Laboratorium Mikropaleontologi 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang dari ilmu paleontologi yang mempelajari sisa-sisa organisme yang telah terawetkan di alam berupa fosil yang berukuran mikro. Mikropaleontologi juga didefinisikan sebagai suatu studi sistematik yang membahas mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Dalam praktikum mikropaleontologi ini dipelajari foraminifera sampai tingkat spesies. Foraminifera plankton pertama kali muncul pada Jaman Yura (Dogger) yang diwakili oleh golangan Globigerinidae. Selanjurnya golongan ini berkembang secara kosmopolitan meningkat terus hingga jaman Tersier dan Kuarter. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil dari 5 mm, namun ada diantaranya yang berukuran sampai 19 mm seperti halnya genus Fusulina.
1.2 Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera sering dipakai untuk memecahkan problem geologi terutama bagi perusahaan - perusahaan minyak walaupun akhir-akhir ini peranannya sedikit tergeser oleh teknologi yang lebih maju yaitu dengan diketemukannya fosil nannoplankton yang ukurannya fantastik kecil (3-40 mikron). Karena itu dalam pengamatannya diperlukan mikroskop dengan perbesaran minimum 5000 x bahkan 20.000 kali, Kegunaan fosil foraminifera adalah:
a. Untuk menentukan umur relatif batuan yang mengandungnya. b. Membantu dalam studi Lingkungan pengendapan atau fasies.
c. Korelasi stratigrafi dari suatu daerah dengan daerah lain, baik korelasi permukaan atau bawah peimukaan.
d. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi dan regresi, misalnya dengan menggunakan foraminifera benthos Rotalia beccarii (fosil penciri
Laboratorium Mikropaleontologi 2 daerah transgresi), Gyroidina soldanii (fosil penciri bathyal atas) dan lain-lain.
e. Bahan penyusun biostratigrafi.
Berdasarkan kegunaannya, maka dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Fosil Indeks / Fosil penunjuk / Fosil Pandu
Fosil yang digunakan sebagai penunjuk umur relatif. Pada umumnya jenis fosil ini mernpunyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas serta mudah dikenal.
2. Fosil Bathimetri / Fosil Kedalaman
Fosi1 yang dapat digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan. Pada umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar.
Contoh : Elphidium spp penciri lingkungan transisi (Tipsword, 1966).
3. Fosil Horison / Fosil Lapisan / Fosil Diagnostik / Fosil Kedalaman
Fosil yang mencirikan atau khas tecdapat di dalam lapisan yang bersangkutan. Contoh : Globorotalia tumida (penciri N18).
4. Fosil Lingkungan
Fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk lingkungan sedimentasi. Contoh : Radiolaria sebagai penciri laut dalam.
5. Fosil Iklim
Fosil yang dapat digunakan sesuai penunjuk iklim pada saat itu. Contoh : (Globigerina pachiderma penciri iklim dingin (2-5).
Laboratorium Mikropaleontologi 3
1.3 Makna dan Tata Cara Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia , Carl Von Line (1707 - 1778) yang kemudian melahirkan namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal LAW OF PRIORITY (1958), yang pada pokoknya menyebutkan bahwa narna yang telah dipergunakan pada suatu individu tidak dipergunakan untuk nama individu yang lain.
Nama kehidupan pada tingkat genus terdiri dari satu kata, sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkatan subspesies terdiri dari tiga kata. Nama - nama kehidupan selalu diikuti oleh orang yang menemukannya.
Beberapa contoh penamaan fosil adalah sebagai berikut :
- Globorotalia menardii exulis Blow, 1969 atau Globorotalia menardii exilis Blow, 1969 . Penamaan fosil hingga subspesies diketemukan oleh Blow, tahun 1969
- Glororotalia humerosa n.sp. TAKAYANAGI & SAITO, 1962 atau Globorotalia humerosa n.sp. TAK AYANAGI & SAITO, 1962
n.sp. artinya spesies baru
- Globorotalia ruber elongatus (D'ORBIGNY), 1862 Atau
Globorotalia ruber elongatus (D,ORBIGNY), 1862
Penemuan pertama dari fosil tersebut adalah D'ORBIGNY dan pada tahun 1862 fosil tersebut diubah oleh ahli yang lain yang menemukannya. Hal ini sebagai penghormatan pada penemu pertama kali nama fosil tersebut tetap dicantumkan dalam kurung.
Laboratorium Mikropaleontologi 4 - Pleumotora carinata GRAY, Var woodwardi MARTIN
atau
Pleumotora carinata GRAY, Van woorwadi MARTIN
Yang artinya GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN memberikan nama varietas.
- Globorotalia acostaensis pseudopima n.sbsp BLOW, 1969 atau
Globorotaliu acostaensisp.seudapinta n.sbsp BLOW, 1969
n.sbsp artinya subspesies baru.
- Dentalium (s.str) ruteni MARTIN atau Dentalium (s.str) ruteni MARTIN Artinya fosil yang ditemukan tersebut sinonim dengan Dentalium ruteni MARTIN yang diumumkan sebelumnya.
- Globigerina angulisuturalis ? atau Globigerina angulisuturalis ? Artinya tidak yakin apakah betul Globigerina angulisuturalis
- Globorotalia cf. tumida atau Globorotalia cf. tumida
Artinya tidak yakin apakah bentuk ini betul Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini. (cf = confer).
- Shpaeroidinella aff dehiscens atau Shpaeroidinella aff. Dehiscens
Artinya bentuk ini berdekatan (berfamili) dengan Sphaeroidinella dehiscens. (aff= affiliation)
- Ammobaculites spp. atau Ammohaculites spp. Mempunyai bermacam - macam spesies. - Recurvoides sp. Atau Recurvoides sp.
Laboratorium Mikropaleontologi 5
1.4 Pengukuran Penampang Startigrafi 1.5. Sistematika Paleontologi
Pada umumnya studi mikrofosil yang rinci, biasanya disertai dengan pembahasan sistematika paleontolgi, antaralain meliputi taksonominya. Urutan klasifikasi makhluk hidup, sesuai dengan "ranking" atau kedudukannya, untuk foraminifera dan salah satu jenis hewan adalah sebagai berikut :
Kingdom Protista Animalia
Filum Protozoa Chordata
Klas Sarcodina Mammalia
Ordo Foraminifera Carnivora
Famili Globigerinidae Felidae
Genus Globigerina Felis
Spesies Nepenthes Cattus
Salah satu contoh urutan klasifikasi, dalarn pembahasan Sistematika Paleontologi adalah sebagai berikut :
Kingdom Protista Haeckel, 1866
Filum Protozoa Goldfuss, I 818
Klas Sarcodina Hertwig & Lesser, 1874
Ordo Foraminiferida Eichwald, 1830
Famili Globigerinidae Carpenter, Parker, & Jones, 1862
Genus Globigerina d'Orbigny, 1826
Spesies Globigerina
Venezuelana
Laboratorium Mikropaleontologi 6
1.6. Teknik Penyajian Fosil 1.6.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya diperhatikan tujuan yang akan kita capai. Mendapatkan sampel yang baik diperhatikan interval jarak tertentu tetutama, untuk menyusun biostratigrafi.
Kriteria - kriteria pengambilan sampel batuan, meliputi :
a. Memilih sampel batuan yang insitu dan bukan berasal dari talus, karena dikhawatirkan fosilnya sudah tidak insitu.
b. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil, karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil atau kemungkinan fosilnya rusak. Contoh batuan yang diambil sebaiknya dari batuan lempung (clay), serpih (shale), napal (marl), tufa napalan (marly tuff), batugamping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
c, Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil. d. Jika endapan turbidit, diambil pada batuan yang berbutir halus, yang
diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi normal airnya.
1.6.2 Penguraian / Pencucian
Proses pencucian batuan dilakukan dengan cara yang umum sebagai berikut:
- Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga ukuran diameternya 3 - 6 mm
- Melarutkan dalam larutan H2O2 (hidrogen peroksida) 50% dan diaduk. atau dipanaskan.
- Kemudian mendiamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam), jika fosil masih nampak kotor dapat ditakukan perendaman dengan air sabun, lalu dibilas dengan air bersih.
Laboratorium Mikropaleontologi 7
1 . 6 . 3 P e m i s a h a n F o s i l
Langkah awal menganalisa, perlu diadakan penmisahan fosil dari kotoran butiran yang bersamanya. Cara pengambilan fosil - fosil tersebut dengan jarum dari cawan tempat contoh batuan untuk memudahkan dalam pengambilan fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan terlebih dahulu sebelum pengambilan fosil). Peralatan yang dibutuhkan dalam pemisahan fosil antara lain :
- cawan untuk tempat contoh batuan - jarum untuk mengambil fosil - kuas bulu halus
- cawan tempat air
- lem untuk merekatkan fosil - tempat. fosil
- mikroskop
Fosil yang telah dipisahkan diletakkan pada plate (tempat fosil).
1.7. Pengenalan Alat
Dalam praktikum Mikropaleontologi digunakan alat berupa mikroskop untuk pengamatan mikrofosil. Bagian-bagian dari mikroskop serta kegunaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lensa okuler yang dekat dengan mata 2. Lensa obyektifyang dekat dengan obyek
3. Meja tempat meletakkan sampel yang dianalisa 4. Lensa
5. Cermin untuk menangkap sinar yang masuk 6. Penggerak mistar
7. Penggerak kasar untuk memfokuskan obyek yang diamati 8. Penggerak hat us untuk memperjelas obyek yang diamati
Laboratorium Mikropaleontologi 8
BAB II
PENGENALAN CANGKANG FORAMINIFERA PLANKTON
2.1. Bentuk Test dan Kamar Foraminifera
Yang dimaksud dengan bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera. Sedangkan bentuk kamar adalah bentuk dari masing-masing kamar pembentukan test.
Macam-macam bentuk test don gambar bentuk test foraminifera:
1.Tabular : tabung 10. Cancellate : seperti gada
2.Bifurcating : cabang 11. Discoidal : cakram
3.Radiate : radial 12. Biumbilicate : 2 umbilicus
planispiral
4.Arborescent : pohon 13. Biconvex : cembung di dua
sisi
5.Irregular : tidak teratur 14. Flaring : seperti obor 6.Hemisperical : setengah bola 15. Spiroconvex : cembung di sisi
dorsal
7.Zigzag : berbelok-belok 16. Umbilicoconvex : cembung di sisi
ventral
8. Conical : kerucut 17. Lenticular : pipih
9. Spherical : bola 18. biumbilicate : lensa.
19. Fusiform : gabungan
Macarn -rnacam Bentuk Kamar
1. Spherical 2. Pyriform 3. Tabular 4. Globular 5. Oved 6. Hemisperical 7. Angular truncate 8. Angular rhomboid 9. Angular conical 10. Radiaal elongate 11. Claved 12. Tubulospinate 13. Cyclical 14. Flatulose 15. Semicircular
Laboratorium Mikropaleontologi 9
BENTUK-BENTUK TEST FORAMINIFERA
Cancellate Discoidal Biumbilicate Biconvex Flaring
Tabular Bifurcating Radiate Arborescent Irregular
Hemispherical Zigzag Conical Spherical
Spiroconvex Umbilicoconvex Lenticular Biumbilicate Fusiform
Laboratorium Mikropaleontologi 10
MACAM HIASAN PADA TEST FORAMINIFERA
Pada Permukaan Test
Punctate Smooth Reticulate Pustulose
Cancellate Axial Costae Spiral Costae
Pada Umbilicus
Deeply Umbilicus Open Umbilicus Umbilicus Ventral Umbo
Pada Aperture
Flape Tooth Lip/Rim Bulla Tegilla
Pada Peri- peri
Laboratorium Mikropaleontologi 11
Pada Suture
Bridge Limbate Retral Processes Raised Bosses
MACAM APERTURE FORAMINIFERA BENTOS
Bundar Cribate Phyaline Crescentric Slitlike Multiple Radiate
Laboratorium Mikropaleontologi 12
MACAM BENTUK KAMAR FORAMINIFERA
Hemispherical Angular Rhomboid Angular Conical Radial Elongate Claved
Tubulospinate Cyclical Flatulose Tabular Semicirculer
Spherical Pyriform Globular Oved Angular truncate
Laboratorium Mikropaleontologi 13 Susunan kamar pada fora.minifera plankton dapat dibagi :
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh : Hastigerina
b. Trochospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua kamar
terlibat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama. Contoh: Globigerina
c. Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh: Pulleniatina
2.2 Septa dan Suture
Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan yang lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut dengan foramen. Septa tidak dapat dilihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya berupa garis yang disebut suture.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test, merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki suture yang khas. Macam-macam bentuk suture adalah :
Tertekan (melekuk), rata, atau muncul dipermukaan test. Contoh :
Laboratorium Mikropaleontologi 14 Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh : orthomorphiao
challengeriana, untuk bentuk suture lurus.
Suture yang mempunyai hiasan. Contoh : Elphindium incertum, untuk bentuk hiasan yang berupa bridge.
2.3 Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran
Mengklasifikasikan foraminifera, jumlah karnar dan jumlah putaran perlu diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah karnar pada sisi ventral yang hampir pasti sedang pada bagian sisi dorsal akan berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang banyak umumnya mempunyai jumlah kamar yang banyak pula, namun jumlah putaran itu juga jumlah karnarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang harnpir pasti. Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal, sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal mempunyai kenarnpakan yang sarna.
Cara menghitung putaran adalah dengan menentukan arah perputaran dari cangkang. Kemudian menentukan urutan pertumbuhan kamar-kamamya dan menarik garis pertolongan yang memotong kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurns yang melalui garis pertolongan pada kamar 1 dan 2.
Laboratorium Mikropaleontologi 15 Gambar Trochospiral Planispiral
Arah perputaran dari 1 ke 13
2.4 Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya
lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir ( septal face) dan melekuk kedalam, ter1ihat pada bagian ventral (perut). Macam -macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton:
Laboratorium Mikropaleontologi 16
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
- Primary Aperture Interiomarginal Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina
- Primary Aperture Interiomarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yaatg
terletak pada daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia
- Primary Aperture Interiomarginal Equatorial, adalah aperture utama interiomarginal yang, terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran sebelum pada peri-peri. Contoh : Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides
c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture tambahan.
Contoh : Catapsydrax
2.5 Ornamen (Hiasan) Foraminifera
Ornamen atau hiasan dapat juga dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies tertentu, Contohnya pada Globoquadrina yang memiliki hiasan pada aperture yaitu flap.
Laboratorium Mikropaleontologi 17
2.6 Komposisi Test Foraminifera
Berdasarkan komposisi test foraininifera dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu:
1. Dinding Chitin / tektin
Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun foraminifera, dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, anatara lain :
o GolonganAllogromidae o Golongan Miliolidae o Golongan Lituolidae o Golongan Astrorhizidae
Ciri-ciri dinding chitin adalah flexible, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate,
2. Dinding Arenaceous dan aglutinous
Dinding arenaceous dan aglutinous terbuat dari zat atau mineral asing disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama dengan zat perekat oleh organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir pasir saja, sedangkan dinding agglutinin materialnya diambil butir-butir, sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen dari foraminifera lainnya dan lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi atau zat perekat gampingan. Zat perekat gampingan adalah khas untuk foraminifera yang hidup didaerah tropis, sedangan zat perekat silika adalah khas untuk foraminifera yang hidup perairan dingin.
Contoh : • Dinding Aglutinous : Ammobaculites aglutinous, Saccamina
sphaerica
Laboratorium Mikropaleontologi 18 3. Dinding Siliceous
Beberapa ahli (Brady, Humbler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa dinding silicon dihasilkan oleli organisme itu sendiri, Menurut Glessner dinding silicon berasal dari zat sekunder. Galloway berpendapat bahwa, dinding silicon dapat dibentuk oleh organisme itu sendiri (zat primer) ataupun terbentuk secara sekunder. Tipe dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliodae.
4. Dinding Calcareous atau gatupingan
Dinding yang terdiri dari zat-zat gampingan dijumpai pada sebagian besar foraminifera.bDinding yang gampingan dapat dikelompokam menjadi : • Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak berpori, mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar langsung berwarna putih opaque, contoh : Quinqueloculina, Pyrgo
• Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal kalsit yang granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap. Dijumpai pada golongan endothyra dan beberapa spesies dari bradyina serta
Hyperammina.
• Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-kadang terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat pada golongan Fussulinidae.
• Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori, Kebanyakan dari foraminifera. plankton mempunyai dinding seperti ini.
Laboratorium Mikropaleontologi 19
BAB 3
FORAMINIFERA PLANKTONIK 3.1 Tahapan Cara Mendiskripsi Foraminifera Plankton
Didalam mendiskripsi foraminifera plankton baik dalam penentuan genus maupun spesies di sini harus diperhatikan, antara lain:
3.1.1 Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sarna. Contoh :
Hastigerina.
b. Trochospiral, sifat terputar tidak. pada satu bidang, tidak semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sarna. Contoh : Globigerina.
c. Streptospiral, sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh :
Pulleniatina.
3.1.2 Bentuk Kamar/Test (telah dibahas pada BAB 2) 3.1.3 Suture
(telah dibahas pada BAB 2) 3.1.4 Jumlah Kamar dan Jumlah Putaran (telah dibahas pada BAB 2) 3.1.5 Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak. pada kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun variasinya lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
Laboratorium Mikropaleontologi 20 interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) karnar akhir (septal face) dan melekuk ke dalam, terIihat pada bagian ventral (perut).
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton:
a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
Primary aperture interiomarginal umbilical, adaIah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat putaran. Contoh : Globigerina.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical, adalah aperture utama interiomarginal yang terletak. pada daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia.
Primary aperture interiomarginal equatorial, adaIah aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran sebelumnya pada peri-peri. Contoh : Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides. c Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau aperture tambahan. Contoh: Catapsydrax.
3.1.6 Komposisi Test (telah dibahas pada BAB 2) 3.1.7 Hiasan/Ornamen (telah dibahas padaa BAB 2)
Laboratorium Mikropaleontologi 21
3.2 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Plankton
Foraminifera planktonik khusus terdapat pada superfarnili Globigerinicea, yang dapat dibagi menjadi:
3.2. 1 Famili Globigeriniidae
Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau hemispherical, bentuk kamar globular dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Aperture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face. Beberapa genus yang termasuk dalam faroili
Globigeriniidae :
3.2.1.1 Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini : - Orbulina universa
- Orbulina bilobata
Laboratorium Mikropaleontologi 22
3.2.1.2 Genus Globigerina
Mempunyai susunan kamar trochospiral, aperture interiomarginal umbilical, dan hiasan pada
permukaan berupa punctate. Beberapa spesies yang termasuk genus ini : - Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke atas.
- Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial hingga sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial, tertekan, umbilicusnya dalam.
- Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate. Umbilicus kecil hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau melengkung rendah, interiomarginal umbulical dibatasi oteh lengkungan.
Laboratorium Mikropaleontologi 23 3.2.1.3 Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada Globigerinoides terdapat supplementary aperture.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat. Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat aperture sekunder.
Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.
Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung oblique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan, umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada aperturenya.
Laboratorium Mikropaleontologi 24
Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri, suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan adanya sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.
Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan yang rendah sampai sedang, dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat aperture sekunder pada kamar terakhir.
Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.
Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.
Laboratorium Mikropaleontologi 25
Globigerinoides ruber
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka dibatasi oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.
3.2.1.4 Genus Globoquadrina
Bentuk test spherical, bentuk kamar globural, aperture terbuka lebar dan terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat, yang kadang-kadang mempunyai bibir.
Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :
Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa. Tiga kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kena
mpakan samping sisi dorsal terlihat datar.
Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate pada bagian atas, terdapat flap.
Laboratorium Mikropaleontologi 26
3.2.1.5 Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa suture bridge.Spesies yang termasuk dalam genus ini : Sphaeroidinella dehiscens
3.2.1.6 Genus Sphaeroidinellopsis
Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella tapi tidak mempunyai aperture sekunder.
Spesies yang termasuk dalam genus ini : Sphaeroidinellopsis seminulina
3.2.1.7 Genus Pulleniatina
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang dari umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face.
Spesies yang termasuk dalam genus ini : Pulleniatina obliqueloculata
Laboratorium Mikropaleontologi 27
3.2.1.8 Genus Catapsydrax
Mempunyai hiasan pada aperture berupa ”bulla” pada Catapsydrax dissimilis dan ”tegilla” pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai accessory aperture yaitu ”infralaminal accessory aperture” pada tepi hiasan aperturenya.
Spesies yang termasuk dalam genus ini:
Catapsydrax dissimillis
3.2.2 Famili Globorotaliidae
Umunmya mempunyai bcntuk test biconvex, bentuk kamar subglobular atau angular conical, susunan kamar trochospiral. Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan terletak pada dasar apertural face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada pula yang tidak.
Genus yang termasuk dalam famili ini :
3.2.2.1 Genus Globorotalia
Berdasarkan ada atau tidaknya keel, maka genus ini dapat dihagi 2 subgenus, yaitu :
Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel. Untuk membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (G)
Beberapa spesies yang termasuk. dalam subgenus ini : - Globorotalia tumida
Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spirallebih convex daripada sisi umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari putaran akhir dan umbilical pada kamar akhir yang pustulose. Suture disisi spiral pada mulanya melengkung halus Ialu melengkung tajam mendekati akhir hampir lurus
Laboratorium Mikropaleontologi 28 hingga radial, pada distal kembali melengkung hampir tangensial ke peri-peri.
- Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri equatorial globulate, keel tipis. Suture pad a bagian spiral melengkung satu pada bagian yang terakhir subradial, pada sisi distalnya melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup dalam aperture interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah di batasi oleh lip yang tipis.
• Subgenus turborotalia
Mencakup sebruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (T)
Spesies yang termasuk dalam genus ini, an tara lain: - Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial lobulate, kamar tidak rata, subglobular, kamar ke 5-6 terakhir membesar tidak teratur. POOa kedua sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung, dibatasi oleh bibir atau rim.
Laboratorium Mikropaleontologi 29
3.2.3 Famili Hantkeniidae
Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada salah satu sisi test yang berseberangan. Susunan kamar planispiral involute. Beberapa genus kamar-kamar ditumbuhi oleh spine-spine panjang.
Beberapa genus yang termasuk dalam famili ini
3.2.3.1 Genus Hantkenina
Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan kamar planispiral involute, tiap-tiap kamar terdapat spine-spine yang panjang.
Contoh : Hantkenina alabamensis
3.2.3.2 Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir sangat gemuk dan mempunyai “Cribate" yang terletak pada apertural face.
Laboratorium Mikropaleontologi 30
3.2.3.3 Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau “loosely coiled". Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada apertural face.
Laboratorium Mikropaleontologi 31
BAB IV
FORAMINIFERA BENTHOS
4.1 Susunan Kamar Foraminifera Bentos
1. Monothalamus: susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera
yang hanya terdiri dari satu kamar.
Laboratorium Mikropaleontologi 32
2. Polythalamus
Merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar foraminifera yang terdiri dari lebih satu kamar, misalnya uniserial saja atau biserial saja.
Uniserial, terdiri dari satu macam susunan kamar dan sebaris kamar, terdiri dari :
Laboratorium Mikropaleontologi 33
Biserial, test yang tersusun dua baris kamar yang terletak berselang-seling Contoh: TextularIa
Triserial, test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak berselang-seling Contoh : Uvigerina, Bulimina
b. Biformed Test
Merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam satu buah test, misalnya biserial pada awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya.
Contoh : Bigerina
C. Triformed Test
Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test, misalnya permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjudi uniserial.
Laboratorium Mikropaleontologi 34 Contoh: Vulvulina
d. Multiformed Test, dalam sebuah test tdpt >3 susunan kamar. Bentuk ini sangat jarang ditemukan.
4.2 Aperture Foraminifera Bentos
Golongan bentos memiliki bentuk aperture yang bervariasi. Dan aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan. lubang tempat protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk.
4.3 Aperture Foraminifera Bentos
Golongan bentos memiliki bentuk aperture yang bervariasi. Dan aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari test foraminifera, karena merupakan lubang tempat protoplasma organisme tersebut bergerak keluar dan masuk. Macam-macam aperture pada foraminifera bentos:
a. Simple Aperture, yaitu : - at end of tabular chamber - at base of aperture face - in middle aperture face
- aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah test (terminal), lubangnya bulat.
- Aperture comma shaped, mempunyai koma/melengkung, tetapi tegak lurus pada permukaan septal face.
- Aperture phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak diujung neck
yang pendek tapi menyolok.
- Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai
Laboratorium Mikropaleontologi 35
- Aperture crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda. b. Supplementary Aperture, yaitu :
- Infralaminal accessory aperture – dendritik
- Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah lubang yang bulat,
tapi mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang.
- Radiate with apertural facechamberlet.
c. Multiple Aperture, yaitu :
- multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak lubang, terletak di
sepanjang suture.
- Aperture cribratelareal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya seperti saringan, lubang uummnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir.
- Terminal
d. Primary Aperture, yaitu :
- umbilical
- Interiomarginal umbilical extra runbilical/simple aperture lip/ ventral and peripheral.
Laboratorium Mikropaleontologi 36
Laboratorium Mikropaleontologi 37
4.3 Pengenalan Genus dan Spesies Foraminifera Benthos
- Genus Ammobaculites Chusman 1910
Termasuk Farnili Lituolidae, dengan ciri-ciri test pada awalnya terputar, kemudian menjadi uniserial lurus, komposisi test pasiran, aperture bulat dan terletak pada puncak kamar akhir.
-Genus Ammodiscus Reuss 1861
T ermasuk famili Ammodiscidae dan ciri-ciri test monothalamus, terputar planispiral, komposisi test pasiran, aperture pada ujung Iingkaran.
- Genus Amphistegina D'Orbigny 1826
Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar involut, padaa ventral terlihat suture bercabang tak teratur, komposisi test gampingan, berpori halus, aperture kecil pada bagian ventral
- Genus Bathysiphon Sars 1972
Termasuk famili Rhizamminidae dengan test silindris, kadang-kadang turns, monothalamus, komposisi test pasiran, aperture di puncak berbentuk pipa.
Laboratorium Mikropaleontologi 38 - Genus Bolivina
Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runciJ1g, biserial, komposisi gampingan, berpori, aperture pada kamar akhir, kadang berbentuk lope.
- Genus Bulimina d' Orbigny 1826
T ermasuk famili Buliminidae, test memanjang, umumnya triserial, berbentuk kamar subglobular, komposisi gampingan berpori.
- Genus Cibicides Monfort 1808
Termasuk famili Anomalidae, dengan ciri-ciri test planoconvex rotaloid, bagian dari dorsal lebih rata, komposisi garnping berpori kasar, aperture di bagian ventral, permukaan akhir sempit dan memanjang .
Laboratorium Mikropaleontologi 39 - Genus Dentalina d' Orbigny 1826
Termasuk famili Lagenidae, dengan ciri-ciri test polythalamus, uniserial,
curvilinier, suture menyudut, komposisi test gampingan berpori halus, aperture memancar, terletak pada ujung kamar akhir
- Genus Elphidium Monfort 1808
Termasuk famili Nonoinidae dengan ciri-ciri test planispiral, bilateral simetris, hampir seluruhnya involute, hiasan suture bridge dan umbilical, komposisi test gampingan berpori, aperture merupakan sebuah lubangllebih pada dasar permukaan kamar akhir.
- Genus Nodogerina Chusman 1927
T ermasuk famili Heterolicidae, dengan test memanjang, kamar tersusun uniserial lurus, komposisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak membulat mempunyai leher dan bibir.
- Genus Nodosaria Lamark 1812
Termasuk famili Lagenidae dengan test lurus memanjang, kamar tersusun uniserial, suturenya tegak lurns terhadap sumbu, pada permulaan agak
Laboratorium Mikropaleontologi 40 bengkok kemudian lurus, kqmposisi gampingan berpori, aperture di puncak berbentuk radier.
- Genus Nonion Monfort 1888
Termasuk famili Nonionidae dengan test cenderung involute, bagian tepi membulat, umumnya dijumpai umbilical yang dalam, komposisi gampingan berpori, aperture melengkung pada kamar akhir.
- Genus Rotalia Lamark 1804
U mumnya suture menebal pada bagian dorsal, bagian ventral suturenya tertekan ke dalam, komposisi test gampingan berpori, aperture pada bagian ventral membuka dari umbilical pinggir.
Genus Saccamina M. Sars 1869
Tennasuk farnili Saccanidae dengan test globular, komposisi test dari material kasar, biasanya oleh khitin berwarna coklat, aperture di puncak umumnya dengan leher.
Laboratorium Mikropaleontologi 41 - Genus Textularia Derance 1824
Termasuk famili Textularidae test memanjang kamar tersusun biserial, morfologi kasar, komposisi pasiran, apcI1urc scmpit mcmanjang pad a pcrmukaan kamur akhir.
- Genus Uvigerina d' Orbigny 1826
Termasuk famili Uvigeridae dengan test fusiform, kamar triserial, komposisi berpori, aperture di ujung dengan leher dan bibir.
Laboratorium Mikropaleontologi 42
BAB V
APLIKASI FORAMINIFERA
5.1. PENENTUAN UMUR RELATIF
Cara menentukan umur relative pada umumnya didasarkan atas dijumpainya fosil didalam batuan. Didalam mikropaleontologi cara menentukan umur relatif dengan menggunakan :
1. Foraminifera Kecil Planktonik : disamping jumlah genus sedikit, plankton sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan.
Biozonasi foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan di Indonesia adalch Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma ( 1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif karena umumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagoi fosil penunjuk.
Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia biasanya menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi 'Huruf yang dikemukakan oleh Adams ( 1970 ).
5.2 PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Lingkungan pengendapan adalah suatu kumpulan dari kondisi fisika, kimia, dari biologi dimana sedimen terakumulasi (Krumbein & Sloss, 1963). Selain tersabut di atas banyak pula para ahli yang mengemukakan tentang definisi lingkungan pengendapan antara Selly, 1978, mendefinisikan suatu keadaan dipermukaan bumi yang disebabkan olen interaksi antara faktor-faktor fisika kimia dan biologi dimana sedimen tersebut diendapkan.
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air, kecepatan angin dan sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam, keasaman, kebasaan air serta komposisi kimiu batuan.
Laboratorium Mikropaleontologi 43 Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah faktor biologi yang mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut adalah :
Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik
Menggunakan Ratio Plankton / Bentos
5.2.1 Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Rasio Plankton/ Bentos
Tabel Kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1955) % Ratio Plankton Kedalaman (m) 1- 10 0-70 10 - 20 0-'70 20 - 30 60 - 120 30 - 40 100 - 600 40 - 50 100 - 600 50:- 60 550 -700 60 -70 680 - 825 70 - 80 700 - 1100 80 - 90 900 - 1200 90 - 100 1200 - 2000
Linqkunqan Penqendapan Bentos Kedalaman
(rr.) % Ratio Neritik Tepi .. 0 - 20 0-20 Neritik.Tenqah 20 - 100 20 - 50· Neritik Atas 100 - 200 20 - 50 Bathyal A tas 200 - 500 30 - 50 Bathyal Bawah 500 - 2000 50- 100
Laboratorium Mikropaleontologi 44
5.2.2. Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Foraminifera Kecil Bentonik
Foraminifera kecil benthonik dipakai sebagai penentu lingkungan pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan, sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman tertentu. Selain itu karena benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun merayap. Berdasarkan hal tersebut diatas maka beberapa ahli mengelompokkan suatu komuniti yang hidup sesuai dengan lingkungan hidupnya jika dihubungkan dengan faktor kedalaman yang dikenal dengan nama zona bathymetri.
5.2.2.1 Tipsword, Setzer dan Smith (1966)
Menyusun klasifikasi "Zona bathymetri untuk lingkungan pengendapan marine bdsr data asosiasi mikrofosil & rasio P/B dari Teluk Mexico, digabungkan dengan data asosiasi Iitologi, sedimentologi & tektoniknya. Klasifikasinya dapat digunakan untuk dasar penentuan paleobatimetri batuan Kenozoikum. Dari penelitiannya diusulkan 8 zona Iingkungan pengendapan sbb: (Gambar 1.1).
1. Darat: Miskin fauna
2. Transisi: air asin, teluk, payau, lagoon, estuarine.
3. Paparan dalam - laut terbuka yang terdangkal (neritik tengah) kedalamannya 0-20m (0-66 ft)
4. Paparan tengah - laut terbuka intermediate (neritik tengah) kedalaman 20-100m (66-328 ft)
5. Paparan luar - laut terbuka lebih dalam (neritik luar) kedalamn 100-200m (328-656 ft).
6. Lereng atas - laut dalam (bathyal atas) kedalaman 200-500m (656-1640ft).
7. Lereng bawah - laut dalam (bathyal bawah) kedalaman 500-2000m (1640-5650 ft).
Laboratorium Mikropaleontologi 45 Setelah fosil diketahul genus dan spesiesnya, kemudian dikelompokkan
menjadi satu. Dari asosiasi fosil dalam satu sampel kemudian dicocokkan dengan zona ekologi yang dibuat oleh Tipsword dkk.
Dibawah ini adalah zona ekologi foraminifera benthos sebagai penciri daerah intertidal menurut Tispword, dkk (1966) pada daerah Gulf Coast untuk Jaman resen.
Laboratorium Mikropaleontologi 46 Dibawah ini adalah data zona paleoekologi Foraminifera Kenozoikum pada daerah Gulf Coast, didasarkan pada fosil Foraminifera.
Laboratorium Mikropaleontologi 47 1. Non Marine – miskin fauna
Laboratorium Mikropaleontologi 48
5.2.2.2 Robertson Research (1985)
Melakukan penelitian di Asia Tenggara, L.Cina Selatan, Gulf Coast, Teluk Thailand, Kep.Solomon dengan cara penentuan yang sama dengan Tipsword, dkk yaitu dengan asosiasi fosil bukan kisaran kedalaman. Tetapi pembagiannya lebih banyak, dimana dijelaskan juga fosil-fosil yang hidup bukan pada Iingkungan marin saja.
Klasifikasinya berdasarkan :
Kompilasi Hedgpeth (1957), Tipsword (1966); Ingle (1980),
Rasio P/B, Jumlah kumpulan fosil.
Hasil penafsiran Lingkungan Pengendapan purba dibandingkan jumlah fosil resen .
Sedangkan untuk daerah ubarren", non marin digunakan fosil pollen. Pembagiannya :
1. Non marine (supralitoral): aluvial, delta: tidak ada foram plankton/benthos. 2. Transisi/litoral: pasir pantai, rawa, payau, estuarin: tanpa foram plankton dan
sedikit benthos.
Pasir pantai : Quinqueloculiina, Miliamella, Ammonia beccarii, Elphidium. Rawa (tanpatumbuhan mangrove, di daerah temperate):
Air hiposalin : arenaceous (Miliammina, Ammotium, Trochamina), plus
Elphidium tanpa Miliolidae .
Air Normal: Sam a dengan air laut: assemblage seperti diatas, plus Miliolidae,
Ammonia beccarii .
Hipersalin: lebih salin dari air laut : prosen fosil arenaceous dengan (Miliolidae,
Elphidium) seimbang.
Payau (air brakhis, banyak tumbuhan mangrove, di daerah Tropis).
Estuarin (muara sungai besar dengan laut :
Laboratorium Mikropaleontologi 49
Estuarin bawah : Ammonia beccarii, plus Elphidium
3. Lagoon (dalam pantai yang memnajng sejajar garis pontai)
Hiposalin
Normal
Hipersalin: assemblage sama dengan normal lagoon tetapi tanpa Pratelphidium
4. Inner Shelf (neritik teri) 0-20 m
5 Middle Shelf (neritik tengah) 20-100 m
Shallow middle shelf (20-50m) I ·photic zone", dimana sinar matahari masih berpengaruh, assemblage masih sama dengan di atas, plus Opeculina dan' Amphistegina quyoi .
Deep middle shelf (50-100m), sinar matahari kurang berpengaruh, assemblage tetap. tanpa Opeculina dan
Amphistegina quyoi.
Laboratorium Mikropaleontologi 50 7 Upper slope / Bathyal Atas (200-1000m)
8 Lower slope I Bathyal Bawah (1000-4000m);
5.2.2.3 Phleger (1951)
Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kisaran kedalamannya (Tabel 1.7).
dari hasil yang dianalisis dan sudah diketahui genus dan spesiesnya kemudian dilinat pada tabel diatas dan dibuat tabel tersendiri seperti pada contoh di bawah ini (Tabel1.8).
Phleger (1951) melakukan penelitian pada sedimen marin, berumur Resen di
Teluk Mexico & beberapa tempat di dunia dan berhasil menyusun klasifikasi dasar laut, serta akumulasi foram bentos tertentu
pada kedalaman tertentu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penelitlannya adalah :
Frekuensi spesies pada tiap conto batuan .
Asosiasi beberapa spesies yang mendukung spesies karakteristik pada kedalaman tertentu .
Menggunakan foraminifera resen sbg bahan studinya .
Memperhatikan distribusi temperatur secara vertikal & salinitas air laut.
5.2.2.4. Van Marle (1987)
Melakukan penelitian biofasies dasar laut berdasarkan foraminifera bentik pada sedimen Kenozoikum Resen di daerah Busur Banda (Indonesia timur).
Berdasar foram resen pada sedimen dasar laut, dengan metode matematik-statistik dengan rnembandingkan hasil penghitungan fosil Kenozoikum akhir-resen.
Laboratorium Mikropaleontologi 55
DAFTAR PUSTAKA
Phleger, F.B., 1951, Ecology of Foraminifera, Northwest Gulf of Mexico, The Geological Society of America, memorial 46.
Tipsword, H.I., Setzer, F.M. Smith, Jr, F.L, 1956, Introduction of
Depositional Environment in Gulf Coast Petroleum Exploration From paleontology and related Stratigraphy, Houston.
Cushman, J.A., 1969, Foraminifera Their Classification and Economic
Use, Cambridge, Massachusetts, USA Harvard University Press.
Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera
Biostratigraphy – Cont, Planktonic Mikrofosil, Geneva, 1967,
Pro. Leiden, E.j.Bull, v.1.
Postuma, J.A., 1971., Manual of Planktonic Foraminifera, Amsterdam, London, New York.
Pringgoprawiro, H., 1984, Diktat Mikropaleontologi Lanjut, Laboratorium Mikropaleontologi Jurusan Teknik Geologi ITB, Bandung.
Tidey, G.L., 1985, Benthonic Foraminifera Age Zonation and
Environment of Deposition, Robertson Research LTD, Singapore.
Asikin, S., 1990, Buku Penuntun Geologi Lapangan, Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung.
Subandrio, A., 1994, Studi Paleobathimetri Cekungan Sumatera Utara,
Subcekungan Jambi dan Cekungan Barito, Thesis , ITB Bandung
(tidak dipuplikasikan)
Maha, M., 1985, Biozonasi, Paleobatimetri dan Pemerian Sistematis Foraminifera Kecil . Sumur T0-04, Sumur T0-08 dan Sumur95, Daerah Cepu dan Sekitarnya, Cekungan Jawa Timur Utara, Thesis, ITB, Bandung (Tidak dipublikasikan).