• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Sistematika tanaman (Rukmana, 2007) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas L.

Kultivar : Ipomoea batatas „Ayamurasaki‟

Gambar 1.Ubi jalar ungu

2. Morfologi tanaman ubi jalar ungu

Pada gambar 1, ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong tanaman semusim. Tanaman ini tumbuh menjalar pada permukaan tanah, dengan panjang tanaman yang terdapat mencapai 3 meter, berbatang lunak, tidak berkayu berbentuk bulat dan bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas dengan panjang ruas sekitar 1-3 cm, daunnya berbentuk bulat hati, bulat lonjong dan runcing tergantung pada

(2)

varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong atau oval memiliki tepi daun rata, berlekuk dangkal atau berlekuk dalam. Tanaman ini mempunyai bunga berbentuk terompet dengan panjang 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4 cm, mahkota bunga berwarna ungu keputih-putihan dan bagian dalam mahkota bunga berwarna ungu muda (Widodo, 1986).

3. Varietas

Ubi jalar dapat digolongkan berdasarkan perbedaan pada warna daging umbi dan warna kulit. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Kulit ini berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, tergantung jenis varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu (Rukmana, 2004). Kulit ubi maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging ubi (Suhartina, 2005).

4. Kandungan kimia

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi dan juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vtamin B1), dan riboflavin. Kandungan mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu (Woolfe, 1993).

Ubi jalar ungu adalah sejenis umbi-umbian yang memiliki banyak keunggulan dibanding umbi lainnya karena memiliki kandungan zat gizi yang beragam. Karbohidrat yang terdapat pada ubi jalar ungu termasuk karbohidrat kompleks dengan klasifikasi Indeks Glikemik (IG) 54 yang rendah. Kandungan utama ubi jalar ungu adalah pati. Kandungan pati pada ubi jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi yaitu 4,72% per 100 gram. Kandungan antosianin ubi jalar ungu yaitu 110-210 mg/100 g. kandungan

(3)

betakaroten sebesar 1,208 mg dan vitamin C sebesar 10,5 mg (Ayudya, 2012).

Antosianin memiliki beberapa peran pada tanaman yang digunakan untuk kesehatan, peranannya antara lain sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian Sondang (2011), dan Brenda (2013), antosianin memiliki antivitas hipoglikemik. Ijaola et al (2014) membuktikan bahwa ekstrak daun ubi jalar ungu memiliki aktivitas antihiperglikemik pada dosis 300 mg/kgBB terhadap tikus yang diinduksi aloksan. Wayan et al (2012) menunjukan bahwa ekstrak daun ubi jalar ungu dapat memperbaiki profil lipid dan meningkatkan kadar SOD.

Senyawa antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah, ungu dan biru dalam daun bunga, daun dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianidin terdapat enam jenis secara umum, yaitu: sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin (Harborne, 1987). Ubi jalar ungu mengandung antioksidan berupa antosianin. Jenis antosianin yang terdapat dalam ubi jalar ungu adalah peonidin dan sianidin (Zen et al., 2010)

5. Kegunaan tanaman

Ubi jalar ungu memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri, antikanker, perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit jantung dan sroke (Sarwono, 2005). Selain itu ubi jalar ungu juga memiliki khasiat sebagai antikolesterol (Budiasa dan Jawi, 2011)

B. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

(4)

insulin, atau kedua-duanya. Berbagai macam komplikasi disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah pada diabetes melitus yang dapat mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh seperti ginjal, syaraf, mata, dan juga berkontribusi untuk berkembangnya proses penyakit aterosklerosis yang akan berefek pada gangguan jantung, otak dan organ lain dalam tubuh (Oliviany, et al., 2009).

Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak bias masuk ke sel-sel otot, jaringan hati dan metabolismenya terganggu. Menurut Dalimartha (2007) ada dua jenis utama diabetes:

1. Diabetes melitus tipe 1 (TIB) biasanya berkembang dimasa kecil dan masa remaja dan pasien membutuhkan suntikan insulin seumur hidup untuk bertahan hidup

2. Diabetes melitus tipe 2 (T2B) biasanaya berkembang dimasa dewasa dan berhubungan dengan obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan diet yang tidak sehat dan penngobatan mungkin melibatkan perubahan gaya hidup dan penurunan berat badan atau obat-obatan oral bahkan suntikan insulin

Diabetes Melitus tipe 1 umumnya terjadi pada anak-anak ataupun remaja karena adanya kerusakan sel B pada pancreas yang disebabkan oleh imun. Hiperglikemia terjadi ketika 80%-90% sel beta terganggu atau rusak. Sedangkan Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% penyebab diabetes, dimana biasanya karena resistensi insulin dan kekurangan insulin. Diabetes Melitus juga dapat menyebabkan komplikasi, antara lain komplikasi mikrivaskuler yang termasuk di dalamnya retinopathy, neuropathy dan nefropathy. Kemudian ada komplikasi makrovaskuler yaitu termasuk jantung coroner, stroke (Wells et al., 2009).

C. Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungsi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Selain itu yang dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah adalah fungsi tiroid, kerja fisik, faktor imunologik dan genetik.

(5)

1. Hepar

Glukosa yang berasal adari absorpsi makanan di intestine dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi dari pada di vena hepatica. Setelah absorpsi selesai glikogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari pada vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukosa. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemia ataupun hiperglikemia (Gunawan, 2007).

2. Pankreas

Peran insulin dan glukagon penting pada metabolism karbohidrat. Glukogon menyebabkan glikogenesis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk glikogenolisis. Bila cadangan glikogen di hepar menurun makan glukogenolisis akan lebih aktif (Gunawan, 2007).

3. Kerja fisik

Tanpa insulin, kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak masuk ke dalam sel. Karenanya pasien DM sangat dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur agar tidak terlalu banyak membutuhkan insulin. Pasien DM yang bekerja keras harus mendapat eksra kalori atau dosis insulin harus dikurangi (Gunawan, 2007).

D. Insulin

Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino. Sekresi insulin diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Glukosa, asam amino, asam lemak dan benda keton akan merangsang sekresi insulin (Gunawan, 2007).

Pada DM, defisiensi insulin menyebabkan hambatan transport asam amino kedalam sel serta inkorporasinya menjadi molekul protein. Selain itu

(6)

gluconeogenesis bertambah, terjadi imbangan nitrogen negatif. Hal ini dapat

menambah lagi turunannya berat badan pasien DM yang tidak diobati, daya tahan tubuh sangat menurun karena pembentukan zat anti juga terhambat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya infeksi pada pasien DM, selain itu hiperglikemia dan glukosuria menyebabkan darah dan urin menjadi medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman (Gunawan, 2007).

E. Aloksan

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Aloksan merupakan senyawa hidrofilik yang tidak stabil dan selektif toksik terhadap hati dan ginjal, namun dalam dosis tertentu menyebabkan destruksi selektif pada sel beta pankreas. Pemberian aloksan pada hewan percobaan merupakan suatu cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik). Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120-150 mg/KgBB. Pada hewan percobaan aloksan dapat diberikan secara intravena, intrapritoneal, dan subkutan (Yuriska, 2009).

F. Pengobatan Diabetes Melitus

Tujuan terapi DM adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala hiperglikemia, menurunkan onset dan progresivitas komplikasi mirovaskular dan makrovaskular, menurunkan angka kematian dan memperbaiki pola hidup (Wells et al., 2009).

Secara umum keadaan glukosa normal menurunkan resiko komplikasi mikrovaskular, tetapi adanya pengaturan yang sangat ketat pada hal-hal yang beresiko atau berhubungan dengan kardiovaskular seperti merokok, terapi antiplatelet, tekanan darah tinggi, terapi dyslipidemia sangat di butuhkan karena berpengaruh pada penurunan resiko penyakit makrovaskular (Wells et

al., 2009). Para ahli medis juga menyarankan kepada para pasien DM selain

pengobatan farmakologi juga melakukan pengobatan non farmakologi seperti diet untuk menjaga berat badan tetap normal dan berolahraga.

(7)

Terapi farmakologi pada diabetes ada beberapa, antara lain yaitu dengan terapi insulin dan antidiabetika oral. Insulin merupakan obat utama pada diabetes mellitus tipe 1 dan pada beberapa diabetes tipe 2. Tujuan pemberian insulin pada DM tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolism dan inilah yang sulit untuk dicapai. Selain dengan insulin bisa juga dengan antidiabetika oral, seperti golongan sulfonilurea, meglitinid, biguanida. Thiazolidion, penghambat enzim α-glukosidase dan penghambat dipeptil peptidase IV (Gunawan, 2007). Pada pengobatan diabetes melitus tipe 2, dapat digunakan kombinasi antara insulin dan antidiabetika oral (Goldstein, 2008).

G. Glibenklamid

Glibenklamid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea dan merupakan generasi kedua sulfonilurea. Mekanismenya merangsang sekresi insulin dari sel-sel beta Langerhans pancreas (Golstein, 2008). Dosis terapi glibenklamid adalah 5-20 mg. Efek terapi jangka pendek glibenklamid hampir sama dengan efek hipoglikemik flavonoid yaitu meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pankreas. Sedangkan pengobatan glibenklamid pada jangka panjang, efek utamanya yaitu peningkatan efek insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan pengeluaran glukosa dari hati. Glibenklamid dapat menimbulkan efek samping berupa hipoglikemia dan pada saluran cerna dapat menimbulkan mual dan anoreksia (Gunawan, 2007).

H. Uji Antidiabetes

Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan zat-zat kimia. Zat kimia yang dapat digunakan sebagai induktor adalah glukosa, aloksan, EDTA, diasosida adrenalin, streptozotosin, dan sebagainya. Dimana umumnya diberikan secara parenteral. Sebagai induktor, glukosa memiliki efek diabetes yang tidak permanen (lama) karena tanpa diberi obat antidiabetes, efek hiperglikemiknya dapat turun dengan sendirinya. Sedangkan aloksan merupakan diabetogen yang lazim digunakan dan memiliki efek

(8)

hiperglikemik yang permanen dalam waktu 2-3 hari. Karena aloksan selektif merusak produksi insulin beta pankreas, obat ini menyebabkan perubahan konsentrasi plasma insulin diikuti dengan perubahan ultrastruktural sel beta yang dapat menyebabkan nekrosis sel (Rohilla, 2012).

Uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode uji toleransi glukosa dan metode uji diabetes dengan induksi aloksan (Adnyana et al., 2004).

1. Uji diabetes dengan metode toleransi glukosa

Hewan uji yang telah dikelompokan secara acak diambil cuplikan darahnya (T = 0) untuk penentuan kadar glukosa darah awal, kelompok uji diberi sediaan uji secara per oral, kelompok kontrol diberi air suling dan kelompok pembanding diberi glibenklamid. Setelah 30 menit kemudian, semua hewan percobaan diberi larutan glukosa secara per oral. Setiap 30 menit cuplikan darah diambil dari masing-masing tikus dan di ukur kadar gula darahnya.

2. Uji diabetes dengan metode induksi aloksan

Hewan percobaan setelah diinjeksi dengan aloksan secara intravena dipelihara selama 1 minggu untuk melihat kembali keadaan glukosa serum normal. Hewan percobaan yang telah dikelompokan secara acak cuplikan darahnya diambil (T = 0). Kelompok uji diberi sediaan uji, kelompok pembanding diberi glibenklamid, sedangkan kelompok kontrol diberi air suling selama tujuh hari berturut-turut. Semua hewan uji diberi makan dan minum ad-libitum. Darah diambil dan di ukur kadar gula darahnya setiap hari selama tujuh hari setelah kadar gula darah naik cukup tinggi karena induksi aloksan. Pengambilan darah dan pengukuran kadar gula darah juga dilakukan setelah pemberian aloksan yang belum diberi sediaan uji.

Alat yang digunakan dalam uji diabetes adalah glukometer. Kadar glukosa darah tikus diukur menggunakan alat glukometer. Tes strip pada glukometer mengandung bahan kimia glukosa oksidase ≥ 0,8 IU, garam naftalen asam sulfat 42µg; dan 3-metil-2-benzothiazoline hidrazon. Prinsip

(9)

kerja glukometer yaitu oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalis proses oksidase glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Dalam reaksi yang kedua, enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidasi kromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hydrogen peroksidase membentuk suatu produk kromogen teroksidasi berwarna biru yang diukur dengan glukometer (Vasihst et al., 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa bermain finger painting dari tanah liat dapat meningkatkan kreativitas pada

Dari pemahaman yang dimiliki S1, dapat dikaji proses koneksi matematika dalam menyelesaikan masalah berdasarkan pemahaman relasional, yakni: S1 dapat menghubungkan konsep

Langkah-langkah dalam pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi: (a) perumusan masalah, (b) menyusun hipotesis, (c) mengumpulkan data, (d) menganalisis data, dan (e)

Permasalahan ini kemudian menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang hubungan antara antara umur, paritas dan pendampingan suami dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh da- lam usaha pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka “Madur” di Desa

Kemudian seiring dengan perkembangan usia dan kemampuan intelektual kita masuk dan terlibat dalam kelompok-kelompok sekunder seperti sekolah, lembaga agama, tempat pekerjaan

Adapun Ketetapan Majelis Fikih Islam (Majma’ al-Fiqh al-Islam) seputar masalah jual beli dengan panjar adalah di antara hal yang patut diingat bahwa Majelis Fikih Islam pada seminar

Salah satu faktor penyebab beban kerja di subbagian ini bisa berlebih yaitu satu karyawan Aneka Tanaman dan Hortikultura mengerjakan tugas terkait pengadaan barang