Manusia dan Lingktmgon, Vol.
XI,
No. 3, November 2004, hal. I I2-125Pusat Studi Lingkungon Hidup Universitas Gadjah Mada Yogtakarta, Indonesia
KONFLIK
LINGKUNGAN
DI KAMPUNG
AGAS,
TANJUNG UMA, BATAM
(Environmental Conflict in
Kampung Agas, Tanjung
Uma,
Batam)
Saprial.,
Bakti
Setiawan**,
dan
Djoko Wijono'"
*Pemerintah
Kota
Batam,
Propinsi
Riau Kepulauan
**Fakultas Teknik,
Jurusan
Arsitektur
dan Perencanaan,
UGM,
Yogyakarta
Abstrak
Perkembangan kota Batam sebagai kawasan industri, perdagangan, pelabuhan, dan pariwisata, membawa tidak saja dampak positip, melainkan juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang muncul adalah
konffik lingkungan dalam bentuk pencemaran air di sungai Jodoh yang menganggu pemukiman liar di Karnpung
Agas, Tanjung Uma. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akar masalah konflik dan resolusinya. Penelitian ini merupakan studi deskriptif-kualitatip, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Penelitian ini menemukan bahwa akar masalah konffik adalah konflik
spasial antara permukiman liar dan pembangunan ruko yang menimbulkan limbah di sekitar permukiman liar. Tidak dibangunnya IPAL memicu protes warga di permukiman liar dan terjadilah konflik. Penelitian ini melihat bahwa penyelesaian konflik dalam bentuk kompensasi atau ,,sagu hati" tidak menyelesaikan akar masalah
konflik. Walaupun begitu, penyelesaian ini dipandang oleh pihak-pihak yang berkonflik sebagai hasil mufakat yang dimungkinkan untuk menghindari konflik sosial yang lebih besar. Penelitian ini juga menemukan bahwa
bentuk penyelesaian konflik melalui musyawarah dan mufakat dapat dilakukan secara efektif sejauh ada mediator yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Kata kunci: konflik, resolusi, lingkungan.
Abstract
The development of Batam City as an area
for
industry, lrade, ship transit, and tourism activities brings not only positive impacts, but negolive impact as well. One of the negative impacts is environmental conflict in theform of water pollulionin
Sei Jodoh down stream which affected informal settlement in Kampung Agas,Taniung Uma. This research oimed to study the roots of the confict and evaluated the resolution.
It
adopted a descriptive, qualitative research method. Dala were collected through in-depth interviews with parties involved in theconfict.
The research founded that the rool causes of the environmental conflict was the decisionof
spatial plan and development that was not supported by liquid waste treatnrent plan (IPAL) for the area. The
confict resolution in lhe.form
of
"compen.sation" was not apptopriole as it does not solve the real causes o.[the conflict. Such seltlement, however was seen by all conflicling parties as pragmatic resolution to hinder a possihle bigger social conflict. The research concluded that an e.ffective alternative dispute resolution required
a good mediator qccepted by the conficting parties. Key words: confict, resolution, environment.
I. PENDAIIULUAN
Pengembangan Pulau Batam sebagai kawasan
industri,
perdagangan,alih
kapal
dan pariwisata,telah memicu pertumbuhan yang pesat
di
kawasan jasa perdagangan Nagoya dan Jodoh. Pertumbuhanyang pesat tersebut disamping membawa dampak
positif
membawapula
dampaknegatif.
Dampak negatifini
apabila tidak dikelola dengan baik akanmenimbulkan
konflik
baik
konflik
ruang maupunkonflik
lingkungan.Konflik
lingkungan permukiman
KampungAgas
Tanjung
Uma
adalah
konflik yang
tejadiakibat perkembangan kota. Permukiman Kampung
Agas
sebagian
besar berbentuk
rumah-rumah panggungdi
atas perairanpantai
pada zonapa-sang surut.
Perairanyang menjadi
permukiman masyarakat Kampung Agasini
menrpakan muaradari tiga sungai yang berasal dari kawasan Nagoya
dan Jodoh dan telah
berubah
fungsi
menjadi drainaseinduk kota.
Konflik
ini
terjadi
karenapermukiman Kampung Agas tercemar
limbahkawasan
perdaganganNagoya
dan
Jodoh
yangdibawa drainase
induk kota
tersebut. MasyarakatKampung Agas menuntut
ganti rugi
atas kasustersebut
dan akhirnya
diselesaikan denganpem-berian uang,,sagu hati".
Tuj uan penelitian iniadalahmendokumentasikan
dan
mengevaluasi penyelesaian
konflik
yangterjadi
di
permukiman Kampung Agas
TanjungUma
dan mendapatkan pelajaran bagaimaname-nyelesaikan
konflik
dikemudian
hari.
Penelitianini
menggunakan pendekataninduktif kualitatif
dengan paradigma rasionalistik
yakni
berupayamemberikan pemaknaan dan pengkajian terhadap
akar
permasalahan
terjadinya
konflik,
prosesresolusinya
dan
hasilnya
dalam
menyelesaikan permasalahan serta menarik suatu kesimpulan.Ruang
lingkup lokasi yakni
muara Sei Jodohyang
merupakanpermukiman
masyarakat Kam-pungAgas dan
area buanganakhir
limbah
kota.Ruang
lingkup
materi
meliputi
permasalahanterjadinya
konflik,
prosesresolusinya
sertaper-sepsi
stakeholder terhadap penyelesaiankonflik
tersebut.Unit
informasi dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui wawancaramendalam
tidak
terstruktur dengan
informanterpilih.
Informasi yang
digali
seputar informasitentang
akar konflik,
resolusi
dan
kesepakatan-kesepakatanyang terjadi.
Sedangkan analisisnyaadalah dengan memberikan pemaknaan terhadap
fakta
empiri
dan
mengkaitkannya dengan teori-teori yang ada.II.
LANDASAN TEORI
Fisher
et
al
(2001)
mendefinisikan konflik
sebagai hubungan antar dua pihak atau lebih(indi-vidu
ataukelompok)
yangmemiliki
atau merasamemiliki
sasaran-sasaranyang tidak
sejalan.Asley,
M
dalamToit,
P (2000) menjelaskan bahwakonflik
timbul saat beberapa pihak percaya aspirasi mereka tidak dapat diraih bersama-sama, atauada-nya
perbedaandalam tata
nilai,
kebutuhan atau kepentingan dan sengaja menggunakan kekuasaan mereka dalam usaha untuk saling menyingkirkan,menetralkan
atau
mengubah
untuk
melindungiatau
meningkatkan kepentingan mereka
dalaminteraksi
ini.
Mitchell
et al (2003) mengatakan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang selalu ada atau"inherent"
dalam setiap
masyarakat. Sebagaimana Ruslan,A.M
(2001)juga
mengatakan bahwakonflik
itumemiliki
akarnyadalam watak
manusia, bahwadalam
masyarakat telah terbentuksuatu
struktur dominasi dan subordinasi sehingga ketidak adilanbisa
berkembangdan
meluas.Struktur
ini
pulayang
tidak memungkinkan
terjadinya
distribusisumberdaya secara adil.
Konflik
lingkungan
merupakan sengketa atauketidakcocokan
yang
timbul
karena adanyama-salah lingkungan seiring
dengan pesatnyapem-bangunan
yang
menyebabkan pencemaran, tata guna tanah, keamanan dan kenyamanan (Setiawan,B.
2003).
Westman(1985)
mengatakan bahwasumber utama perselisihan
yang
membawa pada konflik
lingkungan adalah persaingan sumberdaya, perbedaanpenilaian
relatif dari
sumberdaya dan pengetahuanyang
tidak
memadai tentang biaya,manfaat dan resiko. Dalam Peraturan Pemerintah
No. 54
tahun 2000, dijelaskan bahwa
sengketalingkungan hidup berkaitan dengan kerugian salah satu pihak akibat pihak lainnya.
Upaya
untuk
mencarijalan
penyelesaian darikonflik
diistilahkan dengan resolusi
Konflik.
Westman
(1985)
mengatakanbahwa tujuan
dariresolusi
konflik
lingkungan adalah
menemukan solusi yang dapat diterima satu dengan yang lainnyadan prosesnya
di
luar pengadilan.Hal
ini
berbedaSaprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono
jika konflik
diselesaikanmelalui
pengadilan yangbiasanya akan menghasilkan menang
dan
kalah.Wondolleck
(1990) menambahkanciri
kunci
dari prosesresolusi
tersebut adalah azas musyawarah dan partisipasi publik.III.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
I
Diskripsi Konflik
Penelitian
ini
mengenali bahwajenis konflik
lingkungan yang terjadi
di
permukiman
Kam-pung Agas Tanjung
Uma
merupakan konflik
yang
memiliki
akar
ataukonflik
laten dan
telahterangkat
ke
permukaan
menjadi
perselisihan atau persengketaan antarpihak
(dispute). Dengandemikian,
jenis konflik
lingkungan yang
ditemui merupakanjenis konflik
terbuka.Alur
pikir
dari keterkaitan berbagai proses dan tahapan terjadinyaBagan
Alir
Analisis
Proses Resolusi dankonflik
temuan
penelitian seperti
terlihat gambarl.
Dari
gambar
I
di
atas,dapat
dilihat
bahwakonflik
ini
berakar pada
tidak
terselesaikannyakonflik
ruang. Selanjutnya masyarakat Kampung Agas menjadipihak yang
terkena dampak akibatdari
perkembanganruang yang
tidak
dilengkapidengan IPAL kota.
Hal ini
menjadikonflik
terbukaatau
sengketakarena adanya
sikap
konfrontasi berupaaksi protes
dan
tuntutan
ganti rugi
darimasyarakat Kampung Agas.
Kronologis
konflik
lingkungan
permukimanrumah
panggungKampung Agas Tanjung
Umadapat
dilihat
padatabel
l.
2Akar
PermasalahanKonflik
lingkungan pennukiman
KampungAgas
ini
berawal
dari
kegagalan menyelesaikankonflik
tata ruang yang terjadidi
kawasan TanjungUma.
Berdasarkan
tata
ruang
Sub
Wilayahpa9a
Keterkaitan Akar Konflik,
Persepsi Stakeholder,Ilasil
Penyelesaiannya.ll4
TATARUANG PULAU BAf,AM SWPBATUAMPAR (NAGOYA, JODOH, BATU AtvlPAIt, BATU MERAH DAN TANJUNG TJMA)
PERBEDAAN PERSEPSI BERHAK/TIDAK BERIIAK WruAR/TIDAKWAJAR KONFLIK LATEN KONFLIK TERBUKA
Gambar
l.
No Tanggal Kronologis
1 17 Oktober 2000
Kesepakatan bersama antara pengurus KPSB (Koperasi Penambang Sampan dan Boal),
masyarakat Kp. Agas dan Direksi Proyek Otorita Batam, tentang pelaksanaan pekerjaan proyek pasar di Lubuk Baja.
2
I
Maret 2001 Berita Acara penyerahan bantuan sebesar Rp. 40.000.000 dari Otorita Batam kepada KPSB (Koperasi Penambang Sampan dan Boat) sebagai akibat penimbunan tanah untuk pasar3 Maret 2001
Warga Kampung Agas yang rumahnya paling dekat dengan muara (RW. 04 RT. 01, RT, 02
dan RT. 03) berjumlah lebih kurang 180 KK menyampaikan protes dan tuntulan ganti rugi permasalahan penimbunan lahan proyek pasar Induk Jodoh yang berakibat limbah kota dan
sampah mencemari perkampungan mereka melalui kelurahan dan juga langsung ke Otorila
Batam.
4 28 April 2001 Otoritra Batam mengambil sample air dengan titik sampling rumah panggung terluar.
5 April2001
Setelah melewati berbagai negosiasi akhirnya disepakati warga RW. 04 Kampung Agas mendapatkan sagu hati sebesar Rp. 1.400.000 per KK (Kepala Keluarga), sebagai bentuk kepedulian dari Otorita Batam untuk menaikkan lantai rumah.
6 April20O1 Masyarakat RW. 04 membuat Surat Pernyataan di atas kertas bermalerai kesediaan warga memberikan sebesar Rp. 300.000,- per KK kepada pengurus.
7 4 Mei2001 Surat Ketua RT. 03 RW. 03 Tj. Uma kepada Lurah Tj. Uma berupa satu berkas tuntutan limbah
Teluk Jodoh
8 9 Mei2001
Masyarakat Kp. Agas yang lainnya yaitu RW. 03 (RT. 02 dan RT. 03), RW. 05 (RT. 01, 02 dan RT.03) dan RW. 08 (RT. 02) berjumlah 533 KK (Kepala Keluarga) serta RW. 08 (RT. 02)
sebanyak 37 KK membual Surat Kuasa kepada tim pengurus untuk memproses tuntutan
yang sama kepada Otorita Batam.
I
7 Juni 2001 Tim OB-
Pemko turun ke lapangan melakukan pengecekan. 10 19 Juni 2O01Ketua Otorita Batam mengeluarkan Surat Tugas No. ST/02/KAA/|/2001 lentang penugasan
personil-personil untuk melakukan penelitian terhadap warga Tj. Uma alas keabsahannya
sebagaiwarga yang benar-benar terkena dampak limbah teluk Jodoh
11 20 & 22 Juni 2001
Musyawarah antara tim gabungan OB dan Pemko dengan penrakilan masyarakat, tidak
menghasilkan kesepakatan, OB menawarkan Rp. 500.000 penrakilan masyarakat minla disamakan warga RW. 04 sebesar Rp. 1.400.000
12 29 Juni 2001 Kesepakatan besamya sagu hatisebesar Rp. '1.300.000,- per KK (kepala keluarga), mengingat besarnya jumlah warga yang menuntut dan keterbatasan keuangan Otorila Batam
13 Juli2001
Masyarakal membuat Surat Pernyataan
di
atas kertas bermaterai lentang kesediaanmenerima sagu hati dari Otorita Batam sebesar Rp. 1.300.000,- dan tidak akan menuntul
lagi aktifitas pembangunan yang akan dilaksanakan di sekitar Teluk Jodoh dan kesediaannya untuk dipindahkan dan ditempatkan di lokasi yang telah ditentukan oleh Otorita Batam
14 5 Juli 2001
Surat Pemyataan Bersama 6 orang RT menindaklanjutan pertemuan dengan tim OB tanggal
29 Juni 2001 tentang santunan pencemaran limbah Teluk Jodoh dan hasil pernyataan
masyarakat yang telah disepakati bersama 29 Juni 2001 6 RT 3 RW dengan mendapatkan dana santunan 1.300.000 per KK.
15 Agustus 20Ol Surat Pemyataan Mersama masyarakat tentang kesediaan menerima uang santunan sebesar
Rp. 1.000.000,- dan sisanya dipotong oleh tim sebagaijasa kerja kerasnya
16 30 Agustus 2001 Berita Acara pemberian uang santunan/sagu hati terhadap masyarakat Kp. Agas pada tanggal
23,27 dan 30 Agustus terhadap 507 KK. Sisanya akan diserahkan di Kantor Otorita.
Sumber: Dokumentasi
Tim
OB, Bapedalda, RT/RW dan hasil wawancaraTabel
l.
Kronologis
Konflik
Lingkungan Permukiman Rumah
PanggungKampung
AgasTanjung
Uma
Kota
Batam.
Saprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono
Pengembangan (SWP) Batu
Ampar
dalam MasterPlan Pulau Batam, lokasi dari permukiman kampung
tua
Tanjung
Uma dan
permukiman
Kampung Agas, arahan peruntukannya bukan sebagai arealpermukiman
tapi untuk
pusatkota
(perdagangandan
jasa)
dan
kawasanlindung
pantai.
