• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia (Suatu Kajian terhadap Sistem Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie di Lingkungan Etnik Kecamatan Kluet Timur Provinsi Aceh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Interaksi Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia (Suatu Kajian terhadap Sistem Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie di Lingkungan Etnik Kecamatan Kluet Timur Provinsi Aceh)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Suatu Kajian Terhadap Sistem Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun

Sempelie di Lingkungan Etnik Kecamatan Kluet Timur Provinsi Aceh)

SKRIPSI

DiajukanOleh:

DESI WAHYUNI

Mahasiswi FakultasSyari’ahdan Hukum Prodi Hukum Keluarga

NIM: 111309795

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nama : Desi Wahyuni

Nim : 111309795

Fakultas/Prodi : Syari’ah / HukumKeluarga

Judul : Interaksi Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Sistem Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie di Lingkungan Etnik Kecamatan Kluet Timur Provinsi Aceh)

Tanggal Munaqasyah : 10 Agustus 2017 Tebal Skripsi : 79 Halaman

Pembimbing I : Dr. Abdul Jalil Salam, S.Ag M.Ag Pembimbing II : Bustamam Usman, S.H.I MA

Kata Kunci: Walimah, Hukum Adat, Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie Resepsi pernikahan atau walimah merupakan tradisi yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Dalam Al-qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga termasuk sunnah rasul sejak dahulu sampai Rasul terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Islam mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan untuk mengadakan walimah, karena perkawinan merupakan peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Tujuan walimah secara umum untuk memperkenalkan bahwa kedua mempelai sudah menikah dan masyarakat mengetahui dan mengerti bahwa kedua mempelai sudah sah menjadi suami istri. Skripsi ini memfokuskan permasalahan Interaksi Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia suatu Kajian Terhadap Sistem Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie di Lingkungan Etnik Masyarakat Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan, penelitian ini bersifat Deskriptif Analisis yaitu adanya jalan mendeskripsikan sejumlah data dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan pendekatan Sosio Antropologi yaitu pendekatan terhadap suatu masalah dengan melihat kenyataan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah wawancara, dokumentasi dan pengamatan, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan kepustakaan (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pelaksanaan Walimah yang ada di kecamatan Kluet Timur adanya sedikit kesenjangan dan ketidaksesuaian yaitu pelaksanaan walimah yang terjadi di Kecamatan Kluet Timur dilakukan berhari-hari dan sesama masyarakat saling berlomba-lomba untuk pesta yang paling meriah. Sesungguhnya Islam melarang segala hal yang ber unsur pemborosan dan hadits pun sudah menjelaskan hukum tentang makanan walimah yang hari kedua adalah hukumnya makruh. Masyarakat Kluet juga memiliki adat tentang perkawinan yaitu Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie dimana dua bersaudara tidak boleh mesanding/bersanding dan mebobo/antar linto. Masyarakat

Kecamatan Kluet Timur sangat mengharuskan pelaksanaan Walimah meskipun hanya dengan mengundang seorang tengku saja untuk mendo’akan pengantin, akan tetapi apabila walimah tidak dilaksanakan maka tidak ada sanksi khusus yang mengaturnya. Ini suatu hal yang patut dikaji secara mendalam dengan

(6)

demikian kesenjangan yang terjadi dikalangan masyarakat dapat diperkecil yang akhirnya terbentuklah masyarakat yang damai dan penuh persaudaraan.

(7)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan berkahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini setelah melalui perjuangan panjang, guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry. Selanjutnya shalawat beriring salam penulis panjatkan keharibaan Nabi Besar Muhammad saw, yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu pengetahuan. Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN WALIMAH

ADAT NANGKIH SEMPELIE DAN TURUN SEMPELIE DALAM MASYARAKAT KLUET TIMUR” (Analisis Teori Adat dalam Hukum Islam)

Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Abdul Jalil Salam, S.Ag M.Ag selaku pembimbing I dan Bapak Bustaman Usman, SH.I, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ketua Prodi Hukum Keluarga Bapak Dr. Mursyid Djawas S.Ag, M.H.I 2. Ibu Sitti Mawar S.Ag, M.H. selaku Penasehat Akademik (PA)

3. Kepada segenap Keluarga tercinta ayahanda Mhd Mahya dan Ibunda tercinta Rusniati serta segenap Keluarga tercinta Adinda Iin purnama sari,

(8)

adinda Elvida Yulia, adinda Walid Mudarris, adinda Novia, wawak Zainiah, dan kakanda Devi Hendrik yang telah memberikan semangat dan kasih sayang yang tiada tara kepada penulis.

4. Kepada teman-teman Hukum Keluarga angkatan 2013 seperjuangan, khususnya kepada Dewi, Sawwaka, Novi, Cut Nanda, Mega, Marlina, Kk Rizki, Khairul Rijal dan seluruh teman-teman Hukum Keluarga lainnya dengan motivasi dari kalian semua, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

5. Kepada teman-teman PMLS Ukhwati, Wira, Evi yuliana, Rahayu, Muna dan lain-lain yang telah memberikan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada teman-teman KPM yang telah memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyempurnaan skripsi ini.

Kepada semua yang telah turut membantu penulis mengucapkan syukran

kasiran, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk mencapai kesempurnaan skripsi ini.

Banda Aceh, 29 Juli 2017 Penulis

(9)

TRANSLITERASI

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 0543 b/u/1987

1. Konsonan N

o Arab Latin Ket No Arab Latin ket

1 ا Tidak dilambangkan 16 ط ṭ t dengan titik di bawahnya 2 ب b 17 ظ ẓ z dengan titik di bawahnya 3 ت t 18 ع ‘ 4 ث ṡ s dengan titik di atasnya 19 غ g 5 ج j 20 ف f 6 ح ḥ h dengan titik dibawahnya 21 ق q 7 خ kh 22 ك k 8 د d 23 ل l 9 ذ z z dengan titik di atasnya 24 م m 10 ر r 25 ن n 11 ز Z 26 و w 12 س S 27 ه h 13 ش Sy 28 ء ’ 14 ص ṣ s dengan titik di 29 ي y

(10)

bawahnya

15 ض ḍ d dengan titik

di bawahnya

2. Vokal

Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin

ٙ◌ Fathah a

ِ◌ Kasrah i

ٔ◌ Dammah u

b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf ٙ◌ ي Fathah dan ya ai ٙ◌

و Fathah dan Wau au

Contoh:

ﻒﯿﻛ: kaifa لﻮھ: haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

(11)

Harkat dan Huruf

Nama Huruf dan

tanda ٙ◌

١

ي/ Fathah dan alif

atau ya ā ِ◌ ي Kasrah dan ya ī ُ◌ ي Dammah dan waw ū Contoh: َلﺎَﻗ:qāla ﻰَﻣ َر:ramā َﻞْﯿِﻗ:qīla ُلْﻮُﻘَﯾ:yaqūlu 4. Ta Marbutah (ة)

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua. a. Ta marbutah (ة) hidup

Ta marbutah (ة) yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan

dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah (ة) mati

Ta marbutah (ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah (ة) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah (ة) itu ditransliterasi dengan h.

Contoh:

ْلَﺎﻔْطَ ْﻷا ُﺔ َﺿور: raudah al-atfāl/ raudatul atfāl

(12)

al Madīnatul Munawwarah

ْﺔ َﺤْﻠَط : Talhah

Catatan: Modifikasi:

1. Nama orang kebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemah. Contoh: Hamad ibn Sulaiman.

2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.

3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus Bahasa Indonesia tidak ditransliterasi. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.

(13)

DAFTAR ISI LEMBARAN JUDUL

PENGESAHAN PEMBIMBING PENGESAHAN SIDANG

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

TRANSLITERASI ...v

DAFTAR ISI ...viii

BAB SATU: PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah...1

1.2. Rumusan masalah ...6 1.3. Tujuan penelitian...6 1.4. Penjelasan istilah...6 1.5. Kajian pustaka...7 1.6. Metode penelitian...9 1.7. Sistematika pembahasan ...13

BAB DUA: HUKUM PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADAT 2.1. Pengertian adat dan hukum adat ... 2.2. Pernikahan dalam tinjauan hukum adat ...23

2.3. Pengertian walimah... 2.4. Landasan hukum melaksanakan walimah... 2.5. Hikmah walimah... BAB TIGA: PRAKTIK WALIMAH DALAM MASYARAKAT KLUET TIMUR 3.1. Gambaran umum masyarakat Kecamatan Kluet Timur...27

3.2. Sistem pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Kluet ...35

3.3. Interaksi hukum islam dalam pelaksanaan walimah adat nangkih sempelie dan turun sempelie pada Etnik Kluet ...52

3.4. Sistem pernikahan yang lebih dominan dilakukan Oleh masyarakat Kecamatan Kluet Timur ...55

BAB EMPAT: PENUTUP 4.1. Kesimpulan ...60

4.2. Saran- saran...61

DAFTAR PUSTAKA...63

(14)

BAB SATU PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suku Kluet sebagian besar terdiri dari keturunan para korban banjir laut Bangko yang menyelamatkan diri ke arah kluet, yaitu ke arah barat laut dari laut Bangko. Mereka telah tinggal di situ mulai abad I Masehi. Sejak itu ada juga pendatang yang singgah, tidak jarang pula ada yang bermukim menetap di situ. Para pendatang ini dalam rombongan kecil, umumnya terdiri dari kaum lelaki saja. Sehingga ketika mereka menetap, mereka membentuk keluarga dengan penduduk setempat. Dalam kehidupan sehari-hari mereka berbaur dengan masyarakat, menggunakan bahasa dan adat istiadat lokal. Bahkan tidak jarang mereka menggunakan identitas ‘Marga’ setempat. Banyak juga pendatang yang menikah dengan masyarakat setempat sehingga menetap di Kluet, Di Kluet memiliki beberapa macam bahasa yaitu bahasa Kluet, Aceh dan Jamee hal tersebut dikarenakan banyak pendatang yang akhirnya berdomisili di daerah tersebut.

Islam mengatur manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan dalam Islam.1

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa berkeluarga termasuk sunnah rasul sejak dahulu sampai rasul terakhir Nabi Muhammad SAW.

(15)

Islam mengajarkan kepada orang yang melaksanakan pernikahan untuk mengadakan walimah, tetapi tidak memberikan bentuk minimum atau bentuk maksimum dari walimah, Apabila walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja, maka hukumya adalah makruh.2

Sabda Rasulullah SAW Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

ﷲا لﻮﺳر لﺎﻗ :لﺎﻗ ةﺮﻳﺮﻫ ﰊا ﻦﻋ

ﻢّﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ

ﺎﻬﻴﺗ ﺄﻳ ﻦﻣ ﺎﻬﻌﻨﳝ ﺔﻤﻴﻟﻮﻟاا مﺎﻌﻃ مﺎﻌﻄﻟا ﺮﺷ

ﻪﻟﻮﺳر ﷲا ﻰﺼﻋ ﺪﻘﻓ ةﻮﻋﺪﻟا ﺐﳚ ﱂ ﻦﻣو ﺎﻫﺎﺑﺄﻳ ﻦﻣﺎﻬﻴﻟا ﻰﻋﺪﻳ

ﻩاور)

ىرﺎﺨﺒﻟا

(

Artinya:“Makanan yang paling jelek adalah pesta perkawinan yang tidak

mengundang orang yang mau menghadirinya (miskin), tetapi mengundang orang yang enggan datang kepadanya (kaya). Barang siapa tidak memperkenankan undangan, maka sesungguhnya durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (HR. Bukhari).3

Walimah diadakan sesuai dengan kemampuan seseorang yang melaksanakan perkawinannya, dengan catatan, agar dalam pelaksanaan walimah tidak ada pemborosan, kemubaziran, lebih-lebih disertai dengan sifat angkuh dan membanggakan diri. Agama Islam mengajarkan bahwa perkawinan merupakan peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Oleh karena itu Nabi mengajarkan agar peristiwa perkawinan dirayakan dengan suatu perhelatan atau walimah. Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah. Hal ini dipahami dari sabda Nabi yang berasal dari Anas ibn Malik menurut penukilan yang muttafaq alaih :

2

Slamet Abidin et a ll , Fiqh Munakahat 1,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1994), hlm 98.

3 Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Kairo, Dar al-Hadits,

(16)

ﱯﻨﻟا نا ﻚﻟﺎﻣ ﻦﺑا ﺲﻧا ﻦﻋ

ﻢّﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ

ا فﻮﻋ ﻦﺑ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﻰﻠﻋ ىأر :

ﺮﺛ

لﺎﻘﻓ ةﺮﻔﺻ

ﻮﻟو ﱂ وا ﻚﻟ ﷲا كرﺎﺒﻓ لﺎﻗ ﺐﻫذ ﻦﻣ ةاﻮﻧ نزو ﻰﻠﻋ ةاﺮﻣا ﺖﺟوﺰﺗ ﱏا ﷲا لﻮﺳرﺎﻳ :لﺎﻗ (؟اﺬﻫﺎﻣ)

ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ) ةﺎﺸﺑ

(

Artinya : Anas bin Malik RA menceritakan, bahwa Nabi SAW melihat bekas kuning pada kain Abdur Rahman bin Auf, maka beliau bertanya, Apa ini?‛ Jawabnya, sesungguhnya saya wahai Rasulullah baru menikah

dengan maskawin emas sebesar biji korma. Jawab Rasulullah, Semoga Allah memberkatinya bagi engkau dan laksanakan kendurinya walau dengan memotong seekor kambing‛. (H.R. Muttafaq ‘alaih).4

Menyelenggarakan walimah adalah salah satu jenis ibadah kepada Allah, mengikuti sunnah Rasul dan oleh karena itu harus dilaksanakan sesuai nilai-nilai ibadah, hendaklah diperhatikan agar tidak bertentangan dengan syari’at.5

Islam memandang bahwa perkawinan adalah wadah yang baik untuk mengikat hubungan kasih sayang manusia. Peristiwa ini akan dikenang selalu dan akan diabadikan dalam kenangan foto atau video sehingga akan mudah teringat masa yang menyenangkan dalam sejarah hidup sebagai wujud rasa syukur ke

hadhirat Allah SWT pada peristiwa itu, sehingga mengenangnya dengan

mensosialisasikan akad nikah dengan pesta pernikahan, syari’at Islam menyebutnya dengan walimah.

Pelaksanaan walimah hendaknya diadakan sesederhana mungkin sebagaimana dibatasi oleh syari’at Islam. Tidak boleh diadakan secara berlebihan apalagi bertujuan untuk memamerkan kekayaan (riya). Islam melarang orang yang

4

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Kairo, Dar al-Hadits, 2011), hlm. 867.

(17)

suka berlebih-lebihan yang merupakan bentuk sifat mubazir. Allah SWT menyebut orang-orang yang mubazir adalah sebagai saudara syaitan.

Adapun lama pelaksanaan walimah boleh diadakan hanya sampai dua hari, walimah yang dilakukan lebih dari dua hari dipandang sebagai perbuatan sum’ah

atau pamer diri. Tujuan walimah secara umum untuk memperkenalkan bahwa kedua mempelai sudah menikah dan masyarakat mengetahui dan mengerti bahwa kedua mempelai sudah sah menjadi suami istri.

Masyarakat Kecamatan Kluet Timur mempunyai Adat di dalam Pelaksanaan Walimah/kerjo yaitu khitan (pesenat), turun tanah (turun bolawe) dan perkawinan (kerjo) dan didalam pesta perkawinan ada pula adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie (naik pelamin dan turun pelamin). Kasus ini terjadi kepada dua saudara yang melangsungkan walimah/kerjo bersamaan yang mana apabila saudara laki-laki naik pelamin maka Perempuan turun pelamin. Kemudian begitu pula sebaliknya, karena tidak boleh bersanding/mesandingnya sekalian.6

Walimah dalam bahasa Kluet disebut kerjo. Walimah/kerjo ini dilakukan di rumah mempelai perempuan dan laki-laki. Di dalam melaksanakan walimah

al-‘ursydi Kecamatan Kluet Timur memiliki sedikit perbedaan, khususnya di bidang pengantaran linto dan dara baro ke rumah pasangannya. Seperti yang diketahui bahwasanya dalam mengadakan walimah tidak boleh ada unsur pemborosan dan lain sebagainya, sebenarnya bukan hanya di dalam pengadaan walimah saja dilarang adanya unsur pemborosan, akan tetapi di berbagai macam hal juga. Di

6

Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie terjadi terhadap saudara laki-laki dan adik perempuan yang melangsungkan walimah secara bersamaan, waktu bersanding tidak boleh sekalian/bersamaan waktunya, harus memiliki selang waktu. Yang satu naik yang satunya lagi turun.

(18)

kecamatan Kluet Timur khususnya Desa Lawe Cimanok apabila ada dua bersaudara yang melakukan akad pernikahan dalam masa yang bersamaan (berdekatan) maka pada waktu diadakannya walimah tidak boleh bersamaan pengantaran linto dan dara baro karena di desa ini memiliki peraturan adat yang tidak boleh dilanggar.7

Pada waktu mebobo (antar linto) tidak boleh bersamaan, harus ada jarak pemisah di antara keduanya, misalkan pasangan yang pertama antar linto ke rumah dara baronya dilaksanakan pada hari ini, kemudian selang satu hari kemudian baru antar linto ke rumah dara baro yang satunya lagi. Dalam kasus ini yaitu dua bersaudara (laki-laki dan perempuan) yang melakukan walimah secara bersamaan akan tetapi pada waktu mesanding (bersanding di pelaminan) tidak boleh bersamaan harus memiliki selang waktu, yaitu minimal satu hari. Peraturan di kecamatan Kluet Timur waktu pengantaran linto baro dan dara baronya adalah pada malam hari, peraturan ini berlaku apabila yang melangsungkan pernikahan tersebut memang satu kampung, tapi apabila berbeda kampung (orang luar) maka boleh pada siang hari, akan tetapi harus minta izin kepada perangkat desa (Geucik) terlebih dahulu dan harus memiliki alasan yang bisa diterima oleh peraturan kampung. Jadi, apabila di dalam suatu majlis perkawinan terdiri dari dua pasang kakak beradik (adik abang) maka, abangnya terlebih dahulu diantar

(mebobo) ke rumah pengantin perempuannya. Kemudian pada keesokan harinya

baru pasangan sang adik di antar ke rumah adiknya (tempat di adakannya

walimah).

(19)

Adat ini memang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari nenek moyang terdahuhu dan sudah menjadi kebiasaan di kecamatan Kluet Timur di dalam mengadakan walimah dan tidak boleh dilanggar. Namun, ada beberapa kelompok masyarakat yang kurang setuju dengan peraturan tersebut. Ada juga masyarakat yang setuju dengan peraturan itu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas permasalahan ini secara mendetail dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul ”INTERAKSI HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA” (Suatu Kajian Terhadap Sistem Walimah Adat

Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie di Lingkungan Etnik Kluet Timur Provinsi Aceh).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie Dalam Masyarakat Kluet Timur?

2. Bagaimana interaksi Hukum Islam Bidang Pernikahan Pada Etnik Kecamatan Kluet Timur?

3. Sistem Pernikahan Apa Yang Lebih Dominan Diterapkan Oleh Masyarakat Kecamatan Kluet Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui pelaksanaan Walimah Adat Nangkih Sempelie dan Turun Sempelie Dalam Masyarakat Kluet Timur.

2. Untuk Mengetahui Bagaimana interaksi Hukum Islam Bidang Pernikahan Pada Etnik Kecamatan Kluet Timur.

(20)

3. Untuk Mengetahui Sistem Pernikahan Apa Yang Lebih Dominan Diterapkan Oleh Masyarakat Kecamatan Kluet Timur.

1.4 Penjelasan Istilah

Untuk mengetahui dan memahami istilah-istilah yang terdapat dalam proposal skripsi ini, maka terlebih dahulu dijelaskan istilah yang berhubungan dengan judul. Adapun istilah yang dijelaskan dalam judul skripsi “Pelaksanaan

walimah Al-‘ursy pada Masyarakat Kecamatan Kluet Timur“ adalah sebagai berikut:

1.4.1 Interaksi

Interaksi adalah suatu peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain. Jadi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain terjadi dalam setiap kasus interaksi dan interaksi juga memiliki pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam proses interaksi tidak saja terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat, melainkan terjadi saling mempengaruhi satu sama lainnya.

1.4.2 Hukum Adat

Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,

(21)

kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.8

Dari pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah bisa diartikan sebagai Wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Hukum adat adalah juga merupakan sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.

1.4.3 Hukum Islam

Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata “Hukum dan Islam”.Kedua kata itu merupakan kata yang digunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-qur’an, juga berlaku dalam bahasa Indonesia.”Hukum Islam” sebagai satu rangkaian kata telah menjadi bahasa indonesia yang hidup dan terpakai, namun bukan merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab, dan tidak ditemukan dalam Al-qur’an juga tidak ditemukan dalam literatur yang berbahasa Arab. Hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam.9

8https://id.wikipedia.org/wiki/Adat diakses pada tanggal 7 juli 2017

(22)

1.4.4 Walimah

Walimah berasal dari bahasa Arab Al-Walimah artinya makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.10

1.4.5 Nangkih Sempelie

Nangkih sempelie terdiri dari dua suku kata, yaitu nangkih yang artinya

naik dan sempelie pasangan pengantin (pelaminan). Biasanya kalimat ini di

gunakan untuk dua saudara yang melaksanakan walimah secara bersamaan, akan tetapi waktu mesanding (bersanding) tidak boleh bersamaan. Ini terjadi kepada dua saudara yang berlainan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).11

1.4.6 Turun Sempelie

Sama halnya dengan nangkih sempelie, turun sempelie juga terdiri dari dua suku kata yang turun artinya turun juga dan sempelie artinya pasangan pengantin (pelaminan). Penggunaan kalimat ini juga sama dengan nangkih

sempelie di atas. Jadi apabila digabungkan dua kalimat ini makanya artinya yaitu: naik pelaminan dan turun pelaminan (abangnya turun pelaminan, adiknya naik pelaminan).12

1.5 Kajian Pustaka

10Tihami, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Rajawali, 2013) hlm. 131.

11Bukhari, Kluet Dalam Bayang-Bayang Sejarah (Banda Aceh: ISBN, 2008), Hlm. 115.

(23)

Kajian Pustaka merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari penemuan terdahulu dengan mendalami, membandingkan, menela’ah, dan mengidentifikasi hal-hal yang sudah ada, dan untuk mengetahui hal-hal yang ada dan yang belum ada.

Ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan judul ini, tetapi fokus pembahasan tidak sama. Terdapat beberapa skripsi yang mendekati pembahasan ini antara lain:

Dalam skripsi yang ditulis oleh Isnah Mahasiswi Fakultas Syari’ah jurusan Al-Ahwalul al-Syakhsyiah secara khusus yang berjudul “Sanksi Adat Terhadap

Pelanggar Walimah al- ‘Ursy” (Studi Kasus Desa Takal Pasir Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil). Skripsi tersebut memfokuskan permasalahan Sanksi adat terhadap pasangan setelah akad nikah yang tidak melangsungkan

walimah al-‘Ursy.

Dalam skripsi yang ditulis Syaffawi bin Zainun mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam yang berjudul “Walimah al-‘urs Menurut Syari’at Islam dan Kaitannya dengan Zaman Modern” (Suasana Tinjauan Persepsi

Masyarakat di Perak). Di dalam skripsi ini membahas tentang pelaksanaan walimah al-‘ursy di zaman modern yang mengeluarkan atau menghabiskan dana yang besar sehingga mengarahkan kepada pemborosan, dan menjelaskan walimah

al-‘ursydalam Syari’at Islam.

Dalam Skripsi yang ditulis Radius mahasiswa Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwalul al-Syakhsyiah menulis Adat Perkawinan Etnis Singkil, dalam pembahasannya setelah dicermati karya mereka lebih mengarah tentang adat

(24)

istiadat perkawinan di Aceh Singkil. Secara umum dari proses pendekatan atau disebut menggilingi, memggantung, menghinai, mendudukkan/bersanding. Atau disebut dengan meralek atau dengan sebutan lain pesta perkawinan, dan sampai dengan acara terakhir tentang pesta perkawinan.

Dalam Skripsi yang di tulis Zarnida mahasiswi Fakultas syari’ah jurusan Hukum keluarga menulis Larangan Serumah Sebelum Walimah Al-‘Ursy Ditinjau

Menurut Hukum Islam, setelah dicermati hasil karyanya maka pembahasan

tersebut lebih mengarah kepada tata cara pelaksanaan walimah dan hukuman terhadap pelanggaran terhadap larangan serumah sebelum diadakannya walimah tersebut.13

1.6 Metode Penelitian

Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah, penggunaan sebuah metode dalam pengumpulan dan penyusunan data sangatlah menentukan untuk tercapainya suatu tujuan dengan cara yang efektif, karena metode-metode yang digunakan akan mempengaruhi mutu dan kualitas tulisan.14 Adapun metode pembahasan yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Analisis. Data yang ditemukan di lapangan melalui metode pengumpulan data yang peneliti gunakan akan dideskripsikan dan dianalisa. Untuk memperoleh data tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan cara:

13 Zarnida, Larangan Serumah Sebelum Walimah Al-‘urs ditinjau menurut hukum Islam

Studi Kasus Kec.Kluet Timur Kab. Aceh Selatan, (Fakultas Syari’ah dan Hukum, Jurusan Hukum Keluarga UIN Ar-raniry 2014).

14 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(25)

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskrriptif Analisis yaitu dengan jalan mendeskripsikan sejumlah data dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan pendekatan Sosio Antropologi yaitu pendekatan terhadap suatu masalah dengan melihat kejadian yang terjadi dalam masyarakat.

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Adapun metode pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu:

Penelitian Lapangan (field research) yaitu pengumpulan data primer dan merupakan suatu penelitian yang dilakukan terhadap objek pembahasan yang menitikberatkan pada kegiatan lapangan, yaitu dengan mendapatkan data langsung pasangan yang telah melakukan pernikahan adat nangkih sempelie dan turun sempelie dalam masyarakat Kluet Timur serta mencatat setiap informasi yang didapatkan pada saat melakukan penelitian, hal ini untuk menghasilkan sebuah penelitian yang valid dan sistematis.15 Penelitian dilakukan dalam situasi alamiah namun didahului oleh intervensi dari peneliti dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki oleh peneliti dapat segera tampak diamati. Tujuan penelitian lapangan yaitu untuk mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas.16

Penelitian Kepustakaan (library research) merupakan bagian dari

15

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 21.

(26)

pengumpulan data sekunder yaitu suatu penelitian yang dilakukan diruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal seperti majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, dokumen-dokumen, jurnal, artikel, internet dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun karya ilmiah.17 Di antara buku-buku rujukan pembahasan antara lain, Hukum Perkawinan Indonesia, Fiqh Munakahat karangan Hamid Sarong, Hukum Perkawinan karangan Abdurrahman dan Riduan Syahrani, dan buku-buku penunjang lainnya sehingga mendapatkan bahan dan teori dalam mencari sebuah jawaban dan mendapatkan bahan perbandingan dan pengarahan dalam analisis data.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini serta untuk membahas permasalahan yang ada, maka penulis mengadakan wawancara sebagai metode pengumpulan data dan dokumentasi.

1. Wawancara (interview) adalah tanya jawab antara pewawancara dengan yang diwawancarai untuk meminta keterangan atau pendapat tentang suatu hal yang berhubungan dengan masalah penelitian.18 wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu wawancara secara terencana yang berpedoman pada daftar pertanyaan

17

Abdurrahman Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 95-96.

(27)

yang telah disiapkan sebelumnya.19 pada penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung dengan tokoh adat di Kluet Timur khususnya di desa Lawe Cimanok, Lawe Sawah, Paya Dapur dan Desa Durian Kawan. Adapun yang diwawancarai yaitu Geuchik, imam masjid, tertua di gampoeng, tuha 4, pemuda/pemudi, dan masyarakat. 2. Dokumentasi yaitu mencari data yang berbentuk tulisan, dengan

menelaah buku-buku literatur kepustakaan, dokumen-dokumen sesuai data-data yang dibutuhkan yang penulis gunakan sebagai data sekunder dalam penelitian ini.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan melihat perilaku masarakat yang berkembang, proses secara adat hal-hal tentang yang ada kaitannya. 1.6.3 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan maupun kepustakaan terkait dengan Pelaksanaan Walimah Al-‘ursy pada masyarakat kecamatan Kluet Timur, dijelaskan melalui metode deskriptif-analisis. Penulis menggambarkan permasalahan berdasarkan data yang dikumpulkan, dengan tujuan memberikan gambaran mengenai fakta yang ada di lapangan secara objektif, kemudian penulis menganalisis, meninjau permasalahan tersebut dari segi hukum Islam.

Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek

(28)

yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.20 1.6.4 Penyajian Data

Adapun buku rujukan penulisan skripsi dalam penelitian ini adalah buku

Pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Ar-ranirry Darussalam Banda Aceh tahun 2014. 1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pemahaman penelitian ini, penulis membagi pembahasannya dalam empat bab yang terdiri dari beberapa sub bab dan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Bab satu merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian yang terdiri dari: pendekatan penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulan data, teknik pengumpulan data, instrument pengumpulan data. Langkah-langkah analisis dan sistematika pembahasan.

Bab dua membahas tentang landasan teoritis tentang hukum pernikahan dalam perspektif hukum adat yaitu meliputi: Pengertian adat dan hukum adat, pernikahan dalam tinjauan hukum adat, Pengertian Walimah, landasan hukum melaksanakan walimah, hikmah melakukan walimah.

Bab tiga menguraikan tentang laporan hasil penelitian untuk mengetahui: praktik walimah dalam masyarakat Kluet Timur, yang meliputi: gambaran umum Etnik/masyarakat Kluet Timur, sistem pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Kluet Timur, interaksi hukum Islam bidang pernikahan pada Etnik Kecamatan

(29)

Kluet Timur, sistem pernikahan yang lebih dominan dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kluet Timur.

Bab Empat merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Pada bab ini penulis menjelaskan kesimpulan dari karya ilmiah ini dan juga saran untuk kemajuan ke depan yang lebih baik.

(30)

BAB DUA

HUKUM PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADAT

2.1 Pengertian Adat dan Hukum Adat

Secara etimologi, adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat. Adat merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya.21

Di Indonesia tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturanaturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat istiadat , upacara, dan sebagainya, yang mampu mengendalikan perilaku masyarakat dalam wujud perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama. Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalahAdanya tingkah laku seseorang, Dilakukan terus-menerus, Adanya dimensi waktu, dan Diikuti oleh orang lain/ masyarakat. Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini

21Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Mandar Maju, Bandung,

(31)

menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.

Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat. Adat selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan masyarakat dan kehendak zaman. Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat.22

Syah mengemukakan bahwa adat adalah kaidah-kaidah sosial yang tradisional yang sakral ini berarti bahwa adalah ketentuan leluhur dan ditaati secara turun temurun.23Ia merupakan tradisi yang mengatur masyarakat penduduk asli indonesia yang dirasakan oleh anggota-anggotanya sangat mengikat. Sebagai kaidah-kaidah sosial yang dianggap sakral, maka pelaksanaan adat ini hendaknya dilaksanakan berdasarkan norma-norma adat yang berlaku disetiap daerah dengan tanpa memperhatikan adanya stratifikasi dalam kehidupan masyarakat.

Adat istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya tergantung pada masyarakat (atau, bagian

22A.Soehardi, Pengantar Hukum Adat Indonesia, (Bandung : S-Gravenhage,1954), hal. 45

(32)

masyarakat) yang mendukung adat istiadat tersebut yang terutama berpangkal tolak pada perasaan keadilannya.

Adat juga merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad keabad. Oleh karena itu maka tiap bangsa didunia memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan bahwa adat itu merupakan unsure yang terpenting yang memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan.Tingkatan peradaban maupun cara penghidupan yang modern ternyata tidak mampu melenyapkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat paling-paling terlihat dalam proses kemajuan zaman.24

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa adat merupakan kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat adat yang memuat kebiasaan-kebiasaan, nilai –nilai dan norma-norma hukum lainnya yang saling mempengaruhi dan menjadi suatu system yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian dapat adat merupakan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat, agar anggota masyarakat dapat menyesuaikan perbuatannya dengan tata kelakuan yang dibuatnya tersebut.

Pengertian Hukum adat adalah Bisa diartikan sebagai Wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Hukum adat adalah juga merupakan sistem hukum yang dikenal

24Hilman Hadikusumo, Pokok-Pokok Pengertian Hukum Adat, (Bandung: Alumni, 1980),

(33)

dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, cara (kelakuan) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.

Menurut Harjito Notopuro Hukum adat adalah hukum tak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan kesejahtraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan.

Menurut Soepomo Hukum adat adalah sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi dibadan-badan hukum negara (Parlemen, Dewan Propinsi, dan sebagainya),

(34)

hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan didalam pergaulan hidup, baik dikota maupun di desa-desa.25

Oleh karena itu hukum adat merupakan bagian dari adat atau adat istiadat, maka dapatlah dikatakan, bahwa hukum adat merupakan konkritisasi dari pada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-masyarakat dengan struktursosial dan kebudayaan sederhana. Pengertian Hukum adat lebih sering diidentikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, sehingga pengertian hukum adat juga telah lama menjadi kajian dari para ahli hukum.

Hukum Adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Maka dilihat dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hukum itu mulai dari pribadi manusia yang diberi Tuhan akal pikiran dan perilaku. Perilaku yang terus menerus dilakukan perorangan menimbulkan “kebiasaan pribadi”. Apabila kebiasaan pribadi itu ditiru oleh orang lain, maka ia akan juga menjadi kebiasaan orang itu. Lambat laun diantara orang yang satu dan orang yang lain di dalam kesatuan masyarakat melakukan perilaku kebiasaan tadi. Kemudian apabila seluruh anggota masyarakat melakukan perilaku kebiasaan tadi, maka lambat laun kebiasaan itu menjadi “Adat” dari masyarakat itu. Adat adalah kebiasaan masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat lambat laun menjadikan adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga menjadi “Hukum Adat”. Jadi dapat disimpulkan bahwa

(35)

hukum adat adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan kekuatan hukum, yaitu kaidah-kaidah asli sebagai endapan kesusilaan yang hidup yang berkembang di dalam masyarakat adat atau kelompok-kelompok rakyat Indonesia dan keberadaannya diakui oleh mereka.Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sehingga menjadi hukum adat.26

2.2 Pernikahan dalam Tinjauan Hukum Adat

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita. Sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum Adat perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para leluhur kedua belah pihak. Dengan demikian, perkawinan menurut hukum Adat merupakan suatu hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan, yang membawa hubungan lebih luas, yaitu antara kelompok kerabat laki-laki dan perempuan, bahkan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hubungan yang terjadi ini ditentukan dan diawasi oleh sistem normanorma yang

(36)

berlaku di dalam masyarakat itu. Perkawinan ideal ialah suatu bentuk perkawinan yang terjadi dan dikehendaki oleh masyarakat. Suatu bentuk perkawinan yang terjadi berdasarkan suatu pertimbangan tertentu, tidak menyimpang dari ketentuan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat setempat.27

A. Van Gennep, seorang ahli sosiologi Perancis menamakan semua upacara-upacara perkawinan itu sebagai “rites de passage” (upacara-upacara peralihan). Upacara-upacara peralihan yang melambangkan peralihan atau perubahan status dari mempelai berdua; yang asalnya hidup terpisah, setelah melaksanakan upacara perkawinan menjadi hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama sebagai suami isteri. Semula mereka merupakan warga keluarga orang tua mereka masing-masing, setelah perkawinan mereka berdua merupakan keluarga sendiri, suatu keluarga baru yang berdiri sendiri dan mereka pimpin sendiri.

Hubungan mereka setelah menjadi suami isteri bukanlah merupakan suatu hubungan perikatan yang berdasarkan perjanjian atau kontrak, tetapi merupakan suatu paguyuban atau organisasi. Paguyuban hidup yang menjadi pokok ajang hidup suami-isteri selanjutnya beserta anak-anaknya. Paguyuban hidup tersebut lazimnya disebut somah (istilah Jawa yang artinya keluarga) dan dalam somah itu hubungan antara suami dan isteri itu adalah sedemikian rupa rapatnya, sehingga dalam pandangan orang Jawa mereka berdua itu merupakan ketunggalan. Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral, agung, dan monumental bagi setiap pasangan hidup. Karena itu, perkawinan bukan hanya sekedar mengikuti agama

27Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal, (Yogyakarta:

(37)

dan meneruskan naluri para leluhur untuk membentuk sebuah keluarga. Ikatan hubungan yang sah antara pria dan wanita, namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi kehidupan manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicita-citakannya.28

Perkawinan biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pasangan demi pasangan itulah selanjutnya terlahir bayi-bayi pelanjut keturunan yang pada akhirnya mengisi dan mengubah warna kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa khususnya, makna sebuah perkawinan menjadi sangat penting. Selain harus jelas bibit, bebet, dan bobot bagi si calon pasangan, berbagai perhitungan ritual lain harus pula diperhitungkan agar perkawinan itu bisa lestari, bahagia dan dimurahkan rejekinya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pada akhirnya melahirkan anak-anak yang cerdas, patuh kepada kedua orangtuanya, serta taat beribadah. Bagi masyarakat Jawa perkawinan bukan hanya merupakan pembentukan rumah tangga yang baru, tetapi juga membentuk ikatan dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal, baik sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Ibarat anak sekolah, perkawinan merupakan sebuah wisuda bagi pasangan muda-mudi untuk nantinya menggapai ujian “pendidikan” kehidupan yang lebih tinggi dan berat Adapun tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan,

28

Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Adat Jawa (Gaya Surakarta dan Yogyakarta), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 9.

(38)

untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarasan. Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan lain beda, termasuk lingkungan hidup dan agama yang dianut berbeda-beda, maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat juga berbeda antara suku bangsa yang satu dan daerah yang lain, begitu juga dengan akibat hukum dan upacara perkawinannya. Dalam masyarakat patrilinial, perkawinan bertujuan untuk mempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anak lelaki (tertua) harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil isteri (dengan pembayaran uang jujur), di mana setelah terjadinya perkawinan isteri ikut (masuk) dalam kekerabatan suami dan melepaskan kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan bapaknya.29

Sebaliknya dalam masyarakat matrilineal, perkawinan bertujuan untuk mempertahankan garis keturunan ibu, sehingga anak perempuan (tertua) harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil suami (semanda) di mana setelah terjadinya perkawinan suami ikut (masuk) dalam kekerabatan isteri dan melepaskan kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan orang tuanya.

2.3 Pengertian Walimah

Walimah (Al-walimah) artinya Al-jam’u: kumpul, sebab antara suami istri berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga.30

Walimah (Al-walimah) berasal dari kata Arab: Al-walimah artinya makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam

29Ibit, hlm 1.

(39)

acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.31

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Walimah al-‘ursyhukumnya mandub (dianjurkan). Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrrahman bin Auf, menilai kandungan hadits ini tidak samar, dan pendapat yang unggul mengatakan

Walimah adalah Sunnah.32

Imam Syafi’i dalam salah satu pendapatnya dan juga ulama-ulama ahli Zahir bahwa hukum Walimah adalah Wajib. Jadi mengenai kewajiban Walimah terjadi perselisihan pendapat. Namun seperti yang dikatakan oleh Ibnu Bath-Bath, bahwa dia tidak melihat ada seorang ulama pun yang mewajibkan Walimah.33

Dalam kitab Fathu al-Bari disebutkan, para ulama salaf berbeda pendapat mengenai waktu Walimah, apakah diadakan pada saat diselenggarakan akad nikah atau setelahnya. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat beberapa pendapat. Imam Nawawi berpendapat, bahwa yang paling benar menurut pendapat mazhab Malik adalah disunnahkan diadakan Walimah setelah pertemuan pengantin laki-laki dan perempuan di rumah. Sedangkan kelompok ulama dari mereka berpendapat bahwa disunnahkan pada saat akad nikah. Sedangkan Ibnu Jundad berpendapat, disunatkan pada saat akad dan setelah bercampur. Sedang yang dinukilkan dari praktik Rasulullah saw adalah setelah bercampur.34

31

Slamet Abidin et al , Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV Purtaka Setia, 1999), hlm. 149.

32Hasan Ayyub, Panduan Keluarga Muslim, (Jakarta: Cendaka Sentral Muslim, 2002),

hlm. 131-132.

33

Muhammad Syaukani, Nailul Autar, cet Pertama Jilid VI, (Semarang: Cv. Asy-Syifa, 1994), hlm. 626.

(40)

Walimah bukan sesuatu yang bathil, melainkan disunnahkan. Lagi pula Walimah merupakan makanan yang dihidangkan untuk upacara menenangkan.

Sama seperti makanan-makanan yang lain karena itu perintah mengadakan

Walimah hanyalah sekedar anjuran saja. Begitu pula perintah menyembelih seekor

kambing berdasarkan kesepakatan para ulama bukanlah sesuatu yang wajib.35 Tindakan pengumuman sebuah pernikahan atau Walimah, tetap dibenarkan setelah terlaksana akad, yaitu untuk mengklarifikasi perbedaan yang terjadi antara kedua mempelai. Jika akad nikah dilaksanakan dan tidak dihadiri oleh banyak saksi, lalu mereka juga ikut bersaksi sebelum kedua mempelai melakukan hubungan badan, sedangkan para saksi belum menyaksikan akad nikah maka keduanya harus dipisahkan (pernikahannya dianggap sah).36

Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau sesudahnya atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Walimah bisa juga diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.37

Agama Islam mengajarkan bahwa perkawinan merupakan peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. Oleh karena itu Nabi mengajarkan agar peristiwa perkawinan dirayakan dengan suatu peralatan atau walimah.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk

35Ibid. hlm. 627.

36

Kamil Muhammad ‘Uwaidah,Fiqh Wanita, cet. Pertama, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998). hlm. 405.

37

(41)

perhelatan di luar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata walimah untuk setiap jamuan makan, untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya saja penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.38

Dalam definisi yang terkenal di kalangan ulama berpendapat walimah

al-‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT atas telah terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.

Walimah al-‘ursy mempunyai nilai tersendiri melebihi perhelatan yang lainnya sebagaimana perkawinan mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan melebihi peristiwa lainnya. Oleh karena itu, Walimah al-’ursy dibicarakan dalam setiap kitab fiqh.

Dalam Fiqh Islam Walimah al-‘ursy mengandung makna yang umum dan khusus. Makna yang umum adalah seluruh bentuk perayaan yang melibatkan orang banyak. Sedangkan Walimah al-‘ursy dalam pengertian khusus adalah peresmian perkawinan yang tujuannya untuk memberitahu khalayak ramai bahwa kedua pengantin telah resmi menjadi suami isteri dan sekaligus sebagai rasa syukur keluarga kedua belah pihak atas berlangsungnya perkawinan tersebut.

Menurut Bagir Walimah al-‘ursy adalah makanan yang dihidangkan berkaitan dengan berlangsungnya akad nikah. Menurut Imam Syafi’i Walimah

al-‘ursy merupakan istilah yang digunakan untuk mengundang tamu supaya

menghadiri jamuan karena datangnya kebahagiaan. Walimah nikah atau walimatul

urs adalah perayaaan pengantin sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahannya,

dengan mengajak sanak saudara beserta masyarakat untuk ikut berbahagia dan

38

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 155.

(42)

menyaksikan peresmian pernikahan tersebut, sehingga mereka dapat ikut serta menjaga kelestarian keluarga yang dibinanya. Jadi, pada dasarnya walimah nikah merupakan suatu pengumuman pernikahan pada masyarakat.

Acara pelaksanan walimah merupakan refleksi dari rasa syukur atas nikmat dan keridhaan, ketulusan, kesucian dan kemurnian hati orang tua kedua mempelai. Mereka mempercayakan putra-putrinya untuk melanjutkan kehidupan berumah tangga untuk berkecampung mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan bermacam ragamnya.

Agama Islam menganjurkan agar setelah melangsungkan akad nikah kedua mempelai mengadakan upacara yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dan ekspresi kebahagiaan kedua mempelai atas nikmat perkawinan yang mereka alami. Upacara tersebut dalam Islam dikonsepsikan sebagai walimah. Manfaat walimah adalah agar supaya keluarga, tetangga dan handaitaulan ikut menyaksikan dan mendoakan mempelai berdua.

Sehubungan dengan walimah, adat kebiasaan masing-masing daerah dapat dipertahankan bahkan dilestarikan sepanjang tidak menyalahi prinsip ajaran Islam. Apabila adat kebiasaan yang berhubungan dengan walimah tersebut bertentangan dengan syariat Islam setuju atau tidak harus ditinggalkan.

Apabila dilihat hadis Rasulullah saw, maka walimah pernikahan yang utama dilakukan adalah setelah suami isteri menikmati malam pertamanya, sudah berhubungan badan. Praktek Rasulullah tersebut mengisyaratkan bahwa sebaiknya resepsi pernikahan itu dilakukan secepat mungkin, bahkan kalau bisa hari itu juga atau besoknya. Hal ini mengingat bahwa resepsi adalah salah satu cara

(43)

mengumumkan pernikahan dan mengumumkan pernikahan lebih cepat tentu lebih baik demi menghindari fitnah. Untuk konteks Indonesia, resepsi seringkali dibayangkan dengan sesuatu acara yang sangat meriah sehingga membutuhkan banyak dana. Hal ini kemudian mengakibatkan sejumlah pasangan menunda acara resepsi pernikahannya sampai bebarapa bulan ke depan.

Resepsi pernikahan tidak mesti mewah cukup dengan mengundang tetangga, kawan, kerabat, untuk makan bersama, sekalipun tidak memakai daging atau lainnya. Dengan diundurnya resepsi ke beberapa bulan ke depan dengan dalih agar lebih meriah, tentu hal ini sama dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan hal yang sunnah. Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan setempat terkadang harus dihormati dan dijadikan sebagai hukum. Bagi orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa bulan ke depan dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja. Walimah yang dianjurkan Islam adalah bentuk upacara yang tidak berlebih-lebihan dalam segala halnya. Dalam walimah dianjurkan pada pihak yang berhajat untuk mengadakan makan guna disajikan pada tamu yang menghadiri walimah. Namun demikan, semua harus disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak. Islam melarang upacara tersebut dilakukan, bila ternyata mendatangkan kerugian bagi kedua mempelai maupun kerugian dalam kehidupan masyarakat.

Penjamuan pesta perkawinan Walimah al-‘ursy tersebut sangat besar artinya bagi suami istri dalam hubungan kekeluargaan, begitupun bagi masyarakat umum. Pesta perkawinan atau Walimah al-‘ursyitu merupakan sunnah Nabi yang

(44)

diperintahkan. Harus diingat bahwa Walimah al-‘ursy merupakan ibadah dan pengabdian kepada Ilahi.

2.4 Landasan Hukum Melaksanakan Walimah

Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan Walimah hukumnya sunah mu’akad. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:39

ﻰﻠﻋ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﱂوأﺎﻣ :لﺎﻗ ﻪﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﻚﻟ ﺎﻣ ﻦﺑا ﺲﻧا ﻦﻋ

ﻪﺗﺎﺴﻧ ﻦﻣ ةأﺮﻣا

) ﻩﻮﻛﺮﺗ ﱴﺣ ﺎﻤﳊو اﺰﺒﺧ ﻢﻬﻤﻌﻃا:لﺎﻗ ؟ﱂوأ ﺎﲟ :ﱐﺎﻨﺒﻟا ﺖﺑﺎﺛ لﺎﻘﻓ ﺐﻨﻳز ﻰﻠﻋ ﱂوا ﺎﳑ ﻞﻀﻓ وا ﺮﺜﻛا

(ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور

Artinya:“Dari Anas, ia berkata “Rasulullah SAW tidak mengadakan resepsi

pernikahan dengan seorangpun daripada istrinya yang lebih meriah dan lebih enak jamuannya daripada resepsi pernikahan beliau dengan

Zainab,” Tsabit Al Bunani bertanya, “apa jamuannya?” Anas

menjawab, “beliau menghidangkan roti dan daging sampai tidak habis

dimakan”. (HR Muslim).40

Hadits tersebut menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja, sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi Saw. Bahwa perbedaan-perbedaan walimah beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.

Kebanyakan fuqaha berpendapat bahwa mengadakan walimah hukumnya sunnah muakkad dan sangat diutamakan. Imam Ahmad meriwayatkan, ketika Ali bin Abi Thalib meminang Fatimah, Nabi mengatakan: “perkawinan mesti

dirayakan dengan walimah”.

39

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah,(Mesir: Darul Fath Lil I’lam Al-Arobi, 2000) hlm 412-414.

40Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka

(45)

Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah, perintah Nabi untuk mengadakan walimah tidak mengandung arti wajib, tetapi hanya sunnah menurut jumhur ulama karena yang demikian hanya merupakan tradsi yang hidup melanjutkan tradisi yang berlaku di kalangan Arab sebelum Islam datang. Pelaksanaan walimah masa lalu itu diakui oleh Nabi untuk dilanjutkan dengan sedikit perubahan dengan menyesuaikannya dengan tuntunan Islam.

Yang berbeda pendapat dengan jumhur ulama adalah ulama Zhahiriyah yang mengatakan di wajibkan atas setiap orang yang melangsungkan perkawinan untuk mengadakan walimah al-‘ursy, baik secara kecil-kecilan maupun secara besar-besaran sesuai dengan keadaan yang mengadakan perkawinan (Ibnu Hazmin 450) golongan ini mendasarkan pendapatnya kepada hadits yang disebutkan di atas dengan memahami amar atau perintah dalam hadis itu sebagai perintah wajib.41

Akad nikah merupakan peristiwa amat penting yang menandai dimulainya hubungan halal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sebelumnya diharamkan menurut agama. Akad tersebut juga diharapkan dapat menambah dan memperkukuh hubungan persaudaraan antara keluarga-keluarga yang sebelumnya tidak atau jarang saling berhubungan. Oleh sebab itu akad pernikahan hendaknya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi diumumkan secara terbuka. Demi menunjukkan kegembiraan dan suka cita atas berlangsungnya peristiwa kebahagiaan itu, agar diketahui dan dirasakan juga oleh masyarakat sekitar. Sehingga tidak akan menimbulkan dugaan-dugaan negatif, disamping untuk

41 Ibn Hajar, Bulughul Maram, diterjemahkan Irfan Maulana Hakim, (Bandung: PT.

(46)

mendorong berlangsungnya pernikahan-pernikahan antara para laki-laki dan perempuan lainnya yang belum menikah.

Jumhur ulama berpendapat, bahwa sebuah pernikahan belum dianggap terlaksana, kecuali diumumkan secara terang-terangan. Atau belum sah, kecuali para saksi yang hadir menyaksikan akad nikah tersebut. Meskipun penyiarannya dilakukan dengan sarana yang lain. Akan tetapi jika para saksi telah menyaksikan pelaksanaannya dan kedua mempelai berpesan kepada mereka untuk merahasiakan akad pernikahan itu atau tidak menyiarkannya, maka akad tersebut tetap dianggap sah.

Walimah oleh sementara ulama dikatakan wajib hukumnya, sedangkan sementara ulama yang lain mengatakan bahwa walimah hukumnya hanya sunnah saja. Akan tetapi, secara mendalam walimah memiliki arti yang sangat penting. Ia masih erat hubungannya dengan masalah persaksian, sebagaimana persaksian walimah juga berperan sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari berbagai prasangka dan yang salah tentang hubungan kedua insan yang telah diikat oleh tali Allah berupa pernikahan. Mengingat pentingnya walimah maka waktu diadakan walimah yaitu setelah akad dilangsungkan karena perkawinan adalah suatu perayaan yang tujuan utamanya adalah untuk memberitahukan kepada sanak kerabat dan tetangga.

Apabila walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja, maka hukumya adalah makruh, karena walimah boleh diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Perbedaan-perbedaan yang di tunjukkan oleh Nabi SAW dalam mengadakan walimah bukan membedakan atau

(47)

melebihkan salah satu dari yang lain tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.

Dalam walimah kedua belah pihak yang berhajat juga dianjurkan untuk memperhatikan nasib si miskin, karena Islam tidak membolehkan adanya pengabaian atas kehidupan orang miskin. Kebahagiaan yang ada dalam walimah nikah akan dipandang sia-sia seandainya pihak yang berhajat dalam upacara tersebut mengabaikan orang miskin. Islam juga membolehkan bagi kedua belah pihak untuk memeriahkan perkawinannya dengan mengadakan hiburan, namun tetap dalam kondisi yang wajar dan sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Hiburan yang menonjolkan syahwat atau yang dapat merangsang hasrat seksual orang tidak diperbolehkan. Begitu juga dengan ketentuan lain yang berkenaan dengan konsepsi tersebut harus selalu diperhatikan dalam acara walimah, seperti tidak diperbolehkan bercampur antara laki-laki dengan perempuan di satu tempat, atau larangan yang berkenaan dengan penampakan aurat perempuan.

2.5 Hikmah Melaksanakan Walimah

Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, mengadakan

Walimah mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri

pesta dan memberi makan hadirin yang datang. Tentang hukum menghadiri walimah bila ia diundang pada dasarnya adalah wajib. Jumhur ulama yang berprinsip tidak wajib mengadakan walimah, juga berpendapat wajib mendatangi undangan walimah.42 Kewajiban mengunjungi walimah berdasarkan kepada

(48)

suruhan khusus Nabi untuk memenuhi undangan walimah sesuai sabdanya yang bersumber dari Ibnu Umar dalam haditsmuttafaq ‘alaihi.

ّﻢﻠﺳو ﻪﯩﻠﻋ ﷲا ّﻰﻠﺻ ﷲا ل ﻮﺳ ر ّنا ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﻋ

ﺔﻤﻴﻟﻮﻟا ﱃا ﻢﻛ ﺪﺣا ﻰﻋ د اذا : لﺎﻗ

ﺎ ءﺎﻴﻠﻓ

.

(ﻚﻟ ﺎﻣ ﻩاور)

Artinya:“Bersumber dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang kamu dipanggil ke sebuah walimah,

hendaklh dia mendatanginya.”(HR. Imam Malik).43

Lebih lanjut ulama Zahiriyah yang mewajibkan mengadakan Walimah menegaskan kewajiban memenuhi undangan Walimah dengan ucapan bahwa seandainya yang diundang itu sedang berpuasa wajib juga mengunjunginya, walau dia hanya sekedar memohonkan do’a untuk yang mengadakan walimah di tempat walimah tersebut.

Kewajiban menghadiri walimah sebagaimana pendapat jumhur dan Zahiriyah di atas bila undangan ditujukan kepada orang tertentu dalam arti secara pribadi diundang. Hal ini mengandung arti bila undangan walimah disampaikan dalam bentuk massal seperti melalui pemberitaan mass media, yang ditujukan untuk siapa saja, maka hukumnya tidak wajib.

Untuk menghadiri walimah biasanya berlaku untuk satu kali. Namun bila yang punya hajat mengadakan walimah untuk beberapa hari dan seseorang diundang untuk setiap kalinya, mana yang mesti dihadiri, menjadi pembicaraan di kalangan ulama. Jumhur ulama termasuk Imam Ahmad berpendapat bahwa yang

43Kh. Adib Bisri Musthofa,Terjamah Muwaththa’ Al-Imam Malik r.a, (Kuala Lumpur:

(49)

wajib dihadiri adalah walimah hari yang pertama, hari yang kedua hukumnya sunnah sedangkan hari selanjutnya tidak lagi sunnah hukumnya.

Meskipun seseorang wajib mendatangi walimah, namun para ulama memberikan kelonggaran kepada yang diundang untuk tidak datang dalam hal-hal sebagai berikut:44

a. Dalam walimah dihidangkan makanan dan minuman yang diyakini tidak halal.

b. Yang diundang hanya orang-orang kaya dan tidak mengundang orang miskin.

c. Dalam walimah ada orang-orang yang tidak berkenan dengan kehadirannya.

d. Dalam rumah tempat walimah itu terdapat perlengkapan yang haram. e. Dalam walimah diadakan permainan yang menyalahi aturan agama.

Bila seseorang diundang oleh dua orang dia harus mendahulukan orang yang terdekat pintunya dan bila diundang dalam waktu yang sama dan tidak mungkin dia menghadiri keduanya, maka ia harus memenuhi undangan yang pertama.

ﱯﻨﻟا بﺎﺤﺻا ﻦﻣ ﻞﺟر ﻦﻋ

ﻢّﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ

نﺎﻓ ﺎﺑﺎﺑ ﺎﻤ ﺮﻗا ﺐﺟﺎﻓ نﺎﻴﻋاد ﻊﻤﺘﺟا اذا لﺎﻗ

(دوادﻮﺑا ﻩاور)ﻖﺒﺳﺬﻟا ﺐﺟﺎﻓﺎﳘﺪﺣا ﻖﺒﺳ

Artinya:“Dari seorang sahabat Nabi SAW, ia berkata: Apabila dua orang mengundang seseorang maka hendaklah ia mendatangi siapa yang lebih dekat pintunya (kepadamu): tetapi jika terdahulu salah seorangnya,

(50)

maka datangilah siapa yang (memanggil lebih) dahulu”(HR. Abu Daud).45

Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa keuntungan (hikmah) antara lain sebagai berikut:

1. Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT

2. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya 3. Sebagai tanda resmi adanya akad nikah

4. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri 5. Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah

Hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah adalah dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah terjadi sehimgga semua pihak mengetahuinya. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk memberi tahukan terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan.46

45A. Hassan, Bulughul-Maram Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, (Bandung: Cv Penerbit

Diponegoro, 2002) hlm 469.

46Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian wawancara tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam pemberian izin SPA di Makassar cukup optimal dalam meminimalisir tempat-tempat yang di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kesalahan ujaran bahasa Inggris yang teridentifikasi oleh karyawan DGITS Software House terdiri atas empat bentuk

kurang dominan karena vegetasi semak memiliki keanekaragaman yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi vegetasi, baik dominan maupun beragam dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknik pengomposan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan untuk mendapatkan data degradasi pengomposan TKKS serta profil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pendidikan dan pekerjaan serta pengetahuan ibu yang datang ke RSUP.H.Adam Malik,Medan tentang status gizi anak balita..

Sel elektrolit Low Temperature Solid Oxide Fuel Cell (LT SOFC) yang digunakan pada rentang suhu 500 o C hingga 650 o C telah berhasil dihasilkan dengan menggunakan metode

Hasil uji t memperlihatkan bahwa hasil per pohon, karakter jumlah malai per tanaman, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot malai dan panjang tangkai malai

Subjek kanak-kanak daripada kedua-dua kumpulan menghasilkan struktur KRO dengan menggugurkan kata relatif ‘yang’ sama seperti menghasilkan struktur KRS yang merupakan