• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Definisi Guru Guru merupakan unsur penting dalam dunia pendidikan. Guru dijadikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Definisi Guru Guru merupakan unsur penting dalam dunia pendidikan. Guru dijadikan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

16 A. Guru

1. Definisi Guru

Guru merupakan unsur penting dalam dunia pendidikan. Guru dijadikan suatu figur sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Setiap orang yang membicarakan tentang permasalahan pendidikan tak lepas dari seorang peran guru, terutama dalam dunia pendidikan formal di sekolah. Secara sederhana guru dapat diartikan sebagai orang yang bertugas memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Namun seorang guru tidak hanya mengemban tugas tersebut, tapi juga memikul sebuah tanggung jawab yang besar. Seperti yang dikatakan Ametembun dalam buku Syaiful Bahri Djamarah (2010: 32) bahwa guru adalah seorang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah ataupun di luar sekolah.

Guru merupakan jabatan profesional yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan pengertian guru:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

(2)

Mengenai jabatan guru sebagai jabatan profesional ditegaskan pula dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa guru merupakan sebuah profesi yang tugasnya mengajar dan mendidik dimana karena tugasnya tersebut seorang guru harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan sebagaimana kompetensi yang dikuasainya. Guru telah diakui keberadaannya dalam lingkungan masyarakat sebagai tokoh yang mempunyai kelebihan tersendiri sehingga masyarakat menaruh kepercayaan dan penghargaan kepadanya. Sebagai seorang pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan.

2. Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan

Seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai tenaga pendidik yang profesional tentunya dituntut untuk memiliki kompetensi yang handal dibidangnya. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tertulis bahwa seorang guru harus menguasai empat kompetensi dasar guru. Diantaranya kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Menjadi guru juga harus memenuhi suatu kualifikasi akademik tersendiri. Seorang Guru Pendidikan Kewarganegaraan sendiri setidaknya

(3)

harus memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana diploma empat (D-IV) atau sarjana strata satu (S-1). Selain itu juga harus memiliki kompetensi dasar sebagaimana tertulis dalam lampiran Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 yang berisi bahwa guru Pendidikan Kewarganegaraan harus:

a. Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan ketrampilan kewarganegaraan (civic skills).

c. Menunjukan manfaat mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. B. Sertifikasi Guru

1. Pengertian Sertifikasi Guru Dalam Jabatan

Pengertian sertifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1052) adalah penyertifikatan. Lebih jelas lagi definisi sertifikasi secara umum menurut Masnur Muslich (2007: 2) adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan yang layak. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Kunandar (2010: 79) mengenai sertifikasi profesi guru. Dia mengatakan bahwa sertifikasi profesi guru adalah proses untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi.

Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukkan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa sertifikasi guru dalam jabatan adalah pemberian lisensi atau

(4)

sertifikat sebagai suatu pengakuan guru sebagai penyelenggara pendidikan yang berkompeten dan memiliki standar kualifikasi dari berbagai sudut. Sehingga dengan demikian para guru bersertifikat pendidik memiliki kemampuan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Dan dengan adanya sertifikasi pendidik pemerintah juga menjamin kelayakan kesejahteraan bagi guru-guru bersertikat pendidik tersebut yang diberikan kepada guru dalam jabatan. Yaitu guru PNS dan non-PNS yang sudah mengajar pada satuan pendidik, baik yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, dan sudah memiliki perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

2. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi

Sertifikasi guru menjadi suatu tonggak masa depan untuk meningkatkan kualitas dan martabat guru, menjawab arus globalisasi dan menyiasati sistem desentralisasi pendidikan. Untuk itu sertifikasi pendidik bertujuan untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan nasional pendidikan, peningkatan proses dan mutu hasil-hasil pendidikan, dan peningkatan profesionalitas guru sebagai penyelenggara pendidikan (Kunandar, 2010: 79).

Manfaat dari uji sertifikasi antara lain adalah, pertama, melindungi profesi guru dari praktik-praktik pelayanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesei guru itu sendiri. Kedua, melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan

(5)

penyiapan sumber daya manusia negeri ini. Ketiga, menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. Keempat, menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku (Masnur Muslich, 2007: 9).

Peningkatan kualitas guru melalui program sertifikasi ini sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Pemikiran yang mendasari program ini adalah apabila guru sudah memiliki kompetensi yang unggul diikuti dengan kesejahteraan yang terjamin, diharapkan kinerjanya juga bagus dan maksimal. Apabila kinerjanya bagus maka seharusnya tercipta proses kegiatan belajar mengajar yang bagus. Kegiatan belajar mengajar yang bagus diharapkan juga dapat menghasilkan pendidikan dan sumber daya manusia yang bermutu.

