MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU
DAN KONSENTRASI DOPANT
PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK
MIFTAHUL JANNAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Model Matematika untuk Perubahan Suhu dan Konsentrasi Dopant pada Pembentukan Serat Optik adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Miftahul Jannah NIM G551070681
Dopant Concentration Changes on the Optical Fiber Drawing. Under supervision of JAHARUDDIN and SISWANDI
Optical fibers are made of transparent material (glass) with different refractive indices in the inner core and the outer cladding regions. This refractive index difference is achieved normally by adding a dopant to the inner core region. The objective of this thesis is to analyze a mathematical model for the temperature changes and dopant concentration changes during the fiber drawing process. Using a long-wave approximation, the governing equations can be reduced to a simple diffusion equation. As a result, we are able to identify key dimensionless parameters that contribute to the diffusion process. We also derive solutions for the temperature and dopant concentration. Temperature and dopant concentration depend on the viscosity and the diffusion coefficient. Some numerical simulations using Maple 12 software are carried out to explain the attitude of the solution with respect to temperature changes and dopant concentration changes during the fiber drawing.
Konsentrasi Dopant pada Pembentukan Serat Optik. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan SISWANDI
Serat optik merupakan serat yang terbuat dari bahan bening (transparan) yang terdiri atas teras dan selubung. Teras adalah bagian sebelah dalam dan selubung adalah lapisan di luarnya yang memiliki indeks bias, yang dapat memandu perambatan cahaya dengan pemantulan internal pada antarmuka teras-selubungnya. Indeks bias ini diperoleh dengan menambahkan sesuatu yang bersifat penghalus (dopant) di dalam teras. Masalah dalam peneitian ini adalah bagaimana menentukan hubungan antara konsentrasi dopant, suhu, dan jari-jari turbulen pada tungku pembakaran.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji model matematika untuk suhu, jari-jari turbulen, dan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik dengan menggunakan asumsi gelombang panjang. Berdasarkan solusi yang diperoleh akan ditentukan keterkaitan suhu, jari-jari turbulen dan konsentrasi dopant terhadap jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber. Hasilnya disajikan dalam suatu simulasi numerik.
Model persamaan untuk suhu dan konsentrasi dopant diturunkan berdasarkan persamaan dasar fluida. Persamaan dasar fluida diturunkan dengan menggunakan hukum kekekalan massa, kekekalan momentum, kekekalan energi dan konsentrasi dopant. Model persamaan untuk suhu dan konsentrasi dopant disederhanakan dengan menggunakan asumsi gelombang panjang, rapat massa fluida yang cukup kecil, dan konduktivitas panas yang hingga, maka diperoleh persamaan difusi yang sederhana.
Kajian terhadap persamaan difusi yang telah diperoleh dilakukan dengan meninjau dua proses fisis, yaitu proses sebelum melalui pendinginan dan proses dalam keadaan pendinginan. Dari kedua proses tersebut di atas diperoleh suhu dan jari-jari turbulen. Selain kedua proses fisis tersebut, ditentukan pula konsentrasi dopant. Konsentrasi dopant diperoleh berdasarkan koefisien difusi yang bentuknya berupa fungsi Green. Karakteristik solusi dari persamaan difusi ditentukan berdasarkan suatu simulasi numerik. Simulasi numerik dilakukan dengan bantuan software Maple 12.
Hasil simulasi numerik untuk proses sebelum melalui pendinginan, diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka suhunya akan semakin besar dan jari-jari turbulennya semakin mengecil. Dalam proses pendinginan diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka suhu dan jari-jari turbulennya akan semakin mengecil. Untuk perubahan konsentrasi dopant diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka konsentrasi dopant akan semakin mengecil.
bidang, seperti di bidang kedokteran. Pada bidang kedokteran, salah satu contoh alat yang terbuat dari serat optik adalah cystoscope. Alat lain yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah kacamata, kaca pembesar, mikroskop, kamera dan lain sebagainya. Dengan demikian hasil dari tesis ini memiliki manfaat yang cukup besar.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2008 ini adalah serat optik, dengan judul Model Matematika untuk Perubahan Suhu dan Konsentrasi Dopant pada Pembentukan Serat Optik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Jaharuddin, M.S. dan Bapak Drs. Siswandi, M.Si. selaku pembimbing, serta Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah membimbing dan banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih yang tiada hingga kepada abeh, mamah, suami, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Sobur dan ibu Aminah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus MAN 8 jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih jurusan Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan selesai pada tahun 2004.
Tahun 2005 penulis menjadi staf pengajar di MAN 8 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Program Magister Program Studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya boleh untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah,
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
Nama : Miftahul Jannah NIM : G551070681
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Jaharuddin, M.S. Drs. Siswandi, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Matematika Terapan
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Halaman DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 II LANDASAN TEORI 2.1 Persamaan Dasar... 3 2.2 Syarat Batas... 4 2.3 Penyederhanaan Model... 5
III PEMBAHASAN DAN HASIL 3.1 Suhu dan Jari-jari turbulen... 10
3.1.1 Proses Sebelum Melalui Pendinginan... 10
3.1.2 Proses Dalam Keadaan Pendinginan... 13
3.2 Difusi Dopant... 18
IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan... 22
4.2 Saran... 22
DAFTAR PUSTAKA... 23
LAMPIRAN... 24
Halaman
1. Skema Pemanasan dan Pendinginan... 4
2. Grafik fungsi θ dan s untuk ℋf = 100, αμ = 30, dan Dr = 104... 13
3. Grafik fungsi θ dan s dengan 𝒜 = 1,71 dan ℋc = 350... 17
4. Grafik fungsi θ dan s dengan 𝒜 = 0,78 dan ℋc = 1... 18
5. Grafik Konsentrasi Dopant dengan αD = 20, ⊖= 0,15, 𝒫 = 3. 10−3, ℋf = 350, αμ = 40, dan Dr = 104... 21
Halaman
1. Penurunan Persamaan (2.14) – (2.18)... 24
2. Penurunan Persamaan (3.1) – (3.5)... 33
3. Penurunan Persamaan (3.6) – (3.17)... 37
4. Penurunan Persamaan (3.18) dan (3.19)... 45
5. Penurunan Persamaan (3.24) dan (3.25)... 47
6. Penurunan Persamaan (3.28) dan (3.29)... 50
7. Penurunan Persamaan (3.33) dan (3.34)... 52
8. Penurunan Persamaan (3.35) – (3.39)... 53
9. Penurunan Persamaan (3.41) dan (3.42)... 56
10. Penurunan Persamaan (3.44) – (3.46)... ... 57
11. Penurunan Persamaan (3.49) – (3.52)... 58
12. Penurunan Persamaan (3.56)... 62
13. Penurunan Persamaan (3.60)... 63
14. Penurunan Persamaan (3.63)... 63
15. Penurunan Persamaan (3.65) dan (3.66)... 64
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serat optik merupakan serat yang terbuat dari bahan bening (transparan) yang terdiri atas teras dan selubung. Teras adalah bagian sebelah dalam dan selubung adalah lapisan diluarnya yang memiliki indeks bias, yang dapat memandu perambatan cahaya dengan pemantulan internal pada antarmuka teras-selubungnya.
Serat optik mempunyai banyak kegunaan di berbagai bidang, seperti di bidang kedokteran. Pada bidang kedokteran, salah satu contoh alat yang terbuat dari serat optik adalah cystoscope. Alat cystoscope dipakai oleh ahli bedah untuk mengamati dan melakukan operasi dengan kendali jarak jauh. Alat lain yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah kacamata, kaca pembesar, mikroskop, kamera dan lain sebagainya. Serat optik tersebut terbuat dari kaca yang dilelehkan kemudian direntangkan dengan menggunakan penarik mekanis. Kaca setengah jadi tersebut dibuat sebuah komponen peranti sehingga terjadi perbedaan antara indeks bias di bagian dalam inti dengan bagian lapis terluarnya. Indeks bias ini diperoleh dengan menambahkan sesuatu yang bersifat penghalus (dopant) di bagian dalam inti [3]. Umumnya material penghalus yang digunakan adalah germanium dioksida (GeO2), fosfor pentoksida (P2O5), dan boron (B) yang
tersedia dalam bentuk silika (SiO2). Selama perentangan, pemotongan, dan
penggabungan, indeks bias tersebut dapat berubah dikarenakan adanya material penghalus tersebut [6,9].
Perubahan konsentrasi material penghalus tersebut diakibatkan oleh pemotongan dan penggabungan dari serat optik. Proses perubahan konsentrasi akan menjadi lebih rumit karena adanya penyatuan material penghalus tersebut. Penyatuan material tersebut tidak hanya bergantung pada suhu, akan tetapi banyak faktor lainnya termasuk proses mekanisnya.
Beberapa peneliti telah melakukan suatu simulasi yang mengkhususkan pada pembentukan serat optik [4]. Dalam penelitiannya tersebut, suatu perentangan yang relatif perlahan, diperlihatkan bahwa semakin besar kecepatan perentangan tersebut, dan semakin rendahnya suhu material penghalus, maka akan mengurangi penyatuan material penghalus tersebut. Pada literatur lain, Yan dan
Pitchumani [9] melakukan simulasi numerik pada proses pembentukan, termasuk difusi dopant. Mereka menyederhanakan perhitungan dengan menggunakan batas permukaan fiber yang bebas. Penelitian mereka merupakan perluasan dari kajian numerik pada proses pembentukan yang diamati oleh Lee dan Jaluria [5].
Dalam tesis ini, akan dikaji model matematika untuk perubahan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik. Berdasarkan asumsi gelombang panjang, akan diturunkan persamaan difusi yang bergantung pada kecepatan, jari-jari turbulen, suhu dan konsentrasi dopant. Bentuk sederhana untuk koefisien dari persamaan akan diperhatikan untuk mengetahui kebergantungan semua parameter yang terlibat dalam proses difusi.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkaji model matematika untuk perubahan suhu, jari-jari turbulen, dan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik.
2. Menentukan penyelesaian dari model matematika bagi perubahan suhu dan jari-jari turbulen, serta konsentrasi dopant yang telah diperoleh dengan menggunakan asumsi gelombang panjang.
3. Menentukan keterkaitan suhu, jari-jari turbulen, dan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik terhadap jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber.
4. Melakukan simulasi numerik untuk mengetahui perilaku penyelesaian dari perubahan suhu, jari-jari turbulen, dan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik dengan menggunakan bantuan software Maple.
II LANDASAN TEORI
2.1 Persamaan Dasar
Persamaan dasar fluida yang digunakan dalam penelitian ini, diturunkan dengan menggunakan hukum kekekalan massa, kekekalan momentum, kekekalan energi dan konsentrasi dopant seperti dalam [9,10]. Misalkan gerak partikel fluida dinyatakan dalam dua dimensi dengan kecepatan partikel dalam arah horizontal dan arah vertikal berturut-turut adalah u dan v. Fluida mempunyai rapat massa ρ(z,r) dengan z dan r, masing-masing menyatakan jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber dan jari-jari turbulen.
Berdasarkan hukum kekekalan massa, kekekalan momentum, kekekalan energi dan konsentrasi dopant diperoleh persamaan dasar sebagai berikut:
𝜕 𝜌𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝑟𝜌𝑣 𝜕𝑟 = 0 (2.1) 𝜕(𝜌𝑢2) 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕(𝑟𝜌𝑢𝑣) 𝜕𝑟 = − 𝜕𝑝 𝜕𝑧+ 2 𝜕 𝜕𝑧 µ 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟µ 𝜕𝑢 𝜕𝑟+ 𝜕𝑣 𝜕𝑧 2.2 𝜕(𝜌𝑢𝑣) 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕(𝑟𝜌𝑣2) 𝜕𝑟 = − 𝜕𝑝 𝜕𝑟+ 𝜕 𝜕𝑧 µ 𝜕𝑢 𝜕𝑟+ 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟µ 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2µ𝑣 𝑟2 (2.3) 𝜕(𝜌𝑐𝑝𝑢𝑇) 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕(𝑟𝜌𝑐𝑝𝑣𝑇) 𝜕𝑟 = 𝜕 𝜕𝑧 𝑘 𝜕𝑇 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟𝑘 𝜕𝑇 𝜕𝑟 (2.4) 𝜕 𝑢𝑐 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝑟𝑣𝑐 𝜕𝑟 = 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 , (2.5)
dengan p tekanan, T suhu, c konsentrasi dopant, µ koefisien kekentalan, 𝑐𝑝 konstanta pemanasan, 𝑘 = 𝑘𝑇 + 𝑘𝑅 konduktivitas, dan D variabel difusi dari
2.2 Syarat Batas
Tinjau domain fluida yang disajikan dalam Gambar 1.
Syarat batas diberikan pada furnace (di 𝑧 = 0 dan 𝑧 = 𝐿) dan permukaan fiber (di 𝑟 = 𝑅(𝑧)). Syarat batas pada furnace adalah
r = R0 , u = u0 , v = 0, T = To , c = co(r) pada z = 0 (2.6) dan
u = ud pada z = L. (2.7)
Syarat batas pada permukaan fiber di r = R(z) mengikuti syarat batas dinamik dan kinematik dari fluida dengan bentuk umum sebagai berikut:
𝑛𝑇𝜍 𝑛 = Г𝑘, 𝑡𝑇𝜍 𝑡 = 0, 𝑣 = 𝑅′ 𝑢
,
di 𝑟 = 𝑅(𝑧)(2.8) dengan σ tegangan tensor, n vektor normal, t vektor ortogonal terhadap n, k lengkungan rata-rata, dan Г koefisien tegangan permukaan.
Syarat batas untuk suhu di permukaan fiber ditentukan berdasarkan Hukum Pendinginan Newton [10] yang diberikan oleh:
−𝑘𝜕𝑇
𝜕𝑛 = 𝑞 ≔
ℎ𝑓 𝑇𝑓 − 𝑇 , 0 ≤ 𝑧 < 𝐿𝑓,
−ℎ𝑐 𝑇 − 𝑇𝑐 , 𝐿𝑓 ≤ 𝑧 ≤ 𝐿, (2.9)
dengan 𝑇𝑓 suhu pada furnace, 𝑇𝑐 suhu sekitarnya, ℎ𝑓 koefisien penghantar panas, dan ℎ𝑐 koefisien penghantar dingin.
u0
Pemanasan Pendinginan
ud
z = 0 z = Lf z = L
Syarat batas untuk konsentrasi dopant pada permukaan fiber [8,11] di 𝑟 = 𝑅(𝑧) adalah
−𝐷𝜕𝑐𝜕𝑛 = 0,
di 𝑟 = 𝑅(𝑧) (2.10) dan
𝜕𝑐𝜕𝑟 = 0
di 𝑟 = 0 (2.11) Selanjutnya, koefisien kekentalan didasarkan pada rumus Arrhenius [1] yang dinyatakan oleh
𝜇 𝑇 = 𝜇0 exp(−𝐺𝜇 𝑇 − 𝑇0 ),
(2.12)
dengan µ0 kekentalan dari T0 dan Gµ konstan.
Kemudian koefisien difusi untuk dopant didasarkan pada rumus Arrhenuis [7,11] yang dinyatakan oleh
𝐷 𝑇 = 𝐷∞ exp(−𝐺𝐷
𝑇) , (2.13)
dengan GD penjumlahan antara D∞ koefisien difusi pada suhu tinggi dan suatu konstanta.
2.3 Penyederhanaan Model
Pada bagian ini akan diawali dengan menyederhanakan model untuk perubahan suhu, jari-jari turbulen dan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik fiber. Persamaan dasar (2.1) - (2.5) dinondimensionalkan dengan menggunakan pengskalaan berikut:
𝑧 = 𝑧 𝐿 , 𝑟 = 𝑟 𝑅0 , 𝑅 = 𝑅 𝑅0 , 𝑢 = 𝑢 𝑢0 , 𝑣 = 𝐿𝑣 𝑅0𝑢0 , 𝑝 = 𝑅02𝑝 𝜇0𝑢0𝐿 𝜇 = 𝜇 𝜇0 , 𝜃 = 𝑇 − 𝑇0 𝑇𝑓− 𝑇0 , 𝐶 0 = 𝑐0 𝑐0(0) , 𝐷 = 𝐷 𝐷∞ .
Satuan dari variabel-variabel fisis yang muncul dalam pembahasan di atas diberikan dalam Lampiran 16.
Jika pengskalaan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan dasar (2.1) sampai (2.5), maka diperoleh
𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 = 0, (2.14)
𝑅𝑒 𝜕 𝜌𝑢 2 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = − 𝜌 3𝛿2 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜌 3 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜌 3𝛿2 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝜌 3 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 , (2.15) 𝜆𝐿𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = Γ 3𝛿3 −ℓ 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 𝐿𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + ℓ 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2ℓ 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2𝐿𝑓𝜇 𝑣 𝑟 2 (2.16) 𝛼𝜇𝛼𝐷 ℋ𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝜃 +⊖ + 1 𝑟 1 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝜃 +⊖ = 1 2 𝜋 1 𝐵𝑖 𝛿 𝜕 𝜕𝑧 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 +⊖ + 𝛼𝜇𝛼𝐷 𝛿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 +⊖ , (2.17) 𝒫 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐 = 𝛿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 (2.18)
dengan syarat batas pada furnace adalah
𝑟 = 1 , 𝑢 = 1 , 𝑣 = 0 , 𝑇 = 𝑇0 , 𝑐 = 𝑐0(𝑟) pada 𝑧 = 0 (2.19)
dan
𝑢 = 𝐷𝑟 pada 𝑧 = 1. (2.20)
Penurunan persamaan (2.14) – (2.18) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Beberapa notasi yang muncul dalam persamaan (2.14) – (2.20) diberikan sebagai berikut: 𝐷𝑟 = 𝑢𝑑 𝑢0 , 𝛿 = 𝑅0 𝐿 , 𝑅𝑒 = 𝜌𝑢0𝐿 3𝜇0 , 𝜆 = Γ𝐿 3𝜇0𝑢0𝑅0 , 𝛼𝜇 = 𝐺𝜇 𝑇𝑓− 𝑇0 , 𝛼𝐷 = 𝐺𝐷 𝑇𝑓 − 𝑇0, ⊖ = 𝑇0 𝑇𝑓 − 𝑇0, 𝒫 = 𝑢0𝑅02 𝐿𝐷∞ ℋ𝑓 = 2 𝜋ℎ𝑓𝐿 𝜌𝐶𝑝𝑢0𝑅0 , ℋ𝑐 = 2 𝜋ℎ𝑐𝐿 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑅0 , ℓ = 𝐿𝑓 𝐿 , 𝐵𝑖 = ℎ𝑓𝑅0 𝑘 .
Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan gelombang panjang 𝛿 ≪ 1 dan asumsi 𝜆 ≪ 1, 𝑅𝑒 ≪ 1 dan 𝐵𝑖 ≪ 1, pada persamaan (2.14) – (2.18) dengan menggunakan syarat batas (2.19) dan (2.20), kemudian membuang tanda topinya sebagai penyederhanaan penulisan, maka diperoleh
𝜕 𝜕𝑍 𝑢𝑠 = 0, (2.21) 1 𝑠 𝜕 𝜕𝑧 𝜇𝑠 𝜕𝑢 𝜕𝑧 = 0, (2.22) 𝑢𝜕𝜃 𝜕𝑧 = ℋ𝑓 1 − 𝜃 𝐻 ℓ − 𝑧 − ℋ𝑐𝜃𝐻(𝑧 − ℓ) 𝑠1/2 , (2.23) 𝒫 𝑢𝜕𝑐 𝜕𝑧− 𝑟 2 𝜕𝑢 𝜕𝑧 𝜕𝑐 𝜕𝑟 = 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 , (2.24)
dengan syarat batas
𝑠 = 1, 𝑢 = 1, 𝜃 = 0 di 𝑧 = 0, (2.25) 𝑢 = 𝐷𝑟
di 𝑧 = 1, (2.26) 𝑐 = 𝑐0 di 𝑧 = 0, (2.27) 𝑐𝑟 = 0 di 𝑟 = 0 dan 𝑟 = 𝑠, (2.28) dimana 𝑠 = 𝑅2, 𝜇 = e−𝛼𝜇𝜃, 𝐷 = 𝑒− 𝛼𝐷 𝜃+⊖. (2.29)
Persamaan (2.21) - (2.23) dengan syarat batas (2.25) dan (2.26) merupakan model persamaan bagi perubahan suhu dan jari-jari turbulen. Persamaan (2.24) dengan syarat batas (2.27) dan (2.28) merupakan model persamaan bagi perubahan konsentrasi dopant.
Selanjutnya persamaan (2.21) - (2.24) dengan syarat batas (2.25) - (2.28) akan disederhanakan menjadi suatu sistem persamaan yang mudah ditentukan penyelesaiannya.
Penyelesaian persamaan (2.21) dan (2.22) dengan syarat batas (2.25) dan (2.26) adalah 𝑠𝑢 = 1 dan 𝜇𝑠𝑢𝑧 = 2𝐹 (2.30) dengan 𝐹 = ln 𝐷𝑟 2 𝜇1 −1𝑑𝑧 0
merupakan gaya efektif yang ditentukan dengan menggunakan syarat batas pada z = 1. Jika persamaan (2.30) digunakan untuk mengeliminasi 𝑢 dan 𝑢𝑧 yang muncul, maka dari persamaan (2.21) dan (2.22), dan syarat batas (2.25) dan (2.26) diperoleh masalah nilai batas untuk 𝑠 dan 𝜃 berikut: 𝑠𝑧 = − 2𝐹𝑠 𝜇 , (2.31) 𝜃𝑧 = 𝑠1/2 ℋ 𝑓 1 − 𝜃 𝐻 ℓ − 𝑧 − ℋ𝑐𝜃𝐻 𝑧 − ℓ , (2.32)
dengan syarat batas
𝑠 = 1, 𝜃 = 0 di 𝑧 = 0
dan
𝑠 = 𝐷𝑟−1 di 𝑧 = 1. (2.33)
Selanjutnya untuk menyederhanakan persamaan bagi perubahan konsentrasi dopant, didefinisikan variabel berikut:
𝜙(𝑧) ≡ 𝐷𝜃 𝑧𝑧 ′ 𝑑𝑧′
0 dan 𝜙 ≡ 𝜙(1), (2.34)
dan transformasi koordinat berikut 𝜉 = 𝑟 𝑅 , 𝜏 = 𝜙(𝑧) 𝜙 . (2.35) Besaran 𝐷 = 𝜙 𝒫 (2.36) merupakan koefisien difusi dan 𝒫 bilangan peclet untuk dopant. Dengan demikian masalah nilai batas untuk konsentrasi dopant diberikan sebagai berikut:
𝑐𝜏 = 𝒟 𝜉 𝜕 𝜕𝜉 𝜉 𝜕𝑐 𝜕𝜉 , (2.37) dengan syarat batas
𝑐 = 𝑐0 𝜉 di 𝜏 = 0
dan
Solusi untuk konsentrasi dopant [2] yang diberikan pada persamaan (2.37) dengan syarat batas (2.38) adalah sebagai berikut
𝑐 𝜏, 𝜉 = 2𝜋 𝐺 𝜏, 𝜉; 𝜂 𝑐1 0 𝜂 𝜂𝑑𝜂, (2.39)
0
dengan 𝐺 fungsi Green yang diberikan sebagai berikut 𝐺 𝜏, 𝜉; 𝜂 = 1 4𝜋𝒟𝜏𝑒𝑥𝑝 − 𝜉2+ 𝜂2 4𝒟𝜏 𝐼0 𝜉𝜂 2𝒟𝜏 (2.40) dimana 𝐼0 adalah fungsi Bessel jenis pertama [15].
III PEMBAHASAN DAN HASIL
Dalam bagian ini akan dibahas perilaku penyelesaian dari model persamaan bagi perubahan suhu dan jari-jari turbulen selama pembentukan serat optik berdasarkan alur yang diberikan dalam pustaka [2]. Selain itu, juga akan dibahas perubahan konsentrasi dopant selama pembentukan serat optik.
3.1 Suhu dan Jari-jari turbulen
Untuk menentukan solusi bagi suhu 𝜃 dan jari-jari turbulen 𝑠 pada pembentukan serat optik, maka ditinjau dua proses, yaitu proses sebelum melalui pendinginan (ℓ = 1) dan proses dalam keadaan pendinginan (ℓ < 1).
3.1.1 Proses Sebelum Melalui Pendinginan (𝓵 = 𝟏)
Persamaan (2.31) dan (2.32) dapat ditulis menjadi
𝑠𝑧 = −ℱ ln 𝐷𝑟𝑠𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃), (3.1)
𝜃𝑧 = ℋ𝑓 𝑠 1 − 𝜃 , (3.2) dengan
ℱ =
2 𝐹𝑒𝛼𝜇 ln 𝐷𝑟 .
Berdasarkan persamaan (3.1) dan (3.2) diperoleh 𝑑𝑠 𝑑𝜃= − ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑠𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃) 1 − 𝜃 , (3.3) sedangkan syarat batas (2.33) memberikan
𝑠 0 = 1 dan 𝜃 0 = 0. (3.4)
Jika persamaan (3.3) diintegralkan terhadap 𝜃 dan syarat batas (3.4) digunakan, maka diperoleh 𝑠 = 1 −ℱ ln 𝐷𝑟 2ℋ𝑓 𝐸1 𝛼𝜇(1 − 𝜃) − 𝐸1 𝛼𝜇 2 (3.5) dengan 𝐸1 𝑧 = ∞𝑒𝑥−𝑥 𝑑𝑥 𝑧 .
Fungsi 𝐸1 𝑧 memenuhi
𝐸1 𝑧 ~𝑒−𝑧𝑧 𝑧 → ∞, dan 𝐸1 𝑧 ~ − ln 𝑧 − 𝛾 𝑧 → 0.
Penurunan persamaan (3.1) – (3.5) dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selanjutnya, jika persamaan (3.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.2), maka diperoleh
𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 −ℱ ln 𝐷𝑟
2ℋ𝑓 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 − 𝐸1 𝛼𝜇 (1 − 𝜃). (3.6)
Jika 𝛼𝜇 ≫ 1, maka 𝐸1[𝛼𝜇] kecil, sehingga 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 juga kecil, jika 1 − 𝜃 ≪𝛼1
𝜇 . Jadi dari persamaan (3.6) diperoleh
𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 − 𝜃 . (3.7) Jika persamaan (3.7) diintegralkan tarhadap z, maka diperoleh
𝜃 = 1 − 𝑒−ℋ𝑓𝑧. (3.8)
Apabila z meningkat ke 1 untuk ℋ𝑓 ≫ 1, maka 1 − 𝜃 → 0, sehingga untuk 𝑧 ≫ℋ1
𝑓 , diperoleh
𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 +ℱ ln 𝐷𝑟
2ℋ𝑓 ln 𝛼𝜇 1 − 𝜃 + 𝛾 (1 − 𝜃). (3.9)
Untuk menentukan penyelesaian 𝜃, maka diperkenalkan variabel 𝜃 sebagai berikut
𝛼𝜇 1 − 𝜃 = 𝑒−ℱ ln 𝐷𝑟2ℋ𝑓 𝜃 .
Dengan variabel baru ini, maka persamaan (3.9) menjadi 𝜃 𝑧 = −ℱ ln 𝐷𝑟
2 ln 𝜃 + 𝛾 𝜃 . (3.10)
Jika persamaan (3.10) diintegralkan terhadap z, maka diperoleh
ln 𝜃 = −𝛾 + 𝐶1𝑒− ℱ ln 𝐷2 𝑟 𝑧, (3.11)
dengan 𝐶1 adalah konstanta pengintegralan yang ditentukan berikut ini.
Karena untuk 𝑧 = 0, diperoleh 𝜃 = 0 dari persamaan (3.8), maka dari
persamaan (3.11) diperoleh
𝐶1 = 𝛾 + ln 𝛼𝜇 +ℱ ln 𝐷2ℋ𝑓
Jika nilai 𝐶1 pada persamaan (3.12) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.11), maka diperoleh
𝜃 = 𝑒𝑥𝑝 −𝛾 + 𝛾 + ln 𝛼𝜇 +ℱ ln 𝐷2ℋ𝑓
𝑟 𝑒
−ℱ ln 𝐷𝑟2 𝑧 . (3.13)
Kembalikan ke variabel awal, diperoleh 𝜃 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 − 𝛾 + ln 𝛼𝜇 +ℱ ln 𝐷2ℋ𝑓
𝑟 1 − 𝑒
−ℱ ln 𝐷𝑟2 𝑧 .
(3.14) Selanjutnya fungsi s diperoleh dengan menggunakan persamaan (3.5), dengan 𝜃 memenuhi persamaan (3.14). Jika 𝑧 = 1 disubstitusikan ke dalam persamaan (3.14) dan (3.5) dan menggunakan syarat 𝑠 1 = 𝐷𝑟−1, maka diperoleh
nilai ℱ berikut ℱ = 1 +ln 𝐷2
𝑟ln 1 +
ℱ(ln 𝛼𝜇+𝛾) ln 𝐷𝑟
2ℋ𝑓 , (3.15)
asalkan 𝛼𝜇 ≫ 1. Secara analitik nilai ℱ sulit ditentukan dari persamaan (3.15), karena ℱ dinyatakan dalam persamaan implisit. Tetapi karena
(ln 𝛼𝜇+𝛾) ln 𝐷𝑟
2ℋ𝑓 ~10
−1 ≪ 1, (3.16)
maka nilai ℱ dapat dihampiri oleh ℱ = 1 +ln 𝛼𝜇+𝛾
ℋ𝑓 . (3.17)
Penurunan persamaan (3.6) – (3.17) dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dengan demikian fungsi 𝑠 dapat ditentukan berdasarkan persamaan (3.5) dengan ℱ diberikan oleh persamaan (3.17).
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik dari fungsi 𝜃 dan 𝑠, masing-masing berdasarkan persamaan (3.14) dan (3.5). Untuk itu, dimisalkan ℋ𝑓 = 100, 𝛼𝜇 = 30, dan 𝐷𝑟 = 104, sedangkan ℱ = 1,039783974 diperoleh berdasarkan
s
Gambar 2. Grafik fungsi 𝜃 dan 𝑠 untuk ℋ𝑓 = 100, 𝛼𝜇 = 30, dan 𝐷𝑟 = 104
Berdasarkan Gambar 2 diperoleh bahwa peningkatan nilai z menyebabkan nilai 𝜃 semakin besar dan nilai s semakin mengecil.
3.1.2 Proses Dalam Keadaan Pendinginan (𝓵 < 𝟏)
Kasus ini terjadi pada 𝑧 > ℓ, persamaan (2.31) dan (2.32) dapat ditulis menjadi 𝑠𝑧 = −ℱ ln 𝐷𝑟 𝑒𝛼𝜇(𝜃−1) 𝑠, (3.18)
𝜃𝑧 = −ℋ𝑐 𝑠 𝜃, (3.19)
dengan syarat batas
𝑠 ℓ = 𝑠ℓ dan 𝜃 ℓ = 𝜃ℓ. (3.20)
Penurunan persamaan (3.18) dan (3.19) dapat dilihat pada Lampiran 4.
Untuk menentukan penyelesaian masalah nilai batas (3.18) – (3.20), maka diperkenalkan variabel berikut:
𝜗 = 𝛼𝜇(𝜃ℓ− 𝜃), (3.21)
𝔰 = 𝑠𝑠
ℓ , (3.22)
𝒴 = ℱ ln 𝐷𝑟 𝑒𝛼𝜇 (𝜃ℓ−1)
2 𝑧 − ℓ . (3.23)
Dengan demikian berdasarkan persamaan (3.18) – (3.20) diperoleh masalah nilai batas berikut:
𝔰𝒴 = − 𝔰 𝑒−𝜗, (3.24)
dan syarat batas 𝜗 0 = 0 dan 𝔰 0 = 1 (3.26) dimana 𝒜 =2 𝑠ℓ ℋ𝑐 𝛼𝜇 𝜃ℓ 𝑒𝛼𝜇 (1−𝜃ℓ) ℱ ln 𝐷𝑟 dan ∈ = 1 𝛼𝜇𝜃ℓ ≪ 1, (3.27)
𝒜 adalah konstanta laju penurunan suhu.
Penurunan persamaan (3.24) dan (3.25) dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari persamaan (3.24) dan (3.25), diperoleh
𝑑𝜗𝑑𝔰 = −𝒜 1−∈ 𝜗 𝑒𝜗. (3.28)
Jika persamaan (3.28) diintegralkan terhadap 𝔰 dan syarat batas (3.26) digunakan, maka diperoleh
𝔰 = 1 + 𝒜1 1−∈𝜗 𝑒−𝜗 − 1 −𝒜∈ 1−∈𝓌 𝑒−𝓌 2𝑑𝓌
𝜗
0 . (3.29)
Karena ∈
1−∈𝜗 ≪ 1, maka persamaan (3.29) dapat dihampiri oleh
𝔰 = 1 + 𝒜1 1−∈𝜗 𝑒−𝜗 − 1 . (3.30) Penurunan persamaan (3.28) dan (3.29) dapat dilihat pada Lampiran 6.
Nilai 𝒜 akan mempengaruhi solusi 𝔰. Dalam hal ini akan ditinjau nilai 𝒜 dalam 3 kasus yang berbeda, yaitu: 𝒜 = 1, 𝒜 < 1, dan 𝒜 > 1.
Kasus 1. 𝓐 = 𝟏.
Berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.25), untuk ∈ ≪ 1 diperoleh hampiran untuk 𝔰 dan 𝜗𝒴 masing-masing sebagai berikut:
𝔰 = 𝑒−𝜗 (3.31)
𝜗𝒴 = 𝑒−𝜗. (3.32)
Jika persamaan (3.32) diintegralkan terhadap 𝒴 dengan syarat batas 𝜗 0 = 0 digunakan, maka diperoleh
𝜗 = ln 𝒴 + 1 . (3.33)
Selanjutnya, jika persamaan (3.33) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.31), maka diperoleh
𝔰 = 𝒴+1 1 . (3.34)
Kasus 2. 𝓐 < 𝟏.
Karena 𝒜 < 1 dan suhu terbatas di bawah oleh 𝒜 = 1, maka dengan menggunakan kasus 1 di atas diperoleh bahwa
𝜗𝑚𝑎𝑘𝑠 = ln ℱ ln 𝐷𝑟 𝑒
𝛼𝜇 (𝜃ℓ−1)
2 1 − ℓ + 1 . (3.35)
Karena 𝜗𝑚𝑎𝑘𝑠 berorde satu bila ln ln 𝐷𝑟 ≪ ∈−1, maka 𝜗 juga berorde satu 𝜗 = 𝑂 1 , sehingga dari persamaan (3.30) diperoleh hampiran sebagai berikut
𝔰 = 1 + 𝒜 1 𝑒−𝜗 − 1 . (3.36)
Hal yang sama, diperoleh pula hampiran 𝜗𝒴 sebagai berikut 𝜗𝒴 = 𝒜 𝔰,
sehingga menurut persamaan (3.36) diperoleh
𝜗𝒴 = 𝑒−𝜗 + 𝒜 − 1. (3.37)
Jika persamaan (3.37) diintegralkan terhadap 𝒴 dan syarat batas 𝜗 0 = 0 digunakan, maka diperoleh
𝜗 = ln 𝒜𝑒 𝒜−1 𝒴𝒜−1 − 1. (3.38) Jika persamaan (3.36) disubstitusikan ke dalam lim 𝒜→1𝔰, maka diperoleh
𝔰 = 𝒜−𝑒𝒜−1− 𝒜−1 𝒴 . (3.39) Penurunan persamaan (3.35) – (3.39) dapat dilihat pada Lampiran 8.
Kasus 3. 𝓐 > 𝟏.
Pada kasus ini, ditinjau dua kemungkinan, yaitu 𝜗 = 𝑂 1 dan 𝜗 besar. Jika 𝜗 = 𝑂 1 , maka hasil yang diperoleh sama dengan kasus 𝒜 < 1, sehingga
diperoleh persamaan (3.38) dan (3.39). Selanjutnya 𝜗 besar, misalkan 1 ≪ 𝜗 ≪ ∈−1, maka berdasarkan persamaan (3.30) dengan mengabaikan bentuk
eksponensial, diperoleh hampiran 𝔰 berikut
𝔰 = 1 − 𝒜 1 . (3.40)
Jika persamaan (3.40) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.25), maka diperoleh 𝜗𝒴 = 𝒜 − 1 1−∈ 𝜗 . (3.41)
Selanjutnya, jika persamaan (3.41) diintegralkan terhadap 𝒴, maka diperoleh 𝜗 = 1− 𝐶2𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴
∈ (3.42)
dimana 𝐶2 adalah konstan pengintegralan yang ditentukan berikut ini. Penurunan persamaan (3.40) – (3.42) dapat dilihat pada Lampiran 9.
Karena 𝜗 besar, maka syarat batas 𝜗 0 = 0 tidak bisa digunakan. Oleh karena itu, untuk menentukan 𝐶2, dibutuhkan bentuk 𝜗 yang diberikan oleh persamaan (3.38) dan 𝜗 besar oleh (3.42). Untuk 𝜗 → 0 dari persamaan (3.42), diperoleh
𝜗~ 1− 𝐶2 1−∈ 𝒜−1 𝒴
∈ . (3.43)
Untuk 𝜗 besar, dipilih 𝒴 → 0, maka persamaan (3.38) memberikan
𝜗~ 𝒜 − 1 𝒴 + ln𝒜−1𝒜 . (3.44) Bandingkan persamaan (3.43) dan (3.44), diperoleh
𝐶2 = 1− ∈ ln𝒜−1𝒜 . (3.45)
Dengan demikian persamaan (3.42) menjadi
𝜗 = 1− 𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴∈ + ln𝒜−1𝒜 𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴. (3.46)
Jika 𝒜 ≫ 1 dan 𝐶2~1, maka 𝜗 dapat dihampiri oleh
𝜗 = 1−𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴∈ . (3.47)
Penurunan persamaan (3.44) – (3.46) dapat dilihat pada Lampiran 10.
Penyelesaian 𝜗 ditentukan dengan cara mengkombinasikan nilai 𝜗 kecil dan 𝜗 besar, yaitu
𝜗 = ln𝒜𝑒 𝒜−1 𝒴𝒜−1 − 1+ 1−𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴∈ + ln𝒜−1𝒜 𝑒−∈ 𝒜−1 𝒴
− 𝒜 − 1 𝒴 − ln𝒜−1𝒜 . (3.48) Berikut ini akan ditentukan bentuk 𝑠 berdasarkan solusi untuk 𝔰 yang
diberikan oleh persamaan (3.30). Dengan menggunakan variabel awal 𝜃 = 𝜃ℓ− 𝛼1
𝜇 𝜗, maka untuk 𝒜 ≤ 1 diperoleh
𝜃 = 𝜃ℓ− 𝛼1
𝜇 ln
𝒜𝑒 𝒜−1 𝛽 𝑧−ℓ − 1
𝒜−1 (3.49)
𝜃 = 𝜃ℓ− 𝛼1 𝜇 ln 𝒜𝑒 𝒜−1 𝛽 𝑧−ℓ − 1 𝒜−1 − 𝜃ℓ− 1 𝛼𝜇 ln 𝒜 𝒜−1 1 − 𝑒 − 𝒜−1 𝛽 𝛼𝜇 𝜃ℓ 𝑧−ℓ + 𝛼1 𝜇 𝒜 − 1 𝛽 𝑧 − ℓ , (3.50) dengan 𝛽 = ℱ ln 𝐷𝑟 𝑒𝛼𝜇 (𝜃ℓ−1) 2 .
Dengan demikian solusi untuk 𝑠 diperoleh dari persamaan (3.30) adalah 𝑠 = 𝑠ℓ 1 − 𝒜1 +𝜃ℓ 𝑒
𝛼𝜇 𝜃 −𝜃ℓ
𝒜𝜃 2
. (3.51)
Jika syarat batas 𝑠 1 = 𝐷𝑟−1 dan 𝑧 = 1 digunakan, maka diperoleh 𝐷𝑟−1 = 𝑠ℓ 1 − 𝒜1 +𝜃ℓ 𝑒𝛼𝜇 𝜃 1 −𝜃ℓ
𝒜𝜃 1 2
(3.52)
Penurunan persamaan (3.49) – (3.52) dapat dilihat pada Lampiran 11.
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik dari fungsi 𝜃 dan 𝑠. Persamaan (3.50) adalah solusi 𝜃 untuk 𝒜 > 1, dan persamaan (3.51) adalah solusi untuk s. Untuk itu dimisalkan ℋ𝑓 = 350, 𝐷𝑟 = 104, 𝛼𝜇 = 40, ℓ = 0,2 , 𝒜 = 1,71 dan ℋ𝑐 = 350, sedangkan ℱ = 1,012188798 diperoleh berdasarkan persamaan
(3.17)
𝜃 𝑠
Gambar 3. Grafik fungsi 𝜃 dan 𝑠 untuk 𝒜 = 1,71 dan ℋ𝑐 = 350
Berdasarkan Gambar 3 diperoleh bahwa peningkatan nilai z menyebabkan nilai 𝜃 dan s semakin mengecil.
Persamaan (3.49) adalah solusi 𝜃 untuk 𝒜 ≤ 1, dan persamaan (3.51) adalah solusi untuk s. Untuk itu dimisalkan ℋ𝑓 = 350, 𝐷𝑟 = 104, 𝛼𝜇 = 40, ℓ = 0,2 , 𝒜 = 0,78 dan ℋ𝑐 = 1, sedangkan ℱ = 1,012188798 diperoleh
𝜃 𝑠
Gambar 4. Grafik fungsi 𝜃 dan 𝑠 untuk 𝒜 = 0,78 dan ℋ𝑐 = 1
Berdasarkan Gambar 4 diperoleh bahwa peningkatan nilai z menyebabkan nilai 𝜃 dan s semakin mengecil .
3.2 Difusi Dopant
Berikut ini akan ditentukan nilai 𝒟. Untuk itu tuliskan persamaan (3.14) dalam bentuk
𝜃 = 1 − 𝑒−𝐶1 1− 𝑒
− ℱ ln 𝐷𝑟 2 𝑧
, (3.53)
dengan 𝐶1 diberikan oleh (3.12). Selanjutnya, diperkenalkan variabel 𝜁 sebagai berikut
𝜁 = 1 − 𝑒− ℱ ln 𝐷𝑟 2 𝑧 (3.54)
dan dinotasikan
𝜑 𝜁 ≡ 𝜙 𝑧 . (3.55)
Jika persamaan (3.54) dan (3.55) diturunkan terhadap z, maka diperoleh 𝑑𝜁 = ℱ ln 𝐷𝑟 2 1 − 𝜁 𝑑𝑧 dan 𝜑𝜁 = ℱ ln 𝐷2 𝑟 𝑒 − 𝛼𝐷 ⊖+1−𝑒 −𝐶1𝜁 1−𝜁 𝜑 0 = 0, (3.56)
Karena 𝐶1 ≫ 1, maka persamaan (3.56) akan ditinjau dalam dua kasus, yaitu 𝜁~𝐶1−1 dan 𝜁~1.
Kasus 1. 𝜻~𝑪𝟏−𝟏 ≪ 𝟏.
Pada kasus ini, diperkenalkan variabel baru 𝜁 = 𝐶1𝜁, sehingga persamaan (3.56) menjadi 𝜑𝜁 𝑖 = 2 𝑒 − 𝛼𝐷 ⊖+1−𝑒 −𝜁 ℱ ln 𝐷𝑟 1−𝜁 , 𝜑 𝑖 0 = 0 (3.57)
dengan solusi 𝜑 dinotasikan dengan 𝜑 𝑖 yang diberikan sebagai berikut: 𝜑 𝑖 𝜁 = −𝐶 2 1ℱ ln 𝐷𝑟 𝐸1 𝑥 − 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝐸 1 𝑥 −⊖+1𝛼𝐷 𝑥=𝛼𝐷⊖ 𝑥= 𝛼𝐷 ⊖+1−𝑒 −𝜁 . (3.58) Kasus 2. 𝜻~𝟏.
Pada kasus ini, persamaan (3.56) dapat menjadi solusi outer dinotasikan dengan 𝜑 0 yang memenuhi
𝜑𝜁 0 = ℱ ln 𝐷2
𝑟
𝑒 −⊖+1 𝛼𝐷
1−𝜁 , (3.59)
dengan solusi 𝜑 dinotasikan dengan 𝜑 0 yang diberikan sebagai berikut 𝜑 0 𝜁 = 2 𝑒 −
𝛼𝐷 ⊖+1
ℱ ln 𝐷𝑟 ln 1 − 𝜁 + 𝐶3 (3.60)
dengan 𝐶3 adalah konstanta pengintegralan yang akan ditentukan berikut ini. Penurunan persamaan (3.60) dapat dilihat pada Lampiran 13.
Solusi 𝜑 𝑖 dan 𝜑 0 harus memenuhi lim𝜁 →∞𝜑 𝑖 𝜁 = lim 𝜁→0𝜑 0 𝜁 . (3.61) Untuk 𝜁 → 0, diperoleh 𝜑 0 𝜁 ~ 𝐶 3+ 2 𝑒 −⊖+𝜃 𝛼𝐷 ℱ ln 𝐷𝑟 𝜁. (3.62)
Selanjutnya, untuk z yang kecil diperoleh 𝐸1 𝑧 ~ − 𝛾 − ln 𝑧 .
Berdasarkan persamaan (3.58) diperoleh bahwa untuk 𝜁 → ∞, 𝜑 𝑖 𝜁 ≈ −𝐶 2 1ℱ ln 𝐷𝑟 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖+1 − 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖ − 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝐸 1 −𝛾 − ln 𝛼𝐷+ 2 ln ⊖ +1 + 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖ ⊖+1 + 2 𝑒 −⊖+1 𝛼𝐷 ℱ ln 𝐷𝑟 𝜁 𝐶1 . (3.63)
Penurunan persamaan (3.63) dapat dilihat pada Lampiran 14.
Dengan demikian berdasarkan persamaan (3.62) dan (3.63) diperoleh 𝐶3 = −𝐶 2 1ℱ ln 𝐷𝑟 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖+1 − 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖ − 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝐸 1 −𝛾 − ln 𝛼𝐷 + 2 ln ⊖ +1 + 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝐸1 𝛼𝐷 ⊖ ⊖+1 . (3.64)
Dengan mengembalikan ke variabel awal, diperoleh
𝜙 0 𝑧 = 𝑒 −⊖+1𝛼𝐷 𝑧 + 𝐶3, (3.65)
Jadi dari persamaan (2.32) diperoleh 𝒟 = 𝑒 −
𝛼𝐷 ⊖+1 + 𝐶3
𝒫 . (3.66)
Penurunan persamaan (3.65) dan (3.66) dapat dilihat pada Lampiran 15.
Berikut ini akan dijelaskan tentang koefisien difusi efektif. Berdasarkan persamaan (2.36) dapat disimpulkan bahwa 𝒟 pada persamaan (3.66) adalah koefisien difusi efektif untuk 𝜃 = ⊝ untuk semua z.
Untuk itu dimisalkan 𝛼𝐷 = 20, ⊖= 0,15, 𝒫 = 3. 10−3, ℋ𝑓 = 350,
𝛼𝜇 = 40, dan 𝐷𝑟 = 104, untuk menentukan nilai 𝒟. Kemudian persamaan (2.35)
𝑐
Gambar 5. Grafik Konsentrasi Dopant dengan 𝛼𝐷 = 20, ⊖= 0,15, 𝒫 = 3. 10−3,
ℋ𝑓 = 350, 𝛼𝜇 = 40, dan 𝐷𝑟 = 104
Berdasarkan Gambar 5 diperoleh bahwa peningkatan nilai z menyebabkan nilai c semakin mengecil.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Model persamaan untuk suhu dan konsentrasi dopant diturunkan berdasarkan persamaan dasar fluida. Persamaan dasar fluida diturunkan dengan menggunakan hukum kekekalan massa, kekekalan momentum, kekekalan energi dan konsentrasi dopant. Kemudian model tersebut disederhanakan dengan menggunakan asumsi gelombang panjang, rapat masa yang yang cukup kecil, dan konduktivitas panas yang hingga, sehingga diperoleh persamaan difusi yang sederhana dan lebih mudah ditentukan solusinya.
Berdasarkan persamaan difusi yang diperoleh, maka ditinjau dua proses fisis yaitu proses sebelum melalui pendingnan dan proses dalam keadaan pendingnan. Dari kedua proses tersebut diperoleh solusi untuk suhu dan jari-jari turbulen. Selain kedua proses fisis tersebut, ditentukan pula konsentrasi dopant yang diperoleh berdasarkan koefisien difusi yang bentuknya berupa fungsi Green.
Perilaku solusi dari persamaan difusi ditentukan berdasarkan suatu simulasi numerik dengan menggunakan bantuan software Maple 12. Hasil simulasi numerik untuk proses sebelum melalui pendinginan, diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka suhunya akan semakin besar dan jari-jari turbulennya semakin mengecil. Dalam proses pendinginan diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka suhu dan jari-jari turbulennya akan semakin mengecil. Untuk konsentrasi dopant diperoleh bahwa semakin besar jarak dari input nozzle sepanjang sumbu fiber, maka konsentrasi dopant akan semakin mengecil.
4.2 Saran
Untuk menentukan persamaan suhu, jari-jari turbulen dan konsentrasi dopant dapat digunakan pendekatan asimtotik, sehingga dapat dengan mudah ditentukan solusinya. Pendekatan asimtotik dapat dikaji dalam sistem lain, misalkan bioteknologi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Huang H, Miura RM, Ireland WP, and Puil E. 2003. Heat-induced stretching of a glass tube under tension. SIAM J. Appl. Math. 63:1499-1519 [2] Huang H, Miura RM, and Wylie JJ. 2002. Optical fiber drawing and dopant
transport. http://www.math.yorku.ca.pdf. html [12 November 2008].
[3] Izawa T. 2000. Early days of VAD process. IEEE J. Selected Topics Quantum Electronics, 6:1220-1227.
[4] Lyytikainen K, Hungtington ST, Carter ALG, McNamara P, Fleming S, Abramczyk J, Kaplin I, Schotz G. 2004. Dopant diffusion during optical fiber drawing. Optical Express, 12:972-977.
[5] Lee and Jaluria Y. 1996. Effects of variable properties and viscosity dissipation during optical fiber drawing. Trans. ASME, 118:350-358. [6] Pone E, Daxhelet X, and Lacroix S. 2004. Refractive index profile of
fused-fiber couplers cross-section. Optical Express, 12:1036-1044.
[7] Rodney B. 2008. Arrhenius hukum-Arrhenius equation-van’t Hoff Hukum. http://translate.google.co.id. html [5 Januari 2009].
[8] Suchecka M, Borisovich A, and Serbinski W. Green’s functions methods for mathematical modeling of unidirectional diffusion process in isothermal metal bonding process. http://www.pg.gda.pl.pdf. html [20 Maret 2009]. [9] Yan Y and Pitchumani R. 2004. Numerical study on the dopant
consentration and refractive index profile evolution in an optical fiber manufacturing process. Int. J. Heat Mass Transfer, 49:2097-2112.
[10] Yunus A. 2003. Heat transfer a practical approach. Mc. Graw Hill companies. p. 1-335.
[11] Diffusion. p. 1-29. http://personal.cityu.edu.hk.PDF. Html [26 Maret 2009]. [12] Persamaan bessel dan fungsi-fungsi bessel jenis pertama. http://www.
Lampiran 1
Misalkan diberikan pengskalaan berikut: 𝑧 = 𝑧 𝐿 , 𝑟 = 𝑟 𝑅0 , 𝑅 = 𝑅 𝑅0 , 𝑢 = 𝑢 𝑢0 , 𝑣 = 𝐿𝑣 𝑅0𝑢0 , 𝑝 = 𝑅02𝑝 𝜇0𝑢0𝐿 𝜇 = 𝜇 𝜇0 , 𝜃 = 𝑇 − 𝑇0 𝑇𝑓− 𝑇0 , 𝐶 0 = 𝑐0 𝑐0(0) , 𝐷 = 𝐷 𝐷∞ . Penurunan Persamaan (2.14)
Substitusikan pengskalaan di atas ke dalam persamaan (2.1) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢0𝑢 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜌 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑟 𝜕𝑟= 0 atau 𝑢0 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 1 𝐿+ 1 𝑅0𝑟 𝑅02𝑢0 𝐿 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 1 𝑅0 = 0 atau 𝑢0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 + 𝑢0 𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 = 0 atau 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 = 0 atau 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 = 0 Penurunan Persamaan (2.15)
Substitusikan pengskalaan di atas ke dalam ruas kiri persamaan (2.2) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢02𝑢 2 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜌𝑢0𝑢 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 𝑢02 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 1 𝐿+ 1 𝑅0𝑟 𝑅02𝑢02 𝐿 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 1 𝑅0 atau 𝑢02 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 𝑢02 𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣
atau 𝑢02 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣
Selanjutnya substitusikan pengskalaan di atas ke ruas kanan persamaan (2.2) diperoleh bentuk berikut:
− 𝜕 𝜕𝑧 𝜇0𝑢0𝐿 𝑅02 𝑝 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇0𝜇 𝜕 𝜕𝑧 𝑢0𝑢 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 + 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜇0𝜇 𝜕 𝜕𝑟 𝑢0𝑢 𝜕𝑟 𝜕𝑟+ 𝜕 𝜕𝑧 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau −𝜇0𝑢0𝐿 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 1 𝐿+ 2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇0𝑢0𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 1 𝐿 1 𝐿 + 1 𝑅0𝑟 𝑅0𝜇0 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝑢0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 1 𝑅0 + 𝑅0𝑢0 𝐿 𝜕𝑣 𝜕𝑧 1 𝐿 1 𝑅0 atau −𝜇0𝑢0 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜇0𝑢0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜇0 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑢0𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau −𝜇0𝑢0 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜇0𝑢0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜇0𝑢0 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau 𝜇0𝑢0 − 1 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧
Jika ruas kiri sama dengan ruas kanan persamaan (2.2), maka diperoleh persamaan berikut: 𝑢02 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = 𝜇0𝑢0 − 1 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau 𝑢0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = 𝜇0 − 1 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau 𝜌𝑢0𝐿 3𝜇0 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = 𝜌𝐿 2 3 − 1 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 1 𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau 𝑅𝑒 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = − 𝜌𝐿2 3𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜌 3 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜌𝐿2 3𝑅0 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau 𝑅𝑒 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = − 𝜌 3𝛿2 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜌 3 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜌𝐿2 3𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 +𝜌𝜌 3 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 atau
𝑅𝑒 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 2 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑢 𝑣 = − 𝜌 3𝛿2 𝜕𝑝 𝜕𝑧 + 2𝜌 3 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑧 + 𝜌 3𝛿2 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 +𝜌 3 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 Penurunan Persamaan (2.16)
Substitusikan pengskalaan di atas ke dalam ruas kiri persamaan (2.3) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢0𝑢 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜌 𝑅02𝑢 02 𝐿2 𝑣 2 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 𝑢02𝑅 0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 1 𝐿+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅03𝑢 02 𝐿2 𝑟 𝜌𝑣 2 1 𝑅0 atau 𝑢02𝑅 0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 𝑢02𝑅 0 𝐿2 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 atau 𝑢02𝑅 0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2
Selanjutnya substitusikan pengskalaan di atas ke ruas kanan persamaan (2.3) diperoleh bentuk berikut:
− 𝜕 𝜕𝑟 𝜇0𝑢0𝐿 𝑅02 𝑝 𝜕𝑟 𝜕𝑟+ 𝜕 𝜕𝑧 𝜇0𝜇 𝜕 𝜕𝑟 𝑢0𝑢 𝜕𝑟 𝜕𝑟+ 𝜕 𝜕𝑧 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 + 2 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜇0𝜇 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟− 2𝜇0𝜇 𝑅0𝐿 𝑣 𝑢0 𝑅02𝑟 2 atau −𝜇0𝑢0𝐿 𝑅02 𝜕𝑝 𝜕𝑟 1 𝑅0+ 𝜕 𝜕𝑧 𝜇0𝑢0𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 1 𝐿 + 2 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅02𝑢 0𝜇0 𝐿 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 1 𝑅0 1 𝑅0− 2𝜇0𝑢0𝑅0𝜇 𝑣 𝑅02𝑟 2
atau −𝜇0𝑢0𝐿 𝑅03 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 𝜇0𝑢0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2𝜇0𝑢0 𝑅0𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2𝜇0𝑢0 𝑅0 𝜇 𝑣 𝑟 2 atau 𝜇0𝑢0 − 𝐿 𝑅03 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2 𝑅0𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2 𝑅0 𝜇 𝑣 𝑟 2
Jika ruas kiri sama dengan ruas kanan persamaan (2.3), maka diperoleh persamaan berikut: 𝑢02𝑅 0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = 𝜇0𝑢0 − 𝐿 𝑅03 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2 𝑅0𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2 𝑅0 𝜇 𝑣 𝑟 2 atau Γ𝐿 𝜇0𝑢0𝑅0 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = Γ𝐿3 3𝑅02 − 𝐿 𝑅03 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2 𝑅0𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2 𝑅0 𝜇 𝑣 𝑟 2 atau 𝜆 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = ΓL 3𝛿2 − 𝐿 𝑅03 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 1 𝑅0 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + 𝑅0 𝐿2 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2 𝑅0𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2 𝑅0 𝜇 𝑣 𝑟 2 atau
𝜆 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = 1 𝛿3 − Γ 3𝐿 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + Γ 3 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + Γ 3𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2Γ 3𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 −2Γ 3 𝜇 𝑣 𝑟 2 atau 𝜆𝐿𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑢 𝑣 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜌𝑣 2 = Γ 3𝛿3 −ℓ 𝜕𝑝 𝜕𝑟 + 𝐿𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑢 𝜕𝑟 + ℓ 𝜕 𝜕𝑧 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑧 + 2ℓ 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜇 𝜕𝑣 𝜕𝑟 − 2𝐿𝑓𝜇 𝑣 𝑟 2 Penurunan persamaan (2.17)
Substitusikan pengskalaan di atas ke dalam ruas kiri persamaan (2.4) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜃 + 𝑇0 𝜕𝑧 𝜕𝑧 + 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝜌𝑐𝑝 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜃 + 𝑇0 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜃 + 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇0 1 𝐿 + 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅02𝑢0 𝐿 𝑟 𝜌𝑐𝑝𝑣 𝑇𝑓− 𝑇0 𝜃 + 𝑅02𝑢0 𝐿 𝑟 𝜌𝑐𝑝𝑣 𝑇0 1 𝑅0 atau 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜃 + 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇0 +1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑇𝑓− 𝑇0 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝜃 + 𝑇0𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝑇0
Selanjutnya substitusikan pengskalaan di atas ke ruas kanan persamaan (2.4) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 𝑇𝑓− 𝑇0 𝜃 + 𝑇0 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝑘 𝜕 𝜕𝑟 𝑇𝑓− 𝑇0 𝜃 + 𝑇0 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 1 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 + 𝑇0𝑘 𝜕 𝜕𝑧 + 1 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 + 𝑇0𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟
Jika ruas kiri sama dengan ruas kanan persamaan (2.4), maka diperoleh persamaan berikut: 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜃 + 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝑇0 +1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑇𝑓− 𝑇0 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝜃 + 𝑇0𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝑇0 = 1 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝑇𝑓− 𝑇0 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 + 𝑇0𝑘 𝜕 𝜕𝑧 + 1 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 + 𝑇0𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 atau 1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝜃 + 𝑇0 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 +1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝜃 + 𝑇0 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝑇0 = 1 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 + 𝑇0 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 + 1 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 + 𝑇0 𝑇𝑓 − 𝑇0 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 atau
1 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 𝜃 +⊖ 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝜃 +⊖ 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑟 𝑣 𝑇0 = 1 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 +⊖ 𝑘 𝜕 𝜕𝑧 + 1 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 +⊖ 𝑘𝑟 𝜕 𝜕𝑟 atau 𝜌𝑐𝑝𝑢0𝑅0 2 𝜋ℎ𝑓𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝜃 +⊖ 𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝜃 +⊖ 𝑟 𝑣 = 𝑅0𝑘 2 𝜋ℎ𝑓 1 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝜕𝜃 𝜕𝑧 +⊖ 𝜕 𝜕𝑧 + 𝑅0𝑘 2 𝜋ℎ𝑓 1 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜕𝜃 𝜕𝑟 +⊖ 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 atau 1 ℋ𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝜃 +⊖ 𝑢 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝜃 +⊖ 𝑟 𝑣 = 𝑘 2 𝜋ℎ𝑓𝐿 𝛿 𝜕 𝜕𝑧 𝜕𝜃 𝜕𝑧 +⊖ 𝜕 𝜕𝑧 + 1 2 𝜋 1 𝐵𝑖 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜕𝜃 𝜕𝑟 +⊖ 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 atau 𝛼𝜇𝛼𝐷 ℋ𝑓 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝜃 +⊖ + 1 𝑟 1 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝜃 +⊖ = 1 2 𝜋 1 𝐵𝑖 𝛿 𝜕 𝜕𝑧 𝜕 𝜕𝑧 𝜃 +⊖ + 𝛼𝜇𝛼𝐷 𝛿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝜃 +⊖ Penurunan persamaan (2.18)
Substitusikan pengskalaan di atas ke dalam ruas kiri persamaan (2.5) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝑢0𝑢 𝑐0 0 𝑐 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝑅0𝑢0 𝐿 𝑣 𝑐0 0 𝑐 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 𝑢0𝑐0 0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 𝑢0𝑐0 0 𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐
Selanjutnya substitusikan pengskalaan di atas ke ruas kanan persamaan (2.5) diperoleh bentuk berikut:
𝜕 𝜕𝑧 𝐷∞𝐷 𝜕𝜕𝑧 𝑐0 0 𝑐 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑧+ 1 𝑅0𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑅0𝑟 𝐷∞𝐷 𝜕𝜕𝑟 𝑐0 0 𝑐 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝜕𝑟 atau 𝐷∞𝑐0 0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 𝐷∞𝑐0 0 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟
Jika ruas kiri sama dengan ruas kanan persamaan (2.5), maka diperoleh persamaan berikut: 𝑢0𝑐0 0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 𝑢0𝑐0 0 𝐿 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐 = 𝐷∞𝑐0 0 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 𝐷∞𝑐0 0 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 atau 𝑢0 𝐿 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐 = 𝐷∞ 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 𝐷∞ 𝑅02 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 atau 𝑢0𝑅02 𝐿𝐷∞ 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐 = 𝑅02 𝐿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟 atau 𝒫 𝜕 𝜕𝑧 𝑢 𝑐 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝑣 𝑐 = 𝛿2 𝜕 𝜕𝑧 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑧 + 1 𝑟 𝜕 𝜕𝑟 𝑟 𝐷 𝜕𝑐 𝜕𝑟
Lampiran 2
Penurunan persamaan (3.1)
Tinjau persamaan (2.31) berikut: 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑠𝜇 .
Karena 𝜇 = 𝑒−𝛼𝜇𝜃, maka persamaan (2.31) menjadi
𝑠𝑧 = − 2 𝐹 𝑠 𝑒−𝛼𝜇𝜃 atau 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑠 𝑒𝛼𝜇𝜃 atau 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑠 𝑒𝛼𝜇𝜃 1 atau 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑠 𝑒𝛼𝜇𝜃 𝑒−𝛼𝜇 𝑒𝛼𝜇 atau 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑠 𝑒𝛼𝜇 𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃) atau 𝑠𝑧 = −2 𝐹 𝑒 𝛼𝜇 ln 𝐷𝑟 ln 𝐷𝑟 𝑠 𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃) atau 𝑠𝑧 = −ℱ ln 𝐷𝑟 𝑠 𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃). Penurunan persamaan (3.2)
Tinjau persamaan (2.32) berikut
𝜃𝑧 = 𝑠2 1 [ ℋ𝑓 1 − 𝜃 𝐻 𝑙 − 𝑧 − ℋ𝑐𝜃𝐻 𝑧 − 𝑙 ],
atau
𝜃𝑧 = 𝑠 [ ℋ𝑓 1 − 𝜃 𝐻 𝑙 − 𝑧 − ℋ𝑐𝜃𝐻 𝑧 − 𝑙 ]
Karena 𝑙 = 1, maka ℋ𝑐 = 0 sehingga diperoleh
𝜃𝑧 = 𝑠 [ ℋ𝑓 1 − 𝜃 . 1 − 0 . 𝜃. 1]
atau
Penurunan persamaan (3.3) Karena 𝑠𝑧 𝜃𝑧 = 𝑑𝑠 𝑑𝑧 𝑑𝜃 𝑑𝑧 = 𝑑𝑠 𝑑𝜃 ,
maka dengan menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2) diperoleh 𝑑𝑠 𝑑𝜃= − ℱ ln 𝐷𝑟 𝑠 𝑒−𝛼𝜇(1−𝜃) ℋ𝑓 𝑠 1 − 𝜃 atau 𝑑𝑠 𝑑𝜃= − ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑠 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 (1 − 𝜃) Penurunan persamaan (3.5)
Tinjau persamaan (3.3) berikut 𝑑𝑠 𝑑𝜃= − ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑠 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 (1 − 𝜃) atau 𝑑𝑠 𝑠= − ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 1 − 𝜃 𝑑𝜃
Jika kedua ruas persamaan di atas diintegralkan terhadap 𝜃, maka diperoleh 𝑑𝑠 𝑠12 = −ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 1 − 𝜃 𝑑𝜃 atau 2 𝑠 = −ℱ ln 𝐷ℋ 𝑟 𝑓 𝑒−𝑥 1 − 𝜃 − 𝑑𝑥 𝛼𝜇
Selanjutnya misalkan 𝑥 = 𝛼𝜇 1 − 𝜃 , maka 𝑑𝑥 = −𝛼𝜇 𝑑𝜃 sehingga diperoleh
2 𝑠 = ℱ ln 𝐷ℋ 𝑟 𝑓 𝑒−𝑥 𝑥 𝑑𝑥 atau 2 𝑠 = ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 𝑥 −1 − 1 𝑒−𝑥 + 𝑐 atau
4𝑠 = −ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 1 − 𝑥 −1 𝑒−𝑥 + 𝑐 2 atau 4𝑠 = −ℱ ln 𝐷𝑟 ℋ𝑓 1 − (𝛼𝜇 1 − 𝜃 )−1 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 + 𝑐 2 atau 𝑠 𝜃 = −ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 1 − 𝜃 −1 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 + 𝑐 2 Jika syarat batas 𝑠 (0) = 1 digunakan, maka
𝑠 0 = −ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 −1 𝑒−𝛼𝜇 + 𝑐 2 = 1 memberikan 𝑐 = 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 −1 𝑒−𝛼𝜇 sehingga 𝑠 = −ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 1 − 𝜃 −1 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 + 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 −1 𝑒−𝛼𝜇 2 atau 𝑠 = 1 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 1 − 𝜃 −1 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 1 − 𝛼𝜇 −1 𝑒−𝛼𝜇 2 atau 𝑠 = 1 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑒−𝛼𝜇 1−𝜃 𝛼𝜇 1−𝜃 𝑑 𝛼𝜇 1 − 𝜃 − 𝑒−𝛼𝜇 𝛼𝜇 𝑑 𝛼𝜇 2 atau
𝑠 = 1 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑒−𝑥 𝑥 𝑑𝑥 ∞ 𝛼𝜇 1−𝜃 − 𝑒−𝑥 𝑥 𝑑𝑥 ∞ 𝛼𝜇 2 atau 𝑠 = 1 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 − 𝐸1 𝛼𝜇 2 dengan 𝐸1 𝑧 = 𝑧∞ 𝑒𝑥−𝑥 𝑑𝑥
Lampiran 3
Penurunan persamaan (3.6)
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.5) ke dalam persamaan (3.2) berikut 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 𝑠 1 − 𝜃 diperoleh 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 − ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 − 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 Penurunan persamaan (3.8)
Tinjau persamaan (3.7) berikut 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 − 𝜃 atau 𝑑𝜃 𝑑𝑧 = ℋ𝑓 1 − 𝜃 atau 𝑑𝜃 1 − 𝜃 = ℋ𝑓 𝑑𝑧
Jika kedua ruas persamaan di atas diintegralkan terhadap z, maka diperoleh − ln 1 − 𝜃 = ℋ𝑓 𝑧 atau ln 1 − 𝜃 = −ℋ𝑓 𝑧 atau 1 − 𝜃 = 𝑒−ℋ𝑓 𝑧 atau 𝜃 = 1 − 𝑒−ℋ𝑓 𝑧 Penurunan persamaan (3.9)
Tinjau persamaan (3.6) berikut 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 − ℱ ln 𝐷𝑟
2 ℋ𝑓 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 − 𝐸1 𝛼𝜇 1 − 𝜃 Karena 𝐸1 𝑧 ~ − ln 𝑧 − 𝛾, maka persamaan (3.6) menjadi
𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 − ℱ ln 𝐷𝑟
atau 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 ln 𝛼𝜇 1 − 𝜃 + 𝛾 − ln 𝛼𝜇 − 𝛾 1 − 𝜃 atau 𝜃𝑧 = ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 ln 𝛼𝜇 1 − 𝜃 + 𝛾 1 − 𝜃 Penurunan persamaan (3.10)
Karena 𝛼𝜇 1 − 𝜃 = 𝑒−ℱ ln 𝐷𝑟2 ℋ𝑓 𝜃 , maka persamaan (3.9) menjadi
𝛼𝜇𝜃 = 𝛼𝜇 − 𝑒− 2 ℋ𝑓 ℱ ln 𝐷𝑟 𝜃 atau 𝜃 = 1 − 𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝜃 𝛼𝜇
Jika persamaan di atas diturunkan terhadap z pada kedua ruas, maka diperoleh −𝑒
−ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓
𝑟
𝛼𝜇 𝜃 𝑧 = 𝜃𝑧
Jika persamaan (3.9) digunakan, maka diperoleh −𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝛼𝜇 𝜃 𝑧 = ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑙𝑛 𝛼𝜇 1 − 𝜃 + 𝛾 1 − 𝜃 atau −𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝛼𝜇 𝜃 𝑧 = ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑙𝑛 𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝜃 + 𝛾 𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝛼𝜇 𝜃 atau 𝜃 𝑧 = −ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑙𝑛 𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 𝜃 + 𝛾 𝜃 atau 𝜃 𝑧 = −ℋ𝑓 1 + ℱ ln 𝐷𝑟 2 ℋ𝑓 𝑙𝑛 𝑒 −ℱ ln 𝐷2 ℋ𝑓 𝑟 + ln 𝜃 + 𝛾 𝜃 atau