• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. By: Yoga Mukti Wibowo Devi Pusposari, SE,. M.Si,. Ak. Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. By: Yoga Mukti Wibowo Devi Pusposari, SE,. M.Si,. Ak. Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 ABSTRACT

ANALYSIS OF EFFECTIVENESS AND FACTOR OF INHIBITING THE IMPLEMENTATION OF ACTIVE TAX COLLECTION TO

DISBURSEMENT OF TAX ARREARS (Case Study in KPP Pratama Malang Utara)

By:

Yoga Mukti Wibowo Devi Pusposari, SE,. M.Si,. Ak

Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang

This research aims to find out the effectiveness of active tax collection in KPP Pratama Malang Utara. In addition, the objectives are to determine the limiting factor in the active tax collection in KPP Pratama Malang Utara. The method of study is qualitative descriptive approach. This study uses primary and secondary data. The result of study indicate that the active tax collection rate is still not effective. Results are not effective because there are factors of inhibiting the implementation of active tax collection. From interviews with the tax authorities found factors that cause of the implementation of tax collection are still weaknes from active tax collection process and low of public awareness in paying the tax.

(2)

2 PENDAHULUAN

Meskipun telah disadari akan pentingya membayar pajak demi kemajuan bangsa namun kenyataannya banyak dijumpai pihak-pihak yang tidak memiliki kesadaran dalam membayar pajak. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya tunggakan pajak yang belum terselesaikan. Tunggakan pajak merupakan salah satu kendala terbesar yang menghambat jumlah penerimaan pajak. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi bangsa Indonesia yang sedang gencar melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mengatasi masalah tunggakan pajak maka diperlukan upaya tindakan penagihan pajak yang memiliki kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan pajak ini dilakukan berdasarkan UU. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No 19 Tahun 2000. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi fiskus untuk menagih hutang pajak dari para wajib pajak yang tidak mau melunasi hutang pajaknya.

Tindakan penagihan pajak secara aktif (sering disebut sebagai tindakan penagihan aktif) merupakan tindakan berikutnya yang dilakukan oleh fiskus berdasarkan pantauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melunasi hutang pajaknya. Dengan mendasarkan pada data wajib pajak yang tidak melunasi hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak, maka fiskus dapat melakukan tindakan penagihan aktif dengan maksud agar wajib pajak yang dimaksud dapat segera melunasi hutang pajaknya. Tindakan penagihan aktif dilakukan dengan cara fiskus menagih pajak yang masih terutang kepada wajib pajak dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetatapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusaan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Dalam hal jumlah tagihan pajak tidak dibayar sampai jatuh tempo pembayaran, maka akan diterbitkan Surat Teguran sebagai awal tindakan penagihan pajak kemudian Surat Paksa. Apabila wajib pajak belum atau tidak juga melunasi dan tidak ada itikad baik, maka akan dilanjutkan dengan menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sampai dengan dilakukan pelaksanaan pelelangan. Apabila tindakan penagihan pajak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan segala hambatan dalam kegiatan penagihan dapat diatasi dengan baik, maka upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak tentunya akan dapat dicapai.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Utara merupakan salah satu unit vertikal Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur III yang memiliki wilayah kerja meliputi 2 kecamatan yaitu kecamatan Blimbing dan kecamatan Lowokwaru. Cakupan wilayah yang cukup luas mengindikasikan adanya potensi penerimaan pajak yang besar, namun dalam prakteknya masih ditemukan wajib pajak yang masih memiliki tunggakan pajak. Berikut adalah data perkembangan tunggakan pajak dan realisasi pencairannya yang terdapat pada KPP Pratama Malang Utara pada tahun 2011-2014:

(3)

3 Tabel 1

Perkembangan Jumlah Tunggakan Pajak KPP Pratama Malang Utara Tahun 2011-2014

Tahun Tunggakan Awal Penambahan Pencairan

Tunggakan Tunggakan Akhir 2011 Rp 20.303.662.000 Rp 4.267.046.133 Rp 3.704.822.130 Rp 20.865.886.003 2012 Rp 20.865.886.003 Rp 4.413.766.898 Rp 2.942.720.419 Rp 22.336.932.482 2013 Rp 22.336.932.482 Rp 7.235.067.983 Rp 3.484.311.734 Rp 26.087.688.731 2014 Rp 26.087.688.731 Rp 7.711.797.085 Rp 3.077.526.571 Rp 30.721.959.245

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara

Pada tahun 2011 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Utara memiliki total tunggakan pajak sebesar Rp 24.570.708.133 dimana rinciannya pada tahun 2011 terdapat tunggakan sebesar Rp 4.267.046.133 ditambah dengan tunggakan tahun sebelumnya yang belum tertagih sebesar Rp 20.303.662.000 dan pencairan tunggakan pada tahun 2011 sebesar Rp 3.704.882.130. Pada tahun 2012 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Utara memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 25.279.652.901 dimana rinciannya pada tahun 2012 terdapat tunggakan sebesar Rp 4.413.766.898 ditambah dengan sisa tunggakan tahun sebelumnya yang belum tertagih sebesar Rp 20.865.886.003 dan pencairan tunggakan pada tahun 2012 sebesar Rp 2.942.720.419. Pada tahun 2013 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Utara memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 29.572.000.465 dimana rinciannya pada tahun 2013 terdapat tunggakan sebesar Rp 7.235.067.983 ditambah dengan sisa tunggakan tahun sebelumnya yang belum tertagih sebesar Rp 22.336.932.482 dan pencairan tunggakan pada tahun 2013 sebesar Rp 3.484.311.734. Pada tahun 2014 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama malang Utara memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 33.799.485.816 dimana rinciannya pada tahun 2014 terdapat tunggakan sebesar Rp 7.711.797.085 ditambah dengan sisa tunggakan tahun sebelumnya yang belum tertagih sebesar Rp 26.087.688.731 dan pencairan tunggakan pada tahun 2014 sebesar Rp 3.077.526.571. Dari data penagihan pajak selama tahun 2011-2014 menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Malang Utara selama ini masih belum optimal hal ini ditunjukan dengan semakin besarnya jumlah tunggakan pajak yang ada.

Selama ini KPP Pratama Malang Utara selalu berupaya untuk memperkecil jumlah tunggakan pajaknya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Malang Utara adalah dengan melaksanakan tindakan penagihan pajak. Namun dari data pelaksanaan penagihan pajak di atas menunjukan bahwa kinerja pada seksi penagihan masih belum optimal hal ini membuktikan bahwa dalam

(4)

4 pelaksanaan penagihan pajak selama ini terdapat suatu kendala atau faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran efektifitas pelaksanaan penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak. KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian penagihan pajak menurut Mardiasmo (2009:119) adalah: “Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusukkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita”.

Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar temasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. UU No. 19 tahun 2000 Tantang Perubahan Atas UU No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Juru Sita Pajak.

3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2000 Tentang Tata Cara Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa, dan Pembetulan atau Penggantian Surat-Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak.

4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.75/1998 Tentang Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.

5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Penagihan Pajak.

Tindakan Penagihan Pajak

Tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhdap wajib pajak dan atau penaggung pajak dapat dilakukan dengan:

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pasif adalah penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dari STP, SKPKB, SKPKBT atau sejenisnya, keputusan pembetulan, keputusan keberatan, putusan banding

(5)

5 yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar melalui himbauan, baik dengan surat maupun dengan telepon atau media lainnya.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif adalah penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), atau sejenisnya, keputusan pembetulan, keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar tidak dilunasi oleh wajib pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik penunggak pajak.

Dasar Penagihan Pajak

Dalam buku KUP Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak (STP).

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Penentuan Tanggal Jatuh Tempo

Penentuan jatuh tempo ketetapan sebagai dasar penagihan sangat penting dalam menentukan kapan pelaksanaan penagihan pajak dapat dan harus dimulai. Untuk PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan, pada dasarnya jatuh tempo ketetapan adalah 1 bulan setelah tanggal terbit ketetapan. Namun sejak berlakunya UU KUP tahun 2007, penentuan tanggal jatuh tempo diatur sebagai berikut:

1. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan setelah tanggal diterbitkan.

2. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang–undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan.

3. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak

4. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.

(6)

6 5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan sebesar pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

6. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Daluwarsa Penagihan

Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagiha pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan Surat Paksa.

2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.

(7)

7 Prosedur dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak

Urutan tindakan pelaksanaan penagihan dan waktu pelaksanaannya dari Surat Teguran sampai Pelaksanaan Lelang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2

Alur dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak

No Jenis Tindakan Alasan Penerbitan Waktu Pelaksanaan

1 Menerbitkan Surat Teguran

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo pelunasan

Setelah 7 hari sejak saat tanggal jatuh tempo pelunasan

2 Menerbitkan Surat Paksa

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran

Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran 3 Surat Perintah Melaksanaan Penyitaan

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah diberiahukan Surat Paksa

Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak 4 Pengumuman Lelang Setelah dilakukan penyitaan ternyata penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya

Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan

5 Lelang

Setelah pengumuman lelang ternyata

penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya

Setelah lewat waktu 14 hari sejak Pengumuman Lelang

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Malang Utara

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dengan pendekatan ini diharapkan mampu menjelaskan dan menggambarkan berbagai situasi dan kondisi yang ada pada objek penelitian berdasarkan kenyataan yang ada. Sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Malang Utara Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 29-31 Kelurahan Samaan, Kecamatan Klojen, Kota Malang khususnya pada seksi penagihan pajak yang mengurusi pencairan tunggakan

(8)

8 pajak. Adapun objek analisis dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif dan efektifitas pelaksanaan penagihan pajak terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Malang Utara.

Fokus Penelitian

1. Efektivitas pelaksanaan penagihan pajak aktif terhadap upaya pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Malang Utara.

2. Faktor-faktor penghambat yang terjadi dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara.

Sumber Data 1. Data Primer

Data primer merupakan data pokok yang diperoleh penulis dengan terjun langsung ke objek penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan fiskus pada seksi penagihan di KPP Pratama Malang Utara mengenai pencapaian hasil realisasi pencairan tunggakan pajak dengan target yang telah ditetapkan, serta wawancara lain yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh dari sumber lain dan digunakan untuk memperkuat opini yang sudah ada pada data primer sehingga menambah keyakinan terhadap suatu kesimpulan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dimiliki oleh KPP Pratama Malang Utara, diantaranya yaitu:

1. Jumlah perkembangan tunggakan pajak dan realisasi pencairannya pada tahun 2011-2014.

2. Data target dan realisasi pencairan tunggakan pajak melalui Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP, dan Lelang pada tahun 2011-2014.

3. Tunggakan pajak yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Materai.

Metode Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka (Library Research)

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, serta menganalisis secara sistematis sumber-sumber bacaan yang meliputi buku-buku, surat kabar, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan sumber kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Tujuan dilakukannya studi pustaka adalah untk memberikan landasan teoritis serta pedoman dalam melakuakan analisis permasalahan.

(9)

9 2. Riset Lapangan (Field Research)

Riset lapangan adalah metode pengumpulan data atas objek penelitian dengan cara turun langsung ke lapangan yang meliputi:

a. Wawancara

Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab sambil bertatap muka dengan informan atau orang yang diwawancarai yang dilakukan secara bertahap dan kemudian jawaban-jawaban informan dicatat. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka yaitu jenis wawancara yang dimana peneliti telah menyiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden yang telah ditentukan terlebih dahulu. Wawancara ini mempunyai keandalan dalam menganalisa suatu permasalahan karena pewawancara memperoleh waktu yang panjang diluar informan untuk menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan. Wawancara dilakukan pada Fiskus di KPP Malang Utara pada bagian seksi penagihan pajak b. Dokumentasi.

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis data-data yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan, untuk menguatkan hasil dari wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini data yang digunakan dari peneliti berasal dari KPP Pratama Malang Utara seperti data jumlah wajib pajak terdaftar, data target dan realisasi penerimaan pajak, data tunggakan pajak dan realisasi pencairannya. Metode Analisis Data

Reduksi Data

Setelah proses pengumpulan data di lapangan yang dilakukan oleh peneliti selesai, maka proses selanjutnya adalah mereduksi data yang ada. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan akan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Pada reduksi data, selain mengadakan observasi langsung di lapangan, peneliti pun juga menggolongkan data primer dan sekunder yang telah didapat. Selain itu, peneliti membuat abstraksi awal penelitian dengan mengadakan beberapa penghitungan matematis untuk memberikan gambaran awal mengenai efektifitas pencairan tunggakan pajak dari pelaksanaan penagihan aktif di KPP Pratama Malang Utara. Untuk mengukur tingkat efektifitas penagihan pajak aktif maka digunakan rumus sebagai berikut:

Efektivitas

Penagihan =

(10)

10 Untuk bisa menilai tingkat efektifitas dalam pelaksanaan penagihan aktif maka akan digunakan indikator yang dapat memberikan penilaian efektifitas kerja yaitu:

Tabel 3

Klasifikasi pengukuran efektifitas Persentase Kriteria >100% Sangat efektif 90-100% Efeketif 80-90% Cukup efektif 60-80% Kurang efektif <60% Tidak efektif

Sumber: Depdagri, Kemendagri No 690.900.327 Tahun 1996

Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, dengan memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada teknik ini, data tidak disajikan secara mentah namun juga mengalami pengolahan dan interpretasi data sebelum ditarik sebuah kesimpulan, dengan penggunaan analisis deskriptif kualitatif, dimana peneliti mendeskripsikan hasil dari reduksi data. Data yang sudah direduksi dan diolah tersebut kemudian disajikan ke dalam format tabel maupun grafik sehingga mudah untuk dipahami.

Peneliti juga mengadakan analisis deskriptif kualitatif dengan membandingkan kinerja yang telah dihasilkan oleh seksi penagihan antara pencairan tunggakan pajak dan realisasi pencairannya. Gap yang terjadi antara jumlah tunggakan pajak dan realisasinya akan dikonfirmasi ulang melalui data primer, yaitu wawancara. Wawancara dilakukan pada petugas seksi penagihan dan wajib pajak yang ada di KPP Pratama Malang Utara. Tujuannya untuk mengetahui alasan atau faktor penghambat yang menyebabkan gap tersebut. Sehingga nantinya didapatkan hasil yang menunjukan faktor penghambat dari pihak Seksi Penagihan itu sendiri.

Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan ini didapat setelah dilakukannya interpretasi data terhadap data yang telah disajikan sebelumnya. Penarikan kesimpulan adalah proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat, padat dan mudah dipahami. Intepretasi data dikemukakan secara objektif sesuai dengan data dan fakta yang ada, sehingga hasil penelitian dapat ditemukan dan dapat dilakukan penarikan kesimpulan.

(11)

11 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Jumlah Tunggakan Pajak

Berdasarkan data yang diperoleh dari Seksi Penagihan Pajak KPP Pratama Malang Utara didapatkan data perkembangan jumlah tunggakan pajak yang terjadi pada tahun 2011-2014. Berikut tabel mengenai jumlah tunggakan pajak di KPP Pratama Malang Utara.

Tabel 4

Perkembangan Jumlah Tunggakan Pajak Tahun 2011-2014 KPP Pratama Malang Utara

Tahun Tunggakan Awal Penambahan Pengurangan Tunggakan Akhir

2011 Rp 20.303.662.000 Rp 4.267.046.133 Rp 3.704.822.130 Rp 20.865.886.003

2012 Rp 20.865.886.003 Rp 4.413.766.898 Rp 2.942.720.419 Rp 22.336.932.482

2013 Rp 22.336.932.482 Rp 7.235.067.983 Rp 3.484.311.734 Rp 26.087.688.731

2014 Rp 26.087.688.731 Rp 7.711.797.085 Rp 3.077.526.571 Rp 30.721.959.245

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Malang Utara

Analisis Efektivitas Penagihan Pajak Aktif Pada KPP Pratama Malang Utara

Surat Teguran

Berikut dibawah ini data mengenai tabel efektivitas penerbitan Surat Teguran dari tahun 2011-2014:

Tabel 5

Efektivitas Penagihan Aktif Menggunakan Surat TeguranTahun 2011-2014 Tahun Surat Teguran Efektivitas Kriteria Target Realisasi 2011 Rp 1.887.568.420 Rp 596.112.613 31,58% Tidak efektif 2012 Rp 901.942.443 Rp 596.436.795 66,13% Kurang efektif 2013 Rp 9.782.084.117 Rp 119.449.414 1,22% Tidak efektif 2014 Rp 4.562.453.689 Rp 389.564.352 8,54% Tidak efektif

Rata-rata 26,87% Tidak efektif

(12)

12 Berdasarkan tabel 5, efektifitas pencairan tunggakan pajak menggunakan surat teguran selalu berfluktuasi nilainya. Prosentase efektivitas surat teguran tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 66,13% dengan kriteria kurang efektif dan efektivitas terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 1,22% dengan kriteria tidak efektif. Pada tahun 2011-2014 efektivitas penagihan pajak menggunakan surat teguran menunjukan rata-rata sebesar 26,87% atau menunjukan dalam kriteria tidak efektif. Ini berarti secara umum tingkat efektifitas penagihan pajak menggunakan surat teguran masih belum berjalan dengan baik.

Pada tahun 2012 prosentase efektivitas menunjukan efektivitas tertinggi yaitu 66,13% dengan kriteria kurang efektif. Hal ini dikarenakan target yang ditetapkan turun dua kali lipat dibandingkan tahun 2011 yaitu Rp 901.942.443 namun pencairan tunggakan pajak yang dihasilkan relatif masih sama dengan tahun 2011 yaitu Rp 596.436.795.

Pada tahun 2013 hasil perhitungan efektivitas pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat Teguran menunjukan efektivitas yang paling rendah. Menurut fiskus seksi penagihan hal ini disebabkan oleh penetapan target yang meningkat pesat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penetapan target yang sangat besar tersebut dikarenakan terjadinya penambahan jumlah tunggakan pajak yang besar pada tahun 2013 sebesar Rp 7.235.067.983 yang mengakibatkan jumlah surat teguran yang diterbitkan mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun faktanya jumlah pencairan yang dihasilkan melalui surat teguran pada tahun 2013 justru sangatlah rendah yaitu hanya sebesar Rp 119.449.414.

Surat Paksa

Berikut dibawah ini data mengenai tabel efektivitas penerbitan Surat Paksa dari tahun 2011-2014:

Tabel 6

Efektivitas Penagihan Aktif Menggunakan Surat Paksa Tahun 2011-2014

Tahun Surat Paksa Efektivitas Kriteria Target Realisasi 2011 Rp 505.818.186 Rp 468.448.892 92,61% Efektif 2012 Rp 1.052.927.762 Rp 642.845.724 61,05% Kurang efektif 2013 Rp 1.128.936.317 Rp 342.362.531 30,33% Tidak efektif 2014 Rp 1.435.678.654 Rp 346.238.906 24,12% Tidak efektif

Rata-rata 52,03% Tidak efektif

(13)

13 Berdasarkan tabel 6 diatas, selama empat tahun terakhir antara tahun 2011-2014, efektifitas pencairan tunggakan pajak menggunakan surat Paksa cenderung menurun. Prosentase efektivitas surat paksa tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 92,61% dengan kriteria efektif dan efektivitas terendah terjadi pada tahun 2014 sebesar 24,12% dengan kriteria tidak efektif. Rata-rata efektivitas pencairan tunggakan pajak menggunakan surat paksa selama kurun waktu empat tahun tersebut adalah sebesar 52,03% dengan kriteria tidak efektif.

Pada tahun 2011 efektivitas surat paksa menunjukan kriteria paling tinggi yaitu sebesar 92,61% dengan kriteria efektif. Namun pada tahun-tahun berikutnya menunjukan tingkat efektivitas surat paksa semakin menurun. Hal ini disebabkan karena target pencairan yang ditetapkan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2012, 2013, dan 2014 naik hingga dua sampai tiga kali lipat dibandingkan tahun 2011 namun nyatanya realisasi pencairan yang dihasilkan cenderung masih sangat rendah.

SPMP

Berikut dibawah ini data mengenai tabel efektivitas penerbitan SPMP dari tahun 2011-2014:

Tabel 7

Efektivitas Penagihan Aktif Menggunakan SPMP Tahun 2011-2014 Tahun SPMP Efektivitas Kriteria Target Realisasi 2011 Rp 402.158.080 Rp 332.452.180 82,67% Cukup efektif 2012 Rp 663.212.215 Rp 402.874.516 60,75% Kurang efektif 2013 Rp 890.056.756 Rp 659.900.500 74,14% Kurang efektif 2014 Rp 965.045.653 Rp 622.450.653 64,50% Kurang efektif

Rata-rata 70,51% Kurang efektif

Sumber: KPP Pratama Malang Utara (data diolah)

Berdasarkan tabel 7 diatas, selama empat tahun terakhir antara tahun 2011-2014, efektivitas pencairan tunggakan pajak menggunakan SPMP selalu berfluktuasi nilainya. Prosentase efektivitas SPMP tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 82,67% dengan kriteria cukup efektif dan efektivitas terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 60,75% dengan kriteria kurang efektif. Selama empat tahun terakhir target pencairan menggunakan SPMP tiap tahunnya mengalami peningkatan namun realisasi pencairannya masih belum mampu mencapai target yang diinginkan. Rata-rata efektivitas pencairan tunggakan pajak menggunakan SPMP selama kurun waktu empat tahun tersebut adalah sebesar 70,51% dengan kriteria kurang efektif.

(14)

14 Lelang

Untuk pelaksanaan penagihan pajak aktif melalui lelang, penulis tidak bisa melakukan perhitungan mengenai efektivitasnya dikarenakan tidak adanya target yang ditetapkan oleh pihak KPP Pratama Malang Utara. Penulis hanya bisa memaparkan jumlah dari pelelangan yang telah dilakukan oleh pihak KPP. Pada tahun 2011 pelaksanaan lelang menghasilkan Rp259.780.000, pada tahun 2012 pelaksanaan lelang menghasilkan Rp158.859.000, pada tahun 2013 pelaksanaan lelang menghasilkan Rp 345.650.000, dan pada tahun 2014 pelaksanaan lelang menghasilkan 2014 Rp 362.503.500.

Selama ini seksi penagihan pajak KPP Pratama Malang Utara terus berupaya mengurangi jumlah tunggakan pajak yang ada. Namun dari hasil perhitungan efektivitas penagihan pajak aktif secara umum masih belum mencapai target yang diinginkan. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan aktif masih belum berjalan efektif. Sehingga diperlukan strategi yang lebih baik dalam hal pelaksanaan penagihan pajak.

Faktor Yang Menghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif di KPP Pratama Malang Utara

Setelah peneliti melakukan perhitungan mengenai efektivitas penagihan aktif, selanjutnya peneliti lebih lanjut mencari faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara. Menurut fiskus bagian penagihan, masih belum tercapainya target pencairan melalui penagihan aktif lebih disebabkan karena di dalam penagihan pajak banyak kendala yang masih dihadapi oleh KPP Pratama Malang Utara. Dengan melakukan wawancara mendalam terhadap fiskus bagian penagihan KPP Pratama Malang Utara, peneliti mencoba mendeskripsikan mengenai faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak tersebut.

1. Alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dikenal atau pindah tanpa pemberitahuan.

Permasalahan ini sering terjadi di lingkup KPP Pratama Malang Utara, dimana Wajib Pajak/penanggung pajak pindah alamat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak KPP. Hal ini seringkali menyulitkan petugas jurusita pajak dalam melakukan proses penagihan pajak yang secara tidak langsung pula menyebabkan penumpukan pekerjaan bagi petugas pajak dan inefisiensi waktu. Seperti diungkapakan oleh Bapak Fuad, Jurusita KPP Pratama Malang Utara:

“Pada saat dilakukan penagihan, sering sekali dijumpai wajib pajak yang telah pindah alamat tanpa melapor kepada KPP terlebih dahulu sehingga ketika disampaikan surat teguran atau surat paksa banyak yang kembali lagi ke seksi penagihan, karena alamat wajib pajak sudah valid.”

2. Terbatasnya jumlah petugas jurusita pajak yang dimiliki oleh KPP Pratama Malang Utara.

Terbatasnya jumlah jurusita pajak adalah salah satu faktor utama yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak. Jumlah jurusita pajak yang melakukan proses penagihan di KPP Pratama Malang Utara hanya berjumlah 2

(15)

15 orang sedangkan jumlah wajib pajak yang menuggak bisa mencapai ratusan bahkan ribuan orang, sehingga tidak benar-benar sebanding dengan jumlah penagihan terhadap tunggakan pajak di KPP Pratama Malang Utara. Hal ini jelas sangat berat tugas dari jurusita pajak dalam melaksanakan tindakan penagihan. Terutama saat menyampaikan Surat Paksa, dimana jurusita pajak harus langsung mendatangi rumah wajib pajak/penanggung pajak satu per satu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Pak Amin:

“Jumlah Jurusita disini hanya 2 orang mas, sedangkan jumlah wajib pajak yang menunggak pajak bisa mencapai ratusan sampai ribuan orang jadi ya berat tugasnya waktu menyampaikan surat paksa itu. Jurusita harus ngantar surat paksa sendiri-sendiri, sedangkan wilayah kerja KPP Malang Utara itu juga luas makanya penyampaian surat paksa terkadang bisa molor lebih dari 1 hari. Jadi kita kalau melakukan penagihan pajak harus menggunakan skala prioritas mas, yang jadi prioritas utama ya yang punya tunggakan pajak yang paleng gede. Ibarat kita mancing ikan lebih baik, ya mancing ikan yang gede daripada mancing dapetnya yang kecil-kecil.”

3. Wajib Pajak yang bersikap kurang kooperatif

Wajib pajak yang tidak kooperatif seringkali menyulitkan para petugas pajak dalam hal melakukan penagihan diantaranya tidak mau jujur dalam menunjukan harta keakayaan yang dimiliki demi dijadikan jaminan pembayaran utang pajak, wajib pajak melarang/menghalangi jurusita pajak memasuki tempat tinggal atau tempat usaha wajib pajak.

4. Kesulitan Mengidentifikasi Objek Sita Pajak

Dimana harta kekayaan wajib pajak sudah tidak ada atau sudah dipindah tangankan. Hal ini terjadi karena saat pemeriksa membuat laporan hasil pemeriksaan tidak dicantumkan daftar kekayaan wajib pajak dengan lengkap dan rinci kondisi harta tersebut dan dimana keberadaannya. Sehingga ketika dilakukan penyitaan wajib pajak dapat mengelak atau bahkan barang yang akan disita sudah tidak ada lagi.

5. Prosedur penagihan pajak yang terlalu Panjang

Tindakan penagihan pajak yang terlalu berbelit-belit dan panjangnya tahapan yang harus dilewati seringkali menyebabkan tidak maksimal kegiatan penagihan tersebut. Tindakan penagihan pajak yang bertahap ini bisa memakan waktu hampir 3 bulan mulai dari keluarnya surat ketetapan sampai ke tahap pelelangan. Hal tersebut akhirnya bisa menimbulkan upaya wajib pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya tau bahkan keengganan bagi wajib pajak untuk membayar uatng pajaknya.

6. Administrasi KPP Pratama Malang Utara yang masih lemah

Berhasil tidaknya kegiatan penagihan sangat dipengaruhi oleh proses pengadministrasian pajak dimana penyediaan data yang valid, uptodate, akurat dan lengkap bisa sangat membantu bagi para petugas pajak dalam menjalankan tugasnya. Dalam beberapa kasus penagihan di KPP Pratama Malang Utara masih menemui data wajib pajak yang belum update seperti alamat wajib pajak yang sudah tidak sesuai dengan surat ketetapan pajak, adanya berkas-berkas penagihan pajak yang tidak lengkap seperti surat ketetapan pajak yang bermasalah.

(16)

16 Pembahasan

Dari hasil uji tingkat efektivitas penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara yang telah dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan pajak aktif yang terjadi pada tahun 2011-2014 masih tidak efektif. Hal tersebut dapat dilihat pada ringkasan tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 8

Rata-Rata Persentase Efektivitas Penagihan Pajak Aktif Pada Tahun 2011-2014 KPP Pratama Malang Utara

Keterangan Rata-rata persentase

efektivitas Kriteria

Surat Teguran 26,87% Tidak efektif

Surat Paksa 52,03% Tidak efektif

SPMP 70,51% Kurang efektif

Pada efektivitas penagihan aktif di KPP Pratama Malang Utara, peneliti menganalisa bahwa KPP Malang Utara telah berupaya untuk mengurangi tunggakan pajak meskipun hasil yang dicapai masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena masih adanya hambatan-hambatan yang ditemukan dalam melaksanakan penagihan pajak. Diantaranya kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia khususnya jurusita pajak yang bertugas melaksanakan penagihan di lapangan, Alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dikenal atau pindah tanpa pemberitahuan, Wajib Pajak yang bersikap kurang kooperatif, Administrasi KPP Pratama Malang Utara yang masih lemah, Prosedur penagihan pajak yang terlalu rumit, Kesulitan Mengidentifikasi Objek Sita Pajak.

Dalam sub bab sebelumnya, peneliti telah menyebutkan faktor-faktor yang menghambat fiskus dalam proses penagihan pajak aktif. Agar kendala tersebut dapat diatasi dan diminimalisir pengaruhnya terhadap proses pencairan tunggakan pajak maka penulis akan memberi beberapa alternatif pemecahan masalah agar proses penagihan pajak aktif dapat lebih optimal.

1. Penambahan jumlah pegawai pajak dan pemberian Insentif.

Tiap tahun target penerimaan pajak yang yang ditetapkan oleh pemerintah mengalami kenaikan. Hal ini membuktikan bahwa penerimaan pajak masih menjadi faktor penting dalam menyumbang penerimaan negara. Untuk bisa mencapai target tersebut Direktorat Jenderal Pajak membuat program ekstensifikasi pajak dimana tiap tahun DJP harus meningkatkan jumlah wajib pajak yang ada di Indonesia agar jumlah penerimaan pajak ikut meningkat. Namun peningkatan jumlah wajib pajak ini tidak dibarengi dengan jumlah penambahan pegawai pajak sehingga membuat beban kerja pegawai pajak tiap tahun bertambah. Untuk itu sebaiknya pemerintah mulai melakukan perekrutan pegawai pajak baru untuk menambah jumlah pegawai pajak sehingga kerjanya

(17)

17 akan semakin optimal. Disisi lain, untuk bisa mencapai target penerimaan pajak maka pemerintah perlu memberikan intensif kepada pegawai pajak agar lebih meningkatkan kinerja pegawai pajak sehingga memotivasi diri untuk mencapai target yang diinginkan.

2. Melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

Demi melancarkan proses penagihan pajak aktif, KPP Pratama Malang Utara perlu melakukan kerjasama dengan berbagai pihak seperti KPP lainnya, Kepolisian, Kejaksaan, Samsat, Pemerintah daerah setempat, Kantor Imigrasi, Bank dan masih banyak lagi. Kerjasama ini perlu ditingkatkan agar jurusita pajak lebih mudah dalam bertugas. Bekerjasama dengan pihak bank akan mempermudah jurusita dalam memperoleh informasi objek sita terutama kekayaan wajib pajak yang tersimpan di bank. Jurusita akan sangat terbantu dalam mencari lokasi objek/Wajib pajak apabila bekerjasama dengan Pemda setempat. Untuk wajib pajak/penanggung pajak yang ingin menghalang-halangi jurusita pajak dalam melaksanakan tugas bisa bekerjasama kepada pihak Kepolisian untuk mengawal proses penagihan aktif.

3. Pemutakhiran data secara berkala.

Apabila terjadi perubahan data mengenai wajib pajak, seksi PDI maupun pegawai pajak yang lain, harus tanggap untuk memutakhirkan perubahan data tersebut. Dengan adanya data yang tepat, pemberian keputusan pajak juga bisa tepat karena sesuai dengan kondisi wajib pajak. Sehingga masalah seperti alamat wajib pajak yang tidak ditemukan dapat diminimalisir.

4. Meningkatkan Sosialisasi dalam bidang perpajakan.

Dengan selalu aktif mengadakan sosialisasi mengenai peraturan perpajakan kepada masyarakat akan mampu menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan pengetahuan wajib pajak dalam bidang perpajakan. Sehingga wajib pajak akan mengerti mengenai peraturan terbaru, hak dan kewajiban wajib pajak, serta pentingnya pajak demi kemajuan negara.

5. Penyitaan lebih difokuskan pada rekening bank.

Dengan melakukan penyitaan rekening bank atau pemblokiran, apabila penunggak pajak tidak membayar sampai batas waktu yang ditentukan maka rekening yang telah diblokir tersebut langsung bisa dipindahbukukan ke rekening kas negara sejumlah tunggakan pajaknya. Pemblokiran ini memiliki kelebihan yaitu dapat mempersingkat waktu penagihan dan tidak memerlukan biaya yang besar.

6. Transparansi mengenai pelaksanaan tugas.

Transparansi baik pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan penagihan pajak serta hasil dan manfaat atas pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak akan membuat lebih banyak masyarakat secara sukarela dalam membayar. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus yang menyangkut beberapa oknum pegawai pajak yang terbukti menggelapkan uang pajak dari masyarakat. Sehingga masyarakat akan memilih tidak membayar pajak daripada dikorupsi sendiri oleh oknum pegawai pajak. Dengan lebih transparannya kegiatan pelaksanaan pegawai pajak akan sedikit demi sedikit mengikis anggapan negatif yang telah berkembang di masyarakat.

(18)

18 PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil perhitungan analisis tingkat efektivitas menunjukan bahwa pelaksanaan penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara selama periode tahun 2011 hingga 2014 dapat dikategorikan masih tidak efektif. Pada tahun 2011-2014 rata-rata prosentase efektivitas penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran sebesar 26,87% dengan kriteria tidak efektif. Pada tahu 2011-2014 rata-rata prosentase efektivitas penagihan pajak aktif menggunakan surat paksa sebesar adalah sebesar 52,03%. Pada tahun 2011-2014 rata-rata prosentase efektivitas penagihan pajak aktif menggunakan SPMP sebesar 70,51% dengan kriteria kurang efektif.

2. Dalam pelaksanaan penagihan pajak aktif di KPP Pratama Malang Utara terdapat faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaannya. Faktor-faktor yang menghambat dalam penagihan pajak aktif yaitu:

a. Alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dikenal atau pindah tanpa pemberitahuan.

b. Terbatasnya jumlah petugas jurusita pajak yang dimiliki oleh KPP Pratama Malang Utara.

c. Wajib Pajak yang bersikap kurang kooperatif. d. Kesulitan Mengidentifikasi Objek Sita Pajak. e. Prosedur penagihan pajak yang terlalu Panjang.

f. Administrasi KPP Pratama Malang Utara yang masih lemah. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam studi-studi berikutnya. Keterbatasan tersebut adalah Wawancara yang digunakan untuk mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan penagihan pajak hanya terbatas pada fiskus seksi penagihan.

Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya ada beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti dengan harapan dapat dipergunakan sebagai masukan dalam upaya meningkatkan efektifitas pencairan tunggakan pajak, antara lain:

1. Dalam rangka meningkatkan jumlah pencairan tunggakan pajak, pemerintah perlu menambah jumlah pegawai pajak dalam hal ini petugas jurusita pajak untuk memudahkan dalam pelaksanaan penagihan pajak.

2. Fiskus perlu bekerjasama dengan Bank, Kepolisian, Pemda setempat terutama Kantor Kelurahan, RT/RW, untuk selalu mendata keberadaan warga yang pindah ataupun warga pendatang setiap bulan secara aktif. Hal ini menghindari alamat wajib pajak yang tidak dikenal/tidak diketahui.

3. Pemutakhiran data secara berkala, dengan adanya data yang tepat, pemberian keputusan pajak juga bisa tepat karena sesuai dengan kondisi wajib pajak.

(19)

19 Sehingga masalah seperti alamat wajib pajak yang tidak ditemukan dapat diminimalisir.

4. Meningkatkan Sosialisasi dalam bidang perpajakan.

Dengan selalu aktif mengadakan sosialisasi mengenai peraturan perpajakan kepada masyarakat akan mampu menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan pengetahuan wajib pajak dalam bidang perpajakan. Sehingga wajib pajak akan mengerti mengenai peraturan terbaru, hak dan kewajiban wajib pajak, serta pentingnya pajak demi kemajuan negara.

5. Penyitaan lebih difokuskan pada rekening bank.

Dengan melakukan penyitaan rekening bank atau pemblokiran, apabila penunggak pajak tidak membayar sampai batas waktu yang ditentukan maka rekening yang telah diblokir tersebut langsung bisa dipindahbukukan ke rekening kas negara sejumlah tunggakan pajaknya. Pemblokiran ini memiliki kelebihan yaitu dapat mempersingkat waktu penagihan dan tidak memerlukan biaya yang besar.

6. Transparansi mengenai pelaksanaan tugas.

Transparansi baik pelaksanaan pemeriksaan, pelaksanaan penagihan pajak serta hasil dan manfaat atas pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak akan membuat lebih banyak masyarakat secara sukarela dalam membayar. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus yang menyangkut beberapa oknum pegawai pajak yang terbukti menggelapkan uang pajak dari masyarakat. Sehingga masyarakat akan memilih tidak membayar pajak daripada dikorupsi sendiri oleh oknum pegawai pajak. Dengan lebih transparannya kegiatan pelaksanaan pegawai pajak akan sedikit demi sedikit mengikis anggapan negatif yang telah berkembang di masyarakat.

7. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan wawancara dengan para wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Malang Utara agar dapat diketahui faktor yang menghambat dalam penagihan pajak dari sisi para wajib pajak.

DAFTAR PUSTAKA

____________. Departemen Keuangan Republik Indonesia. (2014). Pengamanan dan Peningkatan Penerimaan Pajak. (http://www.itjen.depkeu.go.id). diakses 23 Januari 2015.

____________. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 690.900.327 Tahun 1996 Tentang Pendapatan Asli Daerah. (http://www.google.com). diakses 29 Mei 2014

____________. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 29/PJ/2012 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak. (http://www.ortax.org). diakses 17 Juni 2014.

____________. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. (http://www.ortax.org). diakses 17 Mei 2014.

(20)

20 ___________. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 (beserta aturan pelaksaannya dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keungan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak). (http://www.ortax.org). diakses 24 Mei 2014.

Bogdan, Robert C. dan Steven J. Taylor. 1992. Introduction to Qualitative Research Methods: The Search for Meanings. alih bahasa Arief Furchan, John Wiley dan Sons. Surabaya: Usaha Nasional.

Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. 2009. Buku Pedoman Penagihan Pajak. Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Firmansyah, Teddy. 2006. Efektivitas Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Dalam Pelunasan Hutang Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Gubeng. Skripsi.Malang: Fakultas Hukum. Universitas Brawijaya.

Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi revisi. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.

Ilyas, Wirawan B. 2010. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Indriantoro, Supomo. 2012. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.

Jaya, Taufan Putu. 2006. Efektifitas Pelaksanaan Penagihan Pajak Penghasilan Dengan Penyitaan Terhadap Barang-Barang Milik Wajib Pajak Pada KPP Pratama Kediri. Skripsi.Malang: Hukum Ekonomi. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Jurusan Akuntansi. 2008. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi. Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Kurniawan, Panca dan Bagus Pamungkas. 2006. Penagihan Pajak di Indonesia, Edisi Pertama, Bayumedia Publishing, Malang.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi. CV. Andi Offset.Yogyakarta.

Miles, Mathews B. Dan Huberman, A. Michael. 2007. Qualitative Data Analysis. alih bahasa Tjejep Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Poerwadarminta, W.J.J. 1984. Kamus Riset. Airlangga. Bandung

Paseleng, Agustinus. 2013. Efektivitas Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pada KPP Pratama Manado. Jurnal Emba. Vol.1 : No.4 Hal. 1520-1531. diakses 20 Agustus 2014

Resmi, Siti. 2011. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Early. 2011. Hukum Pajak. Salemba Empat. Jakarta.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke lima belas. Alfabeta. Bandung.

Referensi

Dokumen terkait