel 3-3. Tabel kebenaran logic AND dengan 2 inputan ... 100

Tabel 3-4. Tabel kebenaran logic AND dengan 3 inputan ... 101

Tabel 3-5. Tabel kebenaran logic OR dengan 2 inputan dan 3 inputan ... 101

Tabel 3-6. Tabel kebenaran NAND ... 102

Tabel 3-7. Tabel kebenaran logika NOR ... 103

Tabel 3-8. Kode Wiring DC... 112

Tabel 3-9. Huruf Untuk Penandaan Level Tegangan pada Blok Rancangan Bagian-2. ... 120

Tabel 3-10. Huruf Untuk Penandaan Aplikasi Pada Lokasi Blok Rancangan Bagian-4 ... 121

(15)

Tabel 3-11. Penandaan Untuk Jenis Peralatan Sesuai Abjad ... 123

Tabel 4-1. Uraian Kegiatan Pemeliharaan PMT ... 128

Tabel 4-2. Periode Pemeliharaan PMS ... 159

Tabel 4-3. Item Checklist Untuk LA ... 165

Tabel 4-4. Referensi dan Justifikasi untuk Nilai Arus Bocor ... 169

Tabel 4-5. Justifikasi Pabrikan Alat Ukur LCM Transinor II ... 169

Tabel 5-1. Load Faktor Trafo ... 173

Tabel 5-2. Parameter/Pengukuran Transformator ... 189

Tabel 5-3. Daftar Pemeliharaan Trafo Mingguan ... 197

Tabel 5-4. Daftar Pemeliharaan Trafo Bulanan ... 198

Tabel 5-5. Daftar Pemeliharaan Trafo Tahunan ... 199

Tabel 5-6. Index Polarisasi ... 203

Tabel 5-7. Hasil pengukuran tangen delta ... 206

Tabel 5-8. Hasil Tes Pengujian Minyak ... 208

Tabel 5-9. Tabel Tegangan Tembus/Breakdown Voltage Sesuai IEC 156 ... 209

Tabel 5-10. Jenis Gas Terlarut pada Minyak Isolasi Trafo dan Daya Larut Gas pada Minyak ... 211

Tabel 5-11. Interprestasi berdasarkan Gas Diproduksi ... 212

Tabel 5-12. Interprestasi berdasarkan Kandungan Gas Kunci ... 213

Tabel 5-13. Interprestasi Data Gas berdasarkan Total Combustable Gas ... 213

Tabel 5-14. Interprestasi Data Gas Menggunakan Ratio Rogers ... 214

Tabel 6-1. Batas Kesalahan Trafo Arus Metering ... 231

Tabel 6-2. Batas Kesalahan Trafo Arus Metering ... 231

Tabel 6-3. Kesalahan Rasio dan Pergeseran Fasa Trafo Arus Proteksi ... 232

Tabel 6-4. Batas Kesalahan Trafo Tegangan Pengukuran ... 246

Tabel 6-5. Batas Kesalahan Trafo Tegangan Proteksi ... 246

Tabel 6-6. Jadwal pengujian Minyak Isolasi CT/PT/CVT ... 250

Tabel 6-7. Batasan Pemasangan Spark Gap pada Bushing ... 250

Tabel 6-8. Batasan hasil uji tahanan isolasi Minyak CT/PT/CVT (Standar IEC-156) ... 251

Tabel 6-9. Batasan Hasil Pengukuran Tahanan Isolasi Rangkaian Sekunder CT/PT/CVT (Standar IEEE 43-2000) ... 251

Tabel 6-10. Batasan Jarak Rayap Bushing Isolator (Standar IEC-44.1) ... 252

Tabel 7-1. Pemeliharaan Mingguan (dalam Keadaan Operasi)... 261

Tabel 7-2. Pemeliharaan Bulanan (dalam Keadaan Operasi) ... 261

Tabel 7-4. Pemeliharaan Tahunan (dalam Keadaan Tidak Operasi) ... 262

Tabel 7-5. Standar Berat Jenis Elektrolit ... 267

Tabel 7-6. Troubleshooting Batere ... 274

Tabel 7-7. Troubleshooting Charger ... 286

(16)

1. PENGOPERASIAN PERALATAN GARDU INDUK

1.1 PENGENALAN GARDU INDUK

1.1.1 Peranan Gardu Induk dalam Sistem Kelistrikan

Gardu Induk merupakan simpul didalam sistem tenaga listrik, yang terdiri dari susunan dan rangkaian sejumlah perlengkapan yang dipasang menempati suatu lokasi tertentu untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik, menaikkan dan menurunkan tegangan sesuai dengan tingkat tegangan kerjanya, tempat melakukan kerja switching rangkaian suatu sistem tanaga listrik dan untuk menunjang keandalan sistem tenaga listrik terkait.

1.1.2 Pengertian dan Fungsi Gardu Induk

Gardu Induk adalah suatu instalasi listrik mulai dari TET (Tegangan Ekstra Tinggi), TT (Tegangan Tinggi) dan TM (Tegangan Menengah) yang terdiri dari bangunan dan peralatan listrik.

Fungsi Gardu Induk adalah untuk menyalurkan tenaga listrik (kVA, MVA) sesuai dengan kebutuhan pada tegangan tertentu. Daya listrik dapat berasal dari Pembangkit atau dari gardu induk lain.

1.1.3 Jenis Gardu Induk 1.1.3.1 Menurut pelayanannya

Gardu induk menurut layanannya dapat diklasifikasikan menjadi :

• Gardu Transmisi, yaitu gardu induk yang melayani untuk TET dan TT • Gardu Distribusi, yaitu gardu induk yang melayani untuk TM

1.1.3.2 Menurut Penempatannya

• Gardu induk pasangan dalam (Indoor Substation) • Gardu induk pasangan luar (Outdoor Substation)

• Gardu induk sebagian pasangan luar (Combine Outdoor Substation) • Gardu induk pasangan bawah tanah (Underground Substation)

(17)

• Gardu induk pasangan sebagian bawah tanah (Semi Underground Substation)

• Gardu induk mobi (Mobile Substation) 1.1.3.3 Menurut isolasinya

• Gardu induk yang menggunakan udara guna mengisolir bagian-bagian yang bertegangan dan bagian bertegangan lainnya dan dengan bagian yang tidak bertegangan/tanah.

• Gardu induk yang menggunakan gas guna mengisolir bagian-bagian yang bertegangan dan bagian bertegangan lainnya dan dengan bagian yang tidak bertegangan/tanah. Isolasi gas yang digunakan adalah gas SF6 pada tekanan tertentu.

1.1.3.4 Menurut rel

• Gardu induk dengan satu rel (single busbar) • Gardu induk dengan dua rel (double busbar)

• Gardu induk dengan dua rel sistem 1,5 PMT (one and half circuit breaker)

1.1.4 Single Line Diagram

Diagram satu garis adalah suatu diagram listrik pada gardu induk yang berisi penjelasan secara umum tentang letak, jenis peralatan gardu induk seperti rel (busbar), pemisah (PMS), pemutus (PMT), PMS tanah, Trafo arus (CT), trafo tegangan (PT), Lightning Arrester (LA), trafo tenaga dan lain-lain.

Warna garis pada single line diagram menunjukkan level tegangan yang digunakan, dan untuk keseragaman penggunaan warna maka dibuat suatu aturan yang dimuat dalam aturan jaringan (grid code) P3B Sumatera.

Tabel 1-1. Warna garis pada Single Line Diagram mengacu pada Grid Code P3B Sumatera

Hal Warna

Single line diagrams 275 kV Putih Single line diagrams 150 kV Merah

(18)

Single line diagrams 66 kV Kuning Single line diagrams 30 kV Hijau Single line diagrams 20 kV Cokelat Single line diagrams 12 kV Abu-abu

Single line diagrams 6 kV Oranye

Single line diagrams 0,4 kV Ungu

Semua komponen Warna Rel

Warna background Hitam

Begitu juga dengan simbol dan status dari peralatan untuk keseragaman penggunaan dibuat dalam suatu aturan seperti pada Tabel 1-2 sebagai berikut:

Tabel 1-2. Simbol dan Status Peralatan mengacu pada Grid Code P3B Sumatera

Item Simbol Keterangan

PMT tertutup Berwarna penuh sesuai

warna Rel

PMT terbuka Kosong, tidak berwarna

PMS tertutup

Berwarna penuh sesuai warna Rel

Dalam single line diagram

PMS terbuka Blank, tidak berwarna

Dalam single line diagram PMS-tanah

tertutup Berwarna sesuai warna rel

PMS-tanah

(19)

PMT racked in Berwarna penuh sesuai warna rel

PMT racked

out Blank, tidak berwarna

Generator G

Trafo 2 belitan ∆Υ Berwarna sesuai warna rel

Trafo 3 belitan Υ

∆ Berwarna sesuai warna rel

Reaktor Berwarna sesuai warna rel

Kapasitor Berwarna sesuai warna rel

Status

tegangan “on” Putih

Status

tegangan “off” Tidak berwarna, blank

1.1.5 Peralatan Gardu Induk 1.1.5.1 Transformator Tenaga

Trafo tenaga adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk mentransformasikan daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya.

a. Bagian-bagian utama transformator tenaga:

• Inti besi : Berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi,

yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang berisolasi, untuk mengurangi

(20)

panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan oleh Eddy Current

• Kumparan : Adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang

membentuk suatu kumparan. Kumparan

tersebut terdiri dari kumparan primer dan kumparan sekunder yang diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap antar kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan lain-lain.

• Minyak Trafo : Seluruh kumparan dan inti besi transformator direndam dalam minyak trafo. Minyak berfungsi

sebagai media pemindah panas trafo

(pendingin) serta berfungsi sebagai isolasi. • Tangki dan Konservator : Pada umumnya bagian-bagian dari trafo

yang terendam minyak trafo berada

(ditempatkan) dalam tangki. Untuk menampung pemuaian minyak trafo, tangki dilengkapi dengan konservator.

• Bushing : Hubungan antara kumparan trafo ke jaringan

luar melalui sebuah bushing yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang sekaligus berfungsi sebagai penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki trafo.

b. Peralatan bantu transformator:

• Pendingin : Pada inti besi dan kumparan-kumparan akan

timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga. Bila panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, akan merusak isolasi (di dalam transformator). Maka untuk mengurangi kenaikan suhu transformator yang berlebihan maka perlu dilengkapi dengan alat/sistem pendingin untuk menyalurkan panas keluar transformator. Media yang dipakai pada

(21)

sistem pendingin dapat berupa minyak dan udara. Sedangkan dalam pengalirannya (sirkulasi) dapat berupa alamiah (natural) dan tekanan/paksaan.

• Tap changer : Alat perubah perbandingan transformasi untuk mendapatkan tegangan operasi sekunder yang

lebih baik (diinginkan) dari tegangan

jaringan/primer yang berubah-ubah.

• Alat Pernapasan (Silicagel) : Karena pengaruh naik turunnya beban transformator maupun suhu udara luar, maka suhu minyak pun akan berubah-ubah, sehingga

mengakibatkan adanya pemuaian dan

penyusutan minyak trafo. Menyusutnya minyak trafo mengakibatkan permukaan minyak menjadi turun dan udara akan masuk ke dalam tangki. Proses demikian disebut pernapasan trafo. Akibat pernafasan tersebut maka minyak trafo akan bersinggungan dengan udara luar. Untuk mencegah hal ini maka ujung pipa penghubung udara luar dilengkapi dengan alat pernapasan berupa tabung berisi kristal zat hygrokopis (silicagel).

• Indikator : Untuk mendeteksi transformator yang beroperasi

maka dilengkapi dengan indikator suhu minyak, indikator suhu kumparan, indikator level minyak, indikator sistem pendingin serta indikator kedudukan tap changer.

• Peralatan proteksi : Untuk mengamankan transformator yang diakibatkan karena gangguan maka dipasang relai pengaman seperti; Relai differensial, Buchloz, tekanan lebih, relai tangki tanah, relai hubung tanah, relai thermis, relai tekanan lebih, sudden pressure, relai jansen, arus lebih dan Arrester.

(22)

Gambar 1-1. Transformator

c. Batas Pengusahaan Transformator:

• Batas kenaikan temperatur trafo dengan isolasi kelas A seperti Tabel 1-3 dibawah.

Tabel 1-3. Batas Kenaikan Temperatur Trafo Dengan Isolasi Kelas A

Deteksi Alarm Trip Batas

Di minyak 70 oC 85 oC 90 oC (ambient temp. 35 oC) t = 55 oC

t = kenaikan temperature, didasarkan standar IEC

• Batas kenaikan temperatur trafo dengan isolasi kelas F pada trafo 500/150/66:

Tabel 1-4. Batas Kenaikan Temperatur Trafo Dengan Isolasi Kelas F

t = kenaikan temperature, didasarkan standar IEC

Deteksi Alarm Trip Batas

Di minyak Di kumparan 95 oC 115 oC 110 oC 135 oC 135 oC (ambient temp. 35 oC) t = 100 oC

(23)

• Suhu-suhu tertinggi menurut standart VDE dapat dilihat pada Tabel 1-5 berikut ini:

Tabel 1-5. Suhu-Suhu Tertinggi Menurut Standar VDE

• Batas tegangan lebih yang diijinkan menurut SPLN 1 : 1978 dan IEC 71 dapat dilihat pada Tabel 1-6 berikut ini:

Tabel 1-6. Batas Tegangan Lebih Menurut SPLN 1: 1978 dan IEC 71

• Batas Faktor pembebanan lebih trafo menurut VDE dapat dilihat pada Tabel 1-7 berikut ini:

Tabel 1-7. Batas Faktor Pembebanan Lebih Trafo Menurut VDE

Load Faktor

% Over load

10 % 20 % 30 % 40 % 50 %

Jam Jam Jam Jam Jam

0,5 3 1,5 1 30 15 0,75 2 1 0,5 15 8 0,9 1 0,5 0,25 8 4 Bagian Transformator Kelas isolasi A Ao E B F H Kumparan oC 60 76 75 85 110 135

Minyak pada lapisan atas oC 70

Teg. Nominal (kV) Teg. Yg diijinkan (kV) Teg. Nominal (kV) Teg. Yg diijinkan (kV) 500 525 20 21 150 157,5 12 12,6 70 72,5 6 6,3 30 31,5 - -

(24)

• Batas-batas tahanan isolasi kumparan trafo. Menurut VDE minimum besarnya tahanan isolasi kumparan trafo pada suhu operasi dapat dihitung sebagai berikut:

1 KV = 1 M ohm

Dengan catatan: 1 kV = besarnya tegangan phasa terhadap tanah Kebocoran arus yang diijinkan setiap kV = 1 mA

1.1.5.2 Transformator Instrument

Transformator instrument berfungsi untuk mencatu instrument ukur (meter) dan relai serta alat-alat serupa lainnya. Transformator ini terdapat dua jenis yaitu transformator arus (CT) dan transformator tegangan (PT).

Transformator instrument yang berazaskan induksi terdiri dari inti (core) dan kumparan (winding). Inti berfungsi sebagai jalannya fluxi magnit sedangkan kumparan berfungsi mentransformasikan arus dan tegangan. Kumparan primer dan sekunder dapat lebih dari satu kumparan.

N1 / N2 = V1/ V2 = I2 /I1 Dimana :

N1 : Jumlah lilitan primer N2 : Jumlah lilitan sekunder

V1 : Tegangan primer V2 : Tegangan sekunder

I1 : Arus primer I2 : Arus sekunder

Yang termasuk dalam trafo-trafo pengukuran adalah:  Trafo arus (CT)

 Trafo tegangan (PT/CVT)

 Gabungan trafo arus dan trafo tegangan (combined current transformer and potential transformer)

Fungsi trafo pengukuran (CT/PT/CVT) adalah:

 Mengkonversi besaran arus atau tegangan pada sistem tenaga listrik dari besaran primer menjadi besaran sekunder untuk keperluan sistem metering dan proteksi.

 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.

 Standarisasi besaran sekunder, untuk arus 1 A, 2 A dan 5 A, tegangan 100, 100/√3, 110/√3 dan 110 volt

(25)

a. Transformator Arus (CT)

Berdasarkan penggunaan, trafo arus dikelompokkan menjadi dua kelompok dasar, yaitu; trafo arus metering dan trafo arus proteksi.

Gambar 1-2. Transformator Arus (CT)

• Trafo arus metering

Trafo arus pengukuran untuk metering memiliki ketelitian tinggi pada daerah kerja (daerah pengenalnya) antara 5% - 120% arus nominalnya, tergantung dari kelas dan tingkat kejenuhan.

• Trafo Arus Proteksi

Trafo arus proteksi memiliki ketelitian tinggi sampai arus yang besar yaitu pada saat terjadi gangguan, dimana arus yang mengalir mencapai beberapa kali dari arus pengenalnya dan trafo arus proteksi mempunyai tingkat kejenuhan cukup tinggi.

Gambar 1-3. Kurva Tingkat Kejenuhan Trafo Arus Proteksi dengan Metering

b. Transformator tegangan (PT)

Trafo tegangan dibagi menjadi 2 (dua) jenis, trafo tegangan magnetik (magnetic voltage transformer/VT) atau yang sering disebut trafo

V

metering

I proteksi

(26)

tegangan induktif, dan trafo tegangan kapasitif (capacitor voltage transformer/CVT).

Pada dasarnya, prinsip kerja trafo tegangan sama dengan prinsip kerja pada trafo arus. Pada trafo tegangan perbandingan transformasi tegangan dari besaran primer menjadi besaran sekunder ditentukan oleh jumlah lilitan primer dan sekunder.

Diagram fasor arus dan tegangan untuk trafo arus juga berlaku untuk trafo tegangan.

Menurut prinsip kerjanya, trafo tegangan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

 Trafo Tegangan Induktif (inductive voltage transformer atau electromagnetic voltage transformer)

Trafo tegangan induktif adalah trafo tegangan yang terdiri dari belitan primer dan belitan sekunder dengan prinsip kerja tegangan masukan (input) pada belitan primer akan menginduksikan tegangan ke belitan sekunder melalui inti.

 Trafo Tegangan Kapasitor (capasitor voltage transformer)

Trafo tegangan kapasitif terdiri dari rangkaian kapasitor yang berfungsi sebagai pembagi tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan menengah pada primer, selanjutnya diinduksikan ke belitan sekunder.

1.1.5.3 Pemisah (PMS)

Pemisah adalah yang digunakan untuk menyatakan secara visual bahwa suatu peralatan listrik sudah bebas dari tegangan kerja.

1. menurut fungsinya: • Pemisah tanah • Pemisah peralatan 2. Menurut Penempatannya: • Pemisah Penghantar • Pemisah bus

• Pemisah seksi (GI dengan 1-1/5 PMT) • Pemisah tanah

(27)

3. Menurut gerakan lengan: • Pemisah engsel • Pemisah putar • Pemisah siku • Pemisah luncur • Pemisah pantograph 4. Tenaga penggerak: • Secara manual • Dengan motor • Dengan pneumatic • Dengan hidrolik 1.1.5.4 Pemutus Tenaga (PMT)

Pemutus tenaga adalah saklar yang digunakan untuk menghubungkan /memutuskan arus/daya listrik sesuai ratingnya. Oleh karena PMT digunakan untuk memutus beban maka harus dilengkapi dengan pemadam busur api.

1. Jenis PMT berdasarkan media pemadam busur apinya

• PMT dengan menggunakan minyak banyak (Bulk Oil Circuit Breaker)

• PMT dengan menggunakan minyak sedikit (Low Oil Content Circuit Breaker)

• PMT dengan media hampa udara (Vacuum Circuit Breaker) • PMT dengan udara hembus (Air Blast Circuit Breaker) • PMT dengan media gas SF6

2. Jenis PMT berdasarkan mekanis penggeraknya • Pegas

• Pneumatik • Hidrolik

1.1.5.5 Lightning Arrester (LA)

Persoalan isolasi adalah salah satu dari beberapa persolakan yang penting dalam teknik tenaga listrik tegangan tinggi. Isolasi yang dipakai dalam setiap

(28)

peralatan listrik tegangan tinggi adalah merupakan bagian besar biaya yang diperlukan dalam pembuatan peralatan listrik. Oleh karenanya pembuatan isolasi peralatan listrik harus rasional dan ekonomis tanpa mengurangi kemampuan sebagau isolator. Alat pelindung peralatan listrik tersebut dari bahaya tegangan lebih dari luar dan dalam mutlak diperlukan. Alat pelindung dimaksud adalah Lightning Arrester (LA).

LA berfungsi melindungi peralatan listrik terhadap tegangan lebih akibat surja petir dan surja hubung serta mengalirkan arus surja ke tanah. LA dilengkapi dengan:

• Sela bola api (Spark gap)

• Tahanan kran atau tahanan tidak linier (valve resistor)

• Sistem pengaturan atau pembagian tegangan (grading system) Jenis-jenis arrester:

• Type expulsion: terdiri dari dua elektroda dan satu fibre tube. Tabung fibre menghasilkan gas saat terjadi busur api dan menghembuskan busur api kearah bawah. Setelah busur hilang maka arrester bersifat isolator kembali.

• Type Valve: bila tegangan surja petir menyambar jaringan dan dimana terdapat arrester terpasang maka seri gap akan mengalami kegagalan mengakibatkan terjadi arus yang besar melalui tahanan kran yang saat itu mempunyai nilai kecil. Bila tegangan telah normal kembali maka tahanan kran mempunyai nilai besar sehingga busur api akan padam pada saat tegangan susulan sama dengan nol.

(29)

1.1.5.6 Reaktor

Suatu transmisi tegangan tinggi/tegangan ekstra tinggi yang panjang tanpa berbeban maka tegangan penerima akan naik akibat adanya capasitansi di sepanjang jaringan. Tegangan yang naik melebihi tegangan yang dijinkan tidak diperkenangkan. Untuk mendapatkan tegangan yang diinginkan maka pada ujung transmisi dipasang reactor yaitu suatu beban reaktif induktif (VAR). Besarnya reaktif terpasang sangat tergantung pada kebutuhan. Perubahan beban juga dapat mengakibatkan perubahan tegangan, bila pengaturan tegangan melalui tap trafo tidak lagi memungkinkan maka reactor mempunyai peranan dalam pengaturan tegangan.

1.1.5.7 Capasitor

Pada GI yang jauh dari sumber pembangkit atau beban yang besar dapat mengakibatkan tegangan menjadi turun. Pengaturan melalui tap maupun lainnya telah dilakukan namun tegangan tetap menunjukkan perubahan tegangan yang signifikan maka dipasanglah capasitor. Pemasangan capasitor diharapkan dapat memperbaiki tegangan sesuai yang diinginkan. 1.1.5.8 Pentanahan

Berdasarkan tujuan pentanahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pentanahan sistem (Pentanahan titik netral)

Pentanahan sistem yang dimaksud menghubungkan titik netral peralatan (trafo) ke tanah. Pentanahan sistem bertujuan:

• Melindungi peralatan/saluran dari bahaya kerusakan yang diakibatkan oleh adanya gangguan fasa ke tanah;

• Melindungi peralatan/saluran terhadap bahaya kerusakan isolasi yang diakibatkan oleh tegangan lebih;

• Untuk keperluan proteksi jaringan;

• Melindungi makhluk hidup terhadap tagangan langkah (step voltage);

(30)

Pentanahan ini dilakukan dengan menghubungkan semua kerangka peralatan (metal work) yang dalam keadaan normal tidak dialiri arus sistem ke sistem pentanahan switchyard (mess atau rod)

• Melindungi makhluk hidup terhadap tegangan sentuh;

• Melindungi peralatan tegangan rendah terhadap tegangan lebih. 1.1.5.9 Sistem catu daya

Untuk memenuhi kebutuhan sendiri sebuah GI umumnya membutuhkan sumber tenaga listrik tersendiri. Sumber AC yang berasal dari trafo pemakaian sendiri (PS) yang kapasitasnys relative kecil, tergantung dari besar kecilnya kapasitas GI tersebut (200 kVA, 315 kVA)

Sumber tenaga listrik sangat penting sekali demi kelangsungan operasi gardu induk. Dari tingkat kepentingan (urgency) GI yang berbeda-beda terhadap keandalan sistem menyebabkan terdapat sebuah GI yang mempunyai lebih dari satu sistem catu daya.

a. Catu daya AC

Pasokan catu daya untuk kebutuhan pemakaian sendiri diperoleh dari Trafo Pemakaian Sendiri (PS), dimana sisi primer 20 kV dipasok dari Trafo daya melalui busbar 20 kV. Tegangan sisi sekunder 380 V dari PS-1 masuk ke rel panel pembagi AC sebagai pasokan Utama,

Tegangan dapat diatur melalui tap pada trafo PS, dengan catatan apabila dikehendaki perubahan tap, harus dilakukan dalam kondisi padam (Offload tap changer).

b. Catu daya DC

Sumber tegangan AC 380 Volt diubah oleh rectifier menjadi tegangan DC dan diparalel dengan batere menghasilkan tegangan 110 Vdc dan atau 48 Vdc. Sumber DC digunakan untuk:

• Sumber tenaga untuk alat control, sinyal

• Sumber tenaga untuk motor PMT, PMS, tap changer • Sumber tenaga untuk differensial/proteksi

• Sumber tenaga untuk penerangan darurat • Sumber tenaga untuk telekomunikasi Batere dapat diklasifikasikan menurut:

(31)

a. Menurut bahan elektrolitnya

1. Batere timah hitam (lead acid strorage battery), elektrolit larutannya asam belerang (H2SO4).

• Lead – antimony • Lead - calcium

2. Batere alkali (Alkaline storage battery) elektrolitnya larutan alkali b. Menurut kapasitas batere

Kapasitas batere adalah besarnya arus listrik batere (ampere) yang dapat disuplai/dialirkan ke suatu rangkaian luar atau beban dalam waktu tertentu (jam) untuk memberikan tegangan tertentu. Kapasitas batere (Ah) dinyatakan sebagai berikut:

C = I . t

Dimana : C = Kapasitas batere (Ah)

I = Besarnya arus yang mengalir

t = waktu (jam)

1. Kapasitas rendah/sedang sampai dengan 235 Ah, lama pengosongan 8 jam pada suhu 25oC.

2. Kapasitas tinggi dari 235 s.d. 450 Ah, lama pengosongan 8 jam pada suhu 25oC.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam operasi batere adalah sebagai berikut:

1. Ruang batere

• Harus bersih, ventilasi cukup agar terdapat sirkulasi;

• Tidak boleh membawa api atau merokok didalam ruangan batere; • Batere alkali dan batere timah hitam tidak boleh ditempatkan pada

suatu ruangan;

• Batere harus terisolasi terhadap rak dan terhadap lantai, bahan isolasi terbuat dari bahan yang tahan lembab.

2. Air batere ditempatkan pada bejana yang terbuat dari bejana kaca atau plastic.

3. Elektrolit

• Pada setiap sel batere (tutup selnya) harus tertutup rapat dengan tetap menjaga lubang penguapan;

(32)

• Jangan menggunakan hydrometer yang dipakai untuk pengukuran BJ elektrolit asam kemudian untuk alkali atau sebaliknya;

• Jangan mengoperasikan batere yang elektrolitnya dibawah minimum;

• Jangan terjadi tetesan/tumpahan elektrolit pada cover sel batere; • Kabel yang dipergunakan harus tahan terhadap lembab dan tahan

terhadap pengaruh kerusakan akibat elektrolit. 4. Peralatan untuk keselamatan kerja

• Gunakan sarung tangan, pelindung mata pada saat melakukan pekerjaan batere terutama waktu berhubungan dengan elektrolit; • Hindari memakai alat perhiasan yang terbuat dari logam (emas, jam

tangan dan lain-lain);

• Jangan memukul dan meletakkan barang berat diatas batere yang dapat menyebabkan hubung singkat.

1.1.5.10 Meter

1. Mengukur tegangan dan arus AC

Pada sistem tiga phasa pengukuran tegangan dengan kV meter.Untuk kebutuhan pengukuran pada phasa-phasa dan phasa-netral teredia saklar tukar (selector switch).

Pengukuran pada TT dan TM, tegangan yang diterima kV meter adalah tegangan sekunder trafo tegangan (PT) yang nilainya telah diperkecil sehingga pembacaan sebenarnya dikalikan dengan rasio trafo tegangan yang tersambung. Namun kenyataan kV meter yang terdapat pada TT dan TM telah menunjukkan besaran tegangan primer sehingga mempermudah pembacaan.

Untuk mengukur arus pada system tiga phasa diperlukan tiga buah amper meter yang dipasang pada setiap phasa. Pengukuran arus juga menggunakan arus pada sisi sekunder trafo arus (CT).

2. Mengukur daya dan energi aktif

Mengukur daya dan energi aktif diperlukan alat ukur watt meter dan kWh meter. Pada prinsipnya baik watt meter dan kWh meter mempunyai

(33)

kumparan arus dan kumparan tegangan. Banyaknya kumparan arus bias satu, dua atau tiga demikian juga kumparan tegangannya. Pada pengukuran tiga phasa terdapat sistem pengukuran tiga phasa empat kawat dan tiga phasa tiga kawat. Sepasang kumparan arus dan tegangan memberikan kontribusi sebesar P = V x I x cos ө . Jadi bla beban dalam keadaan seimbang akan memberikan P 3ө = 3 x V x I x cos ө.

3. Mengukur daya reaktif

Mengukur daya reaktif diperlukan alat ukur Var meter. Pada pengukuran tiga phasa terdapat sistem pengukuran tiga phasa empat kawat dan tiga phasa tiga kawat. Sepasang kumparan arus dan tegangan memberikan kontribusi sebesar Q = V x I x sin ө . Jadi bla beban dalam keadaan seimbang akan memberikan Q 3ө = 3 x V x I x sin ө.

4. Prinsip pengawatan dan pemasangan meter (Amp, kV, MW, MVar, kWh) Rangkaian arus didapat dari sekunder CT kemudian secara seri dimasukkan pada ampermeter, MW meter, MVAr meter dan kWh meter. Rangkaian tegangan didapat dari sekunder PT kemudian secara paralel dimasukkan pada kV meter, MW meter, MVAR meter dan kWh meter.

MVAr

CT Amp MW kWh

PT kV

Gambar 1-5. Prinsip Pengawatan dan Pemasangan Meter

1.1.5.11 Relai Proteksi

Agar penyaluran energi listrik tetap terjamin kontinuitasnya serta aman terhadap lingkungan dan peralatan maka diperlukan peralatan yang dapat mengamankan /memproteksi kepentingan diatas. Peralatan yang dimaksud adalah relai proteksi.

1. Relai-relai pada penyulang dan fungsinya

• Relai arus lebih (OCR) sebagai pengaman utama bila terjadi gangguan antar phasa atau beban lebih di penyulang;

(34)

• Relai gangguan tanah (GFR) sebagai pengaman utama bila terjadi gangguan phasa-tanah di penyulang dengan sistem pentanahan titik netral langsung (solid grounded) atau melalui tahanan 12/40 ohm; • Relai gangguan tanah (DGFR) sebagai pengaman utama bila terjadi

gangguan phasa-tanah dipenyulang dengan sistem pentanahan titik netral melalui tahanan tinggi (500 ohm);

• Relai gangguan tanah (Ground relay), prinsip tegangan urutan nol sebagai pengaman utama bila terjadi gangguan phasa-tanah penyulang dengan pentanahan titik netral yang mengambang (tidak diketanahkan) dan berfungsi sebagai pengaman cadangan jika terjadi gangguan phasa tanah pada penyulang dengan sistem pentanahan titik netral melalui tahanan tinggi (500 ohm).

Untuk keandalan sistem maka pada penyulang dilengkapi dengan: • Relai penutup balik (reclosing relay) yang berfungsi menormalkan

kembali SUTM jika terjadi gangguan sementara (temporer);

• Relai frekuensi kurang (under frequency Relay/UFR) berfungsi mengurangi beban sistem bila terjadi penurunan frekuensi pada batas tertentu.

2. Relai-relai pada transformator dan fungsinya

• Relai differential berfungsi mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat yang terjadi didaerah pengamannya; • Relai arus lebih berfungsi mengamankan transformator terhadap

gangguan hubung singkat antar phasa didalam dan diluar pengamannya atau terhadap beban lebih (sebagai pengaman cadangan);

• Relai bucholz berfungsi mengamankan transformator terhadap gangguan yang menimbulkan gas di dalam transformator;

• Relai jansen berfungsi mengamankan tap changer transformator; • Relai suhu berfungsi mengamankan transformator akibat kenaikan

suhu pada minyak dan kumparan;

• Relai tekanan lebih (sudden pressure relay) mengamankan transformator terhadap tekanan lebih yang terjadi secara mendadak di dalam tangki transformator;

(35)

• Relai gangguan tanah mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat tanah (sebagai pengaman cadangan); • Relai tangki tanah mengamankan transformator terhadap gangguan

hubung singkat kumparan phasa terhadap tangki;

• Relai arus lebih berarah berfungsi mengamankan transformator terhadap gangguan hubung singkat antar phasa dan ketiga phasa pada arah tertentu (untuk transformator yang beroperasi paralel);

• Relai gangguan tanah terbatas berfungsi mengamankan

transformator terhadap gangguan tanah terutama pada daerah dekat titik netral transformator.

3. Relai-relai pada penghantar dan fungsinya

• Relai jarak (Distance Relay) berfungsi mengamankan SUTT terhadap gangguan hubung singkat antar phasa dan phasa tanah; • Relaiy Differential pilot kabel (pilot wire differential relay) berfungsi

mengamankan SKTT dan SUTT yang pendek terhadap gangguan hubung singkat antar phasa dan phasa tanah;

• Relai arus lebih berarah (Directional Over Current Relay) berfungsi mengamankan SUTT terhadap gangguan hubung singkat antar phasa dan hanya bekerja pada satu arah saja (sebagai pengaman cadangan);

• Relai arus lebih (over current relay) berfungsi mengamankan SUTT dan SKTT terhadap gangguan hubung singkat antar phasa atau terjadi beban lebih;

• Relai ganguan tanah berarah (directional ground relay) berfungsi mengamankan SUTT terhadap gangguan hubung singkat phasa tanah pada arah tertentu;

• Relai gangguan tanah selektif (Selective ground relay) berfungsi mengamankan SUTT saluran ganda terhadap gangguan hubung singkat phasa tanah;

• Relai tegangan lebih (over voltage relay) berfungsi mengamankan SUTT dan SKTT terhadap gangguan tegangan lebih.

(36)

• Relai penutup balik (reclosing relay) yang berfungsi menormalkan kembali SUTT jika terjadi gangguan sementara (temporer)

• Relai frekuensi kurang (under frequency Relay/UFR) berfungsi melepas SUTT atau SKTT bila pada sistem terjadi penurunan frekuensi pada batas tertentu.

Beberapa kode relai:

21 : Relai jarak (distance relay) 25 : Synchron check

27 : Relai tegangan kurang (UVR) 49 : Relai thermis/suhu

50 : Relai arus lebih seketika (OCR instant)

51 : Relai arus lebih dengan waktu tunda (OCR td)

50N : Relai arus lebih gangguan tanah seketika (GFR instant)

51N : Relai arus lebih gangguan tanah dengan waktu tunda (GFR td) 59 : Relai tegangan lebih (OVR)

64 : Relai gangguan tanah terbatas (REF) 67 : Relai arus lebih berarah (DOCR)

67N : Relai arus lebih gangguan tanah berarah (DGFR) 79 : Relai penutup balik (reclosing relay)

81 : Under frequency relay (UFR) 87 : Differential relay

95 : Bucholz relay

1.2 PENGOPERASIAN GARDU INDUK 1.2.1 Wewenang dan Tanggung Jawab

Wewenang dan tanggung jawab dibedakan atas:

 Wewenang dan tanggung jawab operator dalam pengoperasian GI  Wewenang dan tanggung jawab unit GI dalam sistem

1.2.1.1 Wewenang dan Tanggung Jawab Operator dalam Pengoperasian GI

 Bertanggung jawab kelangsungan operasi GI dengan menjaga keandalan penampilan peralatan dalam setiap saat;

(37)

 Mencatat dan melaporkan hasil penunjukan meter ke piket system secara periodik;

 Melaksanakan perintah piket yang sesuai dengan prosedur dan melaporkan pelaksanaannya ke piket sistem;

 Mencatat dan meriset alarm yang muncul, annunciator yang muncul, relai yang kerja bila terjadi gangguan;

 Mengambil tindakan penyelamatan bila kondisi darurat tanpa terlebih dahulu memberitahu kepada piket;

 Menolak perintah bila tidak sesuai prosedur yang berlaku. 1.2.1.2 Wewenang dan Tanggung Jawab Unit GI dalam Sistem

 Menjamin keandalan suplai daya yang kontinu kepada konsumen;  Mengatur sistem aliran daya dengan menjamin kapasitas kemapuan GI

dari daya yang masuk dengan daya yang dikirim ke GI atau ke konsumen;

 Menjaga keseimbangan/kestabilan sistem suplai daya pada

area/daerah operasi GI melalui pengaturan piket sistem;

 Menjaga kondisi sistem dalam kondisi tetap baik agar tidak terjadi gangguan yang diakibatkan: beban lebih, kesalahan manuver dan kesalahan internal lainnya.

1.2.2 Macam-Macam Kondisi Operasi Gardu Induk  Operasi GI Kondisi Normal

 Operasi GI Kondisi tidak normal  Operasi GI Kondisi baru

1.2.2.1 Operasi GI Kondisi Normal

Operasi kondisi normal adalah dimana GI beroperasi sesuai SOP normal, konfigurasi normal dan peralatan dalam kondisi baik serta mampu sesuai ratingnya

1.2.2.2 Operasi GI Kondisi Tidak Normal

Operasi GI kondisi tidak normal adalah GI beroperasi dimana salah satu atau beberapa peralatan yang beroperasi sedang keluar akibat adanya

(38)

pemeliharaan atau gangguan. Gangguan di GI dapat berasal dari dalam (manusia dan peralatan) dan dari luar (alam dan benda lain yang dapat mengakibatkan terganggunya peralatan) yang sifatnya biasa sementara (sentuhan pohon, sentuhan benang laying-layang dan lain-lain) atau permanent (penghantar putus, tower roboh dan lain-lain). Sedangkan jenis gangguan dapat berupa gangguan antar phasa dan phasa netral. Gangguan yang berat dan dapat mengancam keselamatan lingkungan, peralatan dan atau manusia maka sering disebut keadaan/kondisi darurat.

Untuk menekan jumlah gangguan, upaya-upaya yang dilakukan antara lain:  Merencanakan dan melaksanakan pemeliharaan peralatan sesuai

dengan buku petunjuk;

 Membuat rencana operasi yang mencakup butir di atas;

 Mengadakan pemeliharaan relai secara periodik dan insidentil bila terdapat kecurigaan atas unjuk kerja relai;

 Dalam melaksanakan operasi real time selalu mengikuti perkembangan cuaca

 Mengadakan analisa gangguan untuk menemukan penyebab gangguan agar gangguan serupa tidak terulang lagi;

 Mengembangkan sistem seirama dengan pertumbuhan beban agar tidak terjadi beban lebih dalam sistem;

 Mengadakan pemeliharaan daerah bebas (ROW) sekitar SUTT, SUTM dan SUTR secara periodik;

 Mengadakan pendidikan secara berkesinambungan. 1.2.2.3 Operasi GI Kondisi Baru

Operasi kondisi baru adalah dimana GI beroperasi dalam keadaan semua/sebagian peralatan baru pertama kali dioperasikan. Peralatan baru yang dimaksud adalah peralatan yang baru dari pabrik atau yang baru dimodifikasi/dialihtempatkan. Dalam pengoperasian baru demikian dibutuhkan pengamatan dan pemeriksaan yang lebih dari kondisi normal. Pada pengoperasian instalasi baru biasanya terdapat beberapa masalah, yaitu:

(39)

 Masalah kontrak pembangunan dan pengoperasian (prosedur pemberian tegangan dan pembebanannya);

 Masalah kelayakan operasi dan kesiapan perangkat proteksi dan operatornya;

 Masalah yang timbul akibat adanya pemasangan alat baru (contoh diperlukan tidak mereseting relai karena arus gangguan yang berubah);  Kesiapan peralatan penunjang seperti telemetering, telekomunikasinya. 1.2.3 Pengoperasian Bay Penghantar, Trafo, Kopel, Kapasitor dan Kubikel

Dalam pengoperasian GI diperlukan suatu ketentuan/petunjuk/pedoman tentang tata cara pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian operasi suatu peralatan agar berfungsi secara baik dan benar, baik dalam kondisi normal, gangguan, darurat dan blackout. Ketentuan tersebut disusun bersama oleh pihak-pihak terkait (sector, distribusi, dan UPB) yang selanjutnya disebut SOP (Standing Operation Prosedure). Di dalam SOP telah memuat prosedur teknis

pengoperasian dan prosedur kewenangan dan tanggung jawab

pengoperasian peralatan. Ketentuan tersebut wajib ditaati oleh operator dalam pengoperasian GI. SOP dapat berubah/diubah sewaktu terjadi perubahan konfigurasi GI atau bila perlu perubahan karena suatu perkembangan.

Sebelum mengoperasikan GI terlebih dahulu operator mengetahui konfigurasi GI, nama, peralatan, lokasi peralatan dan batasan pengusahaannya.

Adapun konfigurasi GI yang ada di PLN saat ini biasanya: 1. Gardu Induk dengan rel tunggal (single bus bar)

Konfigurasi rel tunggal biasanya dipakai pada daerah yang mempunyai prioritas terakhir. Pengoperasiannya sederhana, bila terjadi gangguan/pemeliharaan rel atau trafo atau penghantar maka akan terjadi pemadaman yang relative lama.

(40)

Gambar 1-6. Konfigurasi Rel Tunggal

2. Gardu Induk dengan rel ganda (double bus bar)

Pht 1 Pht 2 Rel 1 Rel 2 TD 150/ 20 kV Kopel TT TM GI Double bus bar

(41)

3. Gardu Induk dengan rel ganda dengan 1,5 PMT (One and half circuit breaker)

Gambar 1-8. Konfigurasi Double Dengan 1,5 PMT

Pada sistem double bus bar bila terjadi gangguan/pemeliharaan salah satu rel maka pengaman relative tidak terlalu lama, karena konfigurasinya memungkinkan untuk diadakan pemindahan rel. Pada sistem double bus

bar dengan 1,5 PMT lebih satu diameter bila terjadi

gangguan/pemeliharaan salah satu rel atau PMT maka dimungkinkan tidak terjadi pemadaman.

1.2.4 Proses Perintah Manuver Peralatan s.d. Pelaksanaan di Jaringan Gardu Induk Proses perintah manuver peralatan s.d. pelaksanaan di jaringan gardu induk adalah sebagai berikut:

1. Menerima perintah dari Area/UPB (JTT) atau UPD (JTM) atau pejabat yang berwenang. Perintah tersebut dijadikan panduan dalam melaksanakan manuver;

2. Mempersiapkan peralatan kerja dan peralatan keselamatan kerja yang sesuai dengan tugas yang telah diperintahkan serta mengidentifikasi peralatan yang akan dimanuver secara seksama;

3. Melaksanakan manuver peralatan dengan memperhatikan urutan manuver PMT/PMS yang berlaku serta mengamati pelaksanaan secara teliti: kondisi status peralatan yang dimanuver;

4. Memberikan laporan kepada pemberi perintah bahwa pelaksanaan manuver telah selesai, baik dalam kondisi berhasil atau gagal/tidak sempurna. A1 A2 A AB1 AB2 B1 B2 B150/20 kVTD#1 TD#2 150/20 kV Pht 1 Pht 2

Gambar

Gambar 1-9. Diagram Alir Mengatasi Gangguan
Gambar 2-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV  2.1.1.1  Gangguan Pada Trafo Tenaga terdiri dari:
Gambar 2-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal  2.1.1.5  Proteksi Cadangan Trafo Tenaga
Gambar 2-16. Skema Proteksi  2.1.2.3  Proteksi Kegagalan PMT  (Breaker Fail-CBF)
+7

Referensi

Dokumen terkait