• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Pajak PT Elektrindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kasus Pajak PT Elektrindo"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PT ELEKTRINDO

MAKALAH

DHESTA SUFIAN MARDIANA 1306484274 FEBRIAWAN INDRA W 1306484412

LIISTIGFARIN 1306484740

MARIA VIRGINIA MELATI 1306484785 SINTIA RESMI JANUARINI 1306485352

PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI

DEPOK NOVEMBER 2014

(2)

STATEMENT OF AUTHORSHIP

“Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menggunakannya. Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

Mata Ajaran : Perpajakan 2 Dosen : Novita Budi

Tanggal : 28 November 2014

Nama NPM Tanda Tangan

Dhestha Sufian M 1306484274 Febriawan Indra W 1306484412

Liistigfarin 1306484740

Maria Virginia M 1306484785 Sintia Resmi J 1306485352

(3)

1. Berikan komentar anda terkait dengan pembagian tugas dan pekerjaan staf pajak Perusahaan!

Menurut kelompok kami, pembagian tugas dan pekerjaan staf pajak perusahaan sudah cukup memadai. Namun, ada beberapa hal yang kami sarankan, yaitu:

 Kami menyarankan untuk merestrukturisasi tugas dan tanggung jawab staf pajak. Untuk staf pajak yang bertanggung jawab terhadap PPh Badan, hendaknya staf tersebut juga bertanggung jawab atas angsuran pajak PPh Pasal 25. Selebihnya untuk staf PPN dan potong/pungut menurut kami tetap ada.

 Pembuatan prosedur untuk melakukan rotasi pekerjaan secara berkala agar kemampuan staf merata di semua bidang perpajakan (kecuali untuk staf arsip). Hal ini juga dapat menjadi salah satu solusi atas kemungkinan terjadinya kondisi di mana terdapat staf yang harus cuti atau resign.

 Untuk penyimpanan dokumen, perlu dibuat standar oleh perusahaan agar penataan dokumen lebih rapih dan terjaga, misalnya posisi penyimpanan, pemberian nomor, dokumen pelengkap data inti agar data tersebut mudah dicari dan digunakan saat dibutuhkan atau ada kondisi kritis.

 Pembuatan prosedur terkait karyawan yang akan cuti atau resign yang bertujuan untuk menyiapkan penggantinya sebelum karyawan yang bersangkutan cuti atau resign. Sebelum masa cuti dimulai, staf yang bersangkutan memberikan tugasnya kepada staf lain yang berkompeten, lalu memberikan penjelasan tentang deskripsi pekerjaan kepada staf tersebut. Jadi ketika masa cuti dimulai, tidak akan ada pekerjaan yang harus tertunda. Agar tidak menyulitkan pencarian dokumen, sebaiknya data-data yang berhubungan dengan tugas staf yang sedang cuti diserahkan kepada penggantinya. Hal ini dapat dikoordinasikan dengan bagian personalia atau sumber daya manusia.

(4)

2. Menyangkut omset perusahaan, mengapa terdapat perbedaan antara omset Perusahaan berdasarkan PPh Badan dan SPT PPN? Jelaskan jawaban Anda!

Apa tindakan yang harus dilakukan PT ELEKTRINDO terkait dengan perbedaan tersebut?

Perbedaan nilai omset perusahaan berdasarkan PPh Badan dan SPT PPN terjadi karena ada beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :

1. Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan

Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain. Terdapat perbedaan pihak pemotong pajak. Pada PPh Badan 23 pihak yang memotong adalah pelanggan sehingga terdapat pendebitan akun piutang PPh 23:

Piutang Dagang 245.000.000 Piutang PPh 23 5.000.000

Penjualan 250.000.000

Pada Pencatatan PPN untuk penjualan tersebut, pihak yang memotong adalah perusahaan, sehingga terdapat pengkreditan utang PPN:

Piutang Dagang 275.000.000

Penjualan 250.000.000

Utang PPN 25.000.000

2. Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak

Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas.

(5)

Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.

Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.

Pada penjualan ekspor yang dilakukan termasuk penerimaan pendapatan dengan mata uang asing. Bukti pembayaran / pemotongan PPh 23 yang akan dikreditkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan, maka harus dikoreksi ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs BI yang berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan pajak tersebut

Penjualan 31 Desember 2013:

*Asumsi penjualan dengan mata uang Dollar sebesar : $8245 dengan kurs Rp 12128, jadi nilai penjualan sebesar Rp 100.000.000

Piutang dagang 98.000.000 Piutang PPh 23 2.000.000

Penjualan 100.000.000

Pelunasan : *kurs berlaku 3 Jan 14: Rp 12.165 Kas 98.006.008

Piutang dagang 98.000.000

Laba selisih kurs 6.008

((2%*($8245*12165)) - 2.000.000)

(6)

Sedangkan, untuk laba selisih kurs yang dicatat pada PPN menggunakan kurs pajak pada saat penjualan sebesar Rp 12.129 dan saat pelunasan Rp 12.225 dengan perhitungan yaitu:

Piutang dagang 100.795.125 ($8245*12.225) Penjualan 90.715.615 PPN keluaran dibukukan 10.079.512 PPN keluaran dibukukan 10.079.513 PPN keluaran dibayar 10.053.953 (10%*($8245*12.129)

Laba selisih kurs 25.559

Jadi terdapat perbedaan pencatatan penjualan menurut perhitungan PPh 23 dan PPN

3. Pemberian Cash Discount

Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount.

Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.

4. Penyesuaian Fiskal

Penyesuaian fiskal perlu dilakukan dikarenakan adanya perbedaan antara prinsip pembukuan menurut laporan keuangan secara fiskal dengan laporan keuangan secara komersial, perbedaan tersebut bisa bersifat tetap (permanen) dan sementara (temporer) jadinya perlu diadakan penyesuaian pada akun-akun yang harus dilakukan koreksi negatif ataupun positif dalam pencatatannya,

(7)

contohnya pengakuan kenikmatan bagi karyawan yang diberikan secara natura tidak di akui sebagai beban dalam pajak.

Sumbangan panti asuhan diakui sebagai biaya dan karena besarnya sumbangan diakui sama dengan nilai buku maka tidak memunculkan penghasilan bagi perusahaan, maka ketika akan menghitung PPh 23 terutang harus dilakukan koreksi fiskal.

Perusahaan juga harus melakukan koreksi fiskal terhadap akun-akun terkait perbedaan tersebut, antara lain: Koreksi pada akun makan siang, pakaian seragam, produk produksi sendiri yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti CCTV, TV, dan kulkas, sumbangan yang diberikan kepada Pemda DKI berupa produk produksi sendiri.

3. Terkait beban karyawan:

a. Apakah perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban karyawan untuk menghitung laba fiskal? Jelaskan jawaban Anda!

 Beban Makan Siang

UU PPh Pasal 9 ayat 1 huruf e:

(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-83/PMK.03/2009 Pasal 2a: Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah:

a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

(8)

Ya, perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban karyawan terkait makan siang.

Karena makan siang hanya diberikan kepada karyawan bagian gudang, maka ini merupakan biaya yang tidak dapat dibebankan (non-deductible expense) sehingga harus dikoreksi positif.

 Beban Pakaian Seragam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-83/PMK.03/2009 Pasal 5: Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.

Ya, perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban karyawan terkait pakaian seragam karena sudah dijabarkan dengan jelas kalau pakaian seragam petugas keamanan (satpam) merupakan bagian dari pemberian yang bersifat natura atau kenikmatan. Sehingga biaya pakaian seragam tidak boleh dibebankan (non-deductible expense) dan harus dikoreksi positif.

 Biaya Pengobatan

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 1821/PJ.21/1985 butir 1.2: 1.2. Di Klinik, Dokter dan Rumah Sakit di luar perusahaan

Jika biaya pengobatan karyawan dibayarkan langsung kepada Klinik, Dokter, dan Rumah Sakit lain di luar perusahaan, maka bagi karyawan merupakan kenikmatan, yang tidak dikenakan PPh, dengan demikian biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak perusahaan. Jika biaya pengobatan tersebut diberikan kepada karyawan dalam bentuk penggantian tunai, bagi karyawan penggantian ini merupakan penghasilan karyawan yang dikenakan pajak pada karyawan yang

(9)

bersangkutan. Dengan demikian merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak perusahaan. Pertambahan penghasilan sebagai akibat pemberian penggantian ini akan menambah beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan; untuk meringankan beban tambahan pajak ini dapat ditempuh jalan sebagaimana diuraikan pada butir 1.1. di atas.

Ya, perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban terkait biaya pengobatan.

Karena biaya pengobatan dibayarkan langsung oleh perusahaan ke rumah sakit, maka biaya ini tidak boleh dibebankan (non-deductible expense) sehingga harus dikoreksi positif.

 PPh Pasal 21 Karyawan UU PPh Pasal 9 ayat 1 huruf h:

(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: h. Pajak Penghasilan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Pasal 8:

(1) Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

(2) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Ya, perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban karyawan terkait PPh Pasal 21 karyawan.

(10)

Karena PPh Pasal 21 karyawan dibayarkan langsung oleh perusahaan ke kas negara, itu merupakan beban yang ditanggung perusahaan sehingga perlakuannya disamakan dengan natura. Maka, biaya ini tidak dapat dibebankan (non-deductible expense) sehingga harus dikoreksi positif.

b. Berikan masukan Anda kepada perusahaan mengenai kewajiban perpajakan yang terkait dengan beban karyawan!

Saran kami terkait beban karyawan:

 Staf pajak mendapatkan pelatihan untuk PPh terkait beban karyawan (PPh Pasal 21) yang deductible dan non-deductible. Jika mungkin diadakan pelatihan untuk semua jenis pajak yang dihadapi perusahaan secara berkala agar pengetahuan staf pajak lebih memadai terkait peraturan perpajakan dan dapat mengaplikasikannya ke dalam perhitungan pajak perusahaan. Terutama saat staf pajak harus menghadapi kasus yang tidak biasa ditangani sehingga ia tidak hanya mengikuti koreksi yang telah dilakukan pada periode sebelumnya.

 Perusahaan dapat menghire staf yang memang memiliki pemahaman yang cukup untuk PPh Pasal 21.

 Pembuatan prosedur pengecekan kembali oleh manajer untuk memastikan bahwa koreksi dan penanganan pajak yang dilakukan staf sudah tepat.

 Agar perusahaan dapat mengurangi beban-beban di atas, sebaiknya pemberian untuk natura diberikan secara menyeluruh kepada seluruh karyawan (UU PPh Pasal 9 ayat 1e) dan pemberian fasilitas biaya pengobatan diberikan dalam bentuk uang kepada karyawan.

4. Terkait beban bunga, apakah perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban bunga untuk menghitung laba fiskal? Jelaskan jawaban Anda!

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PJ.4/1995:

Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas

(11)

pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.

Maka seharusnya PT Elektrindo membebankan bunga pinjaman tersebut sebesar:

166.666.666,67  Rata-rata pinjaman

 Rata-rata deposito

Jadi Bunga pinjaman yang diperkenankan menjadi biaya adalah 10% x (166.666.666,67 - 83.333.333,33) = 8.333.333,33

UU PPh Pasal 23 ayat 4 huruf a:

(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

Sudah tepat bahwa atas pembayaran bunga kepada Bank ABC tidak dilakukan pemotongan PPh 23 karena bunga bank diatur dalam PPh Final.

5. Sehubungan dengan beban konsultasi manajemen, jelaskan apakah diperlukan koreksi atas beban konsultasi manajemen yang diakui perusahaan? Jelaskan jawaban Anda!

UU PPh Pasal 9 ayat 1f:

(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

Ya, diperlukan koreksi atas beban konsultasi manajemen karena ini merupakan transaksi kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa yaitu PT Jaya Utama selaku pemegang saham.

(12)

Maka diperlukan koreksi positif sebesar selisih antara pembayaran yang dibayarkan kepada PT Jaya Utama selaku pemegang saham (Rp 200 juta) dengan harga wajar dari jasa konsultasi manajemen yang sama di perusahaan lain (Rp 100 juta).

Sehingga yang dapat dibebankan (deductible expense) hanya sebesar harga wajar dari jasa konsultasi manajemen, yaitu Rp 100 juta. Sedangkan yang tidak dapat dibebankan (non-deductible expense) dan diperlukan koreksi positif adalah sebesar selisih antara pembayaran kepada PT Jaya Utama dengan harga wajar, yaitu Rp 100 juta yang dianggap sebagai dividen.

6. Sehubungan dengan beban-beban yang sering dikoreksi:

a. Menurut pendapat Anda, apakah yang menyebabkan beban-beban tersebut dikoreksi oleh pemeriksa pajak selama ini?

 Beban perjalanan dinas

UU PPh Pasal 6 ayat 1a angka 4:

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

4. biaya perjalanan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Pasal 1 ayat 11: Lumpsum adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu (pre-calculated amount) dan dibayarkan sekaligus.

Ada dua kebijakan dalam biaya perjalanan dinas yaitu diberikan secara lump sum atau reimbursement. Kedua kebijakan tersebut merupakan deductible expense, namun dengan jumlah yang berbeda.

Lump sum yang didukung oleh bukti-bukti asli yang diserahkan ke perusahaan seperti tiket pesawat, tiket bus, tiket travel, tagihan hotel

(13)

bisa dianggap sebagai beban (deductible expense), sehingga itu merupakan objek PPh Pasal 21.

Lump sum yang hanya disertai bukti pembayaran ke karyawan akan dianggap sebagai honor sehingga menjadi objek PPh Pasal 21, dan biaya tersebut bisa dianggap sebagai beban (deductible expense).

Lump sum yang tidak didukung oleh bukti-bukti, maka tidak bisa dibebankan oleh perusahaan (non-deductible expense), sehingga harus dikoreksi positif.

Sedangkan reimbursement, yang boleh dibebankan hanya uang saku saja, yaitu insentif atau cadangan dana bagi karyawan selama perjalanan dinas.

Beban perjalanan dinas selalu dikoreksi oleh pemeriksa pajak karena lump sum yang tidak didukung oleh bukti-bukti, maka tidak bisa dibebankan oleh perusahaan (non-deductible expense), sehingga harus dikoreksi positif oleh pemeriksa pajak.

 Beban sumbangan

UU PPh Pasal 4 ayat 3a angka 1:

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau oleh penerima zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Beban sumbangan selalu dikoreksi oleh pemeriksa pajak karena biasanya wajib pajak menjadikan sumbangan tersebut sebagai pengurang penghasilan.

(14)

Bencana Alam

Berdasarkan PMK Nomor 76/PMK.03/201 aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Sesuai PMK itu, sumbangan yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak (PKP) terdiri atas:

Pertama, sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana.

Kedua, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;

Ketiga, sumbangan fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;

Keempat, sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga;

Kelima, biaya pembangunan infrastruktur sosial yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.

Kelima jenis sumbangan dan/atau biaya tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan PKP sepanjang memenuhi lima syarat yaitu:

(15)

1. Wajib Pajak (WP) mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak sebelumnya;

2. Pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;

3. Didukung oleh bukti yang sah;

4. Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang PPh;

5. Sumbangan dan/atau biaya tersebut tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang PPh.

Berdasarkan PMK Nomor 76/PMK.03/201 untuk sumbangan bencana alam nasional di Indonesia yang dapat dibebankan dalam fiskal adalah jika bencana alam tersebut merupakan sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana, asumsi untuk sumbangan ini adalah sumbangan tersebut diberikan secara langsung namun tidak melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung namun tidak melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana, sehingga beban sumbangan ini selalu dikoreksi oleh pemeriksa pajak.

(16)

b. Jelaskan tindakan dan kebijakan apa yang harus diubah/dilakukan PT ELEKTRINDO untuk menjamin koreksi semacam itu tidak terjadi lagi!

 Beban perjalanan dinas

Lump sum yang didukung oleh bukti-bukti asli bisa dianggap sebagai beban (deductible expense). Lump sum yang hanya disertai bukti pembayaran ke karyawan akan dianggap sebagai honor sehingga biaya tersebut bisa dianggap sebagai beban (deductible expense). Sedangkan Lump sum yang tidak didukung oleh bukti-bukti, maka tidak bisa dibebankan oleh perusahaan (non-deductible expense), sehingga harus dikoreksi positif.

Jadi, dalam menentukan perjalanan dinas yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto, perusahaan harus memperhatikan dan memahami ketiga kondisi terkait lump sum agar lebih jelas apakah beban perjalanan dinas bersifat deductible atau non-deductible expense. Selain itu, sebaiknya perusahaan mewajibkan penyertaan bukti pengeluaran lengkap atas perjalanan dengan perhitungan yang rinci (apabila diberikan secara lump sum) agar biaya tersebut dapat dibebankan (deductible).

 Beban Sumbangan

Perusahaan juga harus memahami peraturan terkait sumbangan yang mencakup siapa penerima sumbangan dan digunakan untuk apa sumbangan tersebut. Sebaiknya perusahaan lebih memprioritaskan pemberian sumbangan yang sesuai dengan PPh Pasal 6 ayat 1 huruf i sampai huruf m agar biaya tersebut dapat dibebankan.

7. Berikan komentar anda terkait dengan pesan Direktur Keuangan kepada Sugiri dalam pembuatan SPT PPh Badan tahun 2013!

Tn Sugiri sebagai seorang tax manager atau tax director dapat membuat hal-hal yang menyangkut kebijakan perusahaan dengan tepat, karena setiap

(17)

kebijakan perusahaan harus selalu dilekati analisis perpajakannya, dan dituntut untuk menciptakan dan menjalankan suatu sistem internal informasi perpajakan yang efektif dan efisien untuk menciptakan kualitas dokumen dan pelaporan perpajakan yang auditable dan reliable, salah satunya dengan melakukan pemantauan terhadap pekerjaan anak buahnya dan melakukan koreksi perpajakan secara berkala dan rutin, sehingga jika terjadi kesalahan perhitungan akan cepat terdeteksi dan ditangani agar tidak menjadi kesalahan yang semakin besar. Sebagai tax manager atau tax director wajib mengetahui jalannya kegiatan usaha perusahaan dan mengidentifikasi setiap kelemahan yang ada untuk melakukan suatu pendekatan yang sistematis dan komprehensif untuk memenuhi kewajiban kepatuhan perpajakan dan untuk memberikan masukan menurut kacamata pajak atas setiap kebijakan yang akan diambil perusahaan. Tn sugiri juga memiliki tugas untuk memastikan berjalannya tax planning secara konsisten dan berkesinambungan dan juga harus bisa menjaga komunikasi yang positif dengan fiskus.

Dalam pembuatan PPh Badan seharusnya Direktur Keuangan meminta Tn Sugiri untuk melakukan koreksi fiskal terhadap akun-akun yang telah dikoreksi oleh pemeriksa pajak, selain itu Tn sugiri juga harus melakukan evaluasi terhadap akun-akun yang terkait dengan kepentingan pelaporan pajak terutang PPh Badan.

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.1 Pengaruh Parsial Rasio Keuangan Current Ratio, Debt to Equity Ratio DER, Cash Ratio, Sales Growth Terhadap Financial Distress 4.2.1.1

Berdasarkan analisis penulis, bagian kasa dan bagian akuntansi dirangkap oleh bagian keuangan, sistem otorisasi faktur penjualan dan kwitansi dilakukan oleh

Dukungan berbagai macam sumber daya, baik itu dukungan sumber daya manusia, dukungan sarana dan prasarana yang memadai, dukungan regulasi, dan tentunya dukungan sumber

Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus

Fitur dalam cloud medical record and monitoring yang dapat diakses oleh pengunjung (pasien) pada situs cloud M2Rec dapat dilihat pada Gambar 9. 4) Spesifikasi Teknologi Server:

Berdasarkan pasal – pasal yang disebutkan di dalam PMK Nomor 80/PMK.03/2012, PT.XYZ mengadakan perencanaan pajak dengan cara tidak menggunakan kebijakan PPN yang

Dalam kajian ilustrasi Joan Cornella, penulis melakukan wawancara bersama seorang ilustrator untuk dimintai pendapatnya. Penulis melakukan wawancara via online

 Hindari mendownload aplikasi dari sumber yang tidak jelas  Jangan membuka email dari pengirim yang tidak dikenal  Lakukan scanning terhadap media penyimpanan. 