• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kep. Dkp Peradi No. 2 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kep. Dkp Peradi No. 2 Tahun 2007"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2007

TENTANG

TATA CARA MEMERIKSA DAN MENGADILI PELANGGARAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

Menimbang: a. Bahwa guna menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, pada tanggal 23 Mei 2002, telah ditetapkan Kode Etik Advokat Indonesia dengan perubahannya, yang disingkat “KEAI”;

b. Bahwa berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), KEAI dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis-mutandis menurut Undang-Undang tersebut sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat yang dalam hal ini adalah Perhimpunan Advokat Indonesia, yang disingkat “PERADI”;

c. Bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (1), yang mengatur tentang adanya Kode Etik Profesi Advokat, jo. Pasal 26 ayat (7) UU Advokat yang mengatur tentang tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat;

d. Bahwa di dalam KEAI belum terdapat aturan yang lengkap yang mengatur secara rinci mengenai acara dalam peradilan KEAI, maka Dewan Kehormatan memandang perlu untuk melengkapi dan menambah peraturan tentang Tata Cara

(2)

Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.

e. Dengan adanya beberapa penyebutan antara lain Kode Etik Advokat Indonesia, Kode Etik Profesi Advokat, Kode Etik Advokat dan lain-lain, maka, perlu dibuatkan istilah baku dengan tidak mengurangi makna yang dikandung peraturan-peraturan yang mengatur tentang Kode Etik tersebut.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4282);

2. Anggaran Dasar Perhimpunan Advokat Indonesia, sebagaimana ternyata dalam Akta Pernyataan Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 30 tanggal 8 September 2005 yang dibuat Notaris di Jakarta;

3. Kode Etik Advokat Indonesia yang disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 dengan perubahannya.

Memperhatikan: 1. Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Nomor 1 tahun 2007 tentang Susunan dan Kedudukan Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia.

2. Hasil Rapat Pleno Dewan Kehormatan Pusat tertanggal 5 Desember 2007 yang mengesahkan Rancangan Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: TATA CARA MEMERIKSA DAN MENGADILI

(3)

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan:

a. Kode Etik Advokat Indonesia yang disebut juga Kode Etik Advokat (KEA) adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur tentang kepribadian, kehormatan, dan perilaku advokat sebagaimana diatur dalam UU Advokat, Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) yang disahkan tanggal 23 Mei 2002, keputusan dan peraturan Dewan Kehormatan.

b. Advokat adalah sebagaimana dimaksud dalam UU Advokat yaitu orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan UU Advokat.

c. Pengaduan adalah laporan tertulis atas Advokat yang diduga melakukan pelanggaran atas KEA.

d. Pengadu adalah pihak yang berkepentingan atau merasa dirugikan atas perbuatan atau akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh advokat yang diduga melanggar KEA.

e. Teradu adalah Advokat yang diadukan karena diduga telah melakukan pelanggaran KