• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Hasil Penelitian. Sejarah, Misi dan Motif Program Kerja GKI Peterongan. Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab III Hasil Penelitian. Sejarah, Misi dan Motif Program Kerja GKI Peterongan. Semarang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

59

Bab III Hasil Penelitian

Sejarah, Misi dan Motif Program Kerja GKI Peterongan Semarang

A. Sejarah GKI Peterongan

Berdirinya GKI Peterongan bermula dari GKI Karangsaru yang lokasi tinggal anggota-anggotanya makin lama makin meluas ke segala penjuru kota Semarang. Hal inilah yang memicu muncullah pemikiran untuk tidak memusatkan pelayanan jemaat pada satu lokasi saja, melainkan pada beberapa tempat. Artinya GKI Karangsaru menginginkan adanya desentralisasi. Majelis Jemaat pun mulai memikirkan lokasi baru untuk membangun gedung gereja. Selain lokasi yang sudah ada di Jl. Karangsaru, majelis juga memikirkan tempat di wilayah Semarang Tengah dan Semarang Timur.Untuk mewujudkan hal itu dibentuklah sebuah tim kerja yang beranggotakan antara lain; Hardjanto Nugroho (Go Hong Djwan), DH Setiabudi (Kwee Giok Liang), YK Winata (Oei Kang Yan), M. Sudirgo Nugroho (Go Swie Djwan) dan B. Tedjorahardjo (Tee Khik Siang).1

Atas dukungan segenap jemaat, maka pada tanggal 5 Januari 1965 tim tersebut berhasil membeli sebidang tanah berikut bangunan rumah di Jalan Peterongan (Jl. Kompol Maksum) 310 dengan luas tanah 2.500 M2, milik keluarga Tasripin. Awalnya

(2)

60

bangunan di atas tanah yang baru dibeli semula berwujud rumah tinggal, yang terdiri dari rumah induk dan paviliun. Lalu dilakukanlah pemugaran. Paviliun dipugar menjadi Pastori, sementara gedung induk dirombak menjadi tempat kebaktian, dengan mengubah tampak depannya dan merobohkan dinding kamar/penyekat, sehingga tersedia ruangan yang cukup luas untuk beribadah. Gedung gereja baru ini diresmikan pemakaiannya dalam sebuah kebaktian pada tanggal 31 Oktober 1966. Hari itu diperingati sebagai hari berdirinya Jemaat GKI Peterongan. Peresmian itu dihadiri juga oleh wakil Walikota Semarang, RM. Soeharyo, dengan pembukaan pintu gereja dilakukan oleh Alm. Bapak Pdt. Sulaiman Budipranoto2.

Tanggal 1 Juli 1969, desentralisasi secara resmi dilakukan dan dilayani oleh Pdt. Samuel Dharmahatmadja dengan 15 orang Majelis.3Duabelas tahun kemudian, tepatnya pada Persidangan

Majelis Jemaat GKI Karangsaru tanggal 6 Pebruari 1981, Majelis menyadari bahwa rayon-rayon ini telah berkembang pesat. Telah tiba masanya untuk melakukan desentralisasi penuh, agar kedua rayon dapat menjadi jemaat mandiri dan dewasa. Maka pada Persidangan Klasis Semarang yang ke-50 (tanggal 7-9 Juli 1986 di GKI Purwodadi Grobogan), GKI Semarang Karangsaru melaporkan rencana pendewasaan ini. Persidangan menyambut baik rencana

2 Tim Penyusun: Jubileum GKI Peterongan 2017, 13) 3Tim Penyusun: Jubileum GKI Peterongan 2017, 15)

(3)

61

ini dan menyetujui dilakukannya pendewasaan. Tepat 6 Februari 1987, GKI Karangsaru Semarang mendewasakan rayon-rayonnya sebagai gereja mandiri. GKI Karangsaru Rayon II menjadi GKI Beringin dan GKI Karangsaru Rayon III menjadi GKI Peterongan.

Semakin lama GKI Peterongan Semarang semakin berkembang dengan jemaat yang semakin bertambah. Sejak awal berdirinya,

Pdt. Samuel Dharmahatmadja telah melayani Jemaat GKI Peterongan hingga memasuki masa emiritus pada tanggal 27 Juli 1993. Pendeta Anna Johan ditahbiskan sebagai Pendeta di GKI Peterongan pada tanggal 17 Juli 1990 dan melayani sampai tanggal 1 Januari 2010. Pdt.Wibisono Siswanto ditahbiskan di GKI Peterongan tanggal 7 Juli 1992 dan melayani jemaat sampai memasuki masa emiritus pada tanggal 24 November 2014. Pdt. Jerdi Stevan, ditahbiskan di GKI Peterongan pada tanggal 5 September 1995.Pdt. Rinta Kurniawati, diteguhkan sebagai Pendeta dengan basis pelayanan di GKI Peterongan pada tanggal 29 Mei 2013. Sekarang GKI Peterongan telah memiliki dua bakal jemaat yang siap dimekarkan menjadi jemaat dewasa yaitu Bakal Jemaat Karanggawang yang terletak di Kelurahan Tandang Kota Semarang dan Bakal Jemaat Pudak Payung yang terletak di Pudak Payung Kota Semarang.

B. Visi dan Misi GKI Peterongan

GKI Peterongan pada prinsipnya bermisi menurut konfesi atau pengakuan bersama dengan GKI secara sinodal. GKI

(4)

62

Peterongan secara khusus memfokuskan misinya berdasarkan konfesi GKI poin 8 – 10 yang berbunyi, ‘8Anak Allah yang dikandung oleh Roh Kudus dan dilahirkan dari rahim perawan Maria, yang diutus untuk menegakkan kerajaan Allah bagi seluruh ciptaan, yang mengampuni orang berdosa serta memanggilnya bertobat, mengasihi semua orang tanpa diskriminasi, menegakkan keadilan dan perdamaian tanpa kekerasan, memberkati setiap pribadi, keluarga dan anak – anak, memberdayakan orang miskin, memulihkan orang sakit, membebaskan orang tertindas, dan menjadi sahabat bagi orang yang diasingkan’4.

Misi GKI Peterongan bukan beradasarkan Matius 28:18-20 sebagaimana yang banyak dilakukan gereja – gereja tetapi lebih pada Lukas 4: 18,19, yang berbunyi ‘Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang – orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang – orang tawanan, dan penglihatan bagi orang – orang buta, untuk membebaskan orang – orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’.5

GKI Peterongan yang memiliki jumlah anggota jemaat saat ini 4.878 jiwa menyusun visi misi secara periodik. Pada periode 2015 – 2025 Visi GKI Peterongan berbunyi, ‘Menjadi Jemaat yang Hidup

4(Konfesi GKI 2014, …) 5Wawancara 16 Agustus 2018

(5)

63

Di Tengah Perubahan Zaman’. Visi ini ditetapkan dengan

pertimbangan bahwa gereja merupakan lembaga Ilahi yang hidup dalam dunia nyata bukan sebuah lembaga yang hidup di dunia ilusi. Gereja merupakan sebuah organisme yang hidup, dan harus memberi cahaya Ilahi di tengah-tengah berbagai perubahan dunia. Karena itu gereja seharusnya bukan hanya menjadi lembaga pasif dalam menghadapi arus perubahan, terlebih dari itu gereja dituntut untuk secara dinamis, kreatif mewujudkan pelayanannya di pelbagai perubahan-perubahan dunia.6

Selain itu visi ini juga dilatar belakangi oleh pemahaman bahwa di era globalisasi perubahan-perubahan yang cepat menerpa masyarakat akan menimbulkan suatu pengaruh yang sedemikian besarnya. Perubahan – perubahan itu bisa merupakan pergantian bentuk dan nilai baru, pinjaman unsur-unsur kebudayaan lain, atau penempatan nilai baru dalam wadah lama. Pengaruh dari perubahan-perubahan tersebut di antaranya adalah individualisme yang menekankan keuntungan perorangan di atas kepentingan dan manfaat bersama.

Untuk mewujudkan visi misi jangka panjangnya maka GKI Peterongan menyusun program per dua tahunan dengan tema dan capaian yang berbeda – beda. Pada tahun 2017 – 2019 tema program GKI Peterongan berbunyi,‘Gereja yang Peduli (Care) bagi Sesama dan Dunia’

(6)

64

Tema ini ditetapkan dengan kesadaran bahwa gereja sebagai komunitas orang-orang percaya adalah anggota tubuh Kristus telah dirancang untuk hidup belajar tentang kasih. Namun sayangnya ketika gereja bertumbuh semakin besar orang-orang yang berada di dalamnya kehilangan pandangan tentang rancangan Tuhan ini. Kehidupan yang berkembang dari hari ke hari membawa manusia melewati hidup yang berlalu tanpa menerima atau memberi, memperhatikan atau menghibur, percakapan dari hati ke hati yang intinya memberikan kepedulian bagi sesama dan lingkungannya. Oleh sebab itu gereja sebagai tubuh Kristus dirancang menjadi rumah di mana orang tidak hanya bertemu seminggu sekali, tetapi menjadi tempat di mana orang bisa saling membangun hati dan kepedulian.7

GKI Peterongan dalam mewujudkan visi dan misinya menyusun materi – materi pembinaan dan khotbah untuk membangun dan memberi pemahaman kepada jemaat. Materi dan khotbah – khotbah yang berkaitan dengan perwujudan keadilan sosial sudah termaktub dalam materi dan khotbah – khotbah GKI Peterongan. Materi – materi dan khotbah tentang keadilan sosial dilakukan dalam semua kategori dan jenjang pelayanan, mulai dari palayanan anak hingga usia lanjut.

Di sekolah minggu anak – anak telah diajarkan bagaimana peduli kepada sesama dengan cara menabung dan tabungan –

(7)

65

tabungan itu digunakan untuk membeli kebutuhan – kebutuhan anak – anak panti asuhan. Secara berkala Anak – Anak Sekolah Minggu dijadwalkan mengunjungi dan membantu anak – anak yatim dan kurang mampu.

Demikian pula dengan pembinaan remaja dan pemuda konsep – konsep dan perbuatan mewujudkan kedilan sosial juga dilakukan. Tema seperti, ‘Sahabat yang Berkurban Nyawa’, Membawa Damai, Johannes Leimena, Indonesia Merdeka, Toleransi, Berkorban Berarti Berbagi dan Memberi, Sesama sebagai Mitra Berkarya, Menjadi Teman yang Kesepian, Berani Menyatakan Kebenaran, Mewujudkan Keadilan dalam Perbuatan dll, bertujuan membangun kesadaran sosial jemaat kepada sesamanya.8

Hal yang sama juga terlihat dalam khotbah – khotbah minggu GKI Peterongan. Beberapa tema yang mendorong jemaat untuk menyatakan keadilan sosial seperti tema khotbah 22 Oktober 2017, ‘Menjadi Keluarga yang Menghadirkan Kasih’ tujuan dari tema ini adalah mendorong Umat (sebagai pribadi dan keluarga) memiliki kepedulian terhadap orang-orang/kelompok-kelompok tertentu yang mengalami penderitaan akibat musibah atau ketidakadilan sistem/perilaku dari sesamanya. Melaui tema ini umat diharapkan

8 Hendri M, Sendjaja (Editor). Derap Remaja: Bahan Pembinaan Remaja GKI (Yogyakarta: Komisi Bahan Pembinaan Remaja GKI, 2016 - 2017), 32-50

(8)

66

terus berjuang untuk menghadirkan kasih kepada sesama serta menegakkan keadilan sebagai wujud kasihnya kepada Tuhan.

Demikian pula dengan tema khotbah 15 Juli 2018 yang berjudul, ‘Menyuarakan Kebenaran’. Dalam khotbah dengan tema ini Pendeta Jemaat GKI Peterongan, Pdt. Rinta Kurniawaty mengatakan bahwa,‘umat harus berani menyuarakan kebenaran di tengah-tengah kehidupan yang cenderung permisif dan toleran terhadap kebobrokan moral’.9

Berdasarkan hal di atas penulis menginterpretasikan bahwa GKI Peterongan telah memaknai misinya secara baru di dunia ini. Paradigma misi GKI Peterongan bukan lagi fokus utamanya meng-kristenkan agama lain melalui penginjilan tetapi lebih bermotif sosial dan holistik. Melalui pemahaman misi itu, GKI Peterongan mencoba hadir untuk memberikan solusi – solusi yang dihadapi jemaat dan masyarakat sekitarnya. Artinya GKI Peterongan mencoba jalur yang baru dalam melakukan perutusannya, berbeda dari

kebanyakan gereja yang mendasarkan misinya pada

memenangkan jiwa – jiwa melalui penginjilan, GKI Peterongan mencoba untuk menyatakan kabar baik melalui perbuatan – perbuatan. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang narasumber dalam penelitian ini. Ia mengatakan bahwa, ‘GKI Peterongan merefleksikan kesaksiannya melalui tindakan –

9 Observasi 15 Juli 2018: Penulis mengkuti hari minggu di Bakal Jemaat Karanggawang dan melakukan observasi terhadap khotbah yang disampaikan oleh pendeta jemaat.

(9)

67

tindakan kasih, misi GKI Peterongan menolong sesama yang mengalami kesulitan. Memberitakan Kabar Baik itu jika yang lapar diberi makan, yang sakit diobati, yang kekurangan dicukupkan, yang tertawan dibebaskan, dll’. Misi GKI Peterongan ini memiliki semangat yang sama dengan Sila Kelima Pancasila yang memiliki cita – cita kesejateraan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Misi GKI Peterongan ini senada dengan apa yang diungkapkan Mohammad Hatta bahwa manusia harus dihargai dari segi lahirnya dan memperbaiki taraf kehidupannya secara fisik.

C. Motif dan Program – Program GKI Peterongan

GKI Peterongan dalam mewujudkan visi dan misinya di dunia ini diimplementasikan dalam bentuk program – program. Mengingat begitu banyak program yang dilakukan GKI Peterongan dalam mewujudkan panggilannya maka penulis hanya memilih program yang berkaitan dengan misi sosial atau dalam Program GKI Peterongan diberi nama, ‘Kesaksian (Marturia) dan Pelayanan Masyarakat (Diakonia):

C.1. Motif dan Program Bidang Kesaksian dan Pelayanan Masyarakat GKI Peterongan

Selain bersekutu, gereja juga memiliki tugas untuk menyaksikan Injil Kristus ke berbagai tempat. Karena itulah GKI Peterongan melakukan kesaksiannya melalui beberapa aktifitas. Bidang yang fokus memikirkan dan melakukan hal ini diberi nama bidang kesaksian dan pelayanan masyarakat. Pada bidang ini ada

(10)

68

beberapa program yang dilakukan untuk mewujudkan Visi dan Misi GKI Peterongan yang dibagi dalam komisi – komisi. Pada bidang ini GKI Peterongan melakukan berbagai program. Berikut motif dan program – program tersebut.

C.1.1 Bantuan Guru Agama Kristen SD Negeri dan Bantuan Untuk Sekolah Kristen

Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis bahwa program ini dilakukan untuk mewujudkan visi GKI Peterongan dalam mengembangkan kepedulian bernuansa sosial, ekonomi dan pendidikan. Program ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa guru – guru Kristen adalah ujung tombak pemberita Injil di sekolah – sekolah negeri. Melalui para guru – guru tersebut para siswa di sekolah – sekolah negeri tetap menerima pengajaran nilai – nilai kristiani dengan baik. Bantuan untuk sekolah – sekolah Kristen dilatarbelakangi oleh banyaknya sekolah – sekolah Kristen yang mengalami kemunduran karena kekurangan dana. Sementara sekolah Kristen dianggap sebagai salah satu wadah yang paling efektif mengembangkan nilai – nilai Kristiani di masyarakat.10

Diberikannya bantuan ini dengan harapan agar guru – guru Kristen di Sekolah Negeri semakin giat menanamkan nilai – nilai kristiani kepada generasi muda agar semakin berwawasan luas serta berpengaruh di masa mendatang. Demikian pula dengan

(11)

69

sekolah – sekolah Kristen bantuan diberikan agar tetap beroperasi menyelenggarakan pendidikan sekaligus menularkan nilai – nilai Kristiani. Salah seorang anggota jemaat yang diwawancarai dalam penelitian ini mengatakan bahwa, Ia bisa menjadi percaya Kristus dan menjadi Kristen karena ia sekolah di sekolah Kristen. Menurutnya perhatian yang tulus dari salah seorang gurunya membuatnya tertarik pergi ke gereja dan akhirnya dibaptis.11

Berdasarkan program ini penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan berusaha menunjukkan solidaritasnya kepada sesama orang Kristen. Membantu mereka agar tetap melakukan misi kristiani melalui pendidikan dengan baik untuk membangun karakter – karakter Kristiani bagi generasi Kristen. Penulis juga menafsirkan bahwa GKI Peterongan berusaha untuk menjaga umat Kristen agar tetap bertumbuh dalam iman mereka dan melaluinya nilai – nilai Kristen ditularkan ke masyarakat luas. Itu artinya bahwa GKI Peterongan juga memiliki keinginan agar kehidupan masyarakat diwarnai nilai – nilai Kristiani sehingga akhirnya akan memercayai Kristus sebagai Tuhan. Interpretasi penulis ini kemudian senada dengan ucapan seorang aktifis GKI yang mengatakan bahwa, ‘Nilai – nilai Kristen harus dihidupi dan ditularkan sehingga orang – orang yang belum percaya kepada Kristus dapat percaya kepada-Nya’.

Namun jika dilihat dari perspektif keadilan sosial maka

11 Wawancara 16 Agustus 2018

(12)

70

program ini penulis menginterpretasikan bahwa belum sepenuhnya mencermikan keadilan sosial menurut sila kelima Pancasila karena masih memilih – milih obyek yang akan dibantu yaitu yang berlebel Kristen, ‘Guru Kristen dan sekolah Kristen) program ini belum dijiwai prinsip semua untuk semua.

C.1.2. Motif dan Program Memberikan Bantuan Kepada Yayasan – Yayasan Sosial dan Radio Ichtus

Didorong oleh usaha ingin mengembangkan kepedulian berwawasan sosial dan meringankan beban anak – anak panti asuhan, maka GKI Peterongan memberikan bantuan kepada beberapa panti asuhan di Semarang. Berdasarkan data yang ada bantuan itu disalurkan enam bulan sekali dengan biaya dari Rencana Anggaran Belanja Jemaat. Selain itu GKI Peterongan juga memobilisasi jemaat untuk memberikan dukungan untuk kegiatan yang dimaksud. Dengan dukungan anggota jemaat, setidaknya GKI Peterongan membantu empat panti asuhan secara rutin dengan kebutuhan yang bervariasi. Bantuan ini diberikan dengan harapan dapat meringankan beban ekonomi panti – panti asuhan yang bersangkutan dalam memelihara anak – anak asuhan mereka.12

Untuk bantuan Radio Ichtus dilakukan dengan pertimbangan bahwa Gereja Ichtus adalah salah satu pemancar Kristen di Semarang dan telah mejadi berkat bagi masyarakat Kristen dan

12 (RKA 2017 – 2018, 37)

(13)

71

juga anggota jemaat GKI Peterongan. Meski bantuan yang diberikan masih minim dan hanya sekali dalam setahun, namun diharapkan dapat membantu operasional Radio Ichtus Semarang sehingga semakin efektif menjadi berkat bagi masyarakat luas pada umumnya dan anggota jemaat GKI Peterongan pada khususnya. Berdasarkan hal di atas penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan berusaha melaksanakan misinya seperti yang diteladankan oleh Kristus dengan peduli kepada mereka yang membutuhkan. Selain itu GKI Peterongan berusaha untuk turut membantu bangsa dan negara untuk memelihara anak – anak kurang mampu sehingga memiliki masa depan yang lebih baik. Sementara bantuan untuk Radio Ichtus penulis berinterpretasi agar radio ini tetap beroperasi untuk menyebarkan nilai – nilai Kristiani kepada masyarakat luas.

Langkah GKI Peterongan ini patut diapresiasi sekaligus diikuti dengan kritik sebab di Semarang dan sekitarnya banyak panti – panti asuhan dan beberapa radio Kristen tetapi mengapa tidak dibantu juga? Dalam hal ini GKI Peterongan masih bertindak memberi bantuan dengan memilih – milih atau memandang muka. Yang dibantu hanya panti asuhan Kristen dan radio Kristen. Saat hal ini penulis ajukan kepada narasumber ia mengatakan bahwa hal ini dilakukan karena dana yang tersedia masih terbatas mungkin ke depan kita akan bantu lebih banyak panti asuhan.

(14)

72

belum sepenuhnya memegang prinsip keadilan sosial dalam prespektif Pancasila karena belum mencerminkan kesetaraan. GKI Peterongan sekali lagi masih menggunakan sentimen SARA dalam memberi dan menyalurkan bantuannya.

C.1.3 Motif dan Program Pembelajaran Diakonia Transformatif

GKI Peterongan mencoba untuk melakukan pelayanan secara holistik yang disebut diakonia transformatif. Hal ini didorong oleh keinginan gereja GKI Peterongan untuk turut mengentaskan kemiskinan. Kegiatan ini dikhususkan bagi mereka yang kurang mampu dengan harapan terjadi pemulihan ekonomi dan mereka mandiri memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. Sasaran dari program ini adalah anggota jemaat dan masyarakat umum yang kurang mampu. Wujud dari program ini dalam bentuk bantuan modal. Berdasarkan rancangannya program ini akan dilakukan bekerja sama dengan pendeta – pendeta di pedesaan.13

Berdasarkan fakta ini penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan memiliki kerinduan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat melalui diakonia transformatif. Melalui program ini diharapkan mereka yang dibantu memiliki penghasilan sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari - hari. Sayangnya program yang betujuan mulia ini tidak berjalan dengan baik. Menurut salah seorang informan bahwa program ini pernah dilakukan dengan memberikan bantuan ternak berupa beberapa

13 (RKA 2017-2018, 38)

(15)

73

ekor kambing kepada beberapa orang untuk dikembangkan namun tidak berjalan dengan baik karena kurangnya pendampingan.

Gagalnya program ini menurut pengamatan penulis karena belum dilakukan secara serius. Belum ada tim yang khusus memikirkan, mendesain dan melaksanankan program ini agar berjalan dengan baik. Hal ini terkonfirmasi dengan ucapan seorang narasumber yang mengatakan bahwa GKI Peterongan masih lemah dalam program – program sosial berkesinambungan hal ini terjadi karena gereja belum memiliki pendeta yang bisa fokus dan memiliki wawasan luas tentang aktifitas dan gerakan – gerakan sosial. Menurutnya GKI Peterongan sedang mencari tenaga yang bisa dan mampu melakukan hal ini.

Karena itu penulis berinterpretasi bahwa tidak berjalannya program ini dengan baik karena tidak dikelola dengan baik menjadi bukti bahwa GKI Peterongan belum serius mengatasi kemiskinan yang dialami bangsa Indonesia. GKI baru sebatas memberikan bantuan karitatif yang tidak berdampak jangka panjang dan tak membebaskan dari kemiskinan.

Sebenarnya menurut interpretasi penulis program inilah yang memiliki kesempatan paling besar untuk membuat masyarakat berdaya secara ekonomi sebagai mana cita – cita sila kelima Pancasila namun belum dikerjakan secara maksimal.

C.1.4. Motif dan Program Bantuan Ke Dalam

(16)

74

anggota Jemaat GKI Peterongan yang kurang mampu. Program ini dimaksudkan untuk meringankan beban hidup dan mewujudkan keadilan dalam bidang sosial bagi jemaat yang sudah usia lanjut. Program ini ditujukan untuk anggota jemaat yang tidak mempunyai kemampuan bekerja dan tidak mendapatkan perhatian keluarga.14

Bantuan yang diberikan berupa beberapa kilo gram beras dan sejumlah uang yang bisa menopang kebutuhan para usia lanjut penerima bantuan.

Selain bantuan secara rutin setiap bulan, mereka yang usia lanjut dan kurang mampu secara ekonomi juga menerima bantuan bingkisan saat paska dan natal. Seorang lanjut usia penerima bantuan ini mengaku sangat merasakan manfaat dari program ini. Ia mengatakan, ’Saya bersyukur karena gereja sangat membantu saya, setiap bulan saya mendapat beras dan uang lauk serta bantuan sewa rumah dari gereja, sehingga saya bisa menjalani masa tua saya dengan baik’.15

Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa GKI Peterongan tidak sekadar memenuhi spiritualitas jemaatnya dengan pengajaran – pengajaran tetapi juga memenuhi kebutuhan – kebutuhan jasmani jemaatnya terutama mereka yang tidak berdaya secara ekonomi. GKI Peterongan telah membawa kebahagiaan bagi mereka yang kekurangan dengan menopang

14 (RKA 2017-2018, 39) 15 Wawancara 15 Juli 2018

(17)

75

kebutuhan mereka sehari – hari. GKI Peterongan sebagaimana yang dikatakan salah seorang nara sumber bahwa Kabar Baik dalam perspektif GKI Peterongan adalah menolong dan membebaskan mereka yang menderita.

Program ini jika ditinjau dari perspektif keadilan sosial penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan telah menjadi perpanjangan tangan negara dalam memelihara fakir miskin dan orang – orang terlantar dengan membantu mereka yang tidak berdaya. Namun perlu dikembangkan lagi dengan tidak hanya membantu anggota gereja saja tetapi juga orang lain di luar tembok gereja. Jika hal ini dilakukan maka GKI Peterongan telah melakukan prinsip pemerataan dan kesetaraan sebagaimana cita – cita sila kelima.

C.1.5 Motif dan Program Pengobatan dan Perawatan Orang Sakit/Meninggal Dunia

GKI Peterongan memiliki anggota diakonia yaitu mereka yang dibantu secara rutin karena tidak berdaya secara ekonomi. Selain membantu secara rutin gereja juga bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan mereka jika sakit serta mengurus mereka bila meninggal dunia. Program ini dilakukan untuk mewujudkan pelayanan kepada anggota diakonia yang tidak mampu dalam membiayai perawatan saat sakit dan membantu kebutuhan saat meninggal dunia.

Proses pelayanan kesehatan anggota diakonia adalah sebagai berikut anggota diakonia atau jemaat yang sakit pertama

(18)

76

dirujuk ke Poli Klinik Bethesda. Poli Klinik Bethesda adalah klinik milik GKI Peterongan yang didirikan khusus untuk melayani anggota jemaat dan masyarakat umum dalam bidang kesehatan. Selanjutnya apabila diperlukan tindakan lanjutan maka itu berdasarkan saran dan rekomendasi dari Poli Klinik Bethesda.16

Bagi jemaat yang meninggal dunia dan membutuhkan bantuan biaya pemakaman berupa peti mati, ambulance, dan bunga tabur/bunga salib dan sebagainya akan bekerja sama dengan Yayasan Kematian Arimatea. Yayasan Kematian Arimatea adalah Yayasan milik GKI Peterongan yang khusus memberikan pelayanan kematian kepada anggota jemaat dan masyarakat umum yang membutuhkan.

Selain itu GKI Peterongan juga mengikutkan beberapa anggota diakonianya dalam program BPJS Kesehatan yang iurannya ditanggung oleh gereja. Menurut seorang narasumber bahwa adanya program ini didorong atau didasarkan pada teladan Tuhan Yesus yang banyak menolong dan menyembuhkan orang sakit saat berada di dunia ini. Nama Poli Klinik Bethesda juga diambil dari nama kolam di mana Tuhan Yesus menyembuhkan seorang yang lumpuh yaitu Kolam Bethesda.17

Mengenai bantuan bagi mereka yang meninggal dunia penulis melihatnya secara langsung. Saat sedang melakukan

16 (RKA 2017 – 2018, 40) 17 Wawancara 15 Agustus 2018

(19)

77

penelitian ini salah seorang anggota diakonia sakit dan akhirnya meninggal dunia. Semua kebutuhannya seperti biaya pengobatan, peti mati, biaya di rumah duka, makam, dan sebagainya ditanggung oleh gereja termasuk pajak makamnya setiap tahun dibiayai oleh GKI Peterongan.

Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa GKI Peterongan sungguh mengagungkan kemanusiaan karena itulah gereja sangat memperhatikan mereka yang tidak berdaya, memperhatikan kesehatan mereka bahkan ketika mereka meninggal GKI Peterongan telah menjadi ’ibu’ bagi mereka yang lemah dan kesepian. Program GKI Peterongan ini sangat selaras dengan semangat sila kelima Pancasila yang mengangungkan kemanusiaan secara fisik dan batiniahnya.

C.1.6. Motif dan Program Pemondokan dan Bantuan Orang Jompo/Jemaat yang Tidak Mampu

Ada beberapa anggota jemaat khususnya anggota diakonia yang hidup sebatang kara. Bisa karena tidak mendapat perhatian keluarga atau tidak memiliki keluarga yang bisa memperhatikan. Mereka yang mengalami hal demikian dipelihara oleh gereja. Kebutuhan – kebutuhan mereka dipenuhi agar menikmati kehidupan yang bahagia. Ada di antara mereka yang sudah berusia lanjut dan tidak memiliki rumah bahkan sudah tidak mampu lagi mengurus diri sendiri. GKI Peterongan bertanggung jawab atas penghidupan mereka. Mereka diberi bantuan pemondokan di Panti

(20)

78

Usia Lanjut. Di sana mereka terjamin kehidupannya sehingga bisa melewati dan menikmati hari – hari tua mereka dengan baik. Di Panti kehidupan rohani dan kebutuhan jasmaninya dijamin dengan baik. Sedangkan bagi mereka yang masih bisa mengurus diri sendiri tetapi tidak memiliki rumah maka gereja juga menyediakan biaya kontrak rumah untuk mereka. 18

Dari uraian di atas penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan sungguh – sungguh ingin meneladi gereja mula – mula yang tidak mengabaikan orang – orang miskin dan para janda. GKI Peterongan sebagaimana amanat sila kelima Pancasila yang diuraikan dalam UUD 1945 telah berperan dalam mewujudkan keadilan sosial walau pun masih sebatas anggota jemaatnya.

C.1.7. Motif dan Program Pemberian Beasiswa

GKI Peterongan juga memiliki komitmen untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, karena itulah GKI Peterongan melakukan program pemberian beasiswa bagi mereka yang membutuhkan. Pemberian beasiswa ini adalah salah satu cara menyampaikan Kabar Baik dalam perbuatan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Beasiswa ini selain diberikan kepada siswa /mahasiswa putra – putri anggota jemaat GKI Peterongan tetapi juga kepada anggota gereja lain dan siswa/mahasiswa yang tidak Kristen. Beasiswa diberikan kepada siswa/mahasiswa yang memenuhi syarat dan layak menerima, serta tidak tinggal kelas

18 (RKA 2017-2018, 40)

(21)

79

serta diberikan hanya untuk 1 (satu) orang setiap keluarga. Pada tahun anggaran 2017 – 2018 GKI Peterongan memberikan beasiswa kepada 170 anak.

Program ini sudah berjalan beberapa tahun bahkan telah memiliki komisi sendiri yang bertugas untuk melaksanakan program tersebut serta melakukan penggalangan dana. Dana – dana yang disalurkan menjadi beasiswa diambil dari anggaran belanja jemaat, sumbangan khusus serta hasil penggalangan dana melalui acara yang dirancang khusus untuk donasi dengan mendatangkan artis dan orang – orang terkenal. Seorang narasumber mengatakan bahwa melalui program pemberian beasiswa ini umat diajak untuk mensyukuri berkat yang telah dikaruniakan Tuhan kepada mereka dengan mewujudkan kepedulian pada kesulitan sesama sehingga mereka bisa melanjutkan sekolah atau kuliah.19

Berdasarkan hal di atas penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan menyadari bahwa pendidikan begitu penting untuk membebaskan orang dari keterpurukan dan keterbelakangan. GKI Peterongan melihat pendidikan sebagai salah satu pintu menuju kesuksesan. Selain itu GKI Peterongan melihat cara ini sebagai salah satu cara yang efektif untuk memberitakan Kabar Baik. Hal ini terikonfirmasi dengan dikumpulkannya semua penerima – penerima beasiswa tersebut tanpa terkecuali yang Kristen atau pun yang bukan Kristen pada acara – acara tertentu. Biasanya didahului

19 (RKA 2017-2018, 40)

(22)

80

dengan ibadah yang wajib diikuti semua penerima beasiswa, mereka dimotivasi untuk belajar sungguh – sungguh sehingga kelak menjadi orang sukses lalu diakhiri dengan pembagian beasiswa.

Dari perspektif keadilan sosial penulis berinterpretasi bahwa program ini memiliki semangat yang sama dengan cita – cita Indonesia merdeka di mana pendidikan sebagai salah satu cara untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Namun sasarannya yang masih didominasi oleh anak – anak yang beragama Kristen menunjukkan bahwa misi GKI Peterongan dalam bidang pendidikan ini masih bersifat ekslusif.

C.1.8. Motif dan Program Bantuan Pelayan Firman dan Sarana Prasarana Gereja – Gereja Kecil

GKI Peterongan juga menaruh perhatian yang besar kepada gereja – gereja kecil terutama yang ada di pedesaan. Karena itu GKI Peterongan melakukan Program Bantuan Pelayanan Firman dan sarana – prasarana gereja – gereja kecil. Program ini dilakukan bekerja sama dengan gereja – gereja kecil yang kekurangan pelayan Firman dan sarana prasarana yang belum memadai di beberapa tempat. Melalui program ini gereja – gereja kecil dengan sarana yang minim diharapkan dapat bertumbuh secara rohani dan pembangunan fisik yang baik. GKI Peterongan melalui Bidang Kesaksian dan Pelayanan pergi ke jemaat-jemaat di desa - desa setiap dua bulan sekali, di minggu ketiga. Tim yang berangkat itu telah dipersiapkan untuk menyampaikan Firman Tuhan sekaligus

(23)

81

memberikan bantuan dana bahkan kadang – kadang peralatan yang dibutuhkan gereja tersebut seperti alat musik, dll. Beberapa gereja yang bekerja sama dengan GKI Peterongan dalam program ini antara lain: GKJ Gubug (Pos Tempurung, Pos Ringinkidul, Pos Solowire, Pos Dempet), GKJTU Gubug dan GKJ Kradenan (Pos Tuko, Pos Pakis, Pos Rejosari), GKI Purwodadi Grobogan (Pos Gundih & Pos Toroh).20

Dari hal ini penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan selain bermaksud membantu gereja – gereja kecil juga memiliki maksud perluasan penjangkauan jiwa – jiwa baru agar gereja bertumbuh secara kuantitas. Hal ini terkonfirmasi dalam catatan Lima Puluh Tahun GKI Peterongan. Catatan itu berbunyi, ‘Dari berbagai upaya ini, beberapa hal patut dicatat secara khusus, yakni dibangunnya pos-pos pelayanan dan kesaksian yang akhirnya bertumbuh menjadi bakal jemaat, sampai akhirnya menjadi jemaat mandiri’.

Selain itu penulis juga berinterpretasi bahwa GKI Peterongan melihat Indonesia bukan sebagai karya Allah tetapi sebagai sasaran misi. Hal ini terlihat dari motifnya untuk perluasan dan penjangkauan jiwa – jiwa. Jika dilihat dari perspektif keadilan sosial program ini meski bertujuan membantu jemaat – jemaat kecil di pedesaan namun belum sesuai dengan semangat keadilan sosial yang menjunjung tinggi nilai – nilai kesetaraan tanpa membeda –

20 (RKA 2017-2018, 45)

(24)

82

bedakan. GKI Peterongan masih melihat penganut agama – agama lain sebagai sasaran misi kristenisasi bukan membuat penganut agama lain menjadi lebih baik dalam agama mereka.

C.1.9. Motif dan Program Bantuan Bencana Alam

Indonesia dikenal rawan bencana. Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa bisa diduga – duga. Atas kondisi inilah kemudian GKI Peterongan membuat program bantuan bencana alam. Acuan misi dari program ini adalah mengembangkan aksi kepedulian sosial bagi sesama umat Allah. Melalui program ini diharapkan mereka yang dilanda bencana diringankan beban dan persoalannya. GKI Peterongan menunjukkan keseriusannya meringankan beban mereka yang tertimpah bencana dengan membentuk tim kemanusiaan GKI Peterongan. Tim ini bekerja mengidentifikasi daerah – daerah rawan bencana dan sebagai relawan untuk membawa bantuan – bantuan ke daerah yang mengalami bencana alam. Tim Kemanusiaan GKI secara tanggap turut membantu korban – korban bencana alam yang terjadi di berbagai daerah khususnya di Jawa Tengah.21

Melalui program ini mereka yang tertimpa bencana diberikan bantuan dalam bentuk uang, bahan makan maupun yang lain sesuai kebutuhan yang diperlukan. Tujuan utama dari program ini adalah meringankan beban dan mewujudkan keadilan di bidang sosial bagi masyarakat yang sedang tertimpa bencana alam.

21 (RKA 2017 – 2018,l 45-46)

(25)

83

Penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan mencoba membangun misinya berdasarkan persoalan – persoalan yang dialami masyarakat sekitar. GKI Peterongan mencoba hadir untuk meringankan beban masyarakat yang mengalami masalah khususnya bencana yang terjadi secara tiba - tiba karena bencana alam. Meski telah memiliki tim kemanusiaan namun tim ini masih bekerja secara insidentil, baru sebatas menyalurkan bantuan belum secara aktif memberikan pendidikan dan pencegahan bencana alam kepada masyarakat. Hal ini terjadi karena anggaran dari tim ini sangat tergantung pada dukungan dari anggota jemaat yang sifatnya insidentil dan baru dikumpulkan saat bencana sudah terjadi.

Jika melihat hal ini dari perspektif keadilan sosial maka semangat program ini selaras dengan cita – cita sila kelima dalam hal pemuliaan akan kemanusiaan, namun perlu dikoordinasi secara serius dan terencana.

C.1.10. Motif dan Program Pelayanan Kesehatan Umum, Gigi dan Psikologi

Demi mewujudkan pelayanan gereja secara holistik melalui bidang kesehatan fisik, psikis dan rohani bagi anggota jemaat dan warga sekitar yang membutuhkan, maka GKI Peterongan membuat program pelayanan kesehatan umum, gigi dan psikologi. Hal ini dilakukan mengingat mahalnya biaya pengobatan. Sementara masih banyak anggota jemaat dan warga sekitar gereja yang

(26)

84

membutuhkan pengobatan dengan biaya terjangkau. Demikian pula dengan klinik Psikologi diharapkan mampu menolong keluarga – keluarga untuk mengatasi permasalahan – permasalahan yang banyak muncul dalam keluarga. Melalui program ini GKI Peterongan memberikan pelayanan kesehatan umum, gigi dan psikologi serta bimbingan rohani kepada jemaat dan masyarakat yang memerlukan. Pengobatan gratis GKI Peterongan bekerja sama dengan pemerintah pada beberapa kelurahan menjelang hari raya gerejawi serta bekerjasama dengan Tim Gerakan Kemanusiaan GKI pada saat terjadi musibah banjir, wabah penyakit, dan bencana lainnya. Di samping itu memberikan pengobatan dengan bebas biaya bila diperlukan.22

Dalam rangka menyukseskan program ini maka GKI Peterongan memusatkan pelayanannya di Klinik Bethesda milik gereja. Di klinik ini disediakan sarana dan prasarana yang memadai serta sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya. Ada tenaga yang siap melayani jemaat dan masyarakat umum sesuai jadwal yang telah ditentukan. Klinik ini juga bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Dari program ini penulis berinterpretasi bahwa GKI Peterongan menyadari persoalan dan pergumulan manusia itu begitu kompleks dan beragam. GKI Peterongan menyadari bahwa persoalan – persoalan yang dialami masyarakat tak cukup diatasi

22 (RKA 2017 – 2018, 51)

(27)

85

dengan khotbah – khotbah tetapi harus dengan tindakan nyata. Hal ini terkonfirmasi dari pernyataan seorang narasumber yang mengatakan bahwa gereja harus hadir menyelesaikan masalah – masalah yang dihadapi jemaat dan masyarakat, khotbah dari mimbar harus selaras dengan tindakan nyata kepada masyarakat.23

Dari perspektif keadilan sosial penulis berinterpretasi bahwa program ini sejalan dengan tujuan dan cita – cita sila kelima Pancasila untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dengan jalan membantu dan memelihara mereka yang tidak berdaya secara ekonomi.

23 (RKA 2017-2018, 52)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari EBCR ini adalah antibiotik profilaksis dapat diberikan pada penderita asites dengan sirosis untuk menurunkan risiko SBP dan antibiotik

Data-data polutan tersebut selanjutnya di analisis untuk mendapatkan pola perilaku polutan temporal yang dikaji berdasarkan kelompok musiman yaitu musim hujan, musim

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SSB Kabupaten Kudus dapat disimpulkan bahwa: Pembinaan SSB di Kabupaten Kudus belum berkriteria baik

Dengan perhitungan keterbatasan kemampuan peneliti, waktu serta luasnya ruang lingkup masalah yang dihadapi siswa SMA Swasta Persiapan Stabat, maka dalam penelitian

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan industri kerajinan marmer di Kecamatan Campurdarat Kabupaten Tulungagung berorientasi pada bahan baku utama (R1

Pada penelitian ini uji heteroskedastisitas yang dilakukan menggunakan uji Park. Uji Park dilakukan dengan cara meregresikan kembali variabel independen awal dengan

Untuk menguji pengaruh fundraiser-related characteristic terhadap kerelaan dalam berdonasi melalui mediasi kepercayaan dan risiko terpersepsi yang dimoderasi oleh

(2) Materi LPPD dan LKPJ Kepala Desa disampaikan oleh pejabat pengganti atau pelaksana tugas Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,