• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pertumbuhan Mikroorganisme pada Fermentasi Biji Kakao Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil Pertumbuhan Mikroorganisme pada Fermentasi Biji Kakao Aceh"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia

Open Access Journal

I N F O A R T I K E L Submit: Perbaikan: Diterima: Keywords: ABSTRACT DOI:

PROFIL PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PADA FERMENTASI BIJI KAKAO ACEH

https://doi.org/10.17969/jtipi.v9i2.5975

Murna Muzaifa, Yusya Abubakar*, Faitzal Haris

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh

*Email: yusya.abubakar@unsyiah.ac.id

PROFILE OF MICROORGANISMS GROWTH ON FERMENTATION OF ACEH CACAO BEAN

Murna Muzaifa, Yusya Abubakar*, Faitzal Haris

Fermentation process is the most crucial step in the formation of the flavour and aroma of the cacao bean. Cacao bean fermentation triggers an array of chemical changes within the bean. These chemical changes are vital to the development of the complex and much-loved flavour known as “chocolate”. Fermentation involves a number of specific microorganisms that play a role during fermentation. The aim of this research was to analized microorganism growth profil of Aceh cacao during fermentation. Fermentation was conducted on 6 days with different aerations (agitation every 24 and 48 hours). The result showed that growth profile of microorganism during fermentation relatively had similar trend. Yeast dominated on the early fermentation, lactid bacteria reached the highest population on day 3 and acetic acid bacteria on day 4. Better quality of fermented cacao was resulted on every 48 hours of agitation that reached 70,19% of full fermentation.

aceh cacao, cut test,

fermentation, microorganism. 11 Juli 2017

29 Agustus 2017 4 September 2017

1. PENDAHULUAN

Kakao merupakan salah satu produk unggulan

Provinsi Aceh yang menjadi tumpuan

perekonomian sekitar 112.000 KK masyarakat petani. Saat ini luas lahan penanaman kakao di Aceh mencapai 100.490 Ha dengan produksi 37.120 ton (BPS, 2013). Selama ini biji kakao yang difermentasi oleh petani selama 5 hari dengan pengadukan setiap 48 jam belum menghasilkan aroma dan citarasa yang diinginkan, sehingga harga jual biji relatif rendah, akibatnya pendapatan petani juga rendah.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi mutu biji kakao adalah keberhasilan proses

fermentasi, yang antara lain dipengaruhi oleh wadah dan ketebalan tumpukan biji dalam wadah fermentasi, cara pengadukan dan interval pengadukan, tingkat kematangan buah dan lama pemeraman di dalam buah setelah panen. Anhar dkk. (2011) melaporkan bahwa wadah kotak kayu menghasilkan kualitas fermentasi yang lebih baik dibandingkan keranjang rotan dan karung plastik pada berbagai ketebalan biji kakao yang diteliti.

Abubakar dkk. (2012), melaporkan bahwa

pengadukan selama fermentasi dapat

memperbaiki derajat fermentasi biji kakao. Pengadukan dengan interval 12 dan 24 jam sekali lebih baik dibandingkan pengadukan 48 jam sekali selama 5 hari proses fermentasi. Biji kakao yang dihasilkan belum sepenuhnya memperbaiki aroma dan citarasa. Hal ini diduga terkait dengan belum

optimalnya peran (pertumbuhan)

mikroorganisme penting yang terlibat selama fermentasi kakao berlangsung. Camu dkk. (2008) menyatakan bahwa tingkat aktivitas mikroba selama proses fermentasi sangat terkait dengan

(2)

pembentukan flavor didalam biji kakao.

Proses fermentasi merupakan langkah yang paling menentukan dalam pembentukan citarasa dan aroma pada biji kakao. Nielsen dkk. (2007) menyatakan bahwa mikroorganisme yang sering ditemukan dalam fermentasi kakao di Ghana adalah kelompok khamir, bakteri asam laktat, dan bakteri asam asetat. Leal dkk. (2008) menyebutkan bahwa fermentasi secara tradisional dan spontan merupakan fermentasi mikrobial yang melibatkan khamir, bakteri asam laktat, bakteri asam asetat dan kapang. Selama fermentasi, mikroorganisme tersebut berkembang secara sekuensial sesuai dengan ketersediaan nutrisi dalam massa kakao. Namun, untuk kasus Aceh, jumlah dan jenis mikroorganisme yang berperan aktif dalam fermentasi kakao belum diketahui dan literaturnya belum ditemukan. Jenis dan populasi mikroorganisme ini sangat terkait dengan sumber mikroorganisme yang ada dan berkembang di tingkat lokal.

Pada penelitian ini, profil mikroorganisme

akan dianalisis untuk menentukan

mikroorganisme yang berperan selama proses fermentasi biji. Pengadukan (pembalikan biji) akan dilakukan untuk memfasilitasi aerasi guna memicu pertumbuhan mikroorganisme yang lebih baik selama fermentasi. Jenis mikroorganisme utama yang terlibat dalam fermentasi kakao akan ditentukan dan diamati pertumbuhannya melalui kultivasi dalam media spesifik. Profil mikroorganisme terbaik selama fermentasi ditentukan dari hasil uji derajat fermentasi biji kakao yang dihasilkan.

2. MATERIAL DAN METODE Bahan dan Alat

Pada penelitian ini bahan yang digunakan terdiri atas bahan baku dan bahan analisis. Bahan baku yang digunakan adalah biji kakao basah (baru dipanen), yang diperoleh dari petani kakao di Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie. Bahan yang

digunakan untuk analisis kimia dan

mikroorganisme yaitu akuades, pepton, media MRS (de Man Rogosa Sharpe), GYC (glucose yeast

extract calcium carbonate), MEA (malt extract

agar), TYE (tryptone yeast extract), asam sorbat, sikloheksamida, penisilin dan kloramfenikol. Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kotak fermentasi berbahan kayu (wadah kotak kayu), timbangan analitik, pipet mikro, vortek, laminar flow, colony counter, oven, pH meter, spektrofotometer, dan seperangkat alat-alat gelas.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini bersifat laboratorium eksploratif. Penelitian dilakukan dengan melihat perbedaan

aerasi pada fermentasi kakao terhadap

pertumbuhan jenis dan jumlah mikroorganisme selama fermentasi kakao. Fermentasi dilakukan selama 6 hari dengan 2 interval aerasi yang berbeda yaitu pengadukan setiap 24 dan 48 jam

sekali. Pertumbuhan jenis dan jumlah

mikroorganisme dari kedua perlakuan tersebut diamati untuk mendapatkan profil pertumbuhan mikroorganismenya dan pengaruhnya terhadap derajat fermentasi. Derajat fermentasi biji kakao yang dihasilkan akan digunakan sebagai indikator untuk menentukan perlakuan yang terbaik. Sebagai data pendukung diamati juga perubahan pH, yang terjadi selama fermentasi biji kakao.

Prosedur penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu fermentasi biji kakao, sampling, analisis populasi mikroorganisme (khamir, bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat) serta analisis pH selama fermentasi. Tahapan-tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

a. Fermentasi biji kakao

Fermentasi biji kakao dilakukan dengan menggunakan wadah berupa kotak kayu skala petani. Ukuran kotak kayu yang digunakan yaitu 50 cm x 50 cm x 50 cm. Biji kakao sebanyak 40 kg dimasukkan kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang. Populasi mikroorganisme akan diamati setiap hari selama 6 hari fermentasi. b. Pengambilan sampel

Sampel untuk analisis mikroorganisme dan kimia diperoleh dari biji kakao yang difermentasi. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari setelah pengukuran suhu dan sebelum pengadukan. Biji kakao sebanyak 250 g diambil dari 4 titik dalam wadah fermentasi. Sampel segera dimasukkan kedalam beaker glass steril dan dibawa ke laboratorium untuk di analisis.

c. Analisis populasi mikroorganisme selama fermentasi

Keberadaan jenis dan jumlah mikroorganisme yang terlibat dalam fermentasi biji kakao

diketahui melalui perhitungan total

mikroorganisme yang ditumbuhkan dalam media yang berbeda. Prosedur analisis dilakukan dengan mengikuti modifikasi cara Ardhana dan Fleet (2003) dan Nielsen dkk. (2007). Sampel sebanyak 20 g dicampur ke dalam 180 ml larutan pepton 0,1% dan dihomogenisasi dengan divortek selama 3 menit. Sebanyak 1 ml sampel diambil dan diencerkan dengan pengenceran berseri dalam

(3)

larutan pepton 0,1%. Selanjutnya 0,1 ml aliquot diambil untuk ditumbuhkan dalam media spesifik. Bakteri asam laktat ditumbuhkan dalam media MRS (de Man Rogosa Sharpe) agar yang ditambahkan 0,2% asam sorbat dan 100 mg/l sikloheksamida. Bakteri asam asetat ditumbuhkan dalam media GYC (Glucose Yeast extract Calcium

carbonate) agar yang mengandung 0,1%

sikloheksimida dan 50g/l penisilin. Khamir ditumbuhkan dalam media MEA (malt extract agar). Media yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dan

dilakukan perhitungan total koloni yang tumbuh. d. Pengukuran pH selama fermentasi

Derajat keasaman (pH) dari pulp diamati pada 12 jam interval selama 5 hari proses fermentasi. Pulp dari 10 biji kakao yang diambil dari massa kakao dicampur dengan air distilasi (100 ml) dan diaduk selama 15 menit. Larutan kemudian dibiarkan selama 10 menit dan pH diukur dengan pH meter.

e. Derajat fermentasi

Derajat fermentasi kakao diukur melalui uji belah (cut-test). Prosedur kerja dilakukan melalui pengambilan sampel biji sebanyak 100 gram kemudian biji dibelah. Hasil biji kakao yang telah difermentasi dihitung menurut masing-masing kategori yang meliputi jumlah biji yang terfermentasi penuh, ungu penuh, berjamur dan

slaty (SNI 01-2323-2000 dan SNI 01-2323-2008).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Perubahan Populasi Mikroorganisme selama Fermentasi

Proses fermentasi merupakan tahap penting dalam pembentukan warna, citarasa dan aroma biji kakao. Proses ini melibatkan beberapa mikroorganisme penting seperti khamir dan bakteri (Schwan, 1995; Nielsen, 2007). Hasil analisis perubahan populasi mikroorganisme selama fermentasi biji kakao Aceh dengan frekuensi pengadukan 24 jam dan 48 jam sekali dapat dilihat pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa perubahan jumlah mikroorganisme jenis khamir, BAL dan BAA selama fermentasi menunjukkan pola yang relatif sama antara pengadukan 24 jam dan 48 jam sekali. Pada awal fermentasi (0 hari)

terlihat jumlah khamir mendominasi

dibandingkan BAL dan BAA, kemudian terus menurun hingga akhir fermentasi. Tingginya jumlah khamir pada tahap awal fermentasi merupakan indikasi bahwa khamir merupakan

mikroba indigenus yang cukup besar yang terdapat pada bahan baku biji kakao.

Ket:erangan :

BAL = bakteri asam laktat BAA = bakteri asam asetat

Gambar 1. Perubahan jumlah mikroorganisme

selama fermentasi kakao pada interval

pengadukan 24 jam (a) dan pengadukan 48 jam (b)

Pada penelitian ini total khamir pada awal fermentasi yaitu 105 cfu/g relatif sama dengan

total khamir yang diperoleh Ardhana dan Fleet (2003) yaitu 104 – 105 cfu/g. Pola pertumbuhan

khamir yang segera menurun setelah 24 jam pengadukan sejalan dengan hasil penelitian Kustyawati dan Setyani (2008). Penurunan ini disebabkan oleh perubahan atmosfer fermentasi akibat aktivitas khamir dalam menguraikan gula yang terdapat pada pulp menjadi alkohol. Pada kondisi ini, alkohol bersifat desinfektan untuk khamir sehingga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan khamir itu sendiri. Disamping itu akibat perombakan pulp menyebabkan viskositas pulp akan menurun sehingga terjadi aerasi dalam

pulp. Kondisi–kondisi tersebutlah yang

mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat sehingga turut menekan

pertumbuhan khamir (Nurhidayat, 1984;

Thompson et al., 2001)

Populasi BAL menunjukkan peningkatan hingga hari ke 3 walaupun pada tahap awal fermentasi jumlahnya lebih rendah dibandingkan khamir. Jumlah populasi BAL awal pada penelitian ini yaitu 105 cfu/g lebih rendah dibandingkan hasil

(4)

penelitian Kustyawati dan Setyani (2008) yaitu 1010 cfu/g. Jumlah BAL tertinggi pada pengadukan

24 dan 48 jam sekali diperoleh pada hari ke-3 mencapai 1,43 x106 cfu/g dan 1,12 x106 cfu/g.

Pola pertumbuhan BAL selama fermentasi kakao sedikit berbeda pada penelitian ini, BAL terus meningkat hingga hari ke-3 sedangkan pada penelitian Ardhana dan Fleet (2003) dan Kustyawati dan Setyani (2008) menurun segera setelah 48 jam fermentasi. Diduga kondisi lingkungan dan kondisi fermentasi berpengaruh pada jenis dan jumlah mikroorganisme yang diperlukan untuk fermentasi biji kakao.

Jumlah populasi BAA meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi. Populasi tertinggi diperoleh pada hari ke-4 yaitu mencapai 1,92 x106 cfu/g dan 1,97 x106 cfu/g pada

pengadukan 24 jam dan pengadukan 48 jam sekali. Laju pertumbuhan asam asetat ini meningkat setelah tersedianya oksigen dan alkohol hasil perombakan khamir dan BAL. Dengan adanya BAA alkohol selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat. Reaksi ini berlangsung secara eksotermal sehingga suhu meningkat dan mempengaruhi kematian biji akibat difusi asam dan reaksi–reaksi yang terjadi di dalam biji kakao. Dengan demikian BAA berperan dalam mempengaruhi sifat organoleptik biji kakao terfermentasi (Drysdale dan Fleet, 1989).

b. Perubahan nilai pH selama fermentasi Perubahan nilai pH selama fermentasi dapat disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme selama fermentasi yang dapat mempengaruhi kualitas produk fermentasi. Hasil analisis pH massa kakao selama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perubahan nilai pH kakao selama fermentasi dengan interval waktu pengadukan 24 jam dan 48 jam

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa hari pertama, pH dengan interval pengadukan 24 jam adalah 4,63, sedangkan dengan interval waktu pengadukan 48 jam adalah 5,34. Pada hari ke-2 nilai pH dengan interval pengadukan 24 jam

menurun dan kembali meningkat pada hari ke-3 fermentasi hingga hari ke-6 fermentasi dengan nilai pH optimum 5,88. Adapun pada interval pengadukan 48 jam, nilai pH menurun di hari ke-2 dan kembali meningkat pada hari ke-3 fermentasi hingga akhir fermentasi dengan nilai pH diakhir fermentasi 6,51.

Hasil penelitian Senanayake et al., (1996) menunjukkan bahwa pH diakhir fermentasi adalah 4,8 – 4,9 selama 5 hari. Lebih tingginya pH pada akhir fermentasi diduga disebabkan oleh

perbedaan jenis dan jumlah populasi

mikroorganisme yang tumbuh sejak awal fermentasi. Jumlah BAL dan BAA sejak awal tidak setinggi pada penelitian lainnya (Ardhana dan Fleet, 2003; Kustyawati dan Setyani, 2008), padahal kedua jenis bakteri ini berperan dalam produksi asam yang berperan menurunkan pH hingga akhir fermentasi. Disamping itu, keberadaan jenis mikroorganisme lainnya juga dapat mempengaruhi kondisi tersebut. Thompson

et al (2001) menyebutkan bahwa pertumbuhan

Bacillus spp berkaitan dengan peningkatan suhu,

pH dan aerasi dalam fermentasi kakao. Diduga jenis bakteri tersebut mendominasi dalam fermentasi ini, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis mikroorganisme tersebut.

Perbedaan ini dapat juga disebabkan akibat kondisi lingkungan dan penanganan pascapanen kakao yang berbeda. Disamping itu lamanya fermentasi juga dapat mempengaruhi nilai pH akhir dari produk fermentasi. Jika fermentasi berlangsung dalam waktu yang lama maka pH akan meningkat menjadi 7 (netral), sehingga dapat menyebabkan berkembangnya mikroba yang dapat menghidrolisis lemak pada biji kakao, sehingga biji kakao akan menghasilkan bau dan cita rasa yang tidak enak (Schwan dan Wheals, 2004). Hal inilah yang harus dicegah sehingga perlu optimasi untuk lama fermentasi. Menurut Nielsen et al (2001), peningkatan pH pada akhir- akhir fermentasi juga dapat diakibatkan oleh adanya evaporasi asam asam organik volatil. c. Kualitas biji kakao terfermentasi

Metode uji belah dapat menentukan

kesempurnaan fermentasi biji yaitu berdasarkan warna dan bentuk isi yang dihasilkan dari kepingan biji yang dibelah. Hasil uji belah biji kakao pada penelitian ini (dengan perlakuan pengadukan 24 jam dan 48 jam sekali) secara jelas disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa

berdasarkan kategori jumlah biji per 100 gram semua perlakuan tergolong kategori B (SNI 01-2323-2000: jumlah biji maksimum 110).

(5)

Persentase berjamur 2,88% untuk kedua perlakuan sama besar sedangkan nilai biji kakao

slaty yaitu 5,77% dengan pengadukan 24 jam dan

4,81% pada pengadukan 48 jam, sehingga tergolong dalam mutu II (SNI 01-2323-2008: jumlah biji kakao slaty maksimal 8%). Nilai uji belah yang baik adalah biji rata-rata berwarna cokelat keunguan dengan warna cokelat lebih dominan dan biji kakao dikatakan baik jika lebih dari 50% terfermentasi sempurna yaitu warna cokelat dominan-cokelat penuh (Senanayake et al., 1996). Nilai fermentasi penuh tertinggi terdapat pada perlakuan pengadukan waktu 24 jam dengan persentase 70,19% yang menunjukkan bahwa pada kondisi tersebut mendukung terjadinya fermentasi yang lebih baik.

Tabel 1. Hasil uji belah/100 g biji kakao

4. KESIMPULAN

Profil pertumbuhan mikroorganisme pada fermentasi biji kakao Aceh dengan perlakuan pengadukan pada setiap 24 jam dan 48 jam menunjukkan pola yang sama yaitu: populasi khamir mendominasi di awal fermentasi dan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi, populasi tertinggi bakteri asam laktat (1,12x 106

cfu/g) dicapai pada hari ke-3 fermentasi dengan pengadukan 24 jam sekali, populasi tertinggi bakteri asam asetat (1,97 x 106 cfu/g) dicapai

pada hari ke-4 fermentasi dengan pengadukan 48 jam sekali, perubahan pH fermentasi biji kakao mengalami pola yang sama, namun pH pada perlakuan 48 jam pengadukan sedikit lebih tinggi yaitu dibandingkan dengan perlakuan 24 jam

pengadukan, pengadukan 24 jam sekali

menghasilkan derajat fermentasi yang lebih baik yaitu 70,19% dibandingkan pengadukan 48 jam sekali yang hanya mencapai 65,38%.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Y., Anhar, A., Nurhayati, Indarti, E. 2012. Effect of mixing techniques and intervals during fermentation on cocoa bean quality in Aceh, Indonesia. Proceeding of International Conference on Food Science and Nutrition. Kinabalu. Malaysia.

Anhar, A., Abubakar, Y., Nurhayati dan Indarti, E. 2011. Pengujian berbagai jenis wadah dan ketebalan biji kakao pada fermentasi kakao. Optimasi Teknik Pasca Panen Dan Teknik Fermentasi Untuk Meningkatkan Kualitas Kakao Aceh. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Ardhana, M. dan Fleet, G.H. 2003. The microbial ecology of cocoa bean fermentations in Indonesia. International Journal of Food Microobiology. 86: 87 -89.

Camu, N., Winter T. D., Addo S.K., Takrama J.S., Bernaert H and Vuyst L. D. 2008. Fermentation of cocoa beans: influence of microbial activities and polyphenolconcentrations on the flavour of chocolate. J Sci Food Agric 88:2288–2297. Drysdale, G.S and Fleet G.H. 1989. The effect of acetic acid

bacteria upon the growth and metabolism of yeast during the fermentation of grafe juice. Journal of Applied Bacteriology. 67: 471–481.

Kustyawati, M.A dan Setyani, S. 2008. Pengaruh penambahan inokulum campuran terhadap perubahan kimia dan mikrobiologi selama fermentasi coklat. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 13 (2): 73.

Leal, G.A., Gomes L.H.., Efraim P.., de Almeida Tavares, F. C., dan Figueira, A. 2008. Fermentation of cacao (Theobroma cacao L.) seeds with a hybrid Kluyveromyces marxianus strain improved product quality attributes. Federation of European Microbiological Societies, Yeast Research 8:788-798.

Nielsen, D.S., Teniola O.D., Ban-Koffi L., Owusu M., Andersson T.S and Holzafel W.H. 2007. The microbiology of Ghanaian cocoa fermentations analysed using culture-dependent and culture-independent methods. International Journal of Food Microbiology 114: 168 – 186.

Nurhidayat, 1984. Pengaruh aerasi pada proses fermentasi biji cokelat kering. Tesis. Fakultas Teknik Pertanian, IPB. Schwan, R.F., Rose A.H dan Board, R.G. 1995. Microbial

fermentation of cocoa beans with emhasis on enzymatic degradation of the pulp. Journal of Applied Bacteriology Symposium Supplement. 79:96-107.

Schwan, RF and A.E. Wheals. 2004. The microbiology of cocoa fermentation and its role in chocolate quality. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 44: 205–222.

Senanayake, M., E.R Jansz dan K.A Buckle,.1996. Effect of different mixing intervals on the fermentation of cocoa beans. J. Sci. Food. Agric. 74: 42-48.

Thompson, S.S., K.B. Miller., A.S Lopez. 2001. Cocoa and Coffee. In: M.J. Doyle., L.R. Beuchat, T.J Montville (Eds.), Food Microbiology— Fundamentals and frontiers. ASM Press, Washington, D.C.

Gambar

Gambar  1.  Perubahan  jumlah  mikroorganisme
Gambar  2.  Perubahan  nilai  pH  kakao  selama  fermentasi  dengan  interval  waktu  pengadukan  24  jam dan 48 jam
Tabel 1.  Hasil uji belah/100 g biji kakao

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan kadar total asam cairan pulpa biji yang dihasilkan dari beberapa jenis bahan wadah selama fermentasi biji kakao.. KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penambahan etanol dan lama fermentasi cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terhadap karakteristik cuka kakao,

Dalam usaha memberi gambaran fermentasi biji kakao terbaik peneliti melakukan fermentasi biji kakao menggunakan perlakuan yang berbeda dimana biji kakao

MOL kulit biji kakao (shell) adalah mikroorganisme lokal yang dibuat dari limbah kulit biji kakao yang telah mengalami proses fermentasi dapat digunakan sebagai dekomposer dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikroorganisme (kapang, bakteri asam laktat, dan khamir) pada tape ketan yang dibungkus daun

Fermentasi biji kakao terdiri dari 2 tahap, tahap pertama dimulai dengan menghilangkan pulp dari permukaan biji dan tahap kedua adalah reaksi hidrolitik dalam

Dan Asam Laktat Yang Dihasilkan Selama Proses Fermentasi Peluruhan

Pada hasil yang diperoleh (Gambar 1,2 dan 3) kandungan komponen minyak biji kakao fermentasi alami sama dengan kandungan komponen biji kakao tidak difermentasi