3. Hak dan Kewajiban Guru Pasca Sertifikasi a. Guru yang Lulus Sertifikasi

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Hal tersebut tentunya diberikan kepada guru yang telah lulus program sertifikasi dan telah mendapat sertifikat pendidik.

Guru yang telah lulus sertifikasi memiliki kewajiban untuk mempertahankan profesionalitasnya sebagai seorang guru. Kegiatan tersebut dibuktikan dengan melakukan peningkatan kompetensi melalui

(6)

berbagai kegiatan untuk menunjang profesionalitasnya secara berkelanjutan menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat sekolah dasar dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru dalam KKG/MGMP tidak hanya untuk menyelesaikan persoalan dalam pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi juga menjadi strategi untuk mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.

Menurut peraturan diatas maka guru yang telah lulus program sertifikasi akan mendapatkan tunjangan profesi dan sertifikat pendidik. Dua hal tersebut digunakan sebagai acuan dan jaminan guru dalam mengembangkan diri sebagai guru profesional. Selain itu monitoring secara berkelanjutan juga dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah untuk menjaga kinerja guru pasca sertifikasi.

b. Guru yang Belum Lulus Sertifikasi

Guru yang belum lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio maka wajib mengikuti diklat Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pada akhir diklat akan diadakan ujian dengan materi uji yang mencakup empat kompetensi guru dan diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus uji kompetensi memperoleh Sertifikat Pendidik. Peserta diberi kesempatan ujian ulang dua kali untuk setiap materi yang belum lulus.

(7)

C. Kurikulum

1. Pengertian Kurikulum

Definisi kurikulum oleh para ahli telah lama dikaji dan dipelajari secara mendalam. Berdasarkan kajian studi para ahli bisa disimpulkan beberapa definisi tentang kurikulum seperti dikutip dari buku karya Oemar Hamalik berjudul Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum dapat dibagi menjadi dua, yaitu definisi kurikulum menurut pandangan lama dan pandangan baru seperti dibawah ini :

“Pandangan lama merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijasah” (Oemar Hamalik, 2007: 3).

Sedangkan definisi kurikulum menurut pandangan baru dalam buku Oemar Hamalik tersebut mengutip pendapat Romine (1954) adalah :

“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whetever in the classroom or not” (Oemar Hamalik, 2007: 4).

Menurut pendapat Lunenberg dan Ornstein sebagaimana dikutip oleh Tatang M. Amirin (2011: 36) mengemukakan bahwa kurikulum dapat didefinisikan dalam berbagai pengertian, diantaranya:

...sebagai rencana, dalam kaitan dengan pengalaman, sebagai suatu bidang studi, dan dalam kaitanya dengan mata pelajaran dan tingkatan kelas. Suatu kurikulum dapat digambarkan sebagai suatu rencana tindakan, atau suatu dokumen tertulis, yang meliputi strategi untuk menuju keberhasilan tujuan yang diinginkan. Kurikulum juga dapat digambarkan secara luas, yang berhubungkan dengan pengalaman pelajar. Pandangan ini mempertimbangkan hampir semua pengalaman di sekolah, bahkan

(8)

di luar sekolah (sepanjang itu direncanakan) sebagai bagian dari kurikulum” (Tatang M. Amirin dkk., 2011: 36).

Definisi lain juga dikemukakan oleh Oemar Hamalik yang mendefinisikan kurikulum sendiri sebagai berikut:

Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber, dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar mengajar (Oemar Hamalik, 2007: 183-184).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum tersebut tidak hanya terdiri atas berbagai mata pelajaran saja, namun juga mencakup berbagai kegiatan di luar kelas. Sehingga tidak terjadi pemisahan antara keduanya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pengertian tersebut memunculkan wujud kurikulum yang berupa kurikulum tertulis maupun kurikulum tidak tertulis yang berisikan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran.

2. Evaluasi Kurikulum

a. Definisi, Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kurikulum

Definisi evaluasi kurikulum oleh Hamid Hasan (2008: 41) diartikan sebagai suatu usaha yang sistematis untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan

(9)

mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Hal ini sesuai dengan sifat kurikulum. Bahwa suatu kurikulum tidak akan berlaku sepanjang masa, oleh karena itu ada keterbatasan dalam konteks waktu. Suatu kurikulum yang sesuai dengan konteks waktu tertentu belun tentu sesuai dengan waktu yang lainnya, walaupun kurikulum tersebut dilaksanakan pada satuan pendidikan yang sama. Oleh karena itu kurikulum selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh kurun waktu dimana kurikulum itu direncanakan. Selain definisi diatas dalam buku Curriculum Planning and Development yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2007: 253-254) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum yang di dalamnya terdapat tiga makna, yaitu:

1) Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai;

2) Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang dilakukan; dan

3) Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.

Dari dua sumber tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa definisi evaluasi kurikulum adalah penilaian terhadap suatu kurikulum yang berlaku pada kurun waktu tertentu dilihat dari ketercapaian tujuan dari kurikulum itu sendiri, proses-proses yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut dan melihat hasil dari berjalannya suatu kurikulum. Hingga

(10)

nanti pada akhirnya akan diperoleh penilaian berupa kesimpulan mengenai ketercapaian atau keberhasilan suatu kurikulum.

Hamid Hasan (2008: 42) mengelompokkan tujuan evaluasi kurikulum menjadi empat garis besar, yaitu:

1) Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum sebagai masukan bagi pengambilan keputusan.

2) Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-faktor yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.

3) Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya perbaikan kurikulum.

4) Memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaan suatu kurikulum.

Keempat tujuan evaluasi tersebut bukan merupakan suatu kesatuan dan merupakan tujuan yang berbeda-beda satu dan lainnya. Keempatnya bukan merupakan suatu keutuhan yang harus digunakan oleh setiap kegiatan evaluasi kurikulum. Namun suatu kegiatan evaluasi dapat memilih satu atau menggabungkan beberapa tujuan tersebut.

Fungsi evaluasi kurikulum sendiri dikemukakan oleh Scriven (1967) sebagaimana dikutip oleh Hamid Hasan (2008: 46-50). Scriven membagi fungsi evaluasi kurikulum menjadi dua. Yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif adalah fungsi evaluasi untuk memberikan informasi dan pertimbangan yang berkenaan dengan upaya untuk memperbaiki suatu kurikulum. Hal mendasar yang perlu diketahui adalah fungsi formatif hanya dapat dilakukan ketika kurikulum masih dalam proses pengembangan. Sebaliknya, fungsi sumatif tidak dapat diterapkan ketika kurikulum masih berproses. Fungsi sumatif adalah fungsi kurikulum

(11)

untuk memberikan pertimbangan terhadap hasil pengembangan kurikulum. Hasil pengembangan kurikulum dapat berupa dokumen kurikulum, hasil belajar, ataupun dampak kurikulum terhadap sekolah dan masyarakat. Berdasarkan fungsi sumatif maka evaluator dapat memberikan pertimbangan akan keberlangsungan suatu kurikulum. Apakah perlu dilanjutkan karena dianggap masih relevan dan dianggap berhasil sesuai dengan perkembangan serta tuntutan masyarakat atau suatu kurikulum harus diganti karena kegagalan dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan masyarakat.

b. Keterkaitan antara Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum Menurut Taylor dalam buku Oemar Hamalik (2007: 254-255) berpendapat bahwa evaluasi kurikulum minimal terjadi dua kali, yaitu pada awal dan akhir pengembangan kurikulum, agar dapat mengukur perubahan dalam jangka waktu tersebut. Namun, ia juga berpendapat bahwa hal itu harus dilakukan secara berturut-turut. Proses pengembangan kurikulum yang terdiri atas empat tahapan, yaitu penentuan tujuan pendidikan, pemilihan pengalaman pembelajaran, pengorganisasian pengalaman pembelajaran, dan evaluasi efek pembelajaran.

c. Rencana Evaluasi Kurikulum

Rencana evaluasi kurikulum menyangkut beberapa aspek pengembangan kurikulum, termasuk sejumlah metode dan teknik yang sering dipakai dalam evaluasi kurikulum. Evaluasi ini tidak hanya menggunakan satu metode saja. Namun lebih menggunakan metode yang

(12)

bersifat terpadu atau biasa disebut juga evaluasi terbuka. Evaluasi yang lengkap meliputi cara pengumpulan dan pengolahan data, analisis terpadu, dan laporan kesimpulan evaluasi. Dalam hal ini pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan sebagainya. Maka tidaklah mungkin semua data ditunjukkan dengan angka, karena pada kenyataannya banyak data yang terdiri atas pendapat guru, ahli, atau pengembang kurikulum (Oemar Hamalik, 2007: 262-263).

d. Prinsip dalam Evaluasi Kurikulum

Dalam melakukan evaluasi kurikulum, menurut Oemar Hamalik (2007: 255-256) seorang evaluan harus memenuhi prinsip-prinsip evaluasi sebagai berikut:

1) Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.

2) Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang nyata dan akurat, yang diperoleh melalui instrumen yang andal.

3) Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.

4) Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan. 5) Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan

peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil evalusi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang digunakan.

6) Berkesinambungan, hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu, peran guru dan kepala sekolah

(13)

sangatlah penting, karena mereka yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.

3. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Seiring dengan berjalannya waktu maka perkembangan kurikulum sendiri tidak dapat dihindari sebagai jawaban dari tuntutan zaman. Begitu juga mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan perubahan-perubahan kurikulum yang selama ini telah terjadi maka berubah pula wujud dari Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Mulai dari nomenklatur Pendidikan Kewarganegaraan hingga substansi materi yang termuat dalam mata pelajaran tersebut. Perubahan-perubahan kurikulum yang sudah terjadi diantaranya dimulai pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan terakhir pada 2013 sangat berpengaruh besar pada bidang Pendidikan Kewarganegaraan. Perubahan yang paling mudah dilihat adalah perubahan nomenklatur. Nama Pendidikan Kewarganegaraan sendiri telah berkali-kali mengalami perubahan dimulai dari Kewarganegaraan, Civics, Moral Pancasila, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan dan berubah lagi sesuai dengan kurikulum 2006 menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Perubahan nomenklatur juga terjadi lagi pada Kurikulum 2013 dimana Pendidikan Kewarganegaraan kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan secara nomenklatur.

Selain pada nomenklatur, hal lain yang terlihat dalam perkembangannya selama ini dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah substansi materi yang jauh berbeda dari sebelum

(14)

dan sesudah masa reformasi. Seperti yang dikemukakan Samsuri (2009: ii) bahwa pada masa sebelum reformasi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang merupakan penggambaran dari legitimasi kekuasaan pemerintah pusat. Sehingga bisa dikatakan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berisi doktrin-doktrin penguasa untuk melegitimasi kepentingan penguasa melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang menjadi materi inti pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegraan pada masa itu. Gerakan reformasi politik juga membawa dampak yang besar pada upaya pembaruan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia. Dicabutnya Tap MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Selain itu juga nomenklatur Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sendiri berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Dimana substansi materinya juga berubah orientasi menjadi kajian yang bersifat interdisipliner pendidikan kewarganegaraan dalam aspek politik, hukum dan moral kewarganegaraan sebagaimana dimuat dalam standar isi.

4. Kebijakan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Tahun 2013 menjadi babak baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tahun 2013 pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan baru mengenai kurikulum. Memang perubahan kurikulum sendiri di Indonesia terjadi sangat dinamis disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

(15)

Kurikulum 2013 sendiri merubah nomenklatur PKn kembali berubah menjadi PPKn. Muatan PPKn sendiri pada Kurikulum Tahun 2013 sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhineka Tunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini yang mendasari muatan Kurikulum 2013 yang disebut dengan istilah empat pilar kebangsaan yang mencoba ditonjolkan sebagai karakter atau ciri khas dari bangsa Indonesia sendiri.

Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk itu perlu ditetapkan standar isi yang merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

(16)

Menurut Permendikbud nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan ketiga kualifikasi dimensi kemampuan lulusan untuk jenjang SMA disesuaikan dengan penelitian yang peneliti jabarkan sebagai berikut:

a. Sikap; memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

b. Pengetahuan; memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

c. Keterampilan; memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Ketiga kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi lulusan dalam SKL yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan memiliki proses pemerolehan yang berbeda-beda. Sikap dibentuk melalui aktivitas-aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktvitas-aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.

Berdasarkan Permendikbud nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi tingkat kompetensi yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan tiga kriteria, diantaranya: (1) Tingkat perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3) Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu tingkatan kompetensi

(17)

juga memperhatikan tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan. Untuk itu pada tingkatan SMA kelas X-XI SMA/MA/SMALB/Paket C disesuaikan pada penelitian ini tingkat kompetensinya dijabarkan pada Tingkat Kompetensi 5 seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Uraian Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi jenjang SMA Kelas X dan XI

KOMPETENSI DESKRIPSI KOMPETENSI

Sikap Spiritual Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Sikap Sosial Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Pengetahuan Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.

Keterampilan Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

(18)

Berbeda pada kelas XII SMA/MA/SMALB/Paket C tingkat kompetensinya dijabarkan pada Tingkat Kompetensi 6 seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Uraian Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi jenjang SMA Kelas XII

KOMPETENSI DESKRIPSI KOMPETENSI

Sikap Spiritual Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Sikap Sosial Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Pengetahuan Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

Keterampilan Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

(19)

Dari uraian Kompetensi Inti pada tabel diatas kemudian dijabarkan dalam Kompetensi Dasar sebagai berikut:

Tabel. 3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jenjang SMA/MA

Kelas X

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

1.1 Menghayati nilai-nilai ajaran agama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat. 1.2 Menghayati isi dan makna pasal

28E dan 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.1Menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.2Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.3 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai aspek kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta hukum.

2.4 Mengamalkan sikap toleransi antarumat beragama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.5 Mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.

2.6 Mengamalkan nilai dan budaya demokrasi dengan mengutamakan

(20)

prinsip musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari dalam

konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

3. Memahami, menerapkan,

menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.1 Menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3.2 Memahami pokok pikiran yang

terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3.3 Memahami bentuk dan kedaulatan

Negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

3.4 Memahami hubungan struktural dan fungsional pemerintahan pusat dan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3.5 Memahami sistem hukum dan peradilan nasional dalam lingkup NKRI.

3.6 Menganalisis kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara.

3.7 Menganalisis indikator ancaman terhadap negara dalam membangun integrasi nasional dengan bingkai BhinnekaTunggal Ika.

3.8 Memahamipentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara dilihat dari konteks sejarah dan geopolitik Indonesia.

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu

menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

4.1 Menyaji kasus–kasus pelanggaran HAM dalam rangka perlindungan dan pemajuan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4.2 Menyaji hasil telaah pokok-pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

(21)

Indonesia Tahun1945.

4.3Menyaji hasil telaah bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4.4 Menyaji hasil telaah hubungan

struktural dan fungsional pemerintahan pusat dan daerah menurut Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4.5 Menyaji hasil telaah sistem hukum dan peradilan nasional dalam lingkup NKRI.

4.6 Menyaji analisis penanganan kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara. 4.7 Menyaji hasil analisis tentang

indikator ancaman terhadap negara dalam membangun integrasi nasional dengan bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

4.8 Menyaji analisis tentang

pentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara dilihat dari konteks sejarah dan geopolitik Indonesia. 4.9.1 Berinteraksi dengan teman dan

orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan

menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender.

4.9.2 Menyaji bentuk partisipasi kewarganegaraan yang mencerminkan komitmen terhadap keutuhan nasional. Kelas XI

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

1.1 Menghayati perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip solidaritas yang dilandasi ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya. 1.2 Mengamalkan isi pasal 28E dan

(22)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.3 Menghayati persamaan kedudukan warga negara tanpa membedakan ras, agama dan kepercayaan, gender, golongan, budaya, dan suku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.1 Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.2 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2.3 Mengamalkan nilai-nilai yang

terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai aspek

kehidupan(ipoleksosbudhankam dan hukum).

2.4 Menghayati berbagai dampak dan bentuk ancaman terhadap negara dalam mempertahankan Bhinneka Tunggal Ika .

2.5 Menghayati budaya demokrasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat dan kesadaran bernegara kesatuan dalam konteks NKRI.

3. Memahami, menerapkan,

menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan

3.1 Menganalisis kasus pelanggaran HAM dalam rangka pelindungan, pemajuan dan pemenuhan HAM. 3.2 Menganalisis pasal-pasal yang

mengatur tentang wilayah negara, warga negara dan penduduk, agama dan kepercayaan pertahanan dan keamanan.

(23)

prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.3 Menganalisis perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.4 Menganalisis sistem pembagian kekuasaan pemerintahan negara, kementerian negara, dan

pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3.5 Menganalisis praktik

perlindungan dan penegakan hukum dalam masyarakat untuk menjamin keadilan dan

kedamaian.

3.6 Menganalisis kasus pelanggaraan hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara.

3.7 Menganalisis strategi yang telah diterapkan oleh negara dalam mengatasi ancaman untuk membangun integrasi nasional dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

3.8 Menganalisis dinamika kehidupan bernegara sesuai konsep NKRI dan bernegara sesuai konsep federal dilihat dari konteks geopolitik.

3.9 Menganalisis macam-macam budaya politik di Indonesia. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji

dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu

menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

4.1 Menyaji hasil análisis tentang kasus pelanggaran HAM dalam pelindungan, pemajuan, dan pemenuhan HAM.

4.2 Menyaji hasil kajian pasal-pasal yang mengatur tentang wilayah negara, warga negara dan penduduk, agama dan kepercayaan, pertahanan dan keamanan.

4.3 Menyaji hasil análisis tentang perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(24)

4.4 Menyaji hasil analiasis tentang sistem pembagian kekuasaan pemerintahan negara,

kementerian negara dan pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4.5 Menyaji hasil analisis praktik

perlindungan dan penegakan hukum untuk menjamin keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4.6 Menyaji hasil analisis kasus pelanggaran hak dan

pengingkaran kewajiban sebagai warga negara.

4.7 Menyaji hasil análisis tentang strategi untuk mengatasi ancaman terhadap negara dalam

membangun integrasi nasional dengan bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

4.8 Menyaji hasil análisis tentang dinamika kehidupan bernegara sesuai konsep NKRI dan

bernegara sesuai konsep federal dilihat dari konteks geopolitik. 4.9 Menyaji hasil analisis tentang

budaya politik di Indonesia. 4.10 Menyaji hasil análisis tentang

perkembangan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4.10.1 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan menghargai dalam

keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender.

4.10.2 Menyaji bentuk partisipasi kewarganegaraan yang mencerminkan komitmen terhadap keutuhan nasional.

(25)

Kelas XII

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

1.1 Mengamalkan ketaatan terhadap agama dan kepercayaan yang dianut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.2 Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pasal 28E dan 29 ayat 2 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1.3 Menghayati jiwa toleransi antarumat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.4 Menghargai karakter berakhlak mulia dalam memperkuat komitmen negara kesatuan. 2. Menghayati dan mengamalkan

perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.1 Mengamalkan nilai-nilai Pancasilasebagai pandangan hidup dan ideologi nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.2 Mengamalkan kesadaran berkonstitusi berdasarkan

pemahaman latar belakang proses perumusan dan pengesahan, serta perkembangan aktualisasi

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.3 Mengamalkan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.4 Mengamalkan tanggungjawab warga negara untuk mengatasi ancaman terhadap negara.

2.5 Mengamalkan budaya demokrasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah, mufakat, dan integrasi nasional dalam konteks NKRI.

(26)

3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.1 Menganalisis berbagai kasus pelanggaran HAM secara argumentatif dan saling keterhubungan antara aspek ideal, instrumental dan praksis sila-sila Pancasila.

3.2 Memahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan, BPK, dan kekuasaan kehakiman.

3.3 Menganalisis dinamika

pengelolaan kekuasaan negara di pusat dan daerah berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945dalam mewujudkan tujuan negara.

3.4 Menganalisis kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara.

3.5 Mengevaluasi peran Indonesia dalam hubungan Internasional. 3.6 Menganalisis strategi yang

diterapkan negara Indonesia dalam menyelesaikan ancaman terhadap negara dalam

memperkokoh persatuan dengan bingkai Bhinneka Tunggal Ika 3.7 Menganalisis dinamika

penyelenggaraan negara dalam konsep NKRI dan konsep negara federal.

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

4.1 Menyaji pembahasan kasus pelanggaran HAM secara argumentatif dan saling keterhubungan antara aspek ideal, instrumental dan praksis sila-sila Pancasila.

4.2 Menyaji pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan, BPK, dan kekuasaan kehakiman. 4.3 Menyaji hasil analisis dinamika

pengelolaan kekuasaan negara di pusat dan daerah berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945

(27)

dalam mewujudkan tujuan negara.

4.4 Menyaji analisis penanganan kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara.

4.5 Menyaji hasil evaluasi dari berbagai media massa tentang peran Indonesia dalam hubungan internasional.

4.6 Menyaji hasil analisis strategi yang diterapkan negara Indonesia dalam menyelesaikan ancaman terhadap negara dalam

memperkokoh persatuan bangsa. 4.7 Menyaji hasil analisis dinamika

penyelenggaraan negara dalam konsep NKRI dan konsep negara federal.

4.8.1 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan

menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender.

4.8.2 Menyaji bentuk partisipasi kewarganegaraan yang mencerminkan komitmen terhadap keutuhan nasional.

Dari beberapa penjabaran tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 mata pelajaran PPKn lebih minitikberatkan pada pendidikan karakter dimana penguatan materi berada pada empat pilar kebangsaan dan output yang dihasilkan sesuai dengan kriteria pada SKL dimana kompetensi lulusan diukur dari tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Lebih lanjut lagi pemerintah juga sudah mengeluarkan peraturan mengenai Kurikulum 2013 seperti pada Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang Standar

(28)

Penilaian, Permendikbud nomor 67-70 tahun 2013 tentang Struktur Kurikulum SD-MI, SMP-MTs, SMA-MA, dan SMK-MAK, serta Permendikbud nomor 71 tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran Layak. D. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) atau Civics menjadi konsep yang universal suatu bidang keilmuan yang meletakan dasar-dasar pengetahuan tentang masyarakat politik, tentang persiapan yang dibutuhkan dalam partisipasi politik secara utuh, dan secara umum menjelaskan bagaimana menjadi warga negara yang baik. Pada dasarnya pendidikan kewarganegaraan menjadi modal awal dalam mewujudkan dan menegakkan demokratis dan mewujudkan masyarakat madani.

Menurut Edmonson (1958) seperti dikutip oleh Ubaedillah (2011: 5) menyatakan bahwa Civics didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pemerintahan dan kewarganegaraan yang terkait dengan kewajiban, hak, dan hak-hak istimewa warga negara.

Menurut Azra seperti juga dikutip Ubaedillah (2011: 6) mengatakan pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM karena mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal, seperti: pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat

(29)

dalam pemerintahan, politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang HAM, kewarganegaraan aktif, dan sebagainya.

Senada dengan pendapat Azra, Zamroni berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikiran kritis dan bertindak demokratis. Melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan menjadi suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy, dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional (Ubaedillah, 2011: 7).

Menurut Margaret S. Branson, dkk (1999: 4) civic education dalam demokrasi adalah pendidikan untuk mengembangkan dan memperkuat dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintah otonom demokratis berarti bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri, mereka tidak hanya meminta didikte orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.

Cholisin (2004: 3) mengutip hasil Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics di Tawangmangu Surakarta tahun 1972 memberikan pengertian pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu disiplin yang obyek studinya mengenai peranan warga negara dalam bidang spiritual, sosial,

(30)

ekonomi, politis, yuridis, kultural sesuai dengan dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945.

Sedangkan pengertian pendidikan kewarganegaraan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Samsuri (2011: 28) yang berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan diartikan sebagai penyiapan generasi muda (siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu mata pelajaran di sekolah yang lebih menitikberatkan pada pembentukan warga negara yang cerdas secara intelektual, memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan dalam proses politik secara menyeluruh, mampu melaksanakan hak dan kewajibannya secara bertanggung jawab sehingga dapat mendukung terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kesemuanya itu diproses dalam rangka membina peranan tersebut sesuai

(31)

dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang baik (good citizen).

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Margaret S. Branson (1999: 7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal maupun nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, dan komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi. Ubaedillah (2011: 9) juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membangaun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.

Menurut pendapat Ahmad Sanusi sebagaimana dikutip oleh Cholisin (2000: 1.17), konsep-konsep pokok yang lazimnya merupakan tujuan civic education adalah sebagai berikut:

a. Kehidupan kita di dalam jaminan-jaminan konstitusi. b. Pembinaan bangsa menurut syarat-syarat konstitusi.

c. Kesadaran warga negara melalui pendidikan dan komunikasi politik.

d. Pendidikan untuk (kearah) warga negara yang bertanggung jawab. e. Latihan-latihan berdemokrasi.

f. Turut serta secara aktif dalam urusan-urusan publik. g. Sekolah sebagai laboratorium demokrasi.

h. Prosedur dalam pengambilan keputusan. i. Latihan-latihan kepemimpinan.

j. Pengawasan demokrasi terhadap lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif.

(32)

Adapun tujuan dari pendidikan kewarganegaraan menurut Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 agar para peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi secara langsung dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Dari tujuan-tujuan yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik beberapa komponen penting yang hendak dikembangkan yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) maksudnya membentuk warga negara yang cerdas, terampil (civic skill) maksudnya berpikir kritis dan berpartisipasi, dan berkarakter (civic disposition) maksudnya loyal kepada bangsa dan negara, memiliki kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Warga negara yang baik sebagaimana menjadi tujuan pendidikan kewarganegaraan tercermin dalam manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki karakteristik diantaranya rasa kesadaran sebagai warga negara, memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, dan partisipasi terhadap pembangunan.

(33)

3. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Dari beberapa pendapat mengenai pendidikan kewarganegaraan maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk menghasilkan good citizen dan responsible citizen dimana warga negara tersebut diharapkan mampu berpikir cerdas, terampil, kritis, dan berkarakter loyal dan setia pada bangsa dan negara sesuai dengan yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.

4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran memiliki cakupan ruang lingkup pelajaran yang cukup luas dan kompleks dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya ada delapan aspek ruang lingkup dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana tertuang dalam lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasan dan politik, Pancasila serta Globalisasi.

E. Kerangka Berfikir

Kurikulum Pendidikan di Indonesia adalah sistem yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Begitu pula dinamika yang mewarnai perjalanan kurikulum tersebut membuat kurikulum semakin disempurnakan pula demi tercapainya tujuan nasional pendidikan. Begitu pula mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Ketika kurikulum baru

(34)

diberlakukan maka Pendidikan Kewarganegaraan juga akan mengikuti perubahan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Perubahan yang terjadi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya terjadi pada nomenklaturnya saja. Namun juga berubah pada substansi materi yang ada di dalamnya.

Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA apalagi yang telah bersertifikat pendidik merupakan guru profesional yag seharusnya memenuhi empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Yaitu kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Sehingga sebagai guru profesional maka guru seharusnya siap dan bisa menempatkan diri dalam berbagai kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai bagian dari tuntutan profesionalismenya. Namun permasalahan itu akan muncul ketika guru-guru tersebut tidak memahami mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kurikulum yang selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman yang tentunya akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Ratna Dwi Rahmawati (2009) dan Dina Mariya (2012) yang menuliskan bahwa pemahaman guru Pendidikan Kewarganegaraan SMA Negeri di Kulon Progo mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kurikulum belum memadai. Itu terlihat dari media pembelajaran yang digunakan oleh guru masih sederhana. Guru masih belum bisa menyusun serta mengembangkan silabus dan RPP-nya sendiri. Masih terdapat baRPP-nyak kendala dalam peningkatan kinerja

(35)

mereka sebagai seorang tenaga pendidik profesional yang bersertifikat pendidik. Seperti tentang pengaturan waktu, tuntutan kerja yang berat, keterbatasan sarana dan prasarana sekolah, birokrasi yang tidak transparan, dan siswa yang kurang termotivasi.

Oleh karena itu penelitian ini bertujan untuk mengetahui tanggapan yang dituangkan dalam pendapat dan sikap guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan se-Kabupaten Kulon Progo terhadap implementasi perubahan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Kurikulum 2013.

F. Pertanyaan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan menelaah permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri Se-Kabupaten Kulon Progo menanggapi perubahan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tahun 2013?

2. Bagaimana sikap guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri Se-Kabupaten Kulon Progo dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2013?

Gambar

Tabel 1. Uraian Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi jenjang SMA  Kelas X dan XI
Tabel 2. Uraian Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi jenjang SMA  Kelas XII

Referensi

Dokumen terkait

Peranan penelitian koleksi museum yang dilakukan kurator yang sangat penting, hal itu penting dilakukan untuk mendapatkan data informasi cukup tersedia yang akan

Dengan kuasa resmi untuk mewakili dan bertindak untuk dan atas nama (nama perusahaan/Joint Operation) dan setelah memeriksa serta memahami sepenuhnya seluruh isi

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Mungkin maksud Ayu Utami yang menekankan bahwa segala sesuatu mempunyai bayang-bayang tidak sama dengan tujuan saya yang didapatkan dari perenungan terhadap nasib pertunjukan

PENGEMBANGAN TANAMAN PAKAN UNGGUL Cichorium intybus DENGAN LEVEL PEMUPUKAN DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA DI YOGYAKARTA INDONESIA Fakultas Peternakan Nafiatul Umami, S.Pt.,

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi/karya tulis yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Inflasi, dan Margin Murabahah terhadap Pembiayaan Murabahah

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sayekti (2009) menyatakan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

Kegiatan Pengabdian Bina Desa ini bertujuan untuk: meningkatkan nilai jual dan nilai guna dari potensi sumber daya lokal desa Wonolopo (duren, salak, dan singkong),