• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN STRATEGI PENANGANAN HOTSPOT PADA SETIAP PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN STRATEGI PENANGANAN HOTSPOT PADA SETIAP PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

STRATEGI PENANGANAN HOTSPOT PADA SETIAP PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

TIM PENELITI

Dr. Rosalina Kumalawati, S.Si., M.Si Dr. Herry Porda Nugroho Putra, M.Pd

Dr. Deasy Arisanty, M.Sc Dr. Dian Masita Dewi, SE., MM

Ellyn Normelani, S.Pd., M.Pd

PUSAT STUDI BENCANA

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kesempatan dan kemudahan bagi peneliti untuk menyelesaikan laporan penelitian ini. Peneliti sangat menyadari proses penyusunan laporan penelitian ini tidak ringan. Karya ini adalah sebuah penanda kecil bahwa proses belajar pernah berlangsung.

Laporan penelitian ini dapat terselesaikan atas dukungan beberapa pihak. Peneliti memberikan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada beliau Prof. Dr. Ir. H.Yudi Firmanul Arifin, M.Sc selaku Wakil Rektor IV Universitas Lambung Mangkurat yang selalu memotivasi peneliti dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Peneliti banyak belajar dari beliau tidak hanya bidang akademik saja namun pelajaran non akademik yang sangat berharga. Penghargaan juga diberikan kepada Prof. Dr. Ir. H. M. Arief Soendjoto, M.Sc selaku Ketua Lembaga Penelitian UNLAM, Prof. Wahyu selaku Dekan FKIP UNLAM Banjarmasin, Drs. H. Sidharta Adyatma, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNLAM Banjarmasin, dan kepada teman-teman dosen, atas dukungan data dan informasi serta kesediannya berdiskusi. Kepada pihak-pihak lain yang telah memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian dan penyelesaian penulisan laporan penelitian ini diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

Semoga laporan penelitian ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan penelitian yang telah disusun ini dapat berguna bagi peneliti maupun semua orang yang membacanya. Sebelumnya peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Peneliti mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Banjarmasin, 8 Januari 2016 Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 4 1.5. Batasan Istilah ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN ... 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1. Kebakaran Hutan ... 6

2.1.2. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan ... 6

2.1.3. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut .. 8

2.1.4. Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut ... 9

2.1.5. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut ... 10

2.2. Kerangka Penelitian ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN ... 14

3.1. Lokasi dan Obyek Penelitian ... 14

3.2. Bahan atau Materi Penelitian ... 14

3.3. Pengukuran Variabel Penelitian ... 15

3.4. Tahapan Penelitian ... 16

BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH ... 20

4.1. Letak, Luas dan Batas Kabupaten Banjar ... 20

4.2. Penduduk ... 20

4.3. Iklim ... 22

4.4. Topografi dan Geologi ... 23

4.5. Penggunaan Lahan ... 24

4.6. Kegiatan Ekonomi Masyarakat ... 25

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1. Karakteristik Responden ... 36

5.1.1. Umur ... 36

5.1.2. Tingkat Pendidikan ... 38

5.1.3. Jenis Kelamin ... 39

(6)

5.1.5. Agama ... 42 5.1.6. Jenis Pekerjaan ... 43 5.1.7. Jumlah Anak ... 44 5.2. Sebaran Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan akibat

Kebakaran Hutan dan Lahan ... 44 5.2.1. Sebaran Hotspot Setiap Kecamatan di Kabupaten

Banjar ... 44 5.2.2. Jumlah Hotspot Setiap Penggunaan Lahan di

Kabupaten Banjar ... 46 5.2.3. Jumlah Hotspot Berdasarkan Batas Kecamatan dan

Penggunaan Lahan di Kabupaten Banjar ... 48 5.3. Penyebab terjadinya Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan

akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 50 5.3.1. Faktor Manusia ... 54 5.3.2. Faktor Alam ... 57 5.4. Strategi Penanganan Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan

akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 57 BAB VI. KESIMPULAN ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta Sebaran Titik Panas (BMKG, 2015) ... 1

Gambar 2.1. Tipe Kebakaran Bawah di Lahan Gambut ... 9

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran ... 13

Gambar 5.1. Jumlah Responden Berdasarkan Umur ... 37

Gambar 5.2. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Gambar 5.3. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Gambar 5.4. Jumlah Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 41

Gambar 5.5. Jumlah Responden Berdasarkan Agama ... 42

Gambar 5.6. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 43

Gambar 5.7. Jumlah Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 44

Gambar 5.8. Kecamatan dan Hotspot Bulanan di Kabupaten Banjar Tahun 2015 ... 46

Gambar 5.9. Gambar Jumlah Hotspot pada setiap Penggunaan Lahan Bulan Juli-November di Kabupaten Banjar Tahun 2015 ... 47

Gambar 5.10. Karakteristik Kebakaran di Gambut ... 50

Gambar 5.11. Karakteristik Kebakaran di Lahan Gambut ... 51

Gambar 5.12. Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Gambut ... 52

Gambar 5.13. Hubungan Regresi Linear Laju Pembakaran dengan Kadar Air Gambut (Syaufina et al, 2004b) ... 53

Gambar 5.14. Penyebab Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Banjar ... 54

Gambar 5.15. Deteksi Dini Merupakan Salah Satu Strategi untuk Mengurangi Jumlah Hotspot ... 61

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk di Kalimantan Selatan Tahun 2014 ... 3

Tabel 4.1. Luas Kabupaten Banjar menurut Kecamatan Tahun 2014 ... 21

Tabel 4.2. Jumlah penduduk di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013 ... 21

Tabel 4.3. Curah hujan di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013 ... 22

Tabel 4.4. Kelembaban Udara Tahun 2012... 23

Tabel 4.5. Kecepatan Angin tahun 2012 ... 24

Tabel 4.6. Penggunaan Lahan di Kabupaten Banjar ... 25

Tabel 4.7. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Banjar ... 26

Tabel 4.8. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Ladang di Kabupaten Banjar ... 27

Tabel 4.9. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah dan Ladang di Kabupaten Banjar ... 28

Tabel 4.10. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Jagung di Kabupaten Banjar ... 29

Tabel 4.11. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kedelai di Kabupaten Banjar ... 29

Tabel 4.12. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kacang Tanah di Kabupaten Banjar ... 30

Tabel 4.13. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kacang Hijau di Kabupaten Banjar ... 31

Tabel 4.14. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Kayu di Kabupaten Banjar ... 32

Tabel 4.16. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Banjar ... 33

Tabel 4.17. Komoditas Perkebunan Rakyat di Kabupaten Banjar ... 35

Tabel 4.18. Produksi Perikanan Laut, Perikanan Darat, dan Budidaya di Kabupaten Banjar ... 34

Tabel 5.1. Jumlah Responden Berdasarkan Umur ... 37

Tabel 5.2. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 5.3. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Tabel 5.4. Jumlah Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 41

Tabel 5.5. Jumlah Responden Berdasarkan Agama ... 42

Tabel 5.6. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 43

Tabel 5.7. Jumlah Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 44

Tabel 5.8. Tabel Kecamatan dan Hotspot Bulanan di Kabupaten Banjar Tahun 2015 ... 45

Tabel 5.9. Tabel Jumlah Hotspot pada setiap Penggunaan Lahan Bulan Juli-November di Kabupaten Banjar Tahun 2015 ... 47

Tabel 5.10. Tabel Penggunaan Lahan dan Jumlah Hotspot pada Setiap Kecamatan di Bulan Juli-November 2015 ... 49

Tabel 5.11. Karakteristik Kebakaran di Lahan Gambut ... 51

(9)

Tabel 5.13. Penyebab Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan di

Kabupaten Banjar ... 54 Tabel 5.14. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Akibat Kegiatan

Manusia ... 55 Tabel 5.15. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Akibat Faktor Alam ... 57 Tabel 5.16. Strategi Penanganan Hotspot di Kabupaten Banjar ... 58 Tabel 5.17. Deteksi Dini Merupakan Salah Satu Strategi untuk

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa disebabkan oleh alam, manusia, dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Sudibyakto, 2011). Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia selalu terjadi pada musim kemarau, yaitu pada bulan Agustus, September, dan Oktober, atau pada masa peralihan (transisi). Wilayah hutan dan lahan di Indonesia yang berpotensi terbakar antara lain di Pulau Sumatera (Riau, Jambi, Sumut, dan Sumsel) dan di Pulau Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan) (Lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Peta Sebaran Titik Panas (BMKG, 2015)

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan

(11)

sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus, gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana kebakaran ini merusak tajuk pohon.

Faktor kegiatan manusia yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan ada dua yaitu faktor kelalaian manusia yang sedang melaksanakan aktivitasnya di dalam hutan dan karena faktor kesengajaan, yaitu kesengajaan manusia yang membuka lahan dan perkebunan dengan cara membakar. Kebakaran hutan dan lahan karena faktor kelalaian manusia jauh lebih kecil dibanding dengan faktor kesengajaan membakar hutan dan lahan. Pembukaan lahan dengan cara membakar dilakukan pada saat pembukaan lahan baru atau untuk peremajaan tanaman industry pada wilayah hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar biayanya murah, tapi jelas cara ini tidak bertanggung jawab dan menimbulkan dampak yang sangat luas. Kerugian yang ditimbulkannya juga sangat besar.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi Kalimantan Selatan termasuk cukup besar karena kondisi eksisting wilayah yang sebagian besar adalah kawasan hutan dan lahan gambut yang mudah terbakar. Kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Kalimantan Selatan selain dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan penyakit infeksi pada saluran pernapasan (ispa) juga dapat menganggu kelancaran transportasi akibat visibility yang jelek terutama transportasi udara. Salah satu kabupaten yang dekat dengan bandara dan mengalami kebakaran hutan dan lahan yang cukup tinggi adalah Kabupaten Banjar. Kabupaten Banjar mempunyai jumlah penduduk 545.397 jiwa, mempunyai jumlah penduduk terbesar kedua setelah Kota Banjarmasin (BPS, 2015) (lihat Tabel 1.1). Kabupaten Banjar merupakan kawasan dengan kondisi eksisting yang sebagian besar berupa kawasan hutan dan lahan gambut yang

(12)

mudah terbakar, hal tersebut jika tidak diimbangi dengan meningkatkan kewaspadaan dengan mengenali kerentanan dalam menghadapi bencana kebakaran dikhawatirkan dampak dan kerugian menjadi lebih besar. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Strategi Penanganan Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan”.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kalimantan Selatan Tahun 2014

Kabupaten Jumlah Penduduk (Jiwa)

Tanah Laut 319098

Kotabaru 314492

Banjar 545397

Barito Kuala 294109

Tapin 179166

Hulu Sungai Selatan 224474

Hulu Sungai Tengah 257107

Hulu Sungai Utara 222314

Tabalong 235777 Tanah Bumbu 315815 Balangan 121318 Kota Banjarmasin 666223 Kota Banjarbaru 227500 JUMLAH 3922790 Sumber : BPS, 2015 1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian?

2. Bagaimana terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian?

3. Bagaimana strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian?

(13)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Identifikasi sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian,

2. Mengetahui penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian,

3. Mengetahui strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di daerah penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan khasanah pengetahuan dan memberikan informasi terkait Strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi wahana bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan masyarakat dan memperkaya wawasan yang sangat bermanfaat untuk pengembangan profesionalisme karier peneliti. 3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dan pusat dalam penanggulangan hutan dan lahan di Indonesia dan juga memberikan informasi bagi stakeholder dalam penanggulangan bencana asap. 4. Manfaat bagi Universitas Lambung Mangkurat dalam hal ini Pusat Studi

penanggulangan Bencana adalah memberikan kontribusi dalam penanggulangan bencana asap.

1.5. Batasan Istilah

Beberapa istilah khusus banyak digunakan dalam penelitian ini. Istilah khusus digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena khas yang berkaitan dengan objek penelitian. Istilah khusus mempunyai arti atau makna khusus yang

(14)

berbeda dengan pemahaman awam. Istilah khusus yang digunakan dalam penelitian khususnya dalam lingkup kebencanaan:

Bahaya adalah suatu peristiwa fisik yang berpotensi merusak, fenomena atau

aktivitas manusia yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan kemungkinan terjadinya dalam jangka waktu tertentu dan dalam daerah tertentu, dengan intensitas yang diberikan (Alkema D.dkk, 2009).

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa disebabkan oleh alam,

manusia, dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Sudibyakto, 2011).

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan

lahandilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan sering menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Kabut asap termasuk fenomena bencana yang di akibatkan oleh asap kebakaran

hutan yang besar, dan kebakaran lahan gambut.

Elemen risiko adalah semua benda, orang, hewan, kegiatan, yang mungkin

dipengaruhi oleh fenomena yang berbahaya, di daerah tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk: gedung, fasilitas, penduduk, ternak, kegiatan ekonomi, pelayanan publik, dan lingkungan (Westen dkk, 2009).

Kerentanan sebagai karakteristik dan keadaan masyarakat, sistem atau aset yang

membuatnya rentan terhadap efek yang merusak dari bahaya atau merupakan konsekuensi dari sebuah kondisi yang ditentukan oleh faktor atau proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan, yang meningkatkan kemungkinan masyarakat terkena ancaman (Westen dkk, 2009).

Kerawanan didefinisikan sebagai probabilitas keruangan suatu wilayah mengalami bencana (Scheinerbauer dan Ehrlich, 2004 dalam Thywissen, 2006).

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kebakaran Hutan

Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya. Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.

2.1.2. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain (Rasyid F, 2014):

a. Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan

Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi dan coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan.

b. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan

Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas sistem pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya

(16)

pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.

c. Pembalakan liar atau illegal logging.

Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran hutan.

d. Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

Kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan. Ternak (terutama sapi) menjadi salah satu bentuk usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal penggembalaan merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan kualitas yang bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi biasanya masyarakat membakar kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal padang rumput terbakar akan tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya tinggi.

e. Perambahan hutan

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

f. Sebab lain

Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjadinya kebakaran adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya

(17)

masyarakat mempunyai interaksi yang tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah kebiasaan penduduk mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka menyalakan rokok. Dengan tidak sadar mereka membuang puntung rokok dalam kawasan hutan yang mempunyai potensi bahan bakar melimpah sehingga memungkinkan terjadi kebakaran.

2.1.3. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut

Kebakaran hutan/lahan di Indonesia umumnya (99,9%) disebabkan oleh manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaiannya. Sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut :

a. Konversi lahan : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari kegiatan penyiapan (pembakaran) lahan untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain lain;

b. Pembakaran vegetasi : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat, misalnya : pembukaan areal HTI dan Perkebunan, penyiapan lahan oleh masyarakat;

c. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam : kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari aktivitas selama pemanfaatan sumber daya alam. Pembakaran semak belukar yang menghalangi akses mereka dalam pemanfaatan sumber daya alam dan pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar, pencari ikan di dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api akan menimbulkan kebakaran;

d. Pembuatan kanal-kanal/saluran-saluran di lahan gambut: saluran-saluran ini umumnya digunakan untuk sarana transportasi kayu hasil tebangan maupun irigasi. Saluran yang tidak dilengkapi pintu kontrol air yang memadai menyebabkan lari/lepasnya air dari lapisan gambut sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar;

e. Penguasaan lahan, api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau bahkan menjarah lahan “tidak bertuan” yang terletak di dekatnya.

(18)

Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Tipe kebakaran bawah di daerah gambut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tipe Kebakaran Bawah di Lahan Gambut

Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan. Banyaknya jumlah bahan bakar yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan lingkungan yang luas. Untuk itu, agar dampak lingkungan yang ditimbulkannya kecil, maka penggunaan api dan bahan bakar pada penyiapan lahan haruslah diatur secara cermat dan hati-hati. Untuk menyelesaikan masalah ini maka manajemen penanggulangan bahaya kebakaran harus berdasarkan hasil penelitian dan tidak lagi hanya mengandalkan dari terjemahan textbook atau pengalaman dari negara lain tanpa menyesuaikan dengan keadaan lahan di Indonesia (Saharjo, 2000).

2.1.4. Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut

Kebakaran gambut tergolong dalam kebakaran bawah (ground fire). Pada tipe ini, api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tanpa dipengaruhi oleh angin. Api membakar bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan. Kebakaran bawah ini tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya api berasal dari permukaan, kemudian menjalar ke bawah membakar

(19)

bahan organik melalui pori-pori gambut. Potongan-potongan kayu yang tertimbun gambut sekalipun akan ikut terbakar melalui akar semak belukar yang bagian atasnya terbakar. Dalam perkembangannya, api menjalar secara vertikal dan horizontal berbentuk seperti cerobong asap. Akar dari suatu tegakan pohon di lahan gambut dapat terbakar, sehingga jika akarnya hancur pohon menjadi labil dan akhirnya tumbang. Gejala tumbangnya pohon yang tajuknya masih hijau dapat atau bahkan sering dijumpai pada kebakaran gambut. Mengingat tipe kebakaran yang terjadi di dalam tanah dan hanya asapnya saja yang muncul di permukaan, maka kegiatan pemadaman akan mengalami banyak kesulitan. Pemadaman secara tuntas terhadap api di dalam lahan gambut hanya akan berhasil, jika pada lapisan gambut yang terbakar tergenangi oleh air. Untuk mendapatkan kondisi seperti ini tentunya diperlukan air dalam jumlah yang sangat banyak misalnya dengan menggunakan stick pump atau menunggu sampai api dipadamkan oleh hujan deras secara alami.

2.1.5. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut

Kebakaran hutan/lahan gambut secara nyata menyebabkan terjadinya degradasi/rusaknya lingkungan, gangguan terhadap kesehatan manusia dan hancurnya sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dampak kebakaran akan menyebabkan :

a. Penurunan kualitas fisik gambut

Penurunan kualitas fisik gambut meliputi penurunan porositas total, penurunan kadar air tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya kerapatan lindak. Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah selain ditentukan oleh lama dan frekuensi terjadinya kebakaran, derajat kerusakan/dekomposisi yang ditimbulkan, juga akibat dari pemanasan yang terjadi di permukaan yang dipengaruhi oleh ketersediaan bahan bakar. Salah satu bentuk nyata akibat adanya pemanasan/kebakaran pada bagian permukaan adalah adanya penetrasi suhu ke bawah permukaan, hal ini akan lebih parah lagi jika apinya menembus lapisan gambut yang lebih dalam. Meningkatnya suhu permukaan sebagai akibat adanya kebakaran yang suhunya dapat mencapai lebih dari 1000°C akan berakibat pula pada meningkatnya suhu di bawah permukaan (gambut), sehingga akibatnya tidak

(20)

sedikit gambut yang terbakar. Terbakarnya gambut menyebabkan terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik maupun kimianya.

b. Perubahan sifat kimia gambut

Dampak kebakaran terhadap sifat kimia gambut juga ditentukan oleh tingkat dekomposisinya serta ketersediaan bahan bakar di permukaan yang akan menimbulkan dampak pemanasan maupun banyaknya abu hasil pembakaran yang kaya mineral. Perubahan yang terjadi pada sifat kimia gambut, segera setelah terjadinya kebakaran, ditandai dengan peningkatan pH, kandungan Ntotal, kandungan fosfor dan kandungan Basa total (Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium) tetapi terjadi penurunan kandungan C-organik. Namun peningkatan tersebut hanya bersifat sementara karena setelah beberapa bulan paska kebakaran (biasanya sekitar 3 bulan) maka akan terjadi perubahan kembali sifat kimia gambut, yaitu : terjadi penurunan pH, kandungan N-total, kandungan fosfor dan kandungan Basa total (Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium). Perubahan kualitas sifat kimia gambut setelah terjadinya kebakaran dipengaruhi oleh banyaknya abu yang dihasilkan dari pembakaran, drainase, adanya gambut yang rusak, berubahnya penutupan lahan serta aktivitas mikroorganisme. Perubahan ini selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi di atasnya.

c. Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut

Terganggunya proses dekomposisi tanah gambut karena mikroorganisme yang mati akibat kebakaran.

d. Hilang/musnahnya benih-benih vegetasi alam

Hilang/musnahnya benih-benih vegetasi alam yang sebelumnya terpendam di dalam lapisan tanah gambut, sehingga suksesi atau perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu atau berubah dan akhirnya menurunkan keanekaragaman hayati.

e. Rusaknya siklus hidrologi

Rusaknya siklus hidrologi seperti menurunkan kemampuan intersepsi air hujan ke dalam tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban tanah, dan meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan (surface run off). Kondisi demikian akhirnya menyebabkan terjadinya sedimentasi dan

(21)

perubahan kualitas air di sungai serta turunnya populasi dan keanekaragaman ikan di perairan. Kerusakan hidrologi di lahan gambut akan menyebabkan banjir pada musim hujan dan intrusi air laut pada musim kemarau yang semakin jauh ke darat. f. Pemanasan global dan menghasilkan emisi partikel yang berbahaya

Gambut menyimpan cadangan karbon [Box 2], apabila terjadi kebakaran maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai salah satu gas rumah kaca, karbondioksida merupakan pemicu terjadinya pemanasan global. Kebakaran hutan/lahan gambut akan menghasilkan CO2 dan CO dan sisanya adalah hidrokarbon. Gas CO dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dan sangat berperan sebagai penyumbang emisi gas-gas rumah kaca yang akan menyebabkan terjadinya pemanasan global. Disamping CO, peristiwa kebakaran hutan/lahan gambut juga menghasilkan emisi partikel yang tinggi dan membahayakan kesehatan manusia. Jumlah partikel yang dihasilkan dalam kebakaran hutan/lahan gambut akan bersatu dengan uap air di udara, sehingga terbentuklah kabut asap yang tebal dan berdampak luas. Berdasarkan studi ADB, kebakaran gambut pada tahun 1997 di Indonesia menghasilkan emisi karbon yang cukup banyak yaitu sebesar 156,3 juta ton (75% dari total emisi karbon) dan 5 juta ton partikel debu, namun pada tahun 2002 diketahui bahwa jumlah karbon yang dilepaskan selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 adalah sebesar 2,6 milyar ton.

2.2.Kerangka Pemikiran

Kebakaran lahan dan hutan yang ada di daerah gambut terjadi pada setiap penggunaan lahan yang ada. Kebakaran lahan dan hutan tersebut tidak melihat apakah jauh atau dekat dengan permukiman penduduk. Melihat hal tersebut diperlukan adanya penelitian untuk identifikasi sebaran hotspot, mengetahui penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan yang ada dan strategi penanganan hotspot. Strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan dapat diketahui maka harapannya peningkatan jumlah hotspot pada setiap penggunaan lahan dapat ditekan. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(22)

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Kebakaran Hutan dan Lahan

2. Penyebab terjadinya hotspot

Faktor Alami Faktor Kegiatan Manusia

3.Penanganan Hotspot

Strategi Penanganan Hotspot pada Setiap Penggunaan Lahan Akibat Kabakaran Hutan dan Lahan

1. Identifikasi sebaran hotspot

Keterangan:

Tujuan Umum Tujuan Khusus

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian adalah metode survei. Metode survei menurut Taken (1965, dalam Suharsimi, 1966), yaitu penelitian kritis untuk mendapatkan keterangan baik dan jelas terhadap permasalahan tertentu dalam daerah tertentu. Langkah-langkah dalam metode penelitian, yaitu (1) lokasi dan objek penelitian, (2) bahan atau materi penelitian, (3) pengukuran variabel penelitian, dan (4) tahapan penelitian meliputi (a) tahapan persiapan, (b) tahapan pengumpulan data, (c) tahapan analisis data, dan (d) tahapan penyajian.

3.1. Lokasi dan Obyek Penelitian

Kabupaten Banjar adalah merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan daerah penelitian menggunakan metode purposive, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

a. daerah yang dekat dengan bandara,

b. mempunyai jumlah penduduk terbesar kedua setelah Kota Banjarmasin (BPS, 2015),

c. merupakan kawasan dengan kondisi eksisting yang sebagian besar berupa kawasan hutan dan lahan gambut yang mudah terbakar,

3.2. Bahan atau Materi Penelitian

Jenis data yang digunakan adalah: a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data dengan menyusun kuesioner, meliputi:

1) Wawancara mendalam dan observasi lapangan

Wawancara mendalam dengan stakeholder utama (pemerintah dan masyarakat) dan stakeholder pendukung (kelembagaan masyarakat)

2) Kegiatan survei dan wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner

Survei dan wawancara terstruktur dilakukan pada rumah tangga yang sudah ditentukan menggunakan kuesioner. Kuesioner disusun lengkap dengan

(24)

petunjuk praktis untuk mengisi jawaban dan dikemas secara sederhana dengan bahasa yang mudah dipahami. Data pada tahap ini dikumpulkan dari responden melalui hasil kuesioner, pengamatan langsung, dan wawancara. Responden diminta memberikan informasi peristiwa kebakaran hutan dan lahan di daerahnya.

Penyusunan kuesioner awal dilakukan berdasarkan hasil survei lapangan di daerah penelitian. Kuesioner yang dibuat berdasarkan hasil survei lapangan selanjutnya dilakukan uji kesesuaian. Kuesioner yang sudah dilakukan uji kesesuaian diperoleh kuesioner akhir. Kuesioner akhir tersebut yang akan didistribusikan kepada responden.

b. Data Sekunder

3. Data sekunder diperoleh dari Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Banjar, BPBD, BNPB, BMKG, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), dan lembaga-lembaga terkait.

Data sekunder diperlukan untuk bahan analisis pada tujuan penelitian pertama karena bertujuan menyusun identifikasi sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan. Tujuan penelitian yang kedua, dan ketiga memerlukan data primer untuk mengetahui penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan serta mengetahui strategi penangan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan. Data primer dan sekunder juga diperlukan untuk analisis..

3.3. Pengukuran Variabel Penelitian

Pengukuran variabel penelitian dalam penelitian ini adalah : a. Identifikasi sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan,

Kajian penyebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan di di daerah penelitian dilakukan menggunakan data hotspot, data angin global yang diakses dari situs internet, Peta Adimistrasi dan Peta Penggunaan Lahan.

b. Mengetahui penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan Mengetahui penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan memerlukan adanya observasi secara langsung melalui pemantauan secara visual

(25)

ke lapangan dan juga kondisi asap dari permukaan, dan pengukuran secara insitu dilakukan. Selain itu perolehan data dan informasi dilakukan dengan cara investigasi dan wawancara dengan masyarakat di daerah penelitian, petugas pengamat cuaca, dan petugas kantor Dinas Meteorologi. Untuk memperkaya pemahaman tentang kondisi cuaca lokal, dilakukan diskusi dengan peneliti di kantor BMG di daerah penelitian.

c. Strategi penanganan terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan

Strategi penanganan terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan dapat diketahui setelah diperoleh peta sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan dan diketahui faktor penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan.

3.4. Tahapan Penelitian a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi :

1) studi literatur terkait dengan objek penelitian, untuk memahami, memperluas, dan memperdalam metode penelitian,

2) inventarisasi sumberdaya bahan, peralatan, dan sumberdaya manusia, 3) pengurusan izin,

4) penentuan variabel,

5) kompilasi data awal untuk pembuatan peta, 6) pembuatan peta dasar dari peta dan citra,

7) pengolahan citra dan peta sebelum pelaksanaan survei lapangan, 8) penyusunan kuesioner untuk pengumpulan data lapangan, 9) penentuan rancangan sampel penelitian,

10) survei pendahuluan/orientasi lapangan untuk pemahaman kondisi medan daerah penelitian dan untuk melengkapi data awal yang terkumpul.

b. Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data (tahap lapangan) meliputi:

1) pengumpulan data sekunder, seperti data sebaran hotspot, penggunaan lahan, monografi dan kependudukan,

(26)

3) wawancara dengan penduduk untuk memperoleh data

c. Tahap Analisis Data

Memerlukan beberapa tahapan analisis untuk menghasilkan strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di daerah penelitian, yaitu :

1) Sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan

Deteksi kejadian kebakaran yang paling cepat dalam penyediaan dan distribusi datanya yaitu data hotspot baik berupa lokasi hotspot (letak geografis) maupun peta sebaran hotspot. Data hotspot bahkan tersedia secara bebas dan mudah diakses dari internet. Sumber-sumber data hotspot yang dapat diakses dengan mudah seperti LAPAN (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional), Departemen Kehutanan Republik Indonesia, FFPMP (Forest Fire Prevention Management Project) dan sumber lain dari luar negeri. Data hotspot tersebut kemudian dioverlay dengan Peta Penggunaan Lahan sehingga dapat diketahui penyebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan. Peta Penggunaan Lahan dapat diperoleh dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

2) Penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan,

Mengidentikasi penyebab terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan menggunakan deskriptif kualitatif dengan mengkaji kondisi biofisik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat serta dilakukan monitoring data hotspot di daerah penelitian. Monitoring data hotspot dilakukan dengan menggunakan data Modis. Data Modis menggunakan dua satelit (Aqua dan Terra) yang berbeda untuk merekam suatu wilayah, sehingga wilayah tersebut dilintasi satelit sebanyak dua kali pada pagi dan sore hari.

3) Strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan

Terjadinya hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan dapat di atasi dengan cara identifikasi faktor-faktor pendukung sosial yang ada di masyarakat sekitar hutan dan lahan yang terbakar kaitannya dengan pencegahan kebakaran berbasis masyarakat di hutan rawa gambut dengan sasaran

(27)

: (1) Menganalisis masalah komunikasi antara fihak pelaksana lembaga formal dengan masyarakat sekitar hutan di tingkat lapangan (on site) atau di tingkat Desa dan Kecamatan, (2) Menganalisis potensi kearifan lokal masyarakat sekitar hutan dan lahan yang terbakar dalam melakukan pencegahan kebakaran, dan (3) Mempelajari peluang kolaborasi dalam memasukan inovasi pendidikan dan teknologi pencegahan kebakaran bagi masyarakat

Tidak semua data hotspot yang diterima ditindak lanjuti dengan investigasi lapangan. Investigasi dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

1) Pada data hotspot yang relatif terkumpul dan tersebar pada satu hamparan hanya dilakukan investigasi pada beberapa titik yang mewakili saja. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan contoh yang representatif dalam keterbatasan waktu dan sumber daya.

2) Pada data hotspot yang terjadi di wilayah kelola masyarakat khususnya pembukaan lahan pada satu hamparan, investigasi dilakukan di beberapa titik saja. Hal ini juga dilakukan untuk menghimpun contoh yang representatif karena keterbatasan waktu dan sumber daya.

3) Pada hotspot yang teridentifikasi di daerah gambut tebal dilakukan investigasi untuk semua hotspot. Kebakaran gambut dalam diprioritaskan karena berpotensi menimbulkan emisi karbon yang lebih besar.

4) Pada hotspot yang terjadi di daerah penting (seperti lokasi penanaman dan aset masyarakat), segera dilakukan investigasi. Hal ini dilakukan untuk memfasilitasi kajian resiko yang lebih baik dan dukungan pemulihan bagi masyarakat dan pengembangan rencana penanggulangan kebakaran untuk tiap-tiap desa.

5) Pada hotspot yang teridentifikasi pada pembukaan dan pembakaran ladang yang terkendali di tanah mineral, tidak dilakukan investigasi. Hal tersebut dikarenakan kebakaran yang terjadi di tanah mineral tidak mengarah pada emisi karbon yang besar.

6) Seluruh informasi kejadian kebakaran dari masyarakat disampaikan melalui Korlap. Berdasarkan informasi tersebut, tim investigasi akan melakukan penyelidikan dan pengecekan lapangan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk

(28)

menganalisa, antara lain: a) penyebab terjadinya kebakaran, b) motivasi dari penyebab kebakaran, dan c) luasan lahan yang terbakar.

d. Tahap Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk informasi spasial berupa peta sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan, grafik, foto, tabel, dan laporan hasil penelitian secara lengkap. Hasil penelitian meliputi Peta sebaran hotspot pada setiap penggunaan lahan dan strategi penanganan hotspot pada setiap penggunaan lahan akibat kebakaran hutan dan lahan.

(29)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Letak, Luas dan Batas Kabupaten Banjar

Kabupaten Banjar terletak di bagian selatan Provinsi Kalimantan Selatan, berada pada 114° 30' 20" dan 115° 33' 37" Bujur Timur serta 2° 49' 55" dan 3° 43' 38 Lintang Selatan. Luas wilayahnya 4.668,50 Km2atau sekitar 12,20 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan merupakan wilayah terluas ke 3 di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu.

Secara administratif, Kabupaten Banjar berbatasan dengan:

a. Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah Utara; b. Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu di sebelah Timur; c. Kabupaten Tanah Laut dan Kota Banjarbaru di sebelah Selatan, dan; d. Kabupaten Barito Kuala dan Kota Banjarmasin di sebelah Barat.

Berdasarkan data Kabupaten Banjar Dalam Angka Tahun 2014, Kabupaten Banjar terbagi ke dalam 19 wilayah Kecamatan, 290 Desa dan 13 Kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Aranio yaitu 1.166,35 Km² (24,98 %), dan yang memiliki luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Martapura Timur, yaitu 29,99 Km² (0,64 %) (lihat Tabel 4.1).

4.2. Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013 terdapat pada Tabel 4.2. Jumlah penduduk rata-rata terus meningkat selama 5 tahun terakhir dan jumlah penduduk terbanyak dimiliki oleh Kecamatan Martapura yaitu sebanyak 88935 jiwa pada tahun 2009, 101482 jiwa pada tahun 2010, 104973 jiwa pada tahun 2011,106962 jiwa pada tahun 2012 dan 107476 jiwa pada tahun 2013. Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Telaga Bauntung dengan jumlah penduduk 2831 jiwa pada tahun 2009, 3112 pada tahun 2010, 3136 pada tahun 2011, 3210 pada tahun 2012 dan 3289 pada tahun 2013.

(30)

Tabel 4.1. Luas Kabupaten Banjar menurut Kecamatan Tahun 2014

No. Kecamatan Jumlah Luas Wilayah

(Km2) Persentase (%) Desa Kelurahan 1. Aluh-aluh 19 0 82.48 1.77 2. Beruntung Baru 12 0 61.42 1.32 3. Gambut 14 2 129.30 2.77 4. Kertak Hanyar 13 3 45.83 0.98 5. Tatah Makmur 13 0 35.47 0.76 6. Sungai Tabuk 21 1 147.30 3.16 7. Martapura 26 7 42.03 0.90 8. Martapura Timur 20 0 29.99 0.64 9. Martapura Barat 13 0 149.38 3.20 10. Astambul 22 0 216.50 4.64 11. Karang Intan 26 0 215.53 4.61 12. Aranio 12 0 1.166.35 24.98 13. Sungai Pinang 11 0 458.65 9.82 14. Paramasan 4 0 560.85 12.01 15. Pengaron 12 0 433.25 9.28 16. Sambung Makmur 7 0 134.65 2.88 17. Mataraman 15 0 148.40 3.18 18. Simpang Empat 26 0 453.30 9.71 19. Telaga Bauntung 4 0 158.00 3.38 Jumlah 290 13 4.668.50 100.00

Sumber : BPS Kabupaten Banjar dalam Angka, 2014

Tabel 4.2. Jumlah penduduk di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013

Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)

2009 2010 2011 2012 2013 Aluh-aluh 29554 27285 27446 28033 28507 Beruntung Baru 14846 13181 13194 13504 13782 Gambut 31943 35956 36883 37775 38054 Kertak Hanyar 40612 38909 40359 41476 41447 Tatah Makmur 11129 10974 11076 11297 11646 Sungai Tabuk 54243 56869 58227 59739 59540 Martapura 88935 101482 104973 106962 107476 Martapura Timur 28539 29200 29623 29931 30449 Martapura Barat 21074 16972 17093 17375 17732 Astambul 35047 33009 33134 33886 34618 Karang Intan 30291 30679 31067 31724 32530 Aranio 8457 8246 8386 8545 8727 Sungai Pinang 13899 14511 14665 15027 15638 Paramasan 3807 4214 4313 4443 4722 Pengaron 15724 15764 15904 16252 16788 Sambung Makmur 10283 10562 10813 11057 12048 Mataraman 23482 23662 23867 24417 24739 Simpang Empat 33392 32252 32504 33344 34596 Telaga Bauntung 2831 3112 3136 3210 3289 Jumlah 498088 506839 516663 527997 536328

(31)

4.3. Iklim

Seperti halnya daerah lain yang termasuk dalam wilayah Indonesia, maka di Kabupaten Banjar juga hanya mengenal dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di Indonesia. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau di Indonesia. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik setelah melewati beberapa lautan, dan pada bulan-bulan tersebut biasanya terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober – November (BPS Kabupaten Banjar, 2013)

a. Curah hujan

Besarnya curah hujan di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013 terdapat ada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Curah hujan di Kabupaten Banjar tahun 2009-2013

Bulan CurahHujan (mm) 2009 2010 2011 2012 2013 Januari 384 358.9 369.8 276.7 270.8 Februari 148 365.9 232.9 304.8 199.1 Maret 212 284.6 394.6 304.4 300.5 April 279 327.5 294.6 215.2 261.1 Mei 237 177.3 123.5 89.1 252.6 Juni 22 195.2 97 8.2 95.5 Juli 73 122.7 42.5 133.2 86.3 Agustus 25 155.5 14.9 35.8 71 September 21 350.9 71.3 17.7 7.4 Oktober 189 197.4 104.9 163.6 20.5 November 292 375 176.9 130 230.2 Desember 287 224.6 570.3 491.4 269.7 Rata-Rata 181 261.3 207.8 180.8 172.1

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013

Curah hujan tertinggi berada pada bulan Januari yaitu sebesar 384 mm pada tahun 2009, 358,9 mm pada tahun 2010, 369,8 mm pada tahun 2011, 276,7mm pada tahun 2012 dan 270,8mm pada tahun 2013. Sedangkan curah hujan terendah berada pada bulan September yaitu sebesar 21mm pada tahun

(32)

2009, 350,9 mm pada tahun 2010, 71,3mm pada tahun 2011, 17,7mm pada tahun 2012 dan 7,4mm pada tahun 2013.

b. Kelembaban Udara Tahun 2012

Kelembaban udara di Kabupaten Banjar pada tahun 2012 terdapat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kelembaban Udara Tahun 2012

Bulan Kelembaban Relatif (%)

Maksimum Minimum Rata-Rata

Januari 96 60 85,5 Februari 97 63 83,7 Maret 96 61 84,2 April 98 61 83,9 Mei 98 55 82,4 Juni 96 61 83,1 Juli 96 55 85,2 Agustus 96 50 81,0 September 96 39 78,2 Oktober 96 39 80,8 November 96 56 83,9 Desember 96 56 83,0

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013

Kelembaban udara tertinggi berada pada bulan Januari dengan kelembaban maksimum 96%, kelembaban minimum 60% dan kelembaban rata-rata sebesar 85,5%. Sedangkan kelembaban udara terendah berada pada bulan September dengan kelembaban maksimum 96%, kelembaban minimum 39% dan kelembaban rata-rata sebesar 78,2%.

c. Kecepatan Angin Tahun 2012

Kecepatan angin di Kabupaten Banjar pada tahun 2012 terdapat pada Tabel 4.5. Kecepatan angin terbesar berada pada bulan Agustus dengan kecepatan maksimum 15,0 knot, kecepatan minimum 2,0 knot dan kecepatan rata-rata 5,0 knot. Sedangkan kecepatan angin terkecil berada pada bulan Februari dan Desember dengan kecepatan maksimum 10,0 knot, kecepatan minimum 2,0 knot dan kecepatan rata-rata 3,0 knot.

4.4.Topografi dan Geologi

Ketinggian wilayah Kabupaten ini berkisar antara 0–1.878 meter dari permukaan laut (dpl). Kabupaten Banjar mempunyai wilayah 35 % berada di ketinggian 0–7 m dpl; 55,54 % berada pada ketinggian 50–300 mdpl; dan 9,45 %

(33)

berada pada ketinggian > 300 m dpl. Topografi Kabupaten Banjar yang rendah menyebabkan aliran air pada permukaan tanah menjadi kurang lancer, sehingga sebagian wilayah selalu tergenang (29,93%), dan sebagian lagi (0,58%) tergenang secara periodik (http://bappeda.banjarkab.go.id/index.php/profil-daerah-2/).

Wilayah Kabupaten Banjar terbentuk dari batuan endapan alluvial, gambut, delta sungai dan rawa yang menyebar hampir di semua kecamatan, kecuali Kecamatan Aranio, Pengaron, Sungai Intan, Peramasan, dan Karang Intan. Bagian timur dari utara sampai selatan terletak di kaki Pegunungan Meratus yaitu Kecamatan Pengaron, Sungai Pinang, Paramasan, Aranio dan Karang Intan. Struktur geologi di Kecamatan Sungai Pinang dan Paramasan di bentuk oleh batuan Maesozoikum dan batuan kapur (http://bappeda.banjarkab.go.id/ index.php/profil-daerah-2/).

Tabel 4.5. Kecepatan Angin tahun 2012

Bulan KecepatanAngin (knot)

Maksimum Minimum Rata-Rata

Januari 16,0 2,0 4,0 Februari 10.0 2,0 3,0 Maret 12,0 2,0 4,0 April 13,0 2,0 4,0 Mei 12,0 2,0 4,0 Juni 14,0 2,0 4,0 Juli 12,0 2,0 4,0 Agustus 15,0 2,0 5,0 September 17,0 2,3 4,0 Oktober 17,0 2,2 4,0 November 14,0 2,0 4,0 Desember 10,0 2,0 3,0

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

4.5. Penggunaan Lahan

Kabupaten Banjar memiliki Luas wilayah ± 4.668,50 Km2 dengan penggunaan lahan sebagai berikut (Tabel 4. 6). Penggunaan lahan yang paling luas adalah kebun karet. Kebun karet banyak ditemui di Kecamatan Sungai Pinang. Penggunaan lahan lainnya yang termasuk banyak adalah kebun campuran. Kebun campuran banyak ditemui di Kecamaan Sungai Pinang juga. Penggunaan lahan berupa sawah banyak ditemui di Kecamatan Aluh-aluh. Tegalan banyak terdapat di Kecamatan Sungai Pinang, sedangkan ladang juga banyak dijumpai di

(34)

Kecamatan Sungai Pinang. Dengan demikian, Kecamatan Sungai Pinang mempunyai potensi yang baik untuk berbagai komoditas pertanian.

Tabel 4.6. Penggunaan Lahan di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Penggunaan Lahan (Hektar)

Kampung Sawah Tegalan Ladang Kebun

Campuran Kebun Karet Aluh-Aluh 510 7.481 - - 286 -Beruntung Baru 227 4.050 400 32 98 -Gambut 270 3.541 1.879 20 - -Kertak Hanyar 350 3.957 509 900 25 -Tatah Makmur - - - -Sungai Tabuk 545 5.685 641 2.000 523 -Martapura 300 61 309 394 1.395 80 MartapuraTimur 10 358 170 198 1.350 19 Martapura Barat 15 2.936 200 245 1.051 119 Astambul 260 477 1.755 645 2.359 5.282 Karang Intan 285 52 216 250 5.000 5.841 Aranio 20 - 500 675 9.500 4.576 Sungai Pinang 1.800 - 2.025 2.600 23.500 21.197 Paramasan - - - -Pengaron 640 - 600 550 1.518 11.083 Sambung Makmur 495 - 1.750 2.206 750 371 Mataraman 25 92 350 286 4.856 6.000 Simpang Empat 1.205 4.209 1.850 1.488 13.920 11.736 Telaga Bauntung - - - -Jumlah/Total 6.957 32.899 13.154 12.489 66.131 66.304

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

4.6. Kegiatan Ekonomi Masyarakat a. Sektor Pertanian

Pengembangan komoditas Pertanian di Kabupaten Banjar didasarkan pada potensi keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan teknis budidaya. Adapun komoditas tersebut digolongkan menjadi (http://bappeda.banjarkab.go.id/ index.php/profil-daerah-2/) :

1) Komoditas Unggulan : Padi, Jeruk, Pisang, Durian

2) Komoditas Dikembangkan : Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Sayuran 3) Komoditas Langka : Kasturi dan Mundar.

Agar komoditas komoditas tersebut bersesuaian dengan agroklimat yang ada, maka telah disusun pewilayahan komoditas sebagai berikut :

1) Padi : Semua Kecamatan.

2) Jagung, Kedelai, Kacang Tanah : Kecamatan Pengaron, Sei.Pinang, Simp. Empat, Karang Intan, Aranio, Mataraman, Paramasan dan Sambung Makmur.

(35)

3) Sayuran : Kecamatan Astambul, Martapura dan Sungai Tabuk. 4) Buah-buahan : Kecamatan Sungai Tabuk, Astambul

Beberapa komoditas pertanian di Kabupaten Banjar adalah: 1) Padi sawah

Produksi padi sawah di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah Tanam

(Ha)

Rusak

(Ha) Panen (Ha)

Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 7.703 112 7.320 30.546 41,73 Beruntung Baru 6.892 0 6.646 27.713 41,70 Gambut 10.022 2 9.661 40.447 41,87 Kertak Hanyar 3.411 0 3.289 13.217 40,19 Tatah Makmur 2.818 4 2.713 10.486 38,65 Sungai Tabuk 8.846 450 8.096 31.202 38,54 Martapura 1.165 2 1.121 4.598 41,20 MartapuraTimur 1.535 78 1.405 6.047 43,04 Martapura Barat 6.218 21 5.975 25.900 43,35 Astambul 5.048 20 4.848 18.978 39,15 Karang Intan 1.615 75 1.485 5.730 38,59 Aranio 5 0 5 19 38,00 Sungai Pinang 118 0 114 380 33,33 Paramasan 0 0 0 0 0 Pengaron 908 0 876 3.094 35,32 Sambung Makmur 548 0 528 2.050 38,83 Mataraman 2.315 0 2.232 9.252 41,45 Simpang Empat 6.495 80 6.186 23.140 37,41 Telaga Bauntung 200 0 193 637 33,01 Jumlah/Total 2012 65.862 844 62.693 253.436 40,42 Jumlah/Total 2011 58.325 2.009 56.316 220.633 39.18 Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Luas tanam padi sawah dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, yaitu 58325 Ha pada tahun 2011 menjadi 65862 Ha pada tahun 2012. Lahan padi sawah yang rusak mengalami penurunan yaitu 2009 Ha pada tahun 2011 menjadi 844 Ha pada tahun 2012. Peningkatan luas tanam dan penurunan luas lahan yang mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi padi sawah. Produksi padi sawah dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 220.633 ton menjadi 253.436 ton. Kecamatan Gambut dan Kecamatan Sungai Tabuk merupakan kecamatan penghasil padi sawah terbesar di Kabupaten Banjar.

(36)

2) Padi ladang

Produksi padi ladang di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.8, dan total produksi padi sawah dan padi ladang terdapat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.8. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Ladang di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Ladang Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 7 0 6 19 31,67 Martapura 0 0 0 0 0,00 MartapuraTimur 0 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 0 0 0 0 0,00 Karang Intan 232 0 232 790 34,05 Aranio 1.022 0 1.022 3.373 33,00 Sungai Pinang 4.195 4 4.191 13.958 33,30 Paramasan 1.315 0 1.315 4.340 33,00 Pengaron 1.300 2 1.298 4.322 33,30 Sambung Makmur 710 0 710 2.408 33,92 Mataraman 322 0 322 1.136 35,28 Simpang Empat 106 0 106 342 32,26 Telaga Bauntung 220 0 220 705 32,05 Jumlah/Total 2012 9.429 6 9.422 31.393 33,32 Jumlah/Total 2011 8.680 10 8.680 24.173 27.85

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Luas tanam padi ladang dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, yaitu 8680 Ha pada tahun 2011 menjadi 9429 Ha pada tahun 2012. Lahan padi ladang yang rusak mengalami penurunan yaitu 10 Ha pada tahun 2011 menjadi 6 Ha pada tahun 2012. Peningkatan luas tanam dan penurunan luas lahan padi ladang yang mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi padi ladang. Produksi padi ladang dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 24.173 ton menjadi 31.393 ton. Kecamatan Sungai Pinang merupakan kecamatan penghasil padi ladang terbesar di Kabupaten Banjar.

Luas tanam padi sawah dan ladang dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, yaitu 67005 Ha pada tahun 2011 menjadi 75291 Ha pada tahun 2012. Lahan padi sawah dan ladang yang rusak mengalami penurunan yaitu 2009 Ha pada tahun 2011 menjadi 850 Ha pada tahun 2012. Peningkatan

(37)

luas tanam dan penurunan luas lahan padi sawah dan ladang yang mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi padi sawah dan ladang. Produksi padi sawah dan padi ladang dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 244.806 ton menjadi 284.829 ton.

Tabel 4.9. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah dan Ladang di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Padi Sawah dan Ladang Tanam (Ha) Rusak

(Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 7.703 112 7.320 30.546 41,73 Beruntung Baru 6.892 0 6.646 27.713 41,70 Gambut 10.022 2 9.661 40.447 41,87 Kertak Hanyar 3.411 0 3.289 13.217 40,19 Tatah Makmur 2.818 4 2.731 10.486 38,65 Sungai Tabuk 8.853 450 8.102 31.221 38,53 Martapura 1.165 2 1.121 4.598 41,02 MartapuraTimur 1.535 78 1.405 6.047 43,04 Martapura Barat 6.218 21 5.975 25.900 43,35 Astambul 5.048 20 4.848 18.978 39,15 Karang Intan 1.847 75 1.717 6.520 37,97 Aranio 1.027 0 1.027 3.392 33,03 Sungai Pinang 4.313 4 4.305 14.338 33,31 Paramasan 1.315 0 1.315 4.340 33,00 Pengaron 2.208 2 2.174 7.416 34,11 Sambung Makmur 1.258 0 1.238 4.458 36,01 Mataraman 2.637 0 2.554 10.388 40,67 Simpang Empat 6.601 80 6.292 23.482 37,32 Telaga Bauntung 420 0 413 1.342 32,49 Jumlah/Total 2012 75.291 850 72.115 284.829 39,50 Jumlah/Total 2011 67.005 2.009 64.996 244.806 37,66

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013. 3) Produksi Jagung

Produksi jagung di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.10. Luas tanam jagung dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, yaitu 578 Ha pada tahun 2011 menjadi 756 Ha pada tahun 2012. Lahan jagung yang rusak mengalami penurunan yaitu 14 Ha pada tahun 2011 menjadi 10 Ha pada tahun 2012. Produksi jagung dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 894 ton menjadi 2.346 ton. Daerah penghasil jagung yang paling tinggi di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Sabung Makmur, yaitu dengan luas tanam 386 Ha, menghasilkan 1571 ton jagung.

4) Produksi kedelai

(38)

Tabel 4.10. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Jagung di Kab. Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Jagung Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 13 2 0 0 0,00 Martapura 44 0 40 168 42,00 MartapuraTimur 5 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0,00 Astambul 30 0 28 84 30,00 Karang Intan 65 0 50 200 40,00 Aranio 5 0 5 14 28,00 Sungai Pinang 78 8 40 179 44,75 Paramasan 8 0 0 0 0,00 Pengaron 30 0 16 64 40,00 Sambung Makmur 386 0 372 1.571 42,23 Mataraman 40 0 8 24 30,00 Simpang Empat 22 0 0 0 0,00 Telaga Bauntung 30 0 15 42 28,00 Jumlah/Total 2012 756 10 574 2.346 40,87 Jumlah/Total 2011 578 14 355 894 217

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Tabel 4.11. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kedelai di Kab. Banjar Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kedelai Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 6 4 1 1 11,20 Martapura 0 0 0 0 0,00 MartapuraTimur 0 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 0 0 0 0 0,00 Karang Intan 0 0 0 0 0,00 Aranio 2 0 0 0 0,00 Sungai Pinang 0 0 0 0 0,00 Paramasan 0 0 0 0 0,00 Pengaron 0 0 0 0 0,00 Sambung Makmur 1 0 1 1 11,20 Mataraman 0 0 0 0 0,0 Simpang Empat 0 0 0 0 0,00 Telaga Bauntung 5 0 3 3 11,30 Jumlah/Total 2012 14 4 5 5 11,16 Jumlah/Total 2011 200 80 120 135 11,16

(39)

Luas tanam kedelai dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami penurunan, yaitu 200 Ha pada tahun 2011 menjadi 14 Ha pada tahun 2012. Lahan kedelai yang rusak mengalami penurunan yaitu 80 Ha pada tahun 2011 menjadi 4 Ha pada tahun 2012. Produksi kedelai dari tahun 2011 ke 2012 mengalami penurunan yakni dari 135 ton menjadi 5 ton. Daerah penghasil kedelai di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Telaga Bauntung.

5) Produksi Kacang tanah

Produksi kacang tanah di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kacang Tanah di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kacang Tanah Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 0 0 0 0 0,00 Martapura 3 0 3 5 16,33 MartapuraTimur 0 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 0 0 0 0 0,00 Karang Intan 0 0 0 0 0,00 Aranio 1.105 0 1.105 1.350 12,22 Sungai Pinang 1.100 25 1.075 1.350 12,01 Paramasan 785 0 785 942 12,00 Pengaron 443 2 441 535 12,13 Sambung Makmur 1.110 0 1.110 1.318 11,87 Mataraman 22 0 22 27 12,27 Simpang Empat 12 0 22 27 12,27 Telaga Bauntung 35 0 25 31 12,40 Jumlah/Total 2012 4.615 27 4.588 5.526 12,04 Jumlah/Total 2011 4.632 25 4.607 5.385 11.69

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Luas tanam kacang tanah dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami penurunan, yaitu 4632 Ha pada tahun 2011 menjadi 4615 Ha pada tahun 2012. Lahan kedelai yang rusak mengalami kenaikan yaitu 25 Ha pada tahun 2011 menjadi 27 Ha pada tahun 2012. Produksi kacang tanah dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 5.385 ton menjadi 5.526 ton. Daerah penghasil kacang tanah di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Aranio, Kecamatan Sungai Pinang, dan Kecamatan Sambung Makmur.

(40)

6) Produksi Kacang Hijau

Produksi kacang hijau di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Kacang Hijau di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi kacang Hijau Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 3 0 0 0 0,00 Martapura 0 0 0 0 0,00 MartapuraTimur 0 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 0 0 0 0 0,00 Karang Intan 0 0 0 0 0,00 Aranio 0 0 0 0 0,00 Sungai Pinang 5 0 8 8 10,38 Paramasan 11 0 11 11 10,18 Pengaron 0 0 0 0 0,00 Sambung Makmur 6 0 6 6 10,50 Mataraman 0 0 0 0 0,00 Simpang Empat 2 0 2 2 10,00 Telaga Bauntung 6 0 6 6 10,22 Jumlah/Total 2012 33 0 33 34 10,34 Jumlah/Total 2011 23 0 23 23 10,34

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Luas tanam kacang tanah dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu 23Ha pada tahun 2011 menjadi 33 Ha pada tahun 2012. Produksi kacang hijau dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 23 ton menjadi 34 ton. Daerah penghasil kacang hijau di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Paramasan.

7) Produksi Ubi kayu

Produksi ubi kayu di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.14. Luas tanam ubi kayu dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, yaitu 196 Ha pada tahun 2011 menjadi 214 Ha pada tahun 2012. Lahan kedelai yang rusak mengalami kenaikan yaitu 0 Ha pada tahun 2011 menjadi 4 Ha pada tahun 2012. Produksi ubi kayu dari tahun 2011 ke 2012 mengalami peningkatan yakni dari 2.802 ton menjadi 3.660 ton. Daerah penghasil ubi kayu di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Martapura dan Kecamatan Sambung Makmur.

(41)

Tabel 4.14. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Kayu di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Kayu Tanam (Ha) Rusak (Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 3 1 1 14 140,00 Martapura 54 0 83 1.216 146,51 MartapuraTimur 0 0 1 14 140,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 24 0 25 359 143,60 Karang Intan 3 0 9 128 142,22 Aranio 17 0 17 244 143,53 Sungai Pinang 29 3 28 404 144,29 Paramasan 12 0 12 170 141,67 Pengaron 14 0 14 200 142,86 Sambung Makmur 34 0 39 555 142,31 Mataraman 6 0 8 114 142,50 Simpang Empat 8 0 8 114 142,50 Telaga Bauntung 10 0 9 128 142,22 Jumlah/Total 2012 214 4 254 3.660 144,09 Jumlah/Total 2011 196 0 194 2.802 144,45

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013. 8) Produksi ubi jalar

Produksi ubi jalar di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.16. Luas tanam ubi jalar dari tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami penurunan, yaitu 44 Ha pada tahun 2011 menjadi 37 Ha pada tahun 2012. Lahan kedelai yang rusak mengalami kenaikan yaitu 0 Ha pada tahun 2011 menjadi 1 Ha pada tahun 2012. Produksi ubi jalar dari tahun 2011 ke 2012 mengalami penurunan yakni dari 445 ton menjadi 365 ton. Daerah penghasil ubi jalar di Kabupaten Banjar adalah Kecamatan Sungai Pinang dan Kecamatan Matraman.

b. Sektor Perkebunan

Areal perkebunan didominasi oleh perkebunan karet rakyat, yaitu kebun karet yang dikelola masyarakat baik secara mandiri maupun sebagai plasma perkebunan yang ada di Kabupaten Banjar (PTPN XIII Danau Salak dan PT. Banua Lima Sajurus). Areal perkebunan rakyat mencapai 2/3 bagian (67,96%) dari luasan kebun karet yang ada di Kabupaten Banjar, sedangkan 32%

(42)

merupakan perkebunan besar. (http://bappeda.banjarkab.go.id/index.php/profil-daerah-2/).

Tabel 4.16. Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Banjar

Kecamatan

Luas tanam, Rusak, Panen dan Produksi Ubi Jalar Tanam (Ha) Rusak

(Ha) Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-Rata Produksi Aluh-Aluh 0 0 0 0 0,00 Beruntung Baru 0 0 0 0 0,00 Gambut 0 0 0 0 0,00 Kertak Hanyar 0 0 0 0 0,00 Tatah Makmur 0 0 0 0 0,00 Sungai Tabuk 1 0 1 10 100,00 Martapura 0 0 0 0 0,00 MartapuraTimur 0 0 0 0 0,00 Martapura Barat 0 0 0 0 0,00 Astambul 2 0 3 30 100,00 Karang Intan 0 0 0 0 0,00 Aranio 0 0 0 0 0,00 Sungai Pinang 6 1 5 51 101,00 Paramasan 0 0 1 10 100,00 Pengaron 0 0 0 0 0,00 Sambung Makmur 17 0 17 174 102,35 Mataraman 7 0 6 61 100,83 Simpang Empat 4 0 3 30 100,00 Telaga Bauntung 0 0 0 0 0,00 Jumlah/Total 2012 37 1 36 365 101,39 Jumlah/Total 2011 44 0 44 445 101,14

Sumber: BPS Kabupaten Banjar, 2013.

Komoditas perkebunan yang paling potensial di Kabupaten Banjar adalah karet. Karet banyak terdapat di Kecamatan Simpang empat dan Kecamatan Karang Intan. Komoditas perkebunan lainnya yang terdapat di Kabupaten Banjar adalah kelapa dalam dan kelapa sawit. Kelapa dalam banyak terdapat di Kecamatan Aluh-aluh dan Sungai Tabuk. Kelapa sawit mulai berproduksi di Kabupaten Banjar tahun 2009 (http://bappeda.banjarkab.go.id/index.php/profil-daerah-2/). Komoditas perkebunan rakyat di Kabupaten Banjar pada Tabel 4.17.

c. Sektor Perikanan

Produksi perikanan di Kabupaten Banjar terdapat pada Tabel 4.18. Sektor perikanan yang paling potensial di Kabupaten Banjar adalah perikanan budidaya dan perikanan laut. Perikanan budidaya banyak di lakukan di Kecamatan Karang Intan dan Kecamatan Martapura. Budidaya perikanan darat dilakukan dengan menggunakan kolam, jaring apung, dan keramba. Budidaya kolam memproduksi

(43)

ikan 25.092, 23 ton/tahun. Melalui jarring apung menghasilkan 6.542,55 ton/tahun, dan 7.952, 97 ton/tahun dihasilkan dari keramba http://bappeda. banjarkab.go.id/index.php/profil-daerah-2/). Perikanan laut terbesar terdapat di Kecamatan Aluh-aluh karena lokasi kecamatan ini dekat dengan laut.

Tabel 4.18. Produksi Perikanan Laut, Perikanan Darat, dan Budidaya di Kabupaten Banjar

Kecamatan Produksi Perikanan Laut, Perikanan Darat, dan Budidaya Perikanan Laut Perikanan Darat Budidaya Jumlah

Aluh-Aluh 14553,00 - 190,07 14743,07 Beruntung Baru - 350,00 - 350,00 Gambut - 68,00 173,71 241,71 Kertak Hanyar - - - 0,00 Tatah Makmur - - 157,39 157,39 Sungai Tabuk - 432,00 2834,33 3266,33 Martapura - - 12354,44 12354,44 MartapuraTimur - 370,00 208,30 578,30 Martapura Barat - 398,00 6069,36 6467,36 Astambul - - 148,78 148,78 Karang Intan - 180,00 12491,13 12671,13 Aranio - 402,00 6886,37 7288,37 Sungai Pinang - 76,00 157,39 233,39 Paramasan - - - -Pengaron - - 189,45 189,45 Sambung Makmur - - 157,39 157,39 Mataraman - - 378,43 378,43 Simpang Empat - 158,00 1261,36 1419,36 Telaga Bauntung - - - -Jumlah/Total 2012 14553,00 2434,00 43657,90 60644,90

Gambar

Gambar 1.1. Peta Sebaran Titik Panas (BMKG, 2015)
Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kalimantan Selatan Tahun 2014
Gambar 2.1. Tipe Kebakaran Bawah di Lahan Gambut
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait