• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG s

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG s"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI REGRESI DATA PANEL DALAM MENENTUKAN

DETERMINAN DEFORESTASI DI KALIMANTAN PERIODE

2014-2018

Determinants of Deforestation in Kalimantan 2014-2018: A Panel Data Application

Dyah Nur Isnaini

1

, Neli Agustina

2

Politeknik Statistika STIS1,2

Jalan Otto Iskandardinata Raya No.64C Jakarta Timur E-mail: 16.9097@stis.ac.id

ABSTRAK

Kalimantan merupakan wilayah dengan luas hutan terbesar namun memiliki angka deforestasi tertinggi di Indonesia. Berbagai kegiatan menjadi penyebab tingginya deforestasi di Kalimantan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh aktivitas penebangan hutan dan konversi lahan terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014-2018 menggunakan regresi data panel. Variabel luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) subkategori kehutanan dan penebangan kayu yang menggambarkan aktivitas penebangan hutan berpengaruh signifikan positif, sedangkan variabel kepadatan penduduk dan luas area nonhutan yang menggambarkan aktivitas konversi lahan masing-masing berpengaruh signifikan negatif dan positif terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014-2018.

Kata kunci: deforestasi, Kalimantan, konversi lahan, regresi data panel

ABSTRACT

Kalimantan is the area with the largest forest and highest deforestation rate in Indonesia. Various activities cause the high deforestation in Kalimantan. This study aims to examine the effect of logging and land conversion activities on deforestation in Kalimantan in 2014-2018 using panel data regression. The variable area of IUPHHK and GRDP in the forestry and logging subcategoriy which depicts logging activities has a positive significant effect, while the population density and nonforest area variables that describe land conversion activities have an effect significant negative and positive impact on deforestation in Kalimantan in 2014-2018.

Keywords: deforestation, Kalimantan, land conversion, panel data regression

PENDAHULUAN

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (Undang-Undang No.41 tahun 1999). Memiliki letak geografis yang strategis, Indonesia dianugerahi tingkat keanekaragamaan hayati yang tinggi, hutan adalah salah satunya. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), pada tahun 2017 Indonesia menempati peringkat ke delapan sebagai negara yang memiliki kawasan hutan terbesar. Sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup, hutan yang sejatinya memberikan banyak manfaat dapat mendatangkan masalah apabila tidak dikelola dengan bijaksana.

Perekonomian Indonesia yang semakin berkembang serta penduduk yang semakin meningkat, mendorong tingginya permintaan lahan. Penggunaan lahan untuk aktivitas ekonomi menimbulkan ancaman bagi kelestarian hutan. Alih fungsi lahan, pelanggaran batas, pembalakan liar, dan perdagangan tumbuhan dan satwa secara ilegal merupakan beberapa aktivitas yang mengancam kelestarian hutan. Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi hutan Indonesia. Prosedur yang kurang tepat dalam mengubah fungsi lahan mendorong terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Membakar hutan dan lahan untuk persiapan lahan merupakan cara yang paling sering dilakukan karena paling mudah dan ekonomis. Selain konversi lahan hutan, tingginya permintaan pasar terhadap kayu Indonesia menimbulkan maraknya kasus illegal logging. Aktivitas penebangan hutan secara ilegal banyak terjadi di daerah-darah yang masih memiliki hutan dan kayu yang punya nilai jual tinggi. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian akan menimbulkan kerusakan hutan dan lahan.

(2)