Dengan demikian, permukiman tersebut pernah diupayakandibebaskan
atau direlokasi guna
dikembangkan sesuai dengan arahan tata ruangnya. Namun upaya pembebasan lahan tersebut gagal yang berakibatlokasi
tersebut semakin berkembang sebagaiper-mukiman,
tidak
terkecuali
kawasan
pesisirnya(muara Sei
JodohTeluk
Jodoh)tumbuh
rumah-rumah yang berbentuk rumah-rumah-rumah-rumah panggung dan mencapai lebih kurang 750KK
(kepala keluarga).Pada kawasan yang bersisian dengan
pennu-kiman
Kampung Agas
adalah kawasan Nagoya dan Jodoh yangjuga
tergabung dalam SWP Batu Ampar. Secara umum penggunaan lahannya telahsesuai dengan
Master Plan Pulau Batam
yaknisebagai kawasan jasa perdagangan dan pariwisata. Pertumbuhannya sangat pesat dan banyak diminati
investor,
maka
keterbatasanlahan wilayah ini
diatasi
denganmemberikan lahan pantai
jodoh,sehingga pantai jodoh banyak dilakukan reklamasi.
Selain
itu
dalam
Perkembangannya kawasanini
tidak dilengkapi dengan IPAL kawasan.Akibatnya, muara
Sei
Jodoh Teluk
Jodohyang merupakan
hilir
tiga
sungai (Sei Jodoh, SeiLubah, Sei
Lubuk
Tengah) yang berubah menjadi drainaseinduk kota dari
kawasanNagoya
dan Jodoh mengalami pencemaran. Kega galan relokasi
menyebabkanlokasi
tersebuttetap menjadi
per-mukiman
masyarakat sehingga
pada
akhirnyapihak
masyarakat
Kampung
Agas
menerimadampak
negatif
dari
perkembangankota
berupatercemarnya lingkungan permukiman.
Dampakdari hal
ini
adalah area perairandisini
tidak
lagidapat dimanfaatkan sebagai area "fishing
ground'
bagi
sebagian masyarakat.Lebih lanjut hal ini
juga
mengganggualur
aktifitas
penambang boat dan sampan penyeberangan dari Tanjung Uma ke Jodoh.Gambar
2.
Kondisi
SanitasiPermukiman KampungAgas Tanjung
Uma sebelah SelatanTerdekat
dengan
Muara
Sei Jodohlt6
Tabel 3. Persepsi
Masyarakat tentang Kondisi Udara
KeramikrMenurut Jarak,
Kelompok Umur,
Pendidikan
Sekitar Lokasi Pembakaran
Lama Tinggal
danTingkat
No. Persepsi tentang kondisi udara sekitar Bersih Kotor moniawahiloaK
1 Menurut Jarak:
a.
< 150 meterb. 150-250 meter c. > 250 meter Total frekuensi
(% terhadap total sampel)
3 5 2 10 (32,26)
I
4I
20 (64,52)2. Menurut Kelompok Umur:
a.
19-
33 tahunb.
33-
47 tahunc.
48-
68 tahun Total frekuensi(% terhadap total sampel)
6 0 3
I
(30,0) 6I
4 19 (63,33) 0 1 1 2 (6,45)3. Menurut Lama Tinggal:
a.
s
1970b
1970-
1997c.
> 1997Totalfrekuensi
(% terhadap total sampel)
10 ,| 0 11 (35,48) 5 5 8 18 (58,06) 0 1 1 2 (6,45) 4. Menurut Tingkat Pendidikan :
a.
Tidak sekolahb.
SD c. SLTP d. SMU e. Mahasiswa/Sarjana Total frekuensi(% terhadap total sampel)
5 0 1 4 0 10 (32,26) 1 4 3 3 7 18 (58,06) 0 2 0 1 0 3 (9,68%) Sumber: Data primer diolah
3.
Konflik
Terbuka
atau
Sengketa Antar
Aktor
Dipicu
oleh
adanyaaktifitas
reklamasi untuk lahan pasarInduk
Jodoh, masyarakat melakukanaksi
protes
dan
tuntutan ganti
rugi
terhadapOtorita
Batam selaku pengambil kebijakan dalam pengembangan Pulau Batam. Dengan adanya aksiprotes dan tuntutan ganti
rugi
tersebut akhirnyamenjadi sengketa
atau
perselisihan
(dispute)antar pihak-pihak yang
berkepentingan. Denganterjadinya perselisihan atau
sengketaini
makadapat diidentifikasi
bagaimana
masing-masingaktor menyikapi
atau
akan
bereaksi
terhadap permasalahan yang dihadapinya.Pada
awalnya,
masyarakatKampung
Agas sebagai komunitasyang mendiami lokasi
secaratidak resmi
(illegal),
melihat masalah pencemaranyang terjadi
dengan
gaya
menghindar
Namunsetelah terjadinya reformasi, dimana semua orang dapat lebih bebas menyampaikan kepentingannya
dan
terjadinya peningkatan
kesadaran terhadap permasalahan lingkungan maka masyarakatkam-pung Agas
ingin
apa
yang
mereka rasakan ada kompensasinya. Mereka menganggap pencemaranSaprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono
tersebut
telah merugikan
mereka sehinggamin-ta
supaya
ada ganti
n"rginya.Dengan
kondisitersebut maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi
pergeseran
gaya
konflik
masyarakat
ke
gayakompromi
Keberadaan
Otorita
Batammelalui
Kepres4l
tahun
1973,memiliki
wewenangdan
kekuasaanyang
besar
untuk
membuat
berbagai kebrjakandengan
tujuan
utama
pertumbuhan
investasi. Dengan kewenangan tersebut makapihak
Otorita Batam cenderung mendominasi dalam proses ini.Namun seiring
denganterjadinya reformasi
dan desentralisasi pihak Otorita Batam dapat dikatakan telah bergeser keperilaku
kompromi.Dapat dikatakan bahwa gaya
konflik
antaramasyarakat
dengan
Otorita
Batam
bergeser kekolom
kompromi
sebagai orientasijalan
tengah.Dalam kompromi
setiap orangmemiliki
sesuatuuntuk diberikan dan menerima sesuatu. Perbedaan kekuasaan antara Otorita Batam dengan masyarakat
Kampung Agas menjadikan
konflik
ini
tidak simetris.Tidak
simetrisnyakonflik
menyebabkanmasing-masing
pihak akan
sangatberbeda
da-lam
bertindak dan menyikapi
persoalan
yang ada.Dalam
hubunganini
masyarakat KampungAgas
merupakanpihak yang
lemahuntuk
dapat mempengaruhi hubungan dan situasi yang ada.Dengan posisi tersebut maka
tokoh-tokoh ataupihak-pihak tertentu
dari
masyarakatKam-pung Agas
melakukan strategi
konflik
denganmenghimpun kekuatan masa (penggalangan masa)
untuk
meningkatkan kepentingannya bempame-nyampaikan tuntutannya kepada
Otorita
Batam dan juga menyampaikan permasalahannya kepadaPemerintah
Kota
Batam
khususnyaLurah
danCamat.
Dengandemikian,
konflik
laten
berubahmenjadi
konflik
antar aktor
dantercipta
suasanakonfrontasi
yang
mengharuskan
semua
pihak memperhatikan masalah pencemaran tersebut.Adanya
desakan masyarakat mengakibatkanLurah dan Camat
ikut
terlibat
mengusahakanjalan
penyelesaiannya.Pihak
kecamatanberini-siatif
mengundangdinas instansi
terkait
di
Pe-merintah
Kota
Batam, pihak Otorita Batam
dantokoh
masyarakat Kampung
Agas untuk
ber-musyawarah.
Keterlibatan
Camat
dan
Ltuah sebagaipihak ketiga dalam
upaya
mencarikanjalan
penyelesaian permasalahanyang
dihadapi masyarakat mengakibatkankonflik
ini
menjadi konflik simetris.4.
Teknik dan Mekanisme
ResolusiUpaya penyelesaian
konflik
lingkunganpennu-kiman KampungAgas Tanjung Umadilakukan oleh
tiga pihak yang terlibat langsung yakni perwakilan
masyarakat, Otorita Batam dan pejabat Pemerintah
Kota
Batam. Prosesnyaterjadi
dalam dua tahap, pada tahap pertama, dilakukan perundingan antarberbagai
pihak
atasinisiatif
CamatLubuk
Baja mengundang dinas instansi terkait, Otorita Batamdan perwakilan
masyarakat;pada tahap
keduadilakukan perundingan secara langsung antara
tim
Otorita
Batam dan perwakilan
masyarakat serta lurah.Jika
didasarkan pada Environmental DisputeRe s o I u t i o n(E DR) menurut Carl i sle dan Sm ith d a I am
Smith (1993), maka
tingkatan
penyelesaiannya seperti digambarkan pada gambar 5.Hubungan yang tidak damai Hubungan yang damai
Konflik
LatenKonflik
yang jelasGambar
3.
ProsesTransformasi Konflik Tidak Simetris pada
Kasus
Konflik Lingkungan
Per-mukiman Kampung
AgasTanjung
UmaKota Batam (berdasarkan
teori konflik tidak
simetris menurut
Curle,
1971dan Lederach,
1995dalam Hugh
Miall
etal,
2002219).ll8
:ho*
*F
(otr,o
tcatr
J
>..=oc)
VthKeterlibatan Lurah dan Camat Pengembangan Darnai (perundingan)
F*
p
C(lrt H ca.: (q (rl !, .o-?
qada)g'.8
\4
>\ ./'Status lahan
illegal
Dan umumnya pendat-angPenggalangan masa dan mem
"Blowup'isu-isu
(konfrontasi)Fisher
et
al
(2001)
mendefinisikan negosiasi dalam kontekskonflik
adalah sebagai suatu prosesterstruktur
yang
digunakan
oleh pihak
yangberkonflik
untuk melakukan dialog tentang isu-isu dimana masing-masingpihak memiliki
pendapatyang
berbeda.
Tujuan
negosiasi adalah
untukmencari
klarifiasi
tentang
isu-isu
atau
masalah-masalah dan mencoba untuk mencapai kesepakatantentang cara
penyelesaiannya.Wondolleck.
J.M
danCrowfoot E. J (1990)
mengatakan bahwa perundingan dan pembangunan konsensusmerupa-kan
komponen yang sangat penting pada proses-proses penyelesaian perselisihan.Pada
tahap
awal
mencari
titik
temu konflik
untukmengklarifikasi
isu dan masalah, terlaksana karena pengaduan dari masyarakatditindaklanjuti
oleh
Camat Lubuk Baja
dengan
mengundangOtorita
Batam dan dinas instansiterkait dijajaran
Pemerintah
Kota
Batam.
Jika merujuk
kepada pendekatan managemenkonflik
Godschalk dalamKanser
et
al
(1995),
maka negosiasi tahap awaltersebut dapat
di
lihat pada gambar 6.STATUS LA}IAN DAN DOMINAN}.TYA PENDATANGBARU
Gambar
4.
Model
empiri
proses resolusikonflik
lingkungan
permukiman
Kampung
AgasTanjung
Uma
Kota
Batam.
Saprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono
MEDIATION
POLICY
DIALOGUE
CONSULTATION
Extent Of Bargaining
Gambar
5.
Tingkatan
PenyelesaianKonflik
Lingkungan Permukiman Kampung
AgasTanjung
UmaDidasarkan pada Pendekatan
Environmental
Dispute Resolution
(EDR) (Carlisle
danSmith,
1989dalan Smith,
1993:72)
Dari gambar 6, dapat dilihatbahwaperundingan
tahap awal merupakan perundingan dengan
fasili-tasi
pihak ketiga.
Peranyang dimainkan
Camatatas desakan masyarakat merupakan
peran
fasi-litator
supaya keduabelah pihak
bertemu untuk membicarakan masalah-masalahyang
dikonflik-kan. Forum
perundinganantar
organisasipeme-rintahan dengan
teknik fasilitasi
menurut Suskind dan cruikshankdalam
Kanser etal
(1995) adalahteknik
negosiasi dengan bantuanfasilitasi
dimanapihak ketiga
membantu proses negosiasi dengankomunikasi, prosedur dan logistik.
Negosiasi tahap selanjutnya
yaitu
negosiasiuntuk
meraih kesepakatan terutama setelahpem-buktian dari
uji
laboratorium kualitas perairan dansurvey masyarakat
yang
terkena dampakdilaku-kan
Fokusnya adalahuntuk
mencari kesepakatanbesarnya
ganti rugi. Dalam
tahap
ini
ada
satuhal
yang ditekankan
oleh
Otorita Batam
bahwainstitusi
ini
dalam
merespon masyarakat hanyamemberikan
bentuk
kepeduliannya sebagaitang-gungjawab moral.
Negosiasi tahap
ini
berlangsung secaralang-sung, dimana
Otorita
Batam melalui ketua timnya mengundangLurah dan
perwakilan
masyarakatuntuk
membicarakan besarnya"sagu
hati"
yangditawarkan
Otorita Batam.
Proses
pada
tahapini
dijumpai
adanya
bentuk
negosiasi
denganmediasi
didalamnya.
Lurah
sebagai pendampingmasyarakat
dan
sekaligusjuga wakil
ketua tim
penyelesaian
Otorita Batam.
Dengan
demikianLurah Tanjung
Uma
merupakan
pihak
yangditunjuk secara bersamaan untuk ikut dalam proses
penyelesaian
baik
oleh
masyarakat maupun olehOtorita Batam.
Forum
Formality
Arbitration
Mediation
Teknik
Formality
Fasilitation
Work
GroupNegotitation
Direct
Negotitation
disputeConflict
Intensity
ImpasseGambar
6.
Negosiasi
Tahap Awal Mengklarifikasi
Isu
dan Masalah pada
Konflik
Lingkungan
Permukiman
Kampung
AgasTanjung Uma Didasarkan pada
Pendekatan ManagemenKonflik
Godschalk dalam
Kanser etal
(1995).Intergovernmental Organization
Negotitation
Namun
jika
merujuk kepada pengertianmedia-si sebagai suatu bentuk forum formal dalam upaya
penyelesaian
konflik
di
luar
pengadilan,
makaperan Lurah Tanjung Uma belum dapat dikatakan
sebagai seorang
mediator.
Mitchell
et
ol
(2003) menjelaskanbahwa mediasi
merupakan bentukkhusus dari negosiasi yaitu ditambah dengan
keter-libatan
pihak
ketiga yang netral sebagai mediator yang berfungsi sebagaifasilitator
dan perumusan persoalan untuk membantu pihak yang bersengketauntuk bersepakat. Begitu juga dengan Suskind dan
Cruikshankdalam Kanser et al (1995), mengatakan
bahwa
teknik
negosiasi merupakanteknik
denganketerlibatan
pihak ketiga yang
membantu dalamhal proses dan substansi, bertemu dengan
masing-masing
pihak
secaraterpisah maupun
lengkapuntuk mencapai situasi yang menguntungkan bagi semua pihak.
Lurah Tanjung Uma
tidak
menfasilitasi dalamhal
substansi atau perumusan,tapi
berperanda-lam
proses bagaimana supaya masing-masingpi-hak saling
memahamikondisi
satu dengan yanglainnya. Jika
digambarkan
teknik yang
terjadi dalam upaya mencari kesepakatan tahapakhir ini
dapatdilihat
pada gambar 7.Saprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono Teknik Formality
Arbitration
Mediation Fasilitation Direct Negotitation disputeConflict
Intensity ImpasseGambar
7.
Negosiasi
Tahap
Akhir
Mencari
Kesepakatan Besarnya Sagu
Hati
pada Konflik
Lingkungan Permukiman KampungAgas Tanjung
UmaDidasarkan
pada PendekatanManagemen
Konflik
Godschalk dalam Kanser
etal
(1995).Forum Formality
Dari
gambar7,
dapatdilihat
bahwa negosiasitahap akhir
penyelesaianmencari
kesepakatanbesarnya
"sagu
hati" yang
diterima
masyarakatadalah dengan
teknik
negosiasi langsungmela-lui
tim
penyelesaian kasus.Lurah
mencobame-yakinkan
masyarakatakan
keterbatasankeuang-an Otorita Batam
dan
juga
membawa
aspirasimasyarakat
kepada
Otorita
Batam. Peran
lurahdisini dijumpai
sebagaiperan
"katalisotor)'
se-hingga proses
kesepakatandapat
lebih
cepatdicapai
denganmelakukan
pendekatan terhadap kedua pihak.5.
Hasil
PenyelesaianSolusi
'saguhati'yang
dihasilkan dalampro-ses resolusi tersebut hanya
menyelesaikanper-tikaian
sesaatantar aktor,
tidak
menyentuh akar permasalahan. Berbagai persoalan yang terjadi dilokasi konflik
seperti
kegagalanrelokasi,
statuspermukiman
illegal dan
umumnya
pendatang,sumber
pencemarantidak
terselesaikan karenatuntutan
yang paling
mengemukaadalah
uangganti
rugi.
Dengan katalain,
penyelesaian jangka panjangnyasulit
dicapai dan
terdapat perbedaanpersepsi yang tajam antar stakeholder, khususnya
pihak-pihak yang berkonfl ik.
Informan dari Otorita Batam
memiliki
persepsibahwa tuntutan
masyarakat merupakan tuntutanyang
tidak mumi
dan
masyarakat
sebenarnyatidak berhak menuntut. Persepsi
ini
muncul karena sebagain besar dari masyarakat tersebut pendatang baru yangbermukim di KampungAgas yang kondisilingkungannya
telah memburuk.
Permasalahanterjadinya
pencemaranjuga
dipandang
bukanhanya
bersumberdari
limbah dan
sampah kota tapijuga
akibat perilaku
masyarakat yang buang sampah dan kotorannya langsung ke bawah rumahmereka. Khusus
untuk
penduduk
lama
yangumumnya nelayan, masalah memburuknya Teluk
Jodoh telah diselesaikan dengan memberikan ganti
rugi
sebelum permasalahanini
muncul.Katalisator
Informan dari
masyarakatmemiliki
persepsiyang berbeda, mereka berhak dan wajar menuntut
karena
kondisi
lingkungan permukiman
merekasebelum kawasan Nagoya dan Jodoh berkembang
kondisinya bersih dan
tidak
tercemar. Pada saatmunculnya
tuntutanini
merupakankondisi
yangdirasakan
sudah
sangat mengganggu
sehinggaseluruh warga rumah
panggungKampung
Agasmerupakan
pihak yang
terkena dampak. Sumber pencemaranjelas
berasaldari
Nagoya dan Jodohtidak mungkin dari mereka.
Adanya kegagalan kesepakatan relokasi
mem-bawa
pengaruh terhadap penyelesaian
konflik
ini.
PersepsiOtonta
Batam dan Pemerintah KotaBatam bahwa
penyelesaian kasusini
adalahde-ngan
kembali
merelokasi
merekake
area
yang telah disiapkan.Hal
ini
mengingatlokasi
tersebutsebenarnya
tidak layak
mereka
tempati
karenamerupakan
muara
dari tiga
drainaseutama
pu-sat kota.
Pencemaran
lokasi
tersebut
sangatsulit dihindari
danditangani. Kalaupun
adaren-cana pengendalian
limbah Nagoya dan
Jodoh,merupakan
hal yang sulit
dilakukan,
mernakanwaktu
yang panjang dan biaya yang sangat besar.Dengan
demikian,
realisasinyatidak
jelas
kapan dapat dilaksanakan. Masyarakat punya pandanganlain,
masalah relokasi adalah masalah belakanganyang secara
prinsip
merekatidak
keberatan tetapi permasalahannya merupakan pennasalahantersen-diri.
Masalah yang paling
mengemuka
dalamkonflik
ini
adalah masalahtuntutan
kompensasiatau
tuntutan
ganti
rugi
dan
masyarakat mintadiselesaikan terlebih dahulu.
Dengan berbagai
pertirnbangandan
adanyaberbagai kepentingan
maka
fokus
resolusi
yang tejadi dalam penyelesaian kasusini
lebih mengarah kepada mencari kesepakatan atau mempersamakanpersepsi
berkaitan
dengan
kelayakan
tuntutanmasyarakat
dan
kesepakatan
besarnya
gantirugi
atau
saguhati
yang bertujuan
lebih
kepadauntuk
meredam masyarakat supayajangan
terjadi kerusuhanyang
lebih besar.
Dengan demikian,hasil
penyelesaiannya terkesantidak
menyentuhakar
permasalahandan hanya
meredamkonflik
yang telah
terangkat kepermukaankembali
men-jadi
konflik
laten.
Walaupun
pada
prinsipnyatidak
menyentuh akar
permasalahantetapi
dari tercapainya kesepakatan antar stakehoderini
dapatdilihat bahwa proses resolusi yang mengedepankan
musyawarah
dan
partisipasi
publik
mampumengakomondasi keinginan stakeholder walaupun
memiliki
persepsi atau pandangan yang mendasar.Dari
persepsi stakeholder
dijumpai
bahwamereka puas dengan adanya
kesepakatan yangdicapai
tapi
kurang
puas dengan bentukkesepa-katannya. Persepsi
ini
bukan
disebabkan karenaproses
resolusinya
tidak
mampu
memenuhike-pentingan pihak-pihak
yang
berkepentingan.Kajian
terhadap prosesyang tejadi dalam
upaya penyelesaiankonflik
atau perselisihan yang terjadiantara
masyarakatKampung
Agas dan
Otorita Batam, dapatdilihat
telah sesuai denganciri-ciri
penyelesaiankonflik
lingkungan diluar pengadilanyakni azas musyawarah dan partisipasi masyarakat
didalamnya.
Wondolleck.
J.
M
dan Crowfoot
E.J
(1990)
mengatakanbahwa
tiga
ciri-ciri
kuncidari
proses penyelesaian perselisihan lingkungan yakni:l.
peran serta sukarela pihak-pihak
yang terlibatdalam perselisihan;
2.
interaksi
secara langsung atau tatapmuka
ke-lompok atau antar perwakilan;
3. kesepakatan bersama yang saling menguntungkan atau keputusan konsensus oleh pihak-pihak yang
digunakan dalam
proses penyelesaian apapun yang muncul.Keseluruhan
ciri-ciri
tersebutdi
atas dijumpai dalam upaya penyelesaiankonflik
ini.
Namunjika
berpryak pada beberapa karakter utamaAlternatif
PenyelesaianKonflik (APK)
menurut Mitchell
(2003), ada satu karakter yang tidak terpenuhi dalampenyelesaian
perselisihan
ini
yakni
tercapainyapenyelesaian sengketa
yang
berjangka
panjang.Tidak
berjangka panjangnya penyelesaian karenabanyaknya persoalan yang berpengaruh terjadinya
konflik
sehinggamemerlukan
penanganan yangkomprehensif
KESIMPULAN
Konflik
lingkungan
perrnukiman
KampungAgas Tanjung Uma
pada dasarnya berakar padatidak terselesaikannya
konflik
ruang yang berlanjut menjadikonflik
lingkungan karena perkembangan ruang yang tidak dilengkapi dengan IPAL.Proses penyelesaian terbuka dilakukan dengan
mensimetriskan
konflik yang tidak
simetris
dan merubah gayakonflik
masing-masing aktor melaluistrategi penggaiangan masa dan keterlibatan pihak
Saprial, Bakti Setiawan, dan Djoko Wijono
ketiga. Proses resolusi berada pada tingkatan
nego-siasi
dalam
dua
tahap
yakni
negosasi fasilitasidalam
forum
perundinganuntuk
mengklarifikasiisu
dan
masalahdan
negosiasi langsung dengankatalisator dalam
forum
perundinganuntuk
men-cari
kesepakatan penyelesaian.Proses
resolusikonflik
kasusini
memenuhi
ciri-cin kunci
dari proses penyelesaian perselisihan lingkungan yang mengedepankan azas musyawarah dan partisipasi masyarakatdi
dalamnya.Kesepakatan yang dicapai
tidak
menyelesaian akar permasalahan, hanya menyelesaikanpertikai-an sesaat pertikai-antar aktor, meredam
konflik
yangmun-cul ke
permukaankembali
ke konflik
laten.Pe-nyelesaian dengan "sagu
hati"
sebenarnya bukanmenyelesaikan masalah
pokok. Teknik
negosiasilangsung dengan
pihak ketiga
sebagai katalisatormerupakan temuan proses yang dapat memperkaya
teori
manajemenkonflik
sebagaimana dikemukanGodschalk dalam Kanser et
al
(1995:464).DAFTAR
PUSTAKA
Crowfoot,
J.,
dan
Wondolleck,
J.M.,
1990.Environmental
Disputes:
CommunityInvolvement
in
Conflict Resolution
IslandPress, Washington. D.C.
Fisher, S.,
Williams,
S.,
Ludin,
J.,
Abdi,
I.D.,dan
Smith.,
R.,
2000. Mengelola Konflik
Keterampilan
&
Strategi
Untuk
Bertindak.The
British Council
Indonesia, Jakarta.Hendricks,
W.,
2001.
Bagaimana
MengelolaKonflik
Bumi Aksara, Jakarta.Hugh
Miall.,
Ramsbotham, O., dan Woodhause, T.,2002.
Resolusi DamcriKonflik
Kontemporer. PT. RajaGrafindo Pesada, JakartaKanser, E.J,. dan Chapin, Jr.F., 1995. Urban
Land
UsePlannlng. University
of Illionis.
Urbana and Chicago.Mitchell, B.
Setiawan,B
danRahmi,
D.H.
2003.Pengelolaan
Sumberdaya
Lingkungan.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
PP
No.
54. 2000.
Tentang Lembaga
PenyediaJasa
Pelayanan Penyelesaian
SengketaLingkungan
Hidup
di
Luar
Pengadilan.Kementerian Lingkungan
Hidup,
Jakarta.Otorita Batam, 1991 . Final Report Evaluasi Master
Plan Pulau Batam
1991. Kerjasama OtoritaBatam
dengan LembagaTeknologi
fakultasTeknik Universitas Indonesia.
Toit,
P.D., 2000.
ReportaseUntuk
Perdatnaian,'Jurnalis dan Konflik.
Buku
I.
IntemewsIndonesia, Jakarta
Setiawan,
8.,
2003. Strategi PengelolaanKonflik
Lingkungan: Beberapa Catatan.Artikel
Tidak diterbitkanSmith,
L.G.,
1993.
Impact
assessment
and Sustai.nableResource Management.
Johnwilley.&
Sons, Inc., New York.Westman, E.W., 1985. Ecology, Inpact Assessment
An
EnvironmentalPlanning.
JohnWilley
&
Sons, Inc., Canada.
Gambar
8.
Perkembangan
pantai
Jodoh
dan Pantai Tanjung Uma (sumber: peta tematik
OB
tahun
1991, DinasPertanahan
2004 dandari
pengamatan lapangan)t2s
Kam
pung Agas
Legenda:
|
,. Geris
Prntrl
I
A
I
# . Jeringrn Jal:n I
\- . Sungal(Dtrinrse)(Hasil Skelsa) |
r
Non Skala
I.Tl
. L.hrn Rektrm:siF.N,tffi
. pemukimrn Kp. Agas & Kp. Tj. uma
s"i.c':x'Grl*fifiT:btEn tllGtbl.]tll