• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN BERBAHASA ARAB BAGI ANAK AUTIS DAN AL-QUR`AN SEBAGAI TERAPI PENGOBATAN (Studi kasus di Sekolah Taruna Al-Qur`an Yogyakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GANGGUAN BERBAHASA ARAB BAGI ANAK AUTIS DAN AL-QUR`AN SEBAGAI TERAPI PENGOBATAN (Studi kasus di Sekolah Taruna Al-Qur`an Yogyakarta)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN BERBAHASA ARAB BAGI ANAK AUTIS DAN AL-QUR`AN SEBAGAI TERAPI PENGOBATAN

(Studi kasus di Sekolah Taruna Al-Qur`an Yogyakarta)

Ferawati

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta E-mail: ferawati@bsa.uad.ac.id

Abstact

Language disorder as a symtom of autism has been found in many autistic children. However, one to another has different characteristics of language disorder. This study aims to find out how children with autism have an Arabic disorder and how the process of al-Quran therapy as a media of treatment.The method used in this research is qualitative approach with analytic descriptive research type. The results obtained from this study is in the case of Arabic not all types of language disorders experienced by children with autism and disorders experienced differently from one another. In practice, al-Quran therapy performed 6 days ie Monday to Saturday, in a day of therapy is done twice that after praying dluha and duhur prayer except Saturday is only done after solat duhur only. Al-Qur'an therapy can be understood as a phenomenon that seeks to provide an alternative treatment in people with autism.

Keywords: Language disorder, autism, Quran therapy

Abstrak

Gangguan berbahasa sebagai salah satu gejala autis (Autistic Syndrome Disorder) telah ditemukan pada banyak anak pengidap autis. Namun, anak autis satu dan yang lainnya memiliki karakteristik gangguan berbahasa yang tidak sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana anak autis mengalami gangguan berbahasa Arab dan bagaimana proses terapi al-Qur`an sebagai media pengobatan. Penilitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dalam hal berbahasa Arabtidak semua jenis gangguan berbahasa dialami anak autis dan gangguan yang dialami berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam prakteknya terapi al-Qur`an dilakukan 6 hari yakni senin hingga sabtu, dalam sehari terapi dilakukan dua kali yakni setelah sholat dluha dan sholat duhur kecuali hari sabtu hanya dilakukan setelah solat dzuhur saja. Terapi al-Qur’an bisa dipahami sebagai fenomena yang berusaha memberikan alternatif pengobatan pada penderita autis.

(2)

A. Pendahuluan

Bicara dan bahasa adalah sarana yang penting bagi manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.Anak sebagai makhluk sosial sudah bisa melakukan komunikasi sejak lahir.Di mana tujuan berkomunikasi adalah menyampaikan informasi secara cepat dan tepat melalui wicara, tulisan, dan gerak isyarat. Seorang anak yang mempunyai kelainan berkomunikasi akan mengalami kesulitan dalam mengadakan interaksi dengan lingkungannya misalnya pada anak autisme.

Gangguan berbahasa secara garis besar dapat dibagi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelain alat-alat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari

lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya.1

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan termasuk pada anak dengan autisme. Komunikasi untuk menyampaikan isi pikiran, perasaan dan emosi dengan orang lain pada anak dengan autisme dikemukakan dengan simbol verbal atau akustik. Sehingga tidak dapat membentuk hubungan sosial dan komunikasi yang normal.

Sepanjang penelusuran penulis, tulisan yang membahas gangguan berbahasa Arab pada anak autis belum banyak peneliti temukan. Tulisan yang peneliti temukan yang ada kaitannya dengan gangguan berbahasa yaitu:

1. Pada jurnal Adabiyyat yang ditulis oleh M. Wakhid Hidayat yang

berjudul Psikologi Pemerolehan Bahasa Ibu, yang membicarakan

tentang istilah pemerolehan bahasa, sejarah dan teori pemerolehan

bahasa, serta proses pemerolehan bahasa.2

2. Skripsi yang membahas tentang Konsep Dasar Active Learning

Relevansinya dengan Pembelajaran Qira`ah untuk Tingkatan Pemula

1

Chaer, Abdul,Psikolinguistik, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

2 Hidayat, M. Wakhid, Psikologi Pemerolehan Bahasa Ibu, DalamJurnal Adabiyyat

(3)

(Tinjauan Psikolinguistik) yang ditulis oleh Enung Nugrahati. Skripsi

ini membicarakan tentang penggunaan metode active learning dalam

pembelajaran qira`ah.3

3. Pada tesis yang menggunakan pendekatan psikologi pedagogik dalam

mengkaji teks al-Qur`an yaitu yang ditulis oleh Johari dalam tesisnya

yang berjudul Ayat-ayat Nusyuz (Tinjauan Psikologik Pedagogik),

yang membicarakan seputar masalah nusyuz ditinjau dari hukum fiqh

dan lebih ditekankan pada pendekatan psikologi pedagogik.4

4. Dalam disertasi yang ditulis oleh Nazri Syakur yang berjudul

Pendekatan Komunikatif untuk Pembelajaran Bahasa Arab. Disertasi ini mengungkap tentang psikologi belajar yang menjadi landasan pijak pendekatan komunikatif, serta pengembangan teori kedekatan komunikatif dan pengembangan model pembelajaran pendekatan

komunikatif kambiumi untuk pembelajaran bahasa Arab.5

Penelitian yang akan diteliti oleh peneliti ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Peneliti bermaksud untuk menerapkan teori psikolinguistik, khususnya gangguan berbahasa pada anak autis dalam mempelajari bahasa Arab. Penelitian ini mengkaji bahasa dari sisi eksternal dengan pendekatan psikolinguistik dan merupakan penelitian studi kasus. Penelitian semacam ini masih sangat jarang dilakukan. Kebanyakan yang peneliti temukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak membahas ilmu bahasa secara internal dengan menggunakan metode studi literatur atau studi pustaka. Penelitian ini diharapkan menjadi awal yang baik untuk dapat mengembangkan penelitian bahasa di bidang eksternal khususnya dalam ranah psikolinguistik.

Bahasa Arab dipilih sebagai objek penelitian karena konsentrasi keilmuan peneliti adalah di bidang ilmu bahasa Arab. Alasan yang lainnya adalah karena sekolah yang akan diteliti berbasis Islami dengan menggunakan terapi Al-Qur`an, yang salah satu ekstra kulikulernya adalah bahasa Arab. Selain itu bahasa Arab saat ini sudah

3

Nugrahati, Enung, Konsep Dasar Active Learning Relevansinya dengan

Pembelajaran Qira`ah untuk Tingkatan Pemula (Tinjauan Psikolinguistik), Skripsi Jurusan Pendidikan BahasaArab, Fak. Tarbiya, UIN Sunan Kalijaga, 2003.

4Johari, Ayat-ayat Nusyuz (Tinjauan Psikologik Pedagogik),Tesis Jurusan Pendidikan

Islam, UIN Sunan Kalijaga, 1995.

5

Syakur, Nazri, Pendekatan Komunikatif untuk Pembelajaran Bahasa Arab,

(4)

menjadi kebutuhan dan marak dipelajari oleh sekolah-sekolah negeri ataupun swasta, dan bahkan masuk ke kurikulum sekolah.

Berdasarkan uraian yang telah peneliti kemukakan di atas, gangguan berbahasa Arab inilah yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang gangguan berbahasa Arab bagi anak autis dan bagaimana al-Qur`an menjadi media pengobatan alternatif bagi anak autis.

B. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik.6 Penelitian kualitatif sengaja dilakukan dengan tujuan eksplorasi dan deskripsi.7 Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,

tapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keseluruhan.8

Adapun teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan tiga cara:

1. Teknik Observasi

Observasi atau pengamatan adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Di sini peneliti mengamati secara langsung proses pembelajaran bahasa Arab dan praktek terapi al-Qur’an pada anak autis.

2. Teknik Wawancara

Wawancara dilakukan pada orang yang dianggap representatif dan dapat memberikan informasi yang valid atas data-data yang

6

Moloeng, L. J, Metodologi Penelitian kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007.

7

Poerwandari, E.K, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,Jakarta: PSP3

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,2007.

8

Moloeng, L. J, Metodologi Penelitian kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja

(5)

diperlukan. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai beberapa pihak terkait, seperti pimpinan, guru, dan staf sekolah yang lain.

3. Teknik Dokumentasi

Metode dokumentasi ini dilakukan untuk mendokumentasikan data-data yang diperoleh dari lapangan.Doumentasi dilakukan dalam bentuk dokumen, draftdan gambar.

Setelah proses pengumpulan data selesai, dilakukan proses analisis data. Penelitian ini menggunakan metode analisa

deskriptif-Analitif, yaitu mendeskripskikan bagaimana proses gangguan

berbahasa Arab dan terapi al-Qur’an pada anak autis di Sekolah Khusus Anak Autis Taruna al-Qur’an dan menganalisisnya melalui teori yang sudah disiapkan, yaitu gangguan berbahasa dari teori Sidharta kajian psikolinguistik.

C. Pembahasan

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos = diri dan isme = paham, aliran. Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan secara komplek yang meliputi gangguan bahasa, komunikasi, perilaku dan interaksi sosial. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,

komunikasi dan interaksi sosial.9

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Taruna Al-Qur`an Yogyakarta, yaitu sebuah sekolah yang membina anak-anak yang mengalami gangguan mental. Sekolah Khusus Taruna Al-Qur`an ini memiliki 11 murid. Setiap murid memiliki gangguan mental yang berbeda dan diberi perlakuan yang berbeda pula oleh pendamping/guru, dari 11 anak tersebut hanya 2 orang saja yang mengalami gangguan autis dan mampu melafalkan bahasa Arab meskipun tidak selancar anak-anak normal lainnya, jadi jumlah responden yang di pilih dalam penelitian ini berjumlah 2 orang responden.

1. Jenis Gangguan Berbahasa Arab bagi Anak Autis

Gangguan dalam pengungkapan bahasa Arab ini

menggunakan teori Sidharta dalam buku psikolinguistik yang di tulis

9

(6)

oleh Abdul Chaer. Teori ini menjelaskan tentang macam-macam gangguan berbahasa. Mekanisme analisis yang peneliti lakukan adalah dengan cara menganalisa satu persatu gejala yang muncul

pada diri responden dalam berbahasa Arab, kemudian

mengidentifikasi bentuk gangguannya, setelah diidentifikasi maka kemudian dicocokkan dengan teori gangguan berbahasa milik Sidharta. Identifikasi gangguan berbahasa pada kedua responden tersebut juga melalui persetujuan guru sebagai pengajar dan pendamping responden selama di sekolah.

a. Responden 1

Responden I lemah dalam percakapan atau komunikasi dengan orang lain. Pada pelafalan kosakata responden I kesulitan dalam mematikan beberapa dari huruf Arab seperti رُ رُ خْ يَ , رُ يَ خْ يَ , . Dibeberapa huruf seperti huruf ق ,ف ,ط ,ك responden fasih dalam mengucapkannya. Sedangkan beberapa huruf yang lain responden kesulitan dalam membedakannya yaitu pada huruf ض, ظ seperti kalimat يَ خْ لِ لِا يَلا dan يَ خْ لِلِّا يَلا . Berikut gangguan yang dialami responden dalam berbahasa :

1) Afasia Motorik

(a)Afasia motorik kortikal

Afasia motorik kortikal berarti hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi fikiran dengan menggunakan perkataan. Hal ini sering terjadi pada diri responden, ketika dalam proses belajar responden terdiam dan bingung seperti ingin mengungkapkan sesuatu tetapi tidak mampu. Jika responden terlihat kebingungan dan tidak konsentrasi belajarnya, maka ibu guru menanyakan kepada responden apa yang ingin ia lakukan. Seperti contohnya “mb Iffah mau apa?, mbak Iffah mau minum? Mbak Iffah mau pipis?” jika ada dari pertanyaan tersebut cocok dengan apa yang responden pikirkan, maka responden akan menjawab pertanyaan tersebut, dengan mengulangi pertanyaan tadi kemudian langsung menjalankan apa yang ia inginkan, seperti “mbak Iffah mau minum?” kemudian responden berbicara “mbak Iffah mau minum” dan langsung mengambil tempat minumnya dan minum sepuasnya.

(7)

Perkataan tidak dapat dikeluarkan karena hubungan terputus, sehingga perintah untuk mengeluarkan perkataan tidak dapat disampaikan. Sandi-sandi perkataan disimpan di lapisan permukaan (korteks) daerah Broca, maka apabila kerusakan terjadi pada bagian bawahnya (subkortikal) semua perkataan masih tersimpan utuh di dalam gudang. Responden I dalam hal ini diketahui mengalami gangguan untuk mengungkapkan kata-kata, ketika responden I sulit dalam mengungkapkan, karena kesal keinginanya tidak dapat diungkapkan maka hal yang muncul adalah gerakan steorotip yaitu menggerak-gerakkan tangannya. Apabila gerakan tangan tersebut dibiarkan lama kelamaan responden akan menghentak-hentakkan kakinya kemudian berlari dan berguling-gulingan dilantai.

(c) Afasia motorik transkortikal

Afasia motorik transkortikal terjadi karena

terganggunya hubungan antara daerah Broca dan Wernicke. Ini berarti, hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi berbahasa terganggu. Responden I dalam hal ini sering mengucapkan sesuatu seperti marimas atau permen yaitu makanan yang ia sukai dan ia inginkan dengan hanya menyebutkan “marimas, permen”, padahal yang dimaksud adalah responden mau minum marimas, atau responden sudah minum marimas di dapur atau responden mau minta permen yang ada di tas gurunya.

(d) Afasia sensorik

Penderita afasia sensorik ini kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis, masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Curah verbalnya itu merupakan bahasa baru (neologisme) yang tidak difahami oleh siapa pun. Curah verbalnya itu terdiri dari kata-kata, ada yang mirip, ada yang tepat dengan perkataan suatu bahasa; tetapi kebanyakan tidak sama atau sesuai dengan perkataan bahasa apapun. Neologismenya itu diucapkannya dengan irama, nada, dan melodi yang sesuai dengan bahasa asing yang ada.

Hal ini sangat sesuai dengan responden yang sering mengeluarkan kata-kata baru yang tidak difahami oleh orang lain

(8)

seperti “oli oli lioli, Iffah Uwi uwi, guullu, nyem-nyem” perkataan tersebut diucapkan jika responden sedang kesal atau marah.

Selanjutnya responden I juga sering mengucapkan kata “ting

yang merupakan tanda persetujuan, kemudian responden I juga

mengucapkan “waladholliin, cinta-cinta” yang menyatakan kalau

responden sedang senang dan yang terakhir “Allahu akbar

pertanda jika responden salah melakukan sesuatu.

b. Responden II

Di sekolah responden II lebih senang mengucapkan bahasa Arab dari pada bahasa Inggris, jika ia ditanya dengan bahasa

Inggris, seringkali ia menjawab dengan bahasa Arab, seperti; “what

is your name?, dia menjawab “ismi Ivan”(nama samaran). Dalam berbahasa Arab responden terlalu cepat mengucapkan kalimat Arab sehingga ada beberapa huruf tertelan dan sulit untuk dipahami serta mengalami kesulitan dalam melafalkan غ ,ھ ,ح ,ث.

Ketika berbicara responden sering memajukan mulutnya dan tidak fokus pada lawan bicaranya. Responden mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana dan menerjemahkan kosa kata Arab, meskipun dengan keterbatasan dan gangguan yang responden miliki. Dalam berbahasa Arab, responden II juga mengalami beberapa gangguan seperti :

1) Afasia Motorik

(a) Afasia motorik kortikal

Tempat meyimpan sandi-sandi perkataan adalah di korteks daerah Broca. Maka apabila gudang penyimpanan musnah, tidak akan ada lagi perkataan yang dapat dikeluarkan. Jadi afasia motorik kortikal berarti hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi fikiran dengan menggunakan perkataan. Peneliti belum menemukan gangguan ini terhadap diri responden II, karena terkait dengan pengungkapan isi fikiran responden tidak ada masalah serta mampu berkomunikasi dua arah.

(b) Afasia motorik subkortikal

Sandi-sandi perkataan disimpan di lapisan permukaan (korteks) daerah Broca, maka apabila kerusakan terjadi pada bagian bawahnya (subkortikal) semua perkataan masih tersimpan utuh di dalam gudang. Namun, perkataan itu tidak dapat dikeluarkan karena hubungan terputus, sehingga perintah untuk mengeluarkan perkataan

(9)

tidak dapat disampaikan. Hal ini juga tidak dialami oleh responden, akan tetapi untuk lebih jelasnya perlu ada pemeriksaan secara medis.

(c) Afasia motorik transkortikal

Afasia motorik transkortikal terjadi karena terganggunya hubungan antara daerah Broca dan Wernicke. Ini berarti, hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi berbahasa terganggu.

Hal ini terjadi pada diri responden, karena responden sangat

senang bermain HP, maka ia sangat hafal ketika ditanya bahasa Arabnya Hp. Akan tetapi jika ia ditanya benda-benda yang lain maka ia sering menjawab kata yang berbeda. Contohnya, guru menanyakan

Hp bahasa Arabnya apa Ivan (samaran) ? Ivan menjawab “hātipun bu

eva”, guru bertanya, meja bahasa Arabnya apa Ivan? Responden

menjawab “kitābun, kitābun..”

(d) Afasia sensorik

Penderita afasia sensorik kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis, namun masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Curah verbalnya itu merupakan bahasa baru (neologisme) yang tidak difahami oleh siapa pun. Curah verbalnya itu terdiri dari kata-kata, ada yang mirip, ada yang tepat dengan perkataan suatu bahasa; tetapi kebanyakan tidak sama atau sesuai dengan perkataan bahasa apapun.

Neologismenya itu diucapkannya dengan irama, nada, dan melodi yang sesuai dengan bahasa asing yang ada. Sikap merekapun wajar-wajar saja, seakan-akan berdialog dalam bahasa yang saling dimengerti. Dia bersikap biasa, tidak tegang, marah, atau depresif. Sesungguhnya apa yang diucapkannya maupun apa yang didengarnya (bahasa verbal yang normal), keduanya sama sekali tidak dipahaminya. Hal ini terjadi pada diri responden, seperti responden sering mengeluarkan suara “em…em…em, sh...sh…sh” tanpa maksud apa-apa dan tanpa ekspresi apapun.

2. Terapi Al-Qur`an sebagai media pengobatan bagi anak autis

Sejak berdirinya (tahun 2005) hingga Juli 2014, Sekolah Khusus Taruna al-Qur’an menjadi sekolah khusus anak autis yang pertama di Yogyakarta. Sekolah yang bervisi “Membentuk Anak Berkebutuhan Khusus menjadi generasi mandiri yang berkebribadian Qur’ani” ini memiliki 10 anak didik yang tidak hanya berasal dari

(10)

daerah sekitar, melainkan di antara mereka ada yang berasal dari daerah Kalasan dan jalan Solo. Di sekolah tersebutlah mereka berkumpul, belajar dan bermain bersama, serta diberikan terapi dengan ayat-ayat al-Qur’an.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, Sekolah Khusus Taruna al-Qur’an memiliki tenaga pengajar yang siap untuk membimbing anak-anak tersebut. Rekruitmen guru ditentukan dengan beberapa kriteria, yaitu bisa membaca atau hafal al-Qur’an, lulusan S1, mempunyai perhatian lebih untuk mengajar terutama dengan anak autis, serta kriteria IQ. Selain itu, pihak sekolah juga memiliki tenaga ahli seperti psikolog, dokter, dan terapis.

Dengan berpedoman pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Sekolah Khusus Taruna al-Qur’an mengembangkan kurikulum “Individu yang Terpadu” yaitu kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan dan tahap perkembangan anak yang disusun antara guru, orang tua, terapis dan psikolog dengan

metode happy learning yang menciptakan suasana belajar mengajar

yang menarik dan menyenangkan. Desain kurikulum membiasakan anak untuk hidup mandiri dan mampu bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari.Pembiasaan akhlak aplikatif menjadikan anak mampu mengamalkan tuntunan al-Qur’an dan hadis dalam kehidupannya.

Dari serangkaian kegiatan yang ada dalam Sekolah Khusus Taruna Qur’an, terdapat satu kegiatan pokok, yakni terapi al-Qur’an. Terapi ini dilakukan setiap hari Senin hingga Jumat, pada pagi hari (setelah shalat jamaah dhuha) dan siang hari sebelum pulang (setelah shalat jamaah dhuhur).Khusus pada hari Sabtu, terapi dilakukan satu kali, yakni setelah shalat dhuha.

Dalam kegiatan ini anak-anak didik membaca doa, dzikir, dan ayat-ayat pilihan secara serentak dalam suatu ruangan dengan didampingi oleh para pembimbing. Ketika anak-anak didik melakukan kegiatan ini, mereka tidak hanya mendengarkan bacaan melainkan dibimbinguntuk dapat membacanya bersama-sama supaya terbiasa melafalkan jika sewaktu-waktu mereka membutuhkannya. Doa, dzikir, dan ayat-ayat yang dibaca tersebut telah terangkum dalam sebuah buku yang disusun secara khusus oleh Umi Hanik Abdurrahman (salah satu pengasuh Pesantren Taruna al-Qur’an). Kumpulan bacaan yang merupakan representasi dari ayat-ayat

(11)

ruqyah ini bersumber dari beberapa kitab hadis, misalnya Riyadh al-Shalihin dan Mi’ah Hadis.

Terobosan yang dilakukan sekolah ini mendapatkan respon cukup positif dari masyarakat, terutama dari para orangtua anak didik, seperti komentar salah seorang wali murid: “Perkembangan Iffah yang menonjol adalah bidang agama atau ibadah. Sudah bisa membaca al-Qur’an, menghafal surat-surat pendek, shalat Ied, dan lain-lain. Akademiknya juga cukup bagus. Dalam satu tahun bisa mengejar ketertinggalan dan mendapat pelajaran yang belum pernah diberikan sebelumnya (Bahasa Arab dan Bahasa Inggris). Emosi relatif tenang.” Hal ini menunjukkan bahwa terapi al-Qur’an untuk anak autis mendapat tempat di dalam ruang sosial masyarakat, dibuktikan dengan adanya peserta didik yang datang dari tempat yang relatif jauh dari lokasi terapi.

D. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap dua responden yang mengalami gangguan autis dapat disimpulkan bahwa Anak autis dalam hal ini kedua responden berbicara bahasa Arab dengan cara yang berbeda. Responden I sering mengulang-ngulang pertanyaan, tidak langsung nyambung dengan apa yang ditanyakan karena komunikasi satu arah.

Sedangkan responden II sangat senang dengan muhadatsah (percakapan)

bahasa Arab, ketika ditanya oleh gurunya “what is your name

Ivan?”Jawabnya dengan bahasa Arab “ismi Ivan”. Dalam berbahasa Arab

responden terlalu cepat mengucapkan kalimat Arab sehingga ada beberapa huruf tertelan dan sulit untuk dipahami serta mengalami kesulitan dalam

melafalkan غ ,ھ ,ح ,ث. Ketika berbicara responden sering memajukan

mulutnya dan tidak fokus pada lawan bicaranya. Responden mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana dan menerjemahkan kosa kata Arab, meskipun dengan keterbatasan dan gangguan yang responden miliki. Gangguan yang dialami oleh kedua responden berbeda satu dengan yang lain. Pada responden I mengalami gangguan; Afasia motorik kortikal, afasia motorik subkortikal, afasia motorik transkortikal, afasia sensorik, dan sisofrenik. Pada responden kedua (Ivan) mengalami gangguan; Afasia motorik transkortikal, afasia sensorik, dan depresif.

(12)

Terapi al-Qur’an untuk anak autis di Sekolah Khusus Anak Autis Taruna al-Qur’an merupakan terobosan terbaru dalam dunia pengobatan dan dalam resepsi al-Qur’an.Dalam prakteknya terapi ini dilakukan dalam kurun 6 hari yakni senin hingga sabtu, dalam sehari terapi dilakukan dua kali yakni setelah sholat dluha serta sholat duhur kecuali hari sabtu yang hanya dilakukan setelah solat duhur. Proses terapinya yakni anak-anak autis dikumpulkan dalam satu ruangan kemudian dibimbing untuk membaca bersama-sama ayat-ayat al-Qur’an tertentu, hadis-hadis tertentu serta doa-doa khusus yang disusun oleh pengasuh sekolah Taruna Qur’an. Terapi al-Qur’an bisa dipahami sebagai fenomena yang berusaha memberikan alternatif pengobatan pada penderita autis.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, Psikolinguistik, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Handojo, Y. Autisme. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia. 2003

Hidayat, M. Wakhid, “Psikologi Pemerolehan Bahasa Ibu”, Dalam Jurnal

Adabiyyat Vol.6, No. II Juli-Desember, 2007.

Johari, “Ayat-ayat Nusyuz (Tinjauan Psikologik Pedagogik)”, Tesis Jurusan

Pendidikan Islam, UIN Sunan Kalijaga, 1995.

Moloeng, L. J, Metodologi Penelitian kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2007.

Nugrahati, Enung, “Konsep Dasar Active Learning Relevansinya dengan

Pembelajaran Qira`ah untuk Tingkatan Pemula (Tinjauan

Psikolinguistik)”, Skripsi Jurusan Pendidikan BahasaArab, Fak.

Tarbiya, UIN Sunan Kalijaga, 2003.

Syakur, Nazri, “Pendekatan Komunikatif untuk Pembelajaran Bahasa Arab”, Disertasi Program Studi Ilmu Agama Islam, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2008.

Poerwandari, E.K, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,

Referensi

Dokumen terkait

Menghitung total cadangan karbon hutan didasarkan pada kandungan biomasa dan bahan organik pada lima carbon pool (biomassa atas permukaan tanah, biomassa bawah permukaan tanah,

Dalam hal ini analisis marjinal hanya dilakukan terhadap faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produk, yaitu luas lahan garapan, pupuk, dan tenaga kerja...

Arah rotasi venus searah jarum jam (dari timur ke barat). Hal ini berbeda dengan planet-planet lain yang rotasinya berlawanan jarum jam. Sekali mengelilingi matahari, venus

Dalam Pelaksanaan Taḥfīẓ Al-Qur’ān di Pondok Pesantren Nur Huda Senting, metode yang dipakai adalah metode tilawah/ talaqqi, yaitu menyimakkan hafalan santri

Pada prinsipnya, perbedaan tekanan pada sisi upstream dan downstream dari core plug akan menyebabkan fluida dapat mengalir, namun hal yang patut diperhatikan adalah dalam

Kecuali apabila ditentukan lain oleh Pengekspor Data, Data Pribadi yang ditransfer berhubungan dengan kategori subjek data berikut: pegawai, kontraktor, mitra bisnis atau

tengah: Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, dan Ceriops tagal. Sedangkan zona belakang: Xylocarpus granatum, dan Xylocarpus molucensis

• Kurikulum dan ruang kelas ditata ulang untuk mendukung murid belajar di ruang kelas yang lebih kecil dan sesuai dengan kecepatan belajar mereka masing masing, serta memastikan