Seiring dengan peristiwa kerusakan hutan, angka deforestasi di Indonesia sangat dinamis. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendefinisikan deforestasi sebagai perubahan atau pengurangan kondisi penutupan lahan dari kategori berhutan menjadi lahan kategori nonhutan pada kurun waktu tertentu. Berdasarkan data publikasi Deforestasi Indonesia tahun 2017-2018 yang diterbitkan oleh KLHK, deforestasi bruto tertinggi terjadi di Pulau Kalimantan dengan angka sebesar 165 ribu hektar, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 107,9 ribu hektar, dan Pulau Maluku-Papua sebesar 102,3 ribu hektar. Selama ini, deforestasi di Kalimantan dikaitkan dengan terjadinya perluasan lahan perkebunan. Apabila tidak dilakukan tindakan untuk menekan laju deforestasi, kelestarian hutan di Kalimantan akan terancam. Dalam publikasi World Wildlife Fund (WWF) yang berjudul Borneo Deforestation, disebutkan bahwa Kalimantan yang satu abad yang lalu sebagian besar wilayahnya ditutupi oleh hutan, kini kehilangan lebih dari setengah hutannya. Selain itu, sebuah studi yang dilakukan oleh World Wildlife Fund (WWF) pada tahun 2012 memproyeksikan bahwa jika laju deforestasi saat ini terus berlanjut, Kalimantan dapat kehilangan sebagian besar hutan hujannya pada tahun 2020. Kondisi tersebut bisa terjadi apabila tidak ada tindakan dari pemerintah dan tidak ada kesadaran dari masyarakat.

Kondisi Kalimantan sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki luas kawasan hutan terbesar namun memiliki angka deforestasi tertinggi menarik untuk diulas. Belum adanya kesepakatan antara para ahli menyebabkan luasnya penelitian terkait penyebab deforestasi. Adanya perbedaan kondisi geografi, sosial maupun ekonomi membuat penyebab deforestasi antarnegara berbeda. Menurut Pagiola (2001), secara umum faktor utama yang menyebabkan deforestasi adalah konversi lahan dan penebangan hutan. Namun hal tersebut memunculkan pertanyaan lebih lanjut mengenai apa yang mendorong terjadinya konversi lahan hutan dan penebangan hutan.

Penelitian Roosi Tjandrakirana (2005) yang meninjau aktivitas penebangan hutan dan konversi hutan sebagai penyebab deforestasi menunjukkan bahwa kegiatan konversi hutan maupun penebangan hutan mempunyai kontribusi terhadap deforestasi 19 provinsi di Indonesia tahun 1976 hingga 2000. Pada penelitian lain, Fadhilah Muhammad Maksum (2019) menggunakan pemodelan spasial untuk mengetahui faktor-faktor penyebab deforestasi di Kalimantan tahun 2016. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa variabel PDRB lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan serta pertambangan dan penggalian dan variabel panjang jalan berpengaruh positif terhadap deforestasi, sedangkan variabel kepadatan penduduk tidak berpengaruh. Selain dua penelitian sebelumnya, Arvia Dwi Royani (2016) menjelaskan pengaruh keterbukaan perdagangan, PDRB, nilai kurs luas perkebunan kelapa sawit, luas Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pertambangan, luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman/Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT/HTI), luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam/Hak Pengusahaan Hutan (IUPHHK-HA/HPH), dan kepadatan penduduk terhadap deforestasi 22 provinsi di Indonesia tahun 2001 hingga 2014.

Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan perkembangan deforestasi di Kalimantan, serta menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi deforestasi di Kalimantan ditinjau dari kegiatan penebangan hutan dan konversi lahan. Variabel luas IUPHHK dan PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu digunakan untuk menggambarkan pengaruh aktivitas penebangan hutan, sedangkan variabel kepadatan penduduk dan luas area nonhutan yang merupakan gabungan dari luas area perkebunan kelapa sawit dan luas sawah digunakan untuk menggambarkan aktivitas konversi lahan. Adanya penelitian ini diharapkan faktor-faktor yang memengaruhi deforestasi di Kalimantan dapat diminimalisir demi terjaganya kelestarian lingkungan.

METODE

Cakupan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber, yaitu:

1. Luas kehilangan tutupan pohon sebagai pendekatan luas deforestasi dalam satuan ribu hektar yang diperoleh dari laman resmi Global Forest Watch (GFW).

(3)

2. Luas IUPHHK dalam satuan ribu hektar merupakan luas areal kerja perusahaan pemegang IUPHHK yang diperoleh dari publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

3. PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu atas dasar harga konstan dalam satuan milyar rupiah yang diperoleh dari publikasi PDRB Provinsi Menurut Lapangan Usaha yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik.

4. Luas area nonhutan yang merupakan gabungan dari luas perkebunan kelapa sawit dan luas sawah dalam satuan ribu hektar diperoleh dari publikasi Kementerian Pertanian.

5. Kepadatan penduduk dalam satuan jiwa/km2 diperoleh dari publikasi Statistik Indonesia

yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik.

Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan pengaruh aktivitas penebangan hutan adalah luas IUPHHK dan PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu, sedangkan variabel independen yang digunakan untuk menggambarkan pengaruh konversi lahan hutan adalah luas area nonhutan dan kepadatan penduduk. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan untuk menggambarkan deforestasi adalah luas kehilangan tutupan pohon (tree cover loss). Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah variabel luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu, luas area nonhutan, dan kepadatan penduduk berpengaruh positif terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014-2018.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk peta tematik dan grafik untuk melihat gambaran umum deforestasi di Kalimantan dan variabel yang digunakan. Analisis inferensia pada penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel dengan unit cross section sebanyak lima provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara, serta unit time series sebanyak lima tahun yaitu tahun 2014 hingga 2018. Data panel digunakan karena adanya asumsi bahwa masing-masing provinsi di Kalimantan memiliki karakteristik yang berbeda dalam memengaruhi deforestasi. Apabila dianalisis menggunakan time series/cross section saja, heterogenitas individu tersebut tidak dapat diketahui. Sehingga data panel digunakan untuk menunjukkan perbedaan karakteristik masing-masing provinsi. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

LNDEFit= α + β1IUPHHKit+ β2PDRBit+ β3LnNHUTit+ β4LnPENDit+ uit ………(1) dimana :

LnDEFit : luas deforestasi provinsi ke-i tahun ke-t (persen) α : nilai intersep

IUPHHKit : luas IUPHHK (ribu ha) provinsi ke-i tahun ke-t

PDRBit : PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu (milyar rupiah) provinsi ke-i tahun ke-t

LnNHUTit : luas area nonhutan (persen) provinsi ke-i tahun ke-t LnPENDit : kepadatan penduduk (persen) provinsi ke-i tahun ke-t uit : error term

i : banyaknya cross section (i=1,2,…,5) t : banyaknya tahun (t= 1,2,…,5)

Analisis inferensia pada penelitian ini untuk melihat pengaruh luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu, luas area nonhutan, dan kepadatan penduduk terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018. Transformasi dalam bentuk logaritma natural untuk variabel luas deforestasi, luas area nonhutan, dan kepadatan penduduk dilakukan untuk mengatasi masalah asumsi normalitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari kawasan hutan. Besarnya kawasan hutan yang dimiliki Indonesia menjadikan hutan Indonesia dijuluki sebagai

(4)

paru-paru dunia. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kawasan hutan terbesar adalah Kalimantan. Pulau Kalimantan merupakan daerah dengan hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Hutan Kalimantan merupakan salah satu habitat beragam spesies biologis di bumi. Namun, seperti di daerah tropis lainnya, hutan yang mendatangkan banyak manfaat ini selalu berkurang luasnya, akibatnya mengancam keberadaan beragam spesies penghuni hutan. Menurut penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR), antara tahun 2000 dan 2017 ditemukan 6,04 juta hektar hutan tua berkurang di Kalimantan. Sementara itu, berdasarkan informasi dari situs web Trubus (news.trubus.id), Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2013 dan 2017 Kalimantan merupakan wilayah dengan deforestasi tertinggi yang nilainya mencapai 2 juta hektar.

Gambaran Deforestasi di Kalimantan 2014-2018

Sebaran luas deforestasi di Pulau Kalimantan disajikan pada Gambar 1. Luas deforestasi digambarkan oleh gradasi warna, semakin gelap warna wilayah tersebut maka luas deforestasi semakin besar. Setiap tahunnya, luas deforestasi antarwilayah tidak selalu menunjukkan perubahan yang sama. Kenaikan luas deforestasi di suatu provinsi belum tentu dialami oleh provinsi lain, begitu pula penurunan luas deforestasi di suatu provinsi belum tentu dialami oleh provinsi lain.

Sumber: Global Forest Watch (GFW)

Gambar 1. Luas deforestasi (hektar) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018.

Berdasarkan perubahan gradasi warna pada Gambar 1, perkembangan deforestasi di masing-masing provinsi cenderung mengalami penurunan dalam kurun waktu 2014 hingga 2018. Provinsi yang mengalami deforestasi tertinggi merupakan Provinsi Kalimantan Barat sedangkan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan luas deforestasi terendah. Selama periode tahun 2014 hingga 2018, deforestasi tertinggi terjadi pada tahun 2016 dengan luas sebesar 1.213.829 hektar. Angka deforestasi yang tinggi pada tahun 2016 merupakan dampak dari kebakaran hutan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Gambaran Umum Luas IUPHHK

Luas IUPHHK merupakan luas areal kerja perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Tahun 2014 hingga 2018, luas IUPHHK di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara mengalami kenaikan dengan angka yang tidak terlalu tinggi, sedangkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur mengalami penurunan. Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang memiliki luas IUPHHK tertinggi, sedangkan Kalimantan Selatan

(5)

merupakan provinsi dengan luas IUPHHK terendah. Hal tersebut sesuai dengan luas kawasan hutan, di mana kawasan hutan di Kalimantan Tengah merupakan yang terbesar di antara provinsi lainnya, sedangkan Kalimantan Selatan yang terkecil.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Gambar 2. Luas IUPHHK (ribu hektar) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018. Gambaran Umum PDRB Subkategori Kehutanan dan Penebangan Kayu

Memiliki kawasan hutan yang luas, sektor kehutanan menjadi salah satu sektor yang menguntungkan di Kalimantan. Produk hasil hutan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Provinsi dengan nilai PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu tertinggi adalah Kalimantan Timur. Hal tersebut didukung oleh letak Provinsi Kalimantan Timur yang cukup strategis karena berada di antara pusat-pusat transportasi dan konektivitas serta memiliki infrastruktur yang relatif lengkap. Sedangkan nilai PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu yang terendah dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Selatan. Hal tersbut dikarenakan sektor ekonomi unggulan Kalimantan Selatan bukanlah kehutanan, melainkan pertambangan.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 3. PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu (milyar rupiah) menurut provinsi di Kalimantan tahun

2014-2018.

Gambaran Umum Luas Area Nonhutan

Area nonhutan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit dan sawah. Luas area nonhutan menunjukkan kecenderungan yang berbeda di setiap provinsi. Provinsi yang memiliki luas area nonhutan tertinggi pada tahun 2014

3070.92 2958.59 4664.98 4860.61 783.32 812.83 4635.71 4557.40 2436.62 2455.33 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 2014 2015 2016 2017 2018 Luas I U P H H K (r ib u he kt ar ) Tahun

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara

1746.0 1736.6 1114.6 842.3 569.4 522.0 4817.9 4843.7 2318.1 2560.2 0.0 1000.0 2000.0 3000.0 4000.0 5000.0 6000.0 2014 2015 2016 2017 2018 P DR B (m il yar R p) Tahun

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

(6)

hingga 2018 adalah Kalimantan Barat, sedangkan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan luas area nonhutan terkecil. Dalam kurun waktu 2014 hingga 2018, peningkatan luas area nonhutan terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2016, luas area nonhutan di Kalimantan Utara juga cenderung mengalami peningkatan. Sementara itu, di Kalimantan Selatan luas area nonhutan mengalami penurunan.

Sumber: Kementerian Pertanian

Gambar 4. Luas area nonhutan (ribu hektar) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018. Gambaran Umum Kepadatan Penduduk

Kalimantan memiliki luas wilayah yang besar dengan jumlah penduduk yang sedikit. Kondisi tersebut menyebabkan kepadatan penduduk di Kalimantan cukup rendah apabila dibandingkan dengan wilayah lain. Perkembangan kepadatan penduduk di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara tahun 2014 hingga 2018 mengalami kenaikan dengan angka yang tidak terlalu tinggi. Provinsi yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kalimantan Tengah, hal tersebut dikarenakan lapangan usaha di Kalimantan Tengah terbuka lebar khususnya di bidang pertambangan dan perkebunan sawit, sehingga menarik penduduk daerah lain untuk datang ke Kalimantan Tengah. Sementara itu, provinsi dengan angka kepadatan penduduk terendah adalah Kalimantan Utara. Hal tersebut dikarenakan Provinsi Kalimantan Utara merupakan provinsi baru yang sebelumnya menjadi satu dengan Kalimantan Timur.

Sumber: Badan Pusat Statistik

1260.37 1688.42 1331.48 1699.35 944.33 845.40 788.88 1119.52 175.09 266.14 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00 1800.00 2000.00 2014 2015 2016 2017 2018 Luas A re a N o nhutan (r ii b u he kt ar ) Tahun

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur Kalimantan Utara

32 34 101 108 16 17 26 28 8 9 0 20 40 60 80 100 120 2014 2015 2016 2017 2018 Ke pad atan P endud uk (j iw /km 2) Tahun

Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan

(7)

Gambar 5. Perkembangan kepadatan penduduk (jiwa/km2) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018.

Model Deforestasi di Kalimantan

Analisis dilakukan terhadap lima provinsi di Pulau Kalimantan tahun 2014 hingga 2018 untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang secara statistik berpengaruh terhadap deforestasi. Variabel yang diduga berpengaruh positif secara statistik terhadap deforestasi adalah luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu, luas area nonhutan, dan kepadatan penduduk. Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Chow dan Uji Hausman.

Pengujian Hipotesis df Stat. Uji p-value Keputusan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Chow CEM atau FEM (4,16) 11.562644 0.0001 FEM Hausman FEM atau REM 4 46.250577 0.0000 FEM

Berdasarkan hasil uji Chow (Tabel 1) yang dilakukan menggunakan taraf signifikansi lima persen, didapatkan nilai statistik uji cross-section F sebesar 11,5630 dan p-value sebesar 0,0000. Nilai statistik uji-F lebih besar dari titik kritis (F(0,05;4,16)=3,01) atau p-value lebih kecil dari 0,05.

Dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi lima persen terdapat perbedaan nilai intersep antara lima provinsi di Pulau Kalimantan, sehingga model FEM lebih baik dari model CEM. Selanjutnya, dari hasil uji Hausman (Tabel 1) yang dilakukan menggunakan taraf signifikansi 5% didapatkan nilai statistik uji cross-section random effect sebesar 46,2506 dan p-value sebesar 0,0000. Nilai statistik uji cross-section random effect lebih besar dari titik kritis (χ2(0,05;4)=9,49) atau

p-value lebih kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi lima persen terdapat korelasi antara variabel bebas dengan efek individu, sehingga model FEM lebih baik dari model REM.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Pengujian Struktur Matriks Varian-Kovarian.

Pengujian df Nilai Kritis Stat. Uji Keputusan

(1) (2) (3) (4) (5)

LM 4 9.49 11.5384 Tolak H0

λLM 10 18.31 20.0087 Tolak H0

Uji lanjutan berupa pengujian struktur matriks varian-kovarian dilakukan karena model yang terpilih adalah FEM. Uji LM dan uji λLM pada penelitian ini menggunakan taraf signifikansi lima

persen. Berdasarkan hasil uji LM (Tabel 2) yang dilakukan diperoleh nilai statistik uji sebesar 11,5384 sedangkan nilai kritis sebesar χ2

(0,05;4)=9,49 yang berarti nilai statistik uji lebih besar dari

nilai kritis. Sehingga pada taraf signifikansi lima persen, dapat disimpulkan bahwa struktur matriks varian-kovarian residual bersifat heteroskedastis. Sedangkan pada pengujian λLM diperoleh nilai

statistik uji sebesar 20,0087. Nilai tersebut lebih besar dari nilai kritis χ2

(0,05;10)=18,31. Sehingga

pada taraf signifikansi lima persen, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi pada struktur matriks varian-kovarian residual. Berdasarkan kedua pengujian tersebut, metode estimasi yang terpilih adalah SUR.

Model yang terpilih adalah fixed effect model dengan metode estimasi SUR. Karena asumsi homoksedastisitas dan nonautokorelasi mampu diatasi dengan model ini, maka uji asumsi yang wajib dilakukan adalah pengujian terhadap asumsi normalitas dan nonmultikolinearitas. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran. Pengujian asumsi normalitas menggunakan uji Jarque-Berra, di mana nilai p-value yang didapatkan sebesar 0,4773. Nilai tersebut lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan yaitu 0,05. Sehingga pada taraf signifikansi lima persen dapat disimpulkan bahwa model memenuhi asumsi normalitas. Pengujian berikutnya adalah menguji asumsi nonmultikolinearitas. Pada penelitian ini, pemeriksaan asumsi nonmultikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai korelasi antar variabel bebas. Nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang lebih besar dari 0,8. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model memenuhi asumsi nonmultikolinearitas.

(8)

Ringkasan Statistik Estimasi Model

Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel yang telah dilakukan pada taraf signifikansi lima persen, diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai probabilitas F-statistics yang lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar lima persen menunjukkan bahwa terdapat minimal satu variabel bebas yang secara statistik memengaruhi deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018. Sementara itu, nilai probabilitas t-stat untuk setiap variabel menunjukkan angka yang lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar lima persen. Artinya, dengan taraf signifikansi lima persen dapat dikatakan bahwa secara parsial variabel luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu, luas area nonhutan, dan kepadatan penduduk berpengaruh signifikan terhadap deforestasi.

Tabel 3. Ringkasan Output Hasil Estimasi Model.

Variabel Koefisien Std.Error t-stat p-value

(1) (2) (3) (4) (5) C 18.29282 2.535859 7.213657 0.0000* IUPHHKit 0.002143 0.000624 3.433268 0.0034* PDRBit 0.002453 0.000934 2.626439 0.0183* LnNHUTit 0.235317 0.072501 3.245710 0.0051* LnPENDit -8.210573 1.854196 -4.428103 0.0004* R-squared 0.973317 Adjusted R-squared 0.959976 F-statistics 72.95436 Prob (F-statistics) 0.000000

Model regresi data panel yang diperoleh menghasilkan nilai adjusted R-squared sebesar 0,959976. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa 96% keragaman variabel deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018 dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas di dalam model, sedangkan sisanya sebesar 4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model. Persamaan regresi data panel yang terbentuk adalah sebagai berikut :

LnDEF̂it= (18,293∗+ μi) + 0,002IUPHHKit∗ + 0,002PDRBit∗ + 0,235LnNHUTit∗− 8,211LnPENDit∗ ….(2) *signifikan pada α=5%

Dari persamaan regresi diatas dapat diketahui bahwa luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu serta luas area nonhutan berpengaruh signifikan positif terhadap deforestasi, sedangkan kepadatan penduduk berpengaruh negatif. Nilai koefisien pada variabel luas IUPHHK memberikan arti bahwa kenaikan seribu hektar pada luas IUPHHK akan meningkatkan luas deforestasi sebesar 0,2 persen dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. Hal tersebut sejalan dengan hipotesis penelitian dan penelitian Roosi Tjandrakirana (2005). Meningkatnya areal kerja perusahaan kehutanan mengakibatkan peningkatan pada kawasan hutan yang dibebani hak pengusahaan hutan. Nilai koefisien regresi pada variabel PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu menunjukkan bahwa kenaikan satu milyar rupiah pada variabel PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu akan meningkatkan deforestasi sebesar 0,2 persen, dengan asumsi variabel lain konstan. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian dan penelitian Fadhilah Muhammad Maksum (2019). Peningkatan jumlah produksi dan pendapatan subkategori kehutanan dan penebangan kayu akan memaksa pelaku usaha menambah modal. Ketika modal tersebut ditingkatkan yaitu kayu dan hutan, secara langsung akan meningkatkan deforestasi. Nilai koefisien pada variabel luas area nonhutan memberikan arti bahwa peningkatan luas area nonhutan sebesar satu persen akan meningkatkan luas deforestasi sebesar 0,235 persen, dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis penelitian. Meskipun pada penelitian terdahulu belum ada yang menggabungkan variabel luas perkebunan kelapa sawit dan luas sawah, namun apabila ditinjau dari masing-masing variabel terdapat kesesuaian. Dalam penelitian Arvia Dwi Royani (2016) menyebutkan bahwa luas perkebunan kelapa sawit berpengaruh positif terhadap luas deforestasi, sedangkan pada penelitian Austin et al (2018) menyebutkan bahwa perluasan area pertanian berkontribusi terhadap

(9)

peningkatan deforestasi. Nilai koefisien regresi sebesar 8,211 pada variabel kepadatan penduduk menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan penduduk sebesar satu persen akan menurunkan luas deforestasi sebesar 8,211 persen, dengan asumsi variabel lain konstan. Hubungan negatif antara kepadatan penduduk dan luas deforestasi tidak sesuai dengan hipotesis penelitian dan penelitian sebelumnya. Berdasarkan analisis deskriptif, kepadatan penduduk dan luas deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018 menunjukkan kecenderungan yang berbeda, di mana kepadatan penduduk mengalami peningkatan sedangkan luas deforestasi mengalami penurunan. Peningkatan kepadatan penduduk yang diduga akan menekan kawasan hutan karena kebutuhan lahan untuk permukiman tidak berlaku di Kalimantan. Jumlah penduduk di Kalimantan masih relatif rendah, sedangkan luas wilayah Kalimantan tergolong tinggi, sehingga daya dukung wilayah Kalimantan masih sangat tinggi. Selain itu, Arild Angelsen dan David Kaimowitz (1999) pernah menjelaskan bahwa laju deforestasi dapat meningkat karena jumlah penduduk bertambah, tetapi pertumbuhan penduduk juga dapat menyebabkan kemajuan teknologi dan perubahan kelembagaan yang berkontribusi terhadap berkurangnya tekanan pada hutan.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018 dapat diketahui dengan mengubah koefisien regresi tidak baku (unstandardized coefficient)

menjadi koefisien dalam bentuk baku (standardized coefficient). Hasil perubahan koefisien dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perubahan koefisien.

Variabel Unstandardized coefficient Standar deviasi Standardized coefficient

(1) (2) (3) (4)

IUPHHKit 0.002 1509.169 3.997

PDRBit 0.002 1510.058 4.578

LnNHUT 0.235 0.858 0.250

LnPENDit -8.211 0.838 -8.499

Keterangan: Standar deviasi Ln_DEF = 0,809

Berdasarkan hasil standardisasi koefisien pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa variabel yang memberikan pengaruh terbesar terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018 adalah pertumbuhan kepadatan penduduk yang berpengaruh negatif serta PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu yang berpengaruh positif. Hasil tersebut dapat digunakan untuk menekan deforestasi di Kalimantan, yaitu dengan memperkuat kebijakan terkait variabel-variabel tersebut.

Efek Individu

Karena model terpilih adalah FEM, maka terdapat efek individu yang disajikan pada Tabel 5. Efek individu merupakan faktor penyebab deforestasi yang tidak diobservasi di dalam model. Efek individu akan menyebabkan perbedaan pada nilai intersep ketika tidak ada pengaruh dari variabel bebas atau pengaruh dari variabel bebas seluruh provinsi tetap.

Tabel 5. Output cross-section fixed effect. Provinsi Efek Individu

(1) (2) Kalimantan Barat 3.419270 Kalimantan Tengah 10.66987 Kalimantan Selatan 4.149537 Kalimantan Timur -9.148907 Kalimantan Utara -9.089767

Berdasarkan Tabel 5, terdapat dua provinsi yang memiliki efek individu negatif yaitu Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Efek individu terkecil dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Timur, sedangkan efek individu terbesar dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Tengah. Artinya, apabila masing-masing variabel bebas tidak mengalami perubahan atau tidak ada pengaruh dari variabel

(10)

bebas, maka Provinsi Kalimantan Tengah mengalami deforestasi yang lebih tinggi dibanding provinsi lainnya, sedangkan Provinsi Kalimantan Timur mengalami deforestasi yang paling rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan, deforestasi di Kalimantan pada tahun 2014 hingga 2018 cenderung mengalami penurunan, kecuali pada tahun 2016. Penurunan tersebut berkisar antara 4,78 sampai dengan 58,96 persen per tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 sebesar 52,38 persen. Pada tahun 2014, deforestasi di Kalimantan sebesar 825.583 hektar dan menurun menjadi 491.819 hektar pada tahun 2018.

Kegiatan penebangan hutan dan konversi lahan berpengaruh terhadap deforestasi di Kalimantan tahun 2014 hingga 2018. Luas IUPHHK, PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu serta luas area nonhutan berpengaruh positif terhadap deforestasi, sedangkan kepadatan penduduk berpengaruh negatif. Dari beberapa variabel yang digunakan, variabel yang memberikan pengaruh terbesar terhadap deforestasi di Kalimantan dalam kurun waktu 2014 hingga 2018 adalah PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu yang berpengaruh positif serta kepadatan penduduk yang berpengaruh negatif.

Melihat pengaruh positif yang diberikan oleh luas IUPHHK terhadap deforestasi, sebaiknya pemerintah memperkuat kebijakan yang mengatur wewenang perusahaan serta lebih tegas dalam memberlakukan sanksi administratif maupun pencabutan izin untuk perusahaan yang terlibat kasus kejahatan hutan. Selain itu, pada proses pengajuan perizinan pemanfaatan hutan dapat mencantumkan kajian dampak lingkungan untuk menghindari pengeluaran izin yang tidak sesuai serta sebagai upaya mengidentifikasi dampak dan melakukan pengawasan untuk menjamin kelestarian lingkungan. Pemerintah juga dapat melibatkan TNI, Polri, maupun masyarakat untuk aktif melakukan pengawasan hutan. Adanya pengaruh positif yang diberikan oleh PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu serta luas area nonhutan yang merupakan gabungan dari luas perkebunan kelapa sawit dan luas sawah, bukan berarti kegiatan ekonomi pada sektor tersebut harus dihentikan. Pemerintah dapat meningkatkan perekonomian dengan dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, seperti melakukan tebang pilih dan melakukan penanaman kembali (reboisasi) hutan-hutan yang telah diambil kayunya serta lahan-lahan yang sudah tidak bermanfaat.

Untuk penelitian selanjutnya, dapat mencoba menggunakan variabel lain seperti variabel yang berkaitan dengan sektor pertambangan karena melihat kuatnya sektor tersebut di Kalimantan. Selain itu, apabila menggunakan variabel yang berhubungan dengan penduduk, sebaiknya populasi yang digunakan adalah penduduk yang benar-benar bertempat tinggal di sekitar hutan dan tergantung dengan keberadaan hutan, karena tingkah laku penduduk tersebut memiliki kemungkinan yang lebih dalam besar dalam memengaruhi kondisi hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2019). Direktori Perusahaan Kehutanan. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2020). Produk Domestik regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut

Lapangan Usaha. Jakarta: BPS RI.

Food and Agriculture Organization. (2015). Forest Resources Assessment 2015. Rome: FAO Forestry Department.

Greene, W. H. (2003). Econometric Analysis (Fifth Edition). New Jersey: Prentice Hall.

Gujarati. (2004). Basic Econometrics (Fourth Edition). New York: The McGraw-Hill Companies. Hetanews. diakses melalui

https://www.hetanews.com/article/149332/problematika-alih-fungsi-hutan-kawasan-hutan pada 20 Januari 2020

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Status Hutan dan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Deforestasi Indonesia Tahun 2017-2018. Jakarta: Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.

(11)

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2013). Market Brief Kelapa Sawit dan Ohutannya. Hamburg. Pangestika, S. (2015). Analisis Estimasi Model Regresi Data Panel Dengan Pendekatan CEM, FEM, dan REM.

Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Pusaka. diakses melalui https://pusaka.or.id/2015/01/pp-n0-10-tahun-2010-kemenhut-tra-punya-hak-ajukan-perubahan-fungsi-kawasan-hutan/ pada 20 Januari 2020

World Wildlife Fund (WWF). diakses melalui

https://wwf.panda.org/our_work/forests/deforestation_fronts2/deforestation_in_borneo_and_sumatra pada 13 Oktober 2019

Gambar

Gambar 1. Luas deforestasi (hektar) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018.
Gambar  3. PDRB subkategori kehutanan dan penebangan kayu (milyar rupiah) menurut provinsi di Kalimantan tahun  2014-2018
Gambar 4. Luas area nonhutan (ribu hektar) menurut provinsi di Kalimantan tahun 2014-2018
Tabel 3. Ringkasan Output Hasil Estimasi Model.

Referensi

Dokumen terkait