• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 13 SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 13 SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 13

SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pada tahun 2010-2011 sistem pendukung manajemen pembangunan tetap diarahkan untuk mempertajam pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sesuai amanat dalam RPJMN 2010-2014. Dalam bidang perencanaan pembangunan telah diselesaikan RKP Tahun 2011 dan RKP Tahun 2012 serta RPJMN Tahun 2010— 2014 dengan melibatkan pemangku kepentingan di pusat dan daerah. Dalam hal reformasi perencanaan dan penganggaran langkah penyempurnaan anggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah sudah melibatkan lebih banyak Kementerian/Lembaga di tingkat pusat guna memenuhi rencana dan target capaian penerapan dalam periode 2010—2014. Langkah penyempurnaan tersebut meliputi penyempurnaan indikator dan keluaran, perkuatan akuntabilitas program dan kegiatan, serta penerapan pagu baseline dari program dan kegiatan termasuk di dalamnya penguatan sistem data dan informasi yang berkesinambungan mulai dokumen Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), sampai dengan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL).

Perencanaan pembangunan berperan strategis dan penting dalam mengarahkan proses pembangunan agar pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui urutan pilihan prioritas serta memperhitungkan ketersediaan sumber daya. Dalam kerangka manajemen pembangunan, penguatan perencanaan pembangunan

(2)

13 - 2

memiliki arti penting bagi keberhasilan pembangunan secara keseluruhan, karena terdapat fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pengawasan dan pemantauan), serta evaluasi kinerja yang saling terkait. Berbagai bentuk upaya penguatan perencanaan telah dilakukan antara lain dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan fokus utama pada penguatan proses dan penajaman perumusan rencana pembangunan dalam musyawarah perencanaan pembangunan, baik pada tingkat daerah (kabupaten/kota dan propinsi) maupun nasional termasuk penguatan hubungan kelembagaan perencanaan dan keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholders), serta peningkatan kapasitas para perencana pembangunan di daerah dan kementerian/lembaga.

Dalam kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan telah dilakukan penguatan melalui upaya kesepakatan perencanaan program dan kegiatan yang dibangun antara pemerintah pusat (Kementerian/Lembaga) dengan daerah (Bappeda Propinsi), dimana terdapat usulan kegiatan daerah (Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daearh/ Renja SKPD) yang ditampung dalam dokumen perencanan pusat (Renja KL). Di samping itu telah dilakukan pula penguatan-penguatan hubungan kelembagaan perencanaan dan keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholders), serta peningkatan kapasitas para perencana pembangunan di daerah dan kementerian/lembaga melalui pembinaan, pendidikan dan pelatihan perencana.

Salah satu kunci keberhasilan dari perencanaan pembangunan adalah tersedianya data dan informasi statistik yang andal dan terpercaya, yang akan terwujud manakala penyelenggaraan kegiatan statistik mampu menyajikan data yang berkualitas. Pada gilirannya, hasil kegiatan statistik akan menjadi rujukan bagi semua pihak dalam memformulasikan perencanaan dan kebijakan, melakukan pemantauan (monitoring), dan mengevaluasi program agar sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Dewasa ini, data dan informasi statistik yang disajikan pemerintah secara resmi digunakan sebagai rujukan untuk

(3)

13 - 3 perumusan kebijakan dan perencanaan, pemantauan, maupun evaluasi, baik oleh Pemerintah (Pusat), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun pihak-pihak non pemerintah. Ketersediaan data dan informasi statistik baik tingkat nasional maupun tingkat wilayah pemerintahan terkecil diperlukan guna pengembangan potensi dalam penyelenggaraan pemerintahan, antara lain dengan menentukan sejumlah indikator kunci sebagai bahan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan.

Data dan informasi statistik yang berkualitas juga dibutuhkan oleh kalangan swasta dan masyarakat untuk pengembangan usaha dan beragam kebutuhan lainnya. Konsekuensinya, keterbukaan atau transparansi instansi pemerintah di bidang informasi statistik dengan cara menyajikan data statistik yang akurat dan tepat waktu menjadi harapan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan di bidang statistik perlu terus diupayakan secara berkesinambungan untuk menyediakan dan memberi pelayanan informasi statistik yang berkualitas dalam rangka memenuhi kebutuhan setiap segmen pengguna data.

Untuk menjamin hak masyarakat dalam memperoleh informasi publik, diupayakan berbagai peningkatan terhadap jenis, ragam serta kualitas data dan informasi statistik. Selain itu pengembangan metodologi dan sistem informasi juga terus ditingkatkan mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang modern. Jaringan informasi selalu ditingkatkan mengingat semakin beragamnya kebutuhan data dan informasi statistik, serta pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menuntut kecepatan dan kemudahan akses terhadap informasi.

Sistem pendukung manajemen pembangunan nasional dalam pelaksanaannya juga didukung oleh proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pengadaan merupakan sistem dan mekanisme yang merubah uang negara dan organisasi pemerintah menjadi berbagai

pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti infrastruktur

publik berupa sarana pendidikan, kesehatan, perhubungan, energi, komunikasi, fasilitas keamanan masyarakat, kelengkapan pertahanan

(4)

13 - 4

negara, peralatan, barang, jasa, dan berbagai bentuk pelayanan publik lainnya. Oleh karena itu, pengadaan barang/jasa pemerintah adalah titik-kritis sekaligus titik-sambung (interface) dari sistem pemerintahan ke pelayanan publik secara langsung.

Dengan fungsi interface tersebut, maka ”pengadaan” memiliki peran yang sangat vital, antara lain dalam upaya efisiensi belanja negara, unjuk kerja aparat pemerintahan, penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat, peningkatan daya saing nasional, akuntabilitas publik, dan tentu saja upaya pencegahan korupsi.

13.1 PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 13.1.1 Permasalahan yang Dihadapi

Tantangan pokok yang dihadapi dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan sebagai bagian dari sistem pendukung manajemen pembangunan adalah integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, ataupun antara pusat dan daerah; koordinasi antarpelaku pembangunan; keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan; serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan.yang masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Tantangan tersebut ada karena terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan proses perencanaan, di antaranya adalah permasalahan menyangkut peraturan perundang-undangan, desentralisasi dan otonomi daerah, dan sumber daya manusia perencana.

Peraturan perundangan-undangan terkait dengan sistem manajemen pembangunan nasional masih belum terintegrasi dengan baik dan masih tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Hal tersebut mengakibatkan pencapaian terhadap sasaran pembangunan menjadi belum optimal. Untuk itu, dalam sistem perencanaan sebagai salah satu penunjang sistem pendukung

(5)

13 - 5 manajemen pembangunan nasional memerlukan sinergi dan sinkronisasi antar stakeholder, terutama dalam hal penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional.

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah masih memiliki penafsiran beragam, sehingga di beberapa hal menciptakan kondisi yang kurang dapat dikendalikan. Terdapat penafsiran bahwa pemerintah daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam mengurus rumah tangganya, sehingga tidak memperhatikan hubungan dan koordinasi dengan pemerintah propinsi maupun pusat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum sepenuhnya disikapi sebagai peluang untuk melakukan sinergi dan meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam arti luas, tetapi cenderung lebih dimaknai sebagai upaya mensejahterakan masyarakat daerahnya sendiri.

Selain hal tersebut, juga masih terdapat permasalahan mengenai sumber daya manusia yang disebabkan karena terbatasnya sumberdaya manusia perencana pembangunan di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan pembangunan, penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan secara baik dan akuntabel. Dari sisi kuantitas, sumberdaya manusia yang tersedia mungkin sudah cukup memadai untuk melakukan pelaksanaan tugas-tugas perencanaan secara prosedural, namun untuk menghasilkan rencana pembangunan yang lebih berkualitas, instansi-instansi tersebut diharapkan dapat menyediakan kualitas perencana yang memadai. Selain itu, dalam hal pengelolaan anggaran belum sepenuhnya berbasis kinerja, sarana dan prasarana sebagai alat mobilitas dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan yang masih terbatas, pedoman kerja yang relatif masih terbatas, serta masalah kelembagaan (struktur organisasi) yang masih memerlukan penataan.

(6)

13 - 6

13.1.2 Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil

Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan upaya penguatan perencanaan pembangunan yang mulai dilakukan sejak tahun 2009, yang merupakan tahun awal persiapan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahap II periode tahun 2010—2014. Upaya peningkatan kualitas penyusunan RPJMN yang sudah dilakukan pada tahun 2009, antara lain, meliputi penajaman dalam perumusan rencana pembangunan jangka menengah serta penguatan proses perencanaan melalui peningkatan kualitas keterlibatan para pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya penguatan hubungan kelembagaan perencanaan. Upaya-upaya tersebut tercermin dari berbagai kegiatan dan keterlibatan Kementerian PPN/Bappenas dalam berbagai proses pembangunan nasional.

Kegiatan-kegiatan dalam penajaman perumusan rencana pembangunan, antara lain, meliputi (a) identifikasi awal visi dan misi presiden terpilih yang selanjutnya dituangkan dalam RPJMN periode 2010—2014; (b) penyusunan RPJMN Tahun 2010—2014; c) pengembangan proses bottom up dan top down yang melibatkan partisipasi berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah; (d) berbagai kajian substantif yang berkaitan dengan bidang kedeputian di Kementerian PPN/Bappenas yang berupa

background study sesuai bidang masing-masing kedeputian; (e)

forum koordinasi yang secara langsung melibatkan para pemangku kepentingan dan yang dimintakan pendapat serta masukan untuk bahan penyusunan RPJMN 2010—2014.

Beberapa hasil strategis yang dicapai dalam perencanaan pembangunan sejak tahun 2009 adalah Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2010 (Perpres No. 21 Tahun 2009), RPJMN 2010-2014 (Perpres No. 5 Tahun 2010), Pedoman Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Permen PPN/Kepala Bappenas Tahun 2009), Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011, Pedoman Penyusunan RPJMN 2010—2014, dan Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004—2009, serta Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah. Dalam penyusunan RKP dan RPJMN,

(7)

13 - 7 Kementerian PPN/Bappenas melakukan rapat-rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), baik tingkat pusat maupun nasional (musrenbangnas) yang sebelumnya telah melalui proses musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat provinsi, kabupaten bahkan sampai ke desa. Mulai tahun 2010 pelaksanaan musyawarah perencanan pembangunan telah berupaya menjalin kesepakatan perencanaan pusat dan daerah dimana di dalamnya terdapat beberapa program dan kegiatan usulan daerah yang ditampung dalam dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga.

Selain itu, peningkatan kapasitas perencana, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui pemberian beasiswa untuk pendidikan gelar dan nongelar secara selektif, baik dalam negeri maupun luar negeri tetap terus dilakukan. Sebagian dari kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut dibiayai bersama (cost sharing) dengan anggaran dari Kementerian PPN/Bappenas dan pemerintah daerah. Dalam rangka meletakkan landasan implementasi anggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah yang dituangkan ke dalam dokumen perencanaan penganggaran RPJMN 2010—2014 dan Renstra-K/L 2010—2014, RKP 2011, Renja-K/L 2011 dan RKA K/L 2011, telah dilakukan restrukturisasi program dan kegiatan dan anggaran kementerian dan lembaga yang disesuaikan dengan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Di samping itu, dalam penyusunan RPJMN 2010—2014 dan RKP 2011 telah diperkuat implementasi dari prinsip-prinsip penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Hal ini tercermin pada hal-hal berikut:

(1) Penyempurnaan indikator dan keluaran pada masing-masing program dan kegiatan,

(2) Perkuatan akuntabilitas program dan kegiatan dengan pencantuman pelaksana dari masing-masing program dan kegiatan,

(8)

13 - 8

(3) Penerapan pagu baseline dari program dan kegiatan yang merupakan upaya agar perencanaan yang disusun merupakan rencana kerja yang dapat diimplementasikan dan terukur.

Untuk menunjang perkuatan implementasi ini, telah disusun berbagai manual penyusunan dokumen perencanaan, seperti manual penyusunan RPJMN 2010—2014, Renstra K/L 2010-2014, RKP 2011 dan Renja K/L 2011, dengan menerapkan prinsip penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Di samping itu, sinergi dari sistem pangkalan data dan perangkat lunak penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran juga terus dilakukan.

13.1.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan

Beberapa tindak lanjut yang diperlukan dalam tahun 2011 dan seterusnya, antara lain sebagai berikut.

(1) Meningkatkan koordinasi dalam rangka integrasi, sinkronisasi, dan sinergi rencana pembangunan, baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah. Dalam rangka penguatan sinergi antara pusat dan daerah, pada tahun 2011 pelaksanaan musrenbang didahului pra musrenbang di dalamnya dilakukan pembahasan perencanaan program kegiatan usulan daerah dengan Kementerian/Lembaga sesuai usulan daerah yang tercantum dalam rancangan APBD pemerintah daerah.

(2) Penyempurnaan draf Manual Penyusunan Dokumen Perencanaan dan Penganggaran dengan perkuatan penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term

Expenditure Framework) termasuk penyempurnaan instrumen

evaluasi berbasis kinerja,

(3) Peningkatan kapasitas aparatur perencana di pusat dan daerah terus dilakukan upaya penyempurnaan. Terkait bidang reformasi birokrasi, mulai tahun 2011 telah dibuka program SPIRIT (Scholarships Programm for Strengthening the

(9)

13 - 9

Reforming Institutions) berupa pendidikan gelar (S2, dan S3 di

dalam negeri dan luar negeri). 13.2 PEMBANGUNAN STATISTIK 13.2.1 Permasalahan yang Dihadapi

Pembangunan di bidang statistik telah menunjukkan kemajuan yang berarti dan ikut memberikan kontribusi nyata dalam rangka mewujudkan tercapainya sasaran pembangunan nasional. Namun, dalam pelaksanaannya, pembangunan di bidang statistik masih dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan secara bertahap. Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah : terbatasnya sumber daya manusia (SDM) di bidang statistik yang profesional dan kompeten, rendahnya kesadaran responden, dan koordinasi antar instansi yang belum optimal.

Terbatasnya SDM di bidang statistik yang profesional dan kompeten diawali dari cepatnya pemekaran wilayah, yang mengakibatkan belum memadainya perwakilan pemerintah di bidang statistik di wilayah-wilayah administrasi baru. Dengan terbatasnya jumlah SDM yang ada dan minimnya formasi baru, terutama di Wilayah Indonesia Bagian Timur, berakibat pemenuhan kebutuhan data di wilayah tersebut menjadi terhambat.

Permasalahan lain dalam pembangunan statistik adalah rendahnya kesadaran responden baik rumah tangga, perusahaan, maupun lembaga yang menjadi sumber data, baik dalam memberikan informasi yang benar maupun pada rendahnya respon rate dari kegiatan statistik, menyebabkan kualitas data yang disajikan menjadi kurang akurat.

Koordinasi antar instansi yang belum optimal juga menyebabkan duplikasi dalam penyelenggaraan kegiatan statistik. Hal ini berdampak pada penggunaan anggaran yang kurang efisien. Di sisi lain banyak kebutuhan pengguna data yang belum terpenuhi.

(10)

13 - 10

Permasalahan lainnya adalah belum terpenuhinya peningkatan kebutuhan ragam data dan informasi statistik wilayah kecil, termasuk data mikro (individu). Kebutuhan ini muncul sebagai akibat dari diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah serta kebutuhan

target group beberapa program yang memerlukan data individu.

13.2.2 Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil

Pembangunan di bidang statistik menetapkan sasaran penyediaan dan penyajian data dan informasi statistik yang lebih mudah dan lebih cepat diakses serta lebih baik (akurat) dan lebih murah. Agar sasaran dapat terwujud dengan baik, masalah-masalah yang dihadapi harus segera diatasi. Untuk mengatasi masalah yang ada, telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Untuk mengatasi terbatasnya SDM dilakukan langkah-langkah kebijakan :

a) Meningkatkan jumlah penerimaan mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

b) Meningkatkan kualitas sumber daya tenaga fungsional statistisi dan pranata komputer

c) Memperbaiki sistem penerimaan dan penempatan aparatur pemerintah di bidang statistik pada semua level dengan memperhatikan alokasi yang seimbang baik di Pusat maupun Daerah;

(2) Untuk mengatasi rendahnya kesadaran responden dilakukan langkah-langkah kebijakan :

a) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting dan kegunaan statistik.

b) Memperbaiki kemitraan dan komunikasi dengan penyedia data

c) Meningkatkan frekuensi sosialisasi kegiatan-kegiatan statistik

d) Meningkatkan kemampuan komunikasi petugas pengumpul data

(11)

13 - 11 e) Mengefektifkan kegiatan survei-survei berbasis

perusahaan

(3) Untuk mengatasi koordinasi antar instansi yang belum optimal dilakukan langkah-langkah kebijakan :

a) Melakukan analisis kebutuhan dan ketersediaan data b) Merevitalisasi Forum Masyarakat Statistik (FMS). c) Meningkatkan koordinasi dengan penyelenggara

statistik sektoral (instansi terkait)

d) Melaksanakan keterpaduan kegiatan statistik

(4) Untuk mengatasi masalah peningkatan kebutuhan ragam data dan informasi statistik wilayah kecil dilakukan langkah-langkah :

a) Memperbaiki kerangka sampel bagi survei baik yang berbasis rumah tangga maupun perusahaan

b) Memperbaiki peta wilayah kerja statistik dan wilayah administrasi

c) Mengembangkan desain survei untuk statistik wilayah kecil

d) Memperluas tingkat penyajian hasil survei seoptimal mungkin (sampai tingkat wilayah administrasi terkecil) e) Meningkatkan koordinasi penyusunan statistik sektoral

di daerah

f) Melakukan reviu terhadap UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik berikut peraturan perundangan pelaksanaannya.

Statistik bermutu tinggi dan dapat diandalkan yang dihasilkan secara tepat waktu merupakan bagian esensial dalam proses perumusan suatu kebijakan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kualitas data dan informasi statistik sosial dan ekonomi, meningkatnya kualitas data dan informasi statistik kesejahteraan rakyat, perbaikan terus-menerus terhadap metodologi dan manajemen survei, berkembangnya analisis statistik, meningkatnya hubungan dengan pengguna data, serta meningkatnya

(12)

13 - 12

efektivitas dan efisiensi diseminasi data dan informasi statistik, dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal.

Saat ini perbaikan yang dilakukan diharapkan mulai menyentuh seluruh aspek seperti penelaahan kembali proses ketatalaksanaan (business process review), pengembangan kapasitas TIK, dan peningkatan kapasitas dan kemampuan SDM serta penataan kelembagaan.

Dalam kurun waktu tahun 2010 sampai Juni 2011, selain berbagai kegiatan dan survei yang rutin dilakukan guna menjaga kesinambungan penyajian data, beberapa kegiatan besar telah dilaksanakan, meliputi:

(1) Dalam rangka memperbaharui informasi tentang kehidupan sosial ekonomi rumah tangga sasaran (RTS) telah dilaksanakan kegiatan persiapan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Data hasil PPLS yang pengumpulannya dilaksanakan pada pertengahan bulan Juli sampai dengan pertengahan Agustus 2011, akan menjadi database penerima program bantuan dan perlindungan sosial, baik oleh Kementerian/Lembaga (K/L) maupun pemerintah daerah. Dengan kegiatan PPLS 2011, maka informasi terkait eligibilitas/kriteria penerima program tersedia dengan lengkap dan menyeluruh.

(2) Uji Coba Survei Biaya Hidup (SBH) telah dilaksanakan sebanyak dua kali dari target empat kali uji coba pada tahun 2011, dalam rangka persiapan kegiatan SBH yang akan dilaksanakan pada tahun 2012. SBH bertujuan meninjau kembali cakupan wilayah (kota) dan komoditi diagram timbangan penyusunan indeks harga konsumen yang digunakan untuk mengetahiui tingkat inflasi daerah kota. (3) Untuk mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan

Kerbau (PSDSK) telah dilaksanakan kegiatan Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK). PSPK yang diselenggarakan diseluruh wilayah (sensus), bertujuan agar pemerintah memiliki data populasi dasar, komposisi, posisi

(13)

13 - 13 stok, dan database ternak di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini kegiatan PSPK sudah memasuki tahap pengolahan hasil pencacahan.

(4) Pelaksanaan Survei Kehidupan Bernegara (SKB) 2011, dalam rangka mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat tentang pentingnya 4 (empat) pilar kehidupan bernegara (Pancasila, UUD1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia/ NKRI, Bhineka Tunggal Ika) dan untuk menggali pendapat masyarakat tentang cara yang paling tepat dan efektif agar masyarakat indonesia dapat memahami dan menjalankan nilai-nilai moral yang dikandung dalam Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. SKB ini dilaksanakan pada tanggal 27-29 Mei 2011, dan dilaksanakan di 181 kabupaten/ kota di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan melibatkan 12.056 responden.

(5) Peningkatan frekuensi pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), yang bertujuan mengumpulkan data sosial ekonomi rumah tangga yang dapat digunakan untuk memperoleh indikator kemiskinan dan mengetahui kesejahteraan rakyat. Sampai Juni 2011 telah dilaksanakan kegiatan Susenas sebanyak dua kali dari target empat kali pelaksanaan kegiatan selama satu tahun (triwulanan) dengan jumlah sampel setiap triwulan sebanyak 75.000 rumah tangga. (6) Upaya peningkatan frekuensi pendataan Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas) juga telah dilakukan. Hingga semester pertama tahun 2011, kegiatan Sakernas juga telah dilaksanakan sebanyak dua kali dari target empat kali dalam setahun dengan total sampel 300.000 rumah tangga.

(7) Sebagai lanjutan dari kegiatan Sensus Penduduk (SP) 2010, pada tahun 2011 dilakukan analisis tematik dengan memanfaatkan SIG (Sistem Informasi Geografis) terhadap data hasil SP 2010. Analisis dibagi dalam enam bidang kependudukan dan demografi yaitu : pendidikan dan

(14)

13 - 14

kesehatan, migrasi, fertilitas, mortalitas, ketenagakerjaan, dan fasilitas rumah tangga.

(8) Dalam rangka menyediakan data bagi penyusunan statistik wilayah kecil (small area statistics) yang diharapkan dapat digunakan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pembangunan wilayah dan usaha, telah dilaksanakan Pendataan Potensi Desa (Podes). Sampai dengan Juni 2011 rangkaian kegiatan Podes yang telah dilaksanakan antara lain pencacahan dan pengolahan dan saat ini telah memasuki tahap

cleaning data.

(9) Uji Coba Sensus Pertanian (ST) 2013 dilaksanakan dalam rangka persiapan ST2013. Sensus ini akan diselenggarakan pada tahun 2013 dengan tujuan untuk mendapatkan data dasar statistik pertanian dengan tingkat penyajian sampai dengan daerah administrasi terendah (desa/kelurahan).

(10) Survei Industri Besar/Sedang, Kompilasi Data Ekspor dan Impor, Survei Bidang Pariwisata, dan data lainnya yang hasilnya digunakan untuk menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang disajikan setiap triwulan.

(11) Pengembangan kegiatan analisis statistik dasar dan lintas sektor serta penyusunan berbagai neraca seperti neraca regional, produksi, konsumsi, dan sebagainya.

13.2.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan

Tindak lanjut ke depan yang akan ditempuh dalam rangka pembangunan di bidang statistik adalah :

(1) Mengupayakan peningkatan kemampuan pelaksana kegiatan statistik dalam menyelenggarakan dan menyajikan data dan informasi statistik. Kompetensi SDM pelaksana kegiatan statistik sangat berpengaruh terhadap kualitas data dan informasi statistik yang dihasilkan dan disajikan.

(2) Mengupayakan pembinaan untuk pendayagunaan satuan kerja bidang statistik di semua lembaga pemerintah maupun swasta,

(15)

13 - 15 dalam penyetaraan pengetahuan tentang statistik sehngga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan statistik.

(3) Mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat akan arti penting dan kegunaan statistik. Masyarakat sebagai sumber data akan ikut menentukan kualitas data yang dihasilkan, mengingat data yang diperoleh sangat tergantung pada jawaban yang diberikan masyarakat sebagai sumber data. (4) Mengupayakan terselenggaranya kegiatan statistik yang

efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang andal dan prima dengan berlandaskan kepada asas keterpaduan, keakurasian dan pemutakhiran.

13.3 PENGADAAN BARANG DAN JASA 13.3.1 Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang masih dihadapi terkait pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah belum adanya pengaturan/regulasi yang dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi, kekuatan memaksa yang lebih kuat, maupun legal

standing yang lebih kuat terhadap peraturan perundangan lainnya

yang terkait.

Selain itu, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih rendahnya kompetensi aparatur dalam mengelola pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini ditandai dengan masih tingginya pelanggaraan prosedur yang dilakukan oleh aparat dalam pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan juga masih terlambatnya proses pengadaan barang/jasa yang berakibat pada rendahnya realisasi fisik maupun keuangan.

Permasalahan berikutnya dalam pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah masih rendahnya kualitas pelayanan publik. Salah satu penyebabnya adalah penerapan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai sarana untuk memberikan

(16)

13 - 16

pelayanan publik (e-services) masih belum optimal dan merata. Hal ini ditandai dengan masih relatif sedikitnya Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang menerapkan pengadaan barang/jasa dengan menggunakan e-Procurement. Sementara itu, peningkatan kualitas pelayanan publik - termasuk di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penerapan e-Procurement - harus dilakukan agar dapat memenuhi keinginan masyarakat terhadap pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan transparan.

Pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah juga dihadapkan pada tingginya praktek penyalahgunaan kewenangan oleh aparatur negara. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya kasus penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Kasus-kasus korupsi terkait proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang ditemukan dan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencakup sekitar 80 persen dari seluruh kasus korupsi/penyalahgunaan wewenang yang ditangani kedua lembaga tersebut.

13.3.2 Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil

Di bidang pengadaan barang dan jasa, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh pada tahun 2010 dan 2011 diarahkan untuk (1) memperbaiki/menyempurnakan dan memperkuat peraturan perundang-undangan terkait pengadaan barang/jasa; (2) meningkatkan kemampuan dan profesionalisme aparatur dalam bidang pengadaan barang/jasa; (3) meningkatkan penggunaan teknologi dalam proses pengadaan barang/jasa.

Hasil yang dicapai dalam upaya perbaikan/penyempurnaan kebijakan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu : (1) Ditetapkannya Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah pada tanggal 6 Agustus 2010, sebagai pengganti Keppres No. 80 Tahun 2003.

(17)

13 - 17 (2) Sebagai tindak lanjut terbitnya Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tersebut, telah disusun pedoman/petunjuk teknis sebanyak delapan dokumen yaitu: (1) Pedoman Akreditasi Program Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; (2) Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik; (3) Pedoman Penetapan Acuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Kendaraan Pemerintah; (4) Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tingkat Pertama/Dasar; (5) Tata Cara e-Tendering; (6) Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; (7) Perubahan Kesatu Atas Peraturan Kepala LKPP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; dan (8) Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam.

(3) Selain berbagai pedoman/petunjuk teknis tersebut di atas, LKPP juga telah menerbitkan Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebanyak 24 (dua puluh empat) dokumen yaitu: (1) Pengadaan Barang Pascakualifikasi; (2) Pengadaan Barang Prakualifikasi; (3) Pengadaan Konstruksi Pascakualifikasi; (4) Pengadaan Konstruksi Prakualifikasi; (5) Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha Prakualifikasi Satu Sampul; (6) Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha Prakualifikasi Dua Sampul; (7) Pengadaan Jasa Konsultansi Perseorangan Pascakualifikasi; (8) Pengadaan Jasa Lainnya Pascakualifikasi; (9) Pengadaan Jasa Lainnya Prakualifikasi; (10) Pengadaan Barang Penunjukan Langsung Non Darurat; (11) Pengadaan Konstruksi Penunjukan Langsung Non Darurat; (12) Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha Penunjukan Langsung Non Darurat; (13) Pengadaan Jasa Konsultansi Perseorangan Penunjukan Langsung Non Darurat; (14) Pengadaan Jasa Lainnya Penunjukan Langsung Non Darurat; (15) Pengadaan Barang Penunjukan Langsung Darurat; (16) Pengadaan Kosntruksi Penunjukan Langsung Darurat; (17) Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha Penunjukan Langsung Darurat; (18) Pengadaan Jasa Konsultansi Perseorangan Penunjukan Langsung Darurat; (19)

(18)

13 - 18

Pengadaan Jasa Lainnya Penunjukan Langsung Darurat, (20) Pengadaan Barang Pengadaan Langsung yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) ; (21) Pengadaan Konstruksi Pengadaan Langsung yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK); (22) Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha Pengadaan Langsung yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK); (23) Pengadaan Jasa Konsultansi Perseorangan Pengadaan Langsung yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK); dan (24) Pengadaan Jasa Lainnya Pengadaan Langsung yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK).

Upaya memperkuat peraturan perundang-undangan terkait pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui penyusunan Undang-Undang tentang Pengadaan Barang/Jasa. Saat ini naskah akademik RUU Pengadaan Barang/Jasa telah diselesaikan. Draft RUU telah pula dibahas dengan Tim Antar Kementerian/Lembaga. Selanjutnya akan dilakukan proses harmonisasi Draft RUU Pengadaan Barang dan Jasa melalui Kementerian Hukum dan HAM, sebelum dilakukan pembahasan dengan DPR. Diharapkan pada akhir tahun 2012, RUU tersebut dapat ditetapkan.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pengelola pengadaan dilakukan melalui perumusan dan penyusunan strategi serta kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. Salah satu langkah kebijakan yang penting adalah pemberlakuan sertifikasi bagi pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah.

Hasil-hasil yang dicapai dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pengelola pengadaan, diantaranya: (1) Dalam upaya pemenuhan SDM pengelola pengadaan yang

bersertifikat, berdasarkan penyelenggaraan ujian sertifikasi yang telah dilakukan sampai dengan Juni 2011, sebanyak 161.574 orang telah dinyatakan lulus. Mulai tahun 2011, ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh LKPP dilaksanakan menggunakan dua cara, yaitu ujian tertulis dan ujian berbasis komputer. Selain itu untuk membantu ketersediaan ahli

(19)

13 - 19 pengadaan yang bersertifikat, LKPP melaksanakan konversi sertifikat ahli pengadaan barang/jasa dari L2, L4 dan L5 menjadi tingkat dasar/pertama.

(2) Untuk mendukung kualitas pelatihan pengadaan yang sesuai standar kompetensi pengadaan, telah dilatih instruktur pengadaan barang/jasa pemerintah sebanyak 650 orang yang terdiri atas instruktur tingkat dasar sebanyak 500 orang, instruktur tingkat menengah sebanyak 50 orang dan Manager

of Training (MOT) sebanyak 100 orang.

(3) Selanjutnya untuk menjaga standar kualitas dalam pelaksanaan pelatihan pengadaan, telah dilaksanakan pemeringkatan (akreditasi) Lembaga Pelaksana Pelatihan (LPP) bidang Pengadaan Barang/Jasa terhadap 31 LPP.

(4) Guna menyediakan data yang terkini dan akurat tentang ahli pengadaan di seluruh Kementerian/Lembaga Non Kementerian/Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, LKPP senantiasa menyajikan data terkini untuk kebutuhan tersebut melalui Sistem Data Base Ahli Pengadaan. (5) Untuk mengembangkan profesi ahli pengadaan barang/jasa

nasional, LKPP memfasilitasi pembentukan pengurus Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI). Dewan Pengurus IAPI terbagi menjadi 2 (dua) yaitu : (1) Dewan Pengurus Pusat yang berkedudukan di DKI Jakarta; dan (2) Dewan Pengurus Daerah. Hingga tahun 2011 telah terbentuk 10 Dewan Pengurus Daerah di Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Papua. Selain itu akan menyusul 2 (dua) Dewan Pengurus Daerah yang akan dilantik, yaitu Sumatera Barat dan Bengkulu.

Peningkatan penggunaan teknologi dalam proses pengadaan barang dan jasa telah dilakukan melalui pengembangan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement). Langkah yang telah dilakukan oleh LKPP antara lain memberikan fasilitasi

(20)

13 - 20

dan asistensi pembentukan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) serta penerapan e-procurement kepada seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Selain itu, LKPP juga melakukan pembinaan, pengawasan dan pengembangan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.

Saat ini telah tersedia 262 LPSE yang tersebar di 32 provinsi dan melayani 445 instansi pusat dan daerah. Realisasi pengadaan secara elektronik meningkat dari 1.725 paket senilai Rp.3,37 triliun pada tahun 2009 menjadi 6.218 paket senilai Rp.13,26 triliun selama tahun 2010. Sampai dengan minggu kedua Juli 2011 telah terlaksana sebanyak 9.902 paket pengadaan secara elektronik senilai Rp.16,58 triliun. Penerapan pengadaan secara elektronik tersebut semakin meningkatkan kualitas proses pengadaan dengan lebih efektif, efisien, akuntabel serta didasarkan pada prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, dan perlakuan adil bagi semua pihak. Kinerja implementasi pengadaan secara elektronik telah memberikan dampak signifikan berupa efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran pengadaan dalam beberapa tahun terakhir. Sampai dengan minggu kedua Juli 2011, telah terjadi penghematan anggaran dengan total sebesar 14% dan diharapkan akan lebih meningkat lagi sampai akhir tahun 2011.

TABEL 13.1

CAPAIAN IMPLEMENTASI PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK

2008–2011

No Indikator Satuan 2008 2009 Capaian 2010 2011 Total 1. Realisasi paket

pengadaan melalui LPSE

paket 33,0 1.725,0 6.218 9.902 17.930 2. Nilai pengadaan

melalui LPSE miliar 52,5 3.372,0 13.265 16.579 33.311 3. Efisiensi anggaran

(selisih pagu anggaran dengan hasil lelang)

miliar 6,6 518,3 1.351 1.672 3.548 4. % Penghematan

anggaran % 15 17 11 16 14

(21)

13 - 21 Salah satu langkah kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik serta memperkecil penyalahgunaan wewenang di bidang pengadaan adalah dengan pemberian bimbingan teknis dan advokasi kepada semua pemangku kepentingan (pengelola pengadaan, aparat pengawasan, aparat penyidik, hakim pengadilan, perguruan tinggi, penyedia barang/jasa, LSM, masyarakat) terkait peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui: (i) konsultasi pengadaan; dan (ii) pendampingan/asistensi (advokasi). Hasil yang telah dicapai terkait kegiatan ini, yaitu :

(1) Hingga Juni 2011, pelaksanaan bimbingan teknis pengadaan barang/jasa pemerintah di seluruh K/L/D/I telah dilaksanakan untuk 28 pihak. Bimbingan teknis juga dilaksanakan dalam bentuk konsultasi pengadaan yang dilakukan melalui telepon/sms, konsultasi tatap muka, email dan melalui surat sebanyak 3.991 konsultasi. Selain itu, LKPP melaksanakan pendampingan pengadaan barang/jasa di lima instansi: (1) Sekretariat Wakil Presiden, paket Pembangunan Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar Bali; (2) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, paket Penerapan KTP Elektronik; (3) Kementerian Komunikasi dan Informatika, paket Penyediaan Pelayanan Media dan Humas KTT ASEAN 2011; (4) PT. Indonesia Ferry (Persero), paket Pengadaan Kapal; dan (5) Kementerian Perindustrian, paket Fasilitasi Bantuan Mesin Peralatan Produksi untuk Program Pengembangan Kendaraan Angkutan Umum Murah Pedesaan.

(2) Terkait penanganan pengaduan dan pemberian rekomendasi penyelesaian sanggah banding pengadaan barang/jasa pemerintah di seluruh K/L/D/I, pada tahun 2011, LKPP telah memberikan 55 rekomendasi. Dari 55 rekomendasi tersebut, 13 diantaranya terkait sanggah banding, sementara 42 lainnya terkait penanganan pengaduan.

(3) Dalam penanganan permasalahan sengketa kontrak dan sengketa audit, pada tahun 2011 LKPP telah memberikan pelayanan kesaksian ahli sebanyak 75 kasus, sedangkan

(22)

13 - 22

jumlah bantuan, nasehat dan pendapat hukum yang diberikan sebanyak 40 kasus. Dalam upaya meningkatkan kapasitas kesaksian ahli telah dilatih 50 saksi ahli baru dan 50 tenaga pendamping.

Masih dalam upaya untuk mengurangi penyalahgunaan kewenangan dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, telah dilakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan monitoring dan evaluasi pengadaan, s e r t a perencanaan pengadaan. Hasil yang telah dicapai dalam kegiatan ini, antara lain sebagai berikut:

(1) Penyusunan sistem monitoring dan evaluasi. Pemerintah pusat dan daerah telah mulai melakukan pengisian tabel monitoring evaluasi dan menyampaikan kepada LKPP. Berdasarkan tabel tersebut LKPP mempersiapkan database monitoring dan evaluasi pengadaan. Database ini selanjutnya akan diintegrasikan kedalam sistem electronic announcement dan

electronic procurement.

(2) Perencanaan pengadaan RAPBN. Dalam rangka mengintegrasikan proses penganggaran/perencanaan pembangunan maka diusulkan untuk memasukkan informasi mengenai rencana pengadaan pada sistem aplikasi RKAKL. Untuk itu Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun rencana pengadaan barang/jasa yang mengacu pada buku pedoman perencanaan pengadaan yang disusun LKPP.

13.3.3 Tindak Lanjut Yang Diperlukan

Tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2010–2014 khususnya di bidang pengadaan, antara lain akan dilakukan melalui upaya-upaya berikut : (1) Percepatan penyelesaian RUU Pengadaan Barang/Jasa dan

Peraturan Pemerintah pendukungnya. Upaya yang akan dilakukan untuk mempercepat penyelesaian kegiatan tersebut adalah melalui pembahasan dan harmonisasi secara intensif di lingkungan internal dan ekternal LKPP.

(23)

13 - 23 (2) Mendorong pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP). (3) Implementasi jabatan fungsional pengadaan di K/L/D/I. (4) Mendorong K/L/D/I untuk mempercepat implementasi dan

pemanfaatan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). (5) Memperkuat database perencanaan dan monitoring evaluasi

pengadaan barang/jasa pemerintah.

(6)

Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pengelola pengadaan melalui peningkatan jumlah aparat birokrasi yang memiliki sertifikat pengadaan. Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan standar pelatihan baik dari aspek lamanya pelatihan, materi pelatihan, kualitas instruktur (melalui sertifikasi instruktur), serta kualitas lembaga pelatihan (melalui akreditasi lembaga pelatihan). Selain daripada itu, untuk meningkatkan kompetensi pemegang sertifikat pengadaan barang/jasa maka soal ujian akan disusun sesuai dengan standar kompetensi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian makrozoobenthos di perairan dataran banjir sungai Rungan menyediakan makanan alami yang berlimpah bagi ikan ikan yang hidup di perairan tersebut..

Dari hasil data pada tabel 4.21 di atas bahwa dari 24 orang atau 80% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara panggih dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah massa telur yang diletakkan oleh induk dengan kepadatan populasi larva Chironomidae di

Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum No 19 Tahun 2017

Bila pada pantun, konsep keindahan bentuk ditandai dengan ciri-ciri, empat baris sebait, baris pertama dan kedua sebagai sampiran dan baris ketiga dan baris

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan pernikahan usia muda di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan dikarenakan hamil di luar

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan aspek konatif pada siswa cerdas berbakat yang didasarkan pada indikator prososial di

Apabila Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Bupati mengangkat pejabat kepala desa dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan