• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITRA & LOKASI UKM Kue Basah Jl. Melati Gg. V No. 26 RT 8 RW 15 Desa Sekarpuro Kecamatan Pakis Kabutapen Malang Jawa Timur,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITRA & LOKASI UKM Kue Basah Jl. Melati Gg. V No. 26 RT 8 RW 15 Desa Sekarpuro Kecamatan Pakis Kabutapen Malang Jawa Timur,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TIM PENGABDIAN

Ketua : Suprayogi , STP., MP., PhD.

MITRA & LOKASI

UKM Kue Basah Jl. Melati Gg. V No. 26 RT 8 RW 15 Desa Sekarpuro Kecamatan Pakis Kabutapen Malang Jawa Timur,

PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia akan pangan tidak terbatas hanya pada karbohidrat, protein, lemak dan mineral saja, tetapi baik kualitas maupun mutu pangan juga harus dapat dipenuhi. Apabila dalam penanganan makanan tidak memperhatikan higiene dan sanitasi dengan baik, maka dapat membahayakan kesehatan manusia (Oyeneho dan Hedberg, 2013).

Good Manufacturing Practices (GMP) atau biasa disebut Cara Produksi

Pangan yang Baik (CPPB) merupakan pedoman yang memperlihatkan aspek keamanan pangan bagi Industri Rumah Tangga (IRT) untuk memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi (Varzaka dan Loannis, 2011). Berdasarkan UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 111 Ayat (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standar atau persyaratan kesehatan. Dengan demikian, tersirat bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dilarang untuk diedarkan. Oleh karena itu, GMP merupakan salah satu aspek penting untuk disosialisasikan dan diterapkan.

(3)

Good Manufacturing Practices

adalah salah satu pengaplikasian kegiatan pengendalian mutu agar menghasilkan produk yang berkualitas dengan melakukan pengendalian yang baik dan teratur (Hermansyah dkk. 2013). Good

Manufacturing Practices merupakan salah

satu persyaratan dasar yang harus dipenuhi pada suatu industri jika ingin menghasilkan produk pangan yang berkualitas dan aman secara konsisten. Persyaratan dalam Good Manufacturing

Practices (GMP) mencangkup persyaratan produksi, persyaratan bangunan,

lokasi, dan fasilitas serta peralatan produksi dan karyawan. Aspek-aspek yang dinilai dalam penerapapan Good Manufacturing Practices (GMP) diantaranya adalah lokasi pabrik, bangunan, peralatan pengolahan, bahan yang digunakan dalam proses produksi, pengendalian proses pengolahan,

personal hygiene, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan,

produk akhir, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, transportasi, dan kemasan. Sesuai peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2004, hasil penilaian yang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan sertifikat dengan masa aktif 3 tahun sepanjang sarana produksi yang bersangkutan masih beroperasi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan (Bimantara dan Triastuti, 2018).

Good Manufacturing Practices (GMP) erat kaitannya dengan

keamanan pangan. Keamanan pangan sendiri diartikan sebagai salah satu hal yang harus diperhatikan demi memenuhi hak kepentingan fisik konsumen yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa yang jika apabila tidak terpenuhi maka akan terjadi gejolak sosial di kalangan masyarakat. Pentingnya keamanan pangan secara filosofis juga diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi Gambar 1. Ilustrasi GMP (Sumber : tricorbraunflex.com,

(4)

kesejahteraan umat manusia”. Frasa “kebutuhan dasar” dapat diartikan sebagai kebutuhan pangan yang mutlak yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan kehidupan masyarakat (Zazili, 2019). Keamanan pangan sendiri dapat dinilai dari beberapa aspek, diantaranya adalah teknologi pengolahan, kandungan bahan, sanitasi pengolahan, jumlah kandungan mikroorganisme, pengemasan dan lain – lain. Keamanan pangan akan terjamin apabila adanya standarisasi yang ditentukan dan diterapkan dengan baik oleh industri di bidang pangan. Oleh karena itu,

Good Manufacturing Practices (GMP) dapat menjamin terciptanya

keamanan pangan dikarenakan adanya standarisasi dan penilaian secara berkala sehingga produk pangan yang dihasilkan oleh setiap industri pangan terjamin kualitasnya dan aman dikonsumsi oleh konsumen/masyarakat.

Ruang Lingkup GMP

1 . Lingkungan dan Lokasi

Lingkungan dan lokasi pembuatan produk merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi mutu dan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga diperlukan perencanaan tempat produksi yang tepat. Lokasi yang ideal yaitu:

a. Terbebas dari banjir,

b. Tidak berdebu dan polusi asap,

c. Terbebas dari serangga di area produksi, dan

d. Memiliki sistem saluran pembuangan yang baik (Ristyanadi dan Darimiyya, 2012).

(5)

2 . Bangunan dan Fasilitas Unit Usaha

Bangunan adalah ruangan yang dibangun berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higienis, yang digunakan untuk melakukan produksi, mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan sampai produk jadi (Ristyanadi dan Darimiyya, 2012). Bangunan pada sebuah tempat produksi harus:

a. Memiliki desain dan konstruksi sesuai dengan alur produksi. b. Memperhatikan tata letak mesin dan bahan.

c. Lantai serta dinding yang kedap air, kuat dan mudah dibersihkan. d. Atap memiliki struktur rangka yang baik (bebas karat, jaring laba-laba,

dan mudah dibersihkan), tidak bocor/berlubang dan memiliki tinggi minimal 3 meter.

e. Alat/mesin yang mudah dibersihkan dan dibongkar pasang (Rini dkk., 2015).

Dalam sebuah fasilitas unit usaha juga harus memiliki kelengkapan yang memadai, yaitu:

a. Memiliki penerangan yang cukup.

b. Ventilasi yang baik, sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik.

c. Sarana pencucian tangan dan kaki, dilengkapi sabun dan pengering atau disinfektan.

d. Gudang mudah dibersihkan, terjaga dari hama.

e. Suhu dan kelembaban ruang yang sesuai (Rini dkk., 2015). 3 . Peralatan Pengolahan

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus terjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Persyaratan dalam penggunaan mesin/alat yaitu harus sesuai dengan jenis produksi yaitu: a. Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk,

b. Mudah dibersihkan,

c. Terbuat dari bahan yang tahan lama, dan

(6)

4 . Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan yang berhubungan dengan sanitasi dalam proses produksi sangatlah penting dilakukan karena dapat berpengaruh pada kualitas dan mutu produk yang akan dihasilkan. Fasilitas dan kegiatan sanitasi pada tempat produksi meliputi:

a. Sarana penyediaan air bersih untuk produksi dan penggunaan langsung dengan produk.

b. Pembuangan air dan limbah untuk menghindari adanya penampung pada suatu tempat yang akan mengundang serangga.

c. Sarana pembersihan/pencucian untuk mendisinfeksi peralatan. d. Sarana toilet harus selalu bersih dan tidak terbuka langsung ke area

produksi.

e. Sarana higiene karyawan yaitu fasilitas cuci tangan, ganti pakaian dan alas kaki (Rini dkk., 2015).

5 . Sistem Pengendalian Hama

Sistem Pengendalian Hama meliputi sistem dalam pengawasan terhadap barang atau bahan yang masuk. Penerapan atau praktek higienis yang baik yaitu seperti menutup lubang dan saluran yg memungkinkan masuknya hama, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, mencegah hewan piaraan berkeliaran di lokasi produksi, hygiene karyawan (Waluyo dan Bayu, 2017). Persyaratan dan pemeriksaan rutin kesehatan karyawan yang harus diperhatikan yaitu:

a. Menjaga kebersihan badan b. Menutup luka

c. Mengenakan pakaian kerja.

d. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja. e. Melatih kebiasaan karyawan (Rini dkk., 2015).

6 . Hygiene Karyawan

Ruang lingkup hygiene karyawan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan Good Manufacturing Practices di suatu unit usaha. Semua karyawan yang terlibat saat proses produksi dari awal masuk bahan hingga menjadi produk memenuhi persyaratan sanitasi dan

hygiene yang baik. Beberapa persyaratan tersebut antara lain kebersihan

(7)

menjadi carrier dari suatu penyakit sehingga produk yang dihasilkan nantinya akan memiliki mutu yang baik.

Gambar 2. Ilustrasi Penggunaan APD di Industri Pengolahan Makanan (Sumber : mediaindonesia.com, 2018)

Menurut Rudiyanto (2016), menyebutkan bahwa karyawan yang bekerja di bagian produksi pangan harus memenuhi persyaratan kesehatan dan harus dalam keadaan yang sehat. Apabila karyawan tersebut sakit atau baru sembuh dari sakit, dan diduga masih membawa penyakit, maka tidak dapat diperkenankan untuk masuk ke ruang produksi. Jika karyawan menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (kudis, gatal), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang produksi karena nanti dapat mempengaruhi mutu produk menjadi tidak baik. Selain itu, disebutan pula menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri (APD) karyawan yang terlibat dalam proses pengolahan makanan hendaknya menggunakan APD selain melindungi dari bahaya di tempat kerja penggunaan pelindung pada karyawan dapat meningkatkan tingkat higienitas karyawan terhadap makanan

7 . Pengendalian Proses

Dalam ruang lingkup pengendalian proses, setiap proses perusahaan yang dilakukan mulai dari awal bahan masuk hingga produk didistribusikan

(8)

harus terkendali dengan baik. Setiap proses yang ada mulai dari pra produksi, proses produksi, hingga pasca produksi harus mengikuti prosedur agar dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan mutu yang baik. Menurut Anggraini dan Ririh (2014), dalam pengendalian pra produksi dapat dilakukan dengan cara menetapkan syarat syarat dari bahan baku yang digunakan, menetapkan jenis dan komposisi yang digunakan, dan menetapkan bagaimana cara dalam mengolah bahan baku. Sedangkan dalam pengendalian proses produksi adalah dengan mengikuti prosedur SOP yang telah ditetapkan dan mengawasi jalannya produksi agar dapat berjalan efektif dan efisien. Selain itu, dalam pengendalian pasca produksi diantaranya memastikan produk talah memenuhi syarat syarat meliputi jenis dan jumlah bahan baku dari yang utama hingga bahan tambahan makanan yang digunakan, diagram alir proses produksi yang harus dilakukan dari awal bahan hingga menjadi suatu produk, persyaratan kemasanan yang digunakan, jenis produk yang dihasilkan, dan keterangan - keterangan mengenai produk seperti nama produk, tanggal kadaluarsa hingga, komposisi produk serta cara penyimpanan produk tersebut.

8 . Manajemen Pengawasan

Ruang lingkup manajemen pengawasan dalam suatu unit usaha perlu dilakukan dengan baik. Adanya manajemen pengawasan yang tepat, akan mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Manajemen pengawasan yang baik dapat menjaga mutu dan keamanan produk agar sesuai dengan standar baku yang telah ditetapkan. Kegiatan pengawasan ini perlu dilakukan dengan rutin dan berkala serta dapat dikembangkan terus menerus agar proses produksi memiliki tingkat efektivitas dan efisiensi yang lebih baik lagi. Menurut Bimantara dan Juni (2018), dalam penerapan manajemen pengawasan dapat di lakukan dengan melakukan monitoring pada mutu kualitas bahan baku pada tiap bagian produksi mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan, hingga produk akhir siap didistribusikan. Selain itu, manajemen pengawan pada saat proses produksi adalah dengan adanya quality control (QC) di setiap bagian produksi.

(9)

Ruang lingkup pencatatan dan dokumentasi di suatu unit usaha perlu dipenuhi karena bertujuan dalam memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi dan distribusi serta dapat meningkatkan sistem pengawasan pangan di unit usaha tersebut. Pencatatan dan dokumentasi ini harus terlaporkan dengan baik dan dibukukan dengan rapi agar dapat memudahkan dalam penelusuran hal terkait. Bentuk pencatatan dan dokumentasi yang dilakukan seperti catatan yang berisi tentang proses pengolahan, tanggal produksi dan kadaluarsa, distribusi dan penarikan produk karena kadaluarsa. Pelaksanaan pencatatan dan dokumentasi yang baik nantinya dapat meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk yang akan dihasilkan (Anggraini dan Ririh, 2014).

Tujuan & Manfaat GMP

Guna menghasilkan produk yang aman dan layak untuk dikonsumsi, pemerintah telah mensyaratkan produsen makanan untuk menerapkan

Good Manufacturing Practices. Hal tersebut diterapkan untuk mendorong

seluruh pelaku usaha agar produk makanan yang akan dijual memiliki standar mutu yang sama dan sesuai untuk semua jenis makanan. Berdasarkan pemaparan tersebut maka tujuan dan manfaat penerapan GMP bagi konsumen dan produsen sebagai berikut:

Tujuan dan manfaat bagi konsumen; 1. Keselamatan konsumen.

2. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai produk. Misalkan komposisi makanan, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, dan info lainnya.

Tujuan dan manfaatnya bagi produsen yaitu:

1. Melindungi pangsa pasar. GMP membantu perusahaan untuk meninggalkan kesan baik bagi konsumen.

2. Membangun dan memelihara kepercayaan pelanggan.

3. Mengurangi biaya beban operasional. IRT dapat meminimalisir biaya-biaya yang tidak ada dalam GMP.

4. Menjadi pendukung penerapan GMP yang baik. Menjadi contoh bagi pengusaha lain untuk menerapkan GMP dalam proses produksinya

Prinsip Dasar GMP

(10)

1. Desain fasilitas yang tepat dari awal

Setiap pelaku usaha baik makanan atau lainnya bertujuan untuk menjalankan bisnis dapat menyesuaikan dengan prinsip Good Manufacturing Practice atau GMP. Akan jauh lebih mudah untuk

menyesuaikan pembangunan dan pada saat menjalankan produksi. GMP berfungsi untuk mendorong setiap keputusan yang dibuat dan penting dalam mewujudkan prinsip-prinsip GMP tersebut.

2. Proses Validasi

Proses validasi bertujuan untuk membuktikan dan suatu proses yang secara konsisten melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan, pengujian dan dokumentasi yang diperlukan. Kinerja yang konsisten adalah kunci untuk menjaga keamanan dan efektivitas dari setiap produk dan meningkatkan reputasi perusahaan untuk kualitas dan kehandalan.

3. Mengimplementasikan prosedur GMP

Prosedur GMP merupakan acuan dalam membangun produksi makanan ataupun lainnya. Sehingga proses produksi dan kinerja karyawan akan terkontrol dan konsisten bertujuan untuk hasil yang optimal.

4. Mengidentifikasi siapa melakukan apa

Semua karyawan harus dengan jelas memahami apa yang harus mereka lakukan setiap hari. Ini menghindari kesalahpahaman dan meminimalkan risiko terhadap kualitas produk. Anda harus membuat pekerjaan keterangan untuk setiap peran untuk mendefinisikan: job title, tujuan pekerjaan, tugas dan tanggung jawab, ketrampilan persyaratan. Seharusnya tidak ada kesenjangan atau tumpang tindih dalam tanggung jawab, sehingga terciptalah bagan organisasi untuk mengetahui job title dan job deskripsinya masing - masing.

5. Menyimpan catatan yang baik

Catatan yang baik memungkinkan Anda untuk bisa menelusuri semua kegiatan yang dilakukan selama penerimaan bahan baku, untuk rilis produk akhir. Ini adalah bagian penting dari GMP untuk menyimpan catatan yang akurat, dan selama audit, itu membantu menyampaikan bahwa Anda

(11)

mengikuti prosedur. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses yang dilakukan dikendalikan dan dikontrol.

6. Pelatihan dan Pemahaman GMP

Good Manufacturing Practice (GMP) merupakan standar teknik

produksi yang benar di mana produk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Mutu dan keamanan pangan ini merupakan kewajiban bagi seluruh pelaku usaha yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Untuk dapat mengikuti aturan GMP, maka diperlukan partisipasi dari berbagai pihak khususnya karyawan. GMP dapat dicapai apabila karyawan memiliki kebiasaan yang higienis, dilengkapi alat – alat produksi yang tepat, dan mengetahui budaya GMP melalui penyuluhan dan pelatihan.

7. Higienitas yang baik

Higienis merupakan salah satu prinsip penting pada GMP yang biasa berkesinambungan dengan sanitasi. Sanitasi dan hygiene bertujuan untuk mencapai kebersihan optimal pada tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Program sanitasi dijalankan untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan serta mencegah terjadinya kontaminasi silang, bukan semata – mata untuk mengatasi lingkungan dan kotornya pemrosesan bahan. Pelaku usaha juga perlu untuk menerapkan personal hygene kepada karyawan untuk menjaga dan mempertinggi derajat kesehatan individu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kebersihan individu dapat dimulai dari menjaga kebersihan rambut dan kulit kepala, kebersihan mata, telinga, dan hidung, kebersihan gigi dan mulut, kebersihan badan, kebersihan kuku, tangan, dan kaki, dan kebersihan pakaian.

8. Memelihara fasilitas dan peralatan

Pemeliharaan fasilitas dan peralatan secara teratur dan sesuai jadwal akan mengurangi terjadinya kerusakan alat produksi. Hal ini juga dapat meminimalkan risiko kontaminasi pada produk, seperti adanya karatan pada mesin. Pelaku usaha hendaknya memiliki prosedur tertulis untuk semua jadwal dan pemeliharaan darurat. Detail prosedur dapat meliputi seluruh langkah dalam menyalakan, menggunakan, dan mematikan mesin, menentukan jadwal pelumasan, pemelihaaran pendingin, pembersihan alat,

(12)

dan lain – lain. Frekuensi pemeliharaan menurut kekritisan peralatan menjadi salah satu syarat GMP.

9. Menjaga Kualitas

Setiap langkah dalam siklus hidup produk membutuhkan kontrol yang efektif. Kualitas produk dapat dilihat dari berbagai aspek seperti kemasan, kebersihan pangan, kualitas rasa dan bahan baku, aspek gizi, kesesuaian dengan harga. Kualitas produk pangan dijaga dengan menjaga kebersihan, memperhatikan stok makanan, menyimpan makanan sesuai standar, pengaturan suhu penyimpan makanan.

10. Audit Rutin

Audit dalam arti luas merupakan evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh seseorang yang disebut sebagai auditor. Tujuan diadakannya audit adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah beroperasi sesuai dengan standar yang disetujui atau diterima. Audit dalam GMP dilakukan untuk menilai apakah standar yang ditetapkan masih berjalan atau tidak. Badan Sertifikasi Eksternal seperti Food and Drug Administration (FDA) atau Terapi Barang Asosiasi (TGA) yang akan melakukan audit ini. Selain audit eksternal, pelaku usaha juga harus melakukan audit internal untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan GMP.

(13)

Standar GMP

1. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan pengguanaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk Persyaratan dasar dari CPOB adalah semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dan sistematis dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi. Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB (Inggriani dan Patrihul, 2018).

2. CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik)

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Damarasri dkk., 2017).

3. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik)

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu standar GMP untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Beberapa aspek dari CPKB yaitu system management mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi & hygiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian, penanganan keseluruhan, dan penarikan produk (Rahmawanty dan Sari, 2019).

(14)

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terdapat beberapa aspek dasar dari CPTOB yang meliputi proses pembuatan, tahap proses yang kritis dalam pembuatan tervalidasi, tersedianya semua sarana yang diperlukan (personil, bangunan, peralatan, bahan, prosedur, tempat penyimpanan), instruksi dan prosedur ditulis secara mendetail dan jelas, operator dapat menjalankan prosedur secara benar, adanya pencatatan, dan penyimpanan yang sesuai. Aspek yang menyangkut pasca pembelian obat meliputi tersedianya penarikan kembali obat tradisional mana pun dari peredaran dan pengkajian keluhan pelanggan (Sutrisna, 2016).

Penerapan GMP

Menurut Hanidah dkk. (2018), GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan salah satu metode mitigasi risiko dalam proses produksi pangan berisiko tinggi. GMP dapat diterapkan diberbagai produk pangan, salah satunya produk pangan berbasis ikan. Produk pangan berbasis ikan banyak ditemui di daerah pesisir, salah satunya di Desa Eretan Kulon, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Salah satu olahan ikan di Desa Eretan Kulon adalah sistik ebi. Sistik ebi merupakan salah satu IRT (Industri Rumah Tangga) yang menggunakan bahan baku utama ebi kering dan tepung terigu. Sistik ebi memiliki kelemahan diantaranya umur simpan yang relatif singkat karena terjadinya perubahan kualitas selama penyimpanan yang diakibatkan oleh metode pengolahan dan pengemasan yang kurang baik. Alat pengolahan yang konvensional menyebabkan produktivitas produk rendah sedangkan biaya operasional tinggi. Hal inilah yang menyebabkan keuntungan yang diperoleh kecil karena tingginya biaya operasional selama produksi dan pemasaran. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan peningkatan kapasitas produksi sesuai kebutuhan disertai perbaikan proses produksi dengan penerapan GMP sehingga dihasilkan produk dengan umur simpan lebih panjang dan aman dikonsumsi. Melalui teknologi pengolahan yang tepat dan penerapan GMP selama proses pengolahan, maka sumber daya perikanan hasil nelayan pesisir dapat diolah menjadi produk unggulan yang beragam dengan mempertahankan komponen gizi ikan sehingga dapat

(15)

memperpanjang umur simpan produk dan meningkatkan perekonomian keluarga nelayan.

Kualitas menjadi value yang penting dalam mempertahankan kepercayaan konsumen terhadap brand produk yang dijual. Oleh sebab itu, penerapan GMP dalam suatu industri sangat penting diterapkan untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi. Sebelum melakukan pendampingan penerapan GMP, observasi awal dilakukan dengan mewawancarai pemilik IRT Sistik Ebi dan survei langsung ke tempat produksi untuk melengkapi pengisian formulir penilaian GMP dengan format Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRT. Hasil wawancara merupakan data primer yang selanjutnya akan dianalisa untuk menentukan tahap pendampingan penerapan GMP. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian penyimpangan terhadap persyaratan CPPB-IRT dengan jumlah ketidaksesuaian mayor (MA) 5 elemen dan minor (MI) 21 elemen dari total keseluruhan 37 elemen pemeriksaan. Ketidaksesuaian mayor terdapat pada elemen lokasi, bangunan, dan sanitasi pekerja. Sedangkan ketidaksesuaian minor terdapat pada elemen peralatan produksi, sanitasi peralatan dan ruangan produksi, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan, serta dokumentasi dokumen. Ketidaksesuaian dari elemen pemeriksaan CPPB-IRT yang mencapai 70,27% akan menyebabkan produk Sistik Ebi sulit untuk mendapatkan legalitas usaha PIRT. Pendampingan dengan penerapan GMP merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki semua proses mulai dari penerimaan bahan baku hingga proses akhir yakni pendistribusian sehingga dapat dihasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi

Pendampingan dimulai dari perbaikan layout ruang produksi mulai dari penyimpanan bahan baku sampai pengemasan produk dengan memanfaatkan lahan produksi yang ada serta melengkapi fasilitas produksi. Menurut BPOM Republik Indonesia, desain bangunan dan fasilitas ruang produksi harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya risiko kekeliruan, kontaminasi silang, memudahkan pembersihan ruang produksi dan perawatan sehingga dapat menghindari penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu produk. Ruang produksi bukan berarti harus luas dengan peralatan modern, tetapi bagaimana kita memanfaatkan ruang produksi yang ada dengan menerapkan GMP mulai dari tata letak setiap bagian sampai dengan SOP.

(16)

Gambar 3. Layout Ruang Produksi (Sumber : Pertiwi, 2015)

Tahap selanjutnya adalah pendampingan perbaikan fasilitas produksi yang meliputi sarana produksi, peralatan produksi, penyediaan air, pembuangan limbah, penyuluhan sanitasi pekerja dan peralatan produksi, pengendalian proses, serta jenis kemasan produk. Pendampingan dilakukan secara berkala selama 4 bulan, kemudian dilakukan analisa penilaian CPPB-IRT setiap tahap. Tahap pertama dilakukan wawancara dan observasi lapangan; tahap kedua pendampingan fasilitas sarana dan prasarana produksi; tahap ketiga pendampingan penyuluhan dan pelatihan sanitasi pekerja, peralatan dan ruang pengolahan; tahap keempat pendampingan pengendalian proses, jenis kemasa, desain kemasan dan pelabelan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan secara berkala melalui pendekatan persuasif mampu memperbaiki sistem proses produksi dan perilaku hidup sehat pemiliki IRT. Penilaian akhir CPPB-IRT pada bulan ke-4 ditemukan ketidaksesuaian MI 1 elemen atau sebesar 2,70% dari keseluruhan elemen pemeriksaan. Pendampingan dengan penerapan GMP terbukti mampu mereduksi ketidaksesuaian dari elemen pemeriksaan CPPB-IRT sebesaar 296,16%.

(17)

Gambar 4. Hasil Penilaian CPPB-IRT Masa Pendampingan GMP (Sumber : Pertiwi, 2015)

Sistik Ebi merupakan produk berbahan baku ikan (rebon) melalui proses diversifikasi pangan dan penggorengan. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, Sistik Ebi produk IRT memiliki komposisi gizi: kadar air 2,99%, kadar abu 2,05%, kadar lemak 32,86%, AKG protein 16,25% dan AKB karbohidrat 17,45%. Kandungan protein dan lemak yang cukup tinggi maka harus dipilih jenis kemasan yang mampu melindungi produk dari kontak udara dan sinar matahari agar produk Sistik Ebi tidak mudah teroksidasi yang akan menyebabkan mudah tengik dan tekstur cepat melempem sehingga umur simpan menjadi lebih pendek. Sebelum proses pendampingan GMP, Sistik Ebi dikemas dengan menggunakan plastik PP

(Polyprophylene) dengan umur simpan tidak lebih dari 1 minggu.

Keunggulan dari penggunaan plastik PP yaitu mudah ditemukan di pasaran, tahan asam, basa, lemak, minyak dan pelarut organik serta harganya murah. Kekurangan dari plastik PP yaitu masih memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap gas-gas organik sehingga produk yang dikemas dapat teroksidasi apabila disimpan dalam jangka waktu yang terlalu lama. Menurut Pertiwi (2015), kemasan alumunium foil memiliki permeabilitas yang cukup rendah terhadap gas-gas organik sehingga bersifat barriers terhadap oksigen, air, udara, kelembapan dan tahan panas. Kemasan jenis ini sangat cocok digunakan untuk Sistik Ebi yang memiliki kandungan lemak dan protein tinggi, sehingga selama proses penyimpanan dapat mencegah produk menjadi tengik dan melindungi isi kemasan dengan baik.

(18)

Gambar 5. Kemasan sebelum pendampingan GMP (kiri) dan kemasan setelah pendampingan GMP (kanan)

(Sumber : Pertiwi, 2015)

Penutup

GMP merupakan salah satu aspek penting dalam standar keamanan pangan. Dengan adanya sertifikasi GMP, maka kualitas produk pangan akan terjamin dan dipercaya oleh khalayak luas. Modul pelatihan GMP ini diharapkan dapat membantu berbagai pihak dalam memahami dan menambah wawasan mengenai GMP (Good Manufacturing Practices) atau CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), khususnya mitra kami Kelompok Wanita Tani (KWT) “Sri Tanjung” di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Tim penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah terlibat, khususnya pihak Dosen Pembimbing yang telah membantu dalam penulisan modul ini. Tak lupa dalam kesempatan ini, penulis mohon saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penyusunan modul dimasa-masa yang akan datang. Semoga modul ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembacanya.

(19)

Daftar Pustaka

Anggraini, T., dan Ririh, Y. 2014. Penerapan Good Manufactoring Practices Pada Industri rumah Tangga Kerupuk Teripang Di Sukolilo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7(2): 148–158 Bimantara, A. dan Juni, T. 2018. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada Pabrik Pembekuan Cumi-Cumi (Loligo vulgaris) di PT. Starfood Lamongan, Jawa Timur. Journal of Marine and Coastal Science. Vol.7(3): 111-119.

Darmarasri, D., Sri G., dan Janti G. 2017. Penerapan Good Manufacturing Practice dan Work Improvement In Small Enterprise pada Usaha Kecil dan Menengah Untuk Pemenuhan Standar Kesehatan (Studi Kasus: UKM Tempe Tenggilis Mejoyo Surabaya). Jurnal Teknik Industri. 1(1): 1-6

Inggriani, A S., Patihul H. 2018. Artikel Tinjauan: Product Quality Review Sebagai Evaluasi Mutu Produk. Farmaka. 16(1): 113-118

Hanidah, I. I., Agung, T. M., Robi, A., Efri, M. dan Samsul, H. 2018. Penerapan Good Manufacturing Practices Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Produk Olahan Pesisir Eretan Indramayu. Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian. 3(1): 359-426

Hermansyah, M., Pratikno., Soenoko, R., dan Setyanto, N.W., 2013. Hazard Analysis And Critical Control Point (HACCP) Produksi Maltosa Dengan Pendekata Good Manufacturing Practice (GMP). Jemis. Vol.1(1): 14-20

Mediaindonesia.com. 2018. Nippon Indosari Bangun 2 Pabrik Roti. https://mediaindonesia.com/read/detail/160325-nippon-indosari-bangun-2-pabrik-roti.html (diakses tanggal 30 September 2020) Oyeneho and Hedberg. 2013. An Assessment of Food Safety Needs of

Restaurants in Owerri, Imo State, Nigeria. International Journal of Environmental Research and Public Health, 10(8): 3296–3309.

Pertiwi, I. M. 2015. Perancangan Kemasan Keripik Pisang Sambal Kampung UKM Pelangi Rasa Menggunakan Metode Quality Function Deployment. E-Proceeding of Engineering: Vol. 02, 4901 Rini, F. A., Putiri B. K., dan Nurul U. 2015. Penerapan Good Manufacturing

(20)

Minum dalam Kemasan (Studi Kasus di PT. XYZ). Jurnal Teknik Industri. 3(2): 1-6

Ristyanadi, B. dan Darimiyya H. 2012. Kajian Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) di Industri Rajungan PT. Kelola Mina Laut Madura. Agrointek. 6(1): 55-64.

Rudiyanto, H. 2016. Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) dan Kualitas Mutu pada Wingko Berdasarkan SNI-01-4311-1996. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8(2): 148–157

Sutrisna, EM. 2016. Herbal Medicine : Suatu Tinjauan Farmakologis. Muhammadiyah University Press. Jawa Tengah

Tricorbraunflex.com/resources/quality-certifications (diakses tanggal 30 September 2020)

Rahmawanty, D. dan Destri I. S. 2019. Buku Ajar Teknologi Kosmetik. CV IRDH. Malang

Varzaka, T.H., dan Ioannis, S.A. 2011. Application of ISO22000 and Comparison to HACCP for Processing of Ready to Eat Vegetables. International Journal Food Sci and Technol, 43(10): 1729–1741

Waluyo, E. dan Bayu K. 2017. Keamanan Pangan Produk Perikanan. UB Press. Malang

Zazili, A. 2019. Urgensi Pengawasan Keamanan Pangan Berbasis Sistem Manajemen Risiko Bagi Perlindungan Konsumen. Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum. Vol.28(1): 57-70

Gambar

Gambar 2. Ilustrasi Penggunaan APD di Industri Pengolahan Makanan  (Sumber : mediaindonesia.com, 2018)
Gambar 3. Layout Ruang Produksi  (Sumber : Pertiwi, 2015)
Gambar 4. Hasil Penilaian CPPB-IRT Masa Pendampingan GMP  (Sumber : Pertiwi, 2015)
Gambar 5.  Kemasan sebelum pendampingan GMP (kiri) dan kemasan  setelah pendampingan GMP (kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan agama mempunyai peran penting untuk mengantarkan generasi penerus agar ia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Melalui pendidikan agama, seorang anak

Masyarakat hendaknya perlu dilibatkan dalam setiap proses pembangunan, yaitu meliputi I identifikasi permasalahan, dimana masyarakat bersarna dengan para perencana ataupun

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Metode Elektrospining untuk Menghasilkan

Dari empat fase diatas, penulis mengarahkan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata yaitu, partisipasi dalam pembuatan keputusan dengan

Melalui keberadaan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang

Menurut Campbell (2008:4), dalam menanggapi struktur nilai, pilihan- pilihan dapat dilakukan suatu industri dengan menciptakan unsur-unsur dinamis. Unsur dinamis rantai nilai

Pengujian gerak satu kaki bertujuan untuk mengetahui respon gerak untuk masing masing kaki yang digunakan pada robot berkaki enam , selain itu juga untuk mengetahui

Sarwono (2009: 81) mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual