• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN KRANIOTOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN KRANIOTOMI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH) DENGAN CRANIOTOMY

A. KONSEP DASAR MEDIS INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH) 1. PENGERTIAN

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)

Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009) 2. ETIOLOGI

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah : a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala

b. Fraktur depresi tulang tengkorak

c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba d. Cedera penetrasi peluru

e. Jatuh

f. Kecelakaan kendaraan bermotor g. Hipertensi

(2)

i. Aneurisma j. Distrasia darah k. Obat

l. Merokok

3. MANIFESTASI KLINIK

Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :

a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.

c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.

d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.

e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium.

4. PATOFISIOLOGI

Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,

(3)

sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)

(4)
(5)

(Corwin, 2009) 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :

a. Angiografi b. Ct scanning

(6)

c. Lumbal pungsi d. MRI e. Thorax photo f. Laboratorium g. EKG 7. PENATALAKSANAAN

Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :

a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.

b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).

c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).

Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.

Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :

(7)

a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.

b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah. c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.

d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.

e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.

f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang.

B. KONSEP DASAR MEDIS CRANIOTOMY 1. Definisi

Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

2. Indikasi

a. Pengangkatan jaringan abnormal b. Mengurangi tekanan intracranial c. Mengevaluasi bekuan darah d. Mengontrol bekuan darah

e. Pembenahan organ-organ intracranial f. Tumor otak

g. Perdarahan

(8)

i. Trauma pada tengkorak

3. Tehnik Operasi

a. Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.

b. Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi

(9)

Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita)

d. Desinfeksi

Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

e. Operasi

1) Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. 2) Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

3) Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.

4) Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.

5) Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan.

6) Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.

7) Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.

8) Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.

9) Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.

10) Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

11) Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.

(10)

12) Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.

13) Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.

14) Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan spoeling berulang-ulang. 15) Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalah membuka

duramater.

16) Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di da lam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung ter hadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.

17) Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atau subkutan.

18) Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.

19) Semua pembuluh da rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang subarahnoidal, se hingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi.

20) Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

21) Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

a) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit. b) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

(11)

c) Pasang drain subgaleal. d) Jahit galea dengan vicryl 2.0. e) Jahit kulit dengan silk 3.0.

f) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain). f. Operasi selesai.

Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.

4. Komplikasi Post Operasi a. Edema cerebral.

b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral. c. Hypovolemik syok.

d. Hydrocephalus.

e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus). f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

a. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.

b. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini

c. Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajiaan

a. Data subjektif :

1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).

(12)

2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?

3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat mengalami cedera.

4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.

5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan (jenisnya), obat, dan lainnya.

6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan terhadap penyakit tertentu?

7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera? 8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera? Hal ini untuk

memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.

9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?

b. Pengkajian ABCD FGH 1) AIRWAY

- Cek jalan napas paten atau tidak

- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.

- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, crowing. 2) BREATHING

- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak - Gerakan dinding dada simetris atau tidak - Irama napas cepat, dangkal atau normal - Pola napas teratur atau tidak

- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi - Ada sesak napas atau tidak (RR)

- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan 3) CIRCULATION

(13)

- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi) - Tekanan darah

- Sianosis, CRT

- Akral hangat atau dingin, Suhu

- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc) - Turgor kulit

- Diaphoresis

- Riwayat kehilangan cairan berlebihan 4) DISABILITY

- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma - GCS : EVM

- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis - Ada tidaknya refleks cahaya

- Refleks fisiologis dan patologis - Kekuatan otot

5) EXPOSURE

- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema - Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman 6) FIVE INTERVENTION

- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi) - Saturasi oksigen

- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT - Pemeriksaan laboratorium

7) GIVE COMFORT - Ada tidaknya nyeri - Kaji nyeri dengan

P : Problem

Q : Qualitas/Quantitas R : Regio

(14)

T : Time 8) H 1 SAMPLE - Keluhan utama - Mekanisme cedera/trauma - Tanda gejala 9) H 2 HEAD TO TOE

- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma - Kepala dan wajah

(15)

FRE-OPERASI

DIAGNOSA NOC NIC

Ineffective cerebral tissue perfusion b.d Tahanan pembuluh darah ;infark

Tissue perfusion: cerebral

Perfusi jaringan cerebral efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam dengan KH:

No Indikator A T 1 Vital sign 4 5 2 TIK dbn 4 5 3 HR dbn 4 5 4 TD dbn 4 5 5 GCS dbn 4 5 Cardiac care Aktivitas:

- Monitor Vital Sign.

- Monitor tingkat kesadaran. - Monitor GCS.

- Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi cerebral. - Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 30°. - Pertahankan lingkungan yang nyaman.

- Kolaborasi dengan tim kesehatan. Pemberian terapi oksigen Anxiety b.d stressor, status

kesehatan yang mengancam Definisi:

Perasaan tidak nyaman yang tidak biasa disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui); perasaan tidak menentu yang disebabkan oleh antisipasi sebuah bahaya. Batasan karakteristik: - kontak mata kurang - khawatir

- wajah tegang - bingung

Anxiety Level

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 30 menit klien menunjukkan penurunan tingkat ansietas yang ditandai dengan indikator :

No Indikator A T 1 Ungkapan verbal 4 5 2 Peningkatan pernapasan 4 5 3 Peningkatan nadi 4 5 4 Tangan gemetaran 4 5

Anxiety Self Control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 30 menit klien menunjukkan aksi personal untuk mengontrol kecemasan yang ditandai dengan indikator : No Indikator A T 1 Menggunakan teknik relaksasi 4 5 Anxiety Reduction Aktivitas :

a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

b. Jelaskan seluruh prosedur termasuk sensasi yang dapat dialami selama prosedur

c. Dukung keluarga untuk menemani klien d. Identifikasi perubahan tingkat cemas

e. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menjadi faktor presipitasi cemas f. Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi

g. Kaji tanda kecemsan verbal dan non verbal

Acute pain b.d agen injuri fisik (prosedur operasi)

Definisi:

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak enak berhubungan dnegan kerusakan

Pain Level

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 30 menit klien menunjukkan tingkat nyeri berkurang yang ditandai dengan indikator :

No Indikator A T

1 Frekuensi nyeri 3 4 2 Ekspresi akibat nyeri 4 5

Pain Management

a. Kaji tingkat nyeri,meliputi : lokasi,karakteristik,dan

onset,durasi,frekuensi,kualitas, intensitas/beratnya nyeri, faktor-faktor presipitasi

b. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

(16)

jaringan aktual maupun potensial, onset tiba-tiba atau pelan dengan berbagai intensitas dari ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi akhirnya. Batasan karakteristik: - Laporan subyektif - ekspresi wajah

Pain Control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 1 x 30 menit klien menunjukkan kontrol terhadap nyeriyang ditandai dengan indikator :

No Indikator A T 1 Mengenal faktor penyebab 3 4 2 Mengenal reaksi serangan nyeri 4 5 3 Mengenali gejala nyeri 3 5 4 Melaporkan nyeri terkontrol 3 5

d. Ajarkan teknik relaksasi

e. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup

f. Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri g. Lakukan teknik variasi untuk mengurangi nyeri

Analgetic Administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

b. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik c. Berikan analgetik yang tepat sesuai dengan resep

d. Catat reaksi analgetik dan efek buruk yang ditimbulkan e. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis,dan frekuensi

(17)

INTRA OPERASI

DIAGNOSA NOC NIC

Risk for infection Definisi:

Beresiko terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Faktor resiko: - prosedur invasif

Risk Control : Infectious Process

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3x60 menit klien menunjukkan aksi personal untuk mengontrol resiko infeksi yang ditandai dengan indikator :

No Indikator A T

1 Mempertahankan lingkungan yang bersih

4 5 2 Menggunakan universal precaution 4 5 3 Mempraktekan cuci tangan 4 5 4 Monitor faktor lingkungan yang berhubungan dengan resiko infeksi 4 5 5 Mengembangkan strategi yang efektif untuk

mengontrol infeksi

4 5

Infection Control : Intra Operative Aktivitas :

a. Monitor dan pertahankan suhu ruangan 20-24 derjat celcius

b. Monitor dan pertahankan kelembaban relative antara 40-60

c. Verifikasi pemberian antibiotic d. Gunakan universal precaution e. Monitor isolation precaution

f. Pastikan anggota tim operasi menggunakan perlengkapan yang tepat

g. Verifikasi integritas pengemasan sterilisasi

h. Buka peralatan steril dengan mempertahankan teknik aseptic

i. Pisahkan peralatan steril dengan non steril

j. Scrub, gown, dan gunakan sarung tangan sterile untuk setiap protocol

k. Pertahankan integritas kateter dan IV line l. Gunakan cairan antimicrobial pada area operasi m. Lacak kultur

n. Gunakan dressing bedah yang melindungi o. Bersihkan dan sterilka kembali instrument Risk for bleeding

Definisi:

Beresiko untuk terjadi penurunan volume darah, yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Faktor resiko: - trauma - pengobatan

Blood Loss Severity

Setelah dilakukan tindakan keperawatan minimal 3x60 menit klien menunjukkan penurunan tingkat perdarahan internal atau eksternal yang ditandai dengan indikator :

No Indikator A T

1 Kehilangan darah yang terlihat

3 4

2 Perdarahan paska pembedahan

3 4

3 Penurunan tekanan darah sistolik

3 4

4 Penurunan tekanan darah diastolic

3 4

Bleeding precaution Aktivitas :

a. Monitor kemungkinan klien mengalami perdarahan b. Catat Hb/Hct sebelum dan sesudah kehilangan darah c. Monitor tanda dan gejala perdarahan yang berlangsung d. Monitor tanda vital orthostatic meliputi tekanan darah e. Administrasi produk darah

(18)

POST-OPERASI

DIAGNOSA NOC NIC

Risk for Fall Definisi :

peningkatan susceptibiliti untuk jatuh yang dapat membahayakan fisik.

Faktor resiko: - usia >65 tahun - penggunaan restrain

- ketidakseimbangan kadar glukosa darah

Fall prevention behaviour

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam menunjukkan perilaku yang aman untuk mencegah jatuh dengan indikator:

Indikator A T

Meminta bantuan 3 4

Pembatas pencegah

jatuh 3 4

Prosedur transfer aman 3 4

Penggunaan restrain 3 4

Fall Prevention Aktivitas :

- Identifikasi keterbatasan fisik dan kognitif pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh

- Identifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan potensi jatuh

- Sediakan alat bantu seperti walker

- Ajarkan pasien meminimalkan injuri ketika jatuh

- Gunakan restrain fisik untuk membatasi pergerakan yang dapat membahayakan pasien

- Gunakan side rail pada bagian kiri dan kanan untuk mencegah jatuh dari tempat tidur

-Sediakan pencahayaan yang adekuat untuk meningkatkan penglihatan

Risk for injury

Definisi : risiko injuri sebagai hasil interaksi antara kondisi lingkungan dengan mekanisme adaptasi dan pertahanan diri individu

Knowledge : Personal Safety

Pasien dapat mengetahui keamanan personal dengan indikator :

Indikator A T

Cara menurunkan resiko injuri

3 4

Deskripsi prosedur

kegawatdaruratan

3 4

Deskripsi perilaku beresiko tinggi

3 4

Environmental Management: Safety Aktivitas :

- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fungsi kognitif dan fisik dan perilaku sebelumnya

- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko

- Gunakan alat-alat perlindungan untuk mengatasi keterbatasan fisik dalam mobilisasi atau akses pada situasi yang berbahaya - Sediakan nomor telepon penting untuk situasi gawat darurat Surveillance : Safety

Aktivitas:

- Monitor perubahan fisik dan kognitif dari pasien untuk menghindari risiko cedera

- Monitor lingkungan yang potensial menyebabkan cedera - Pantau level pengawasan yang dibutuhkan pasien berdasarkan level fungsional dan bahaya yang terdapat di lingkungan

- Komunikasikan risiko cedera dari pasien dengan risiko tinggi kepada perawat lain

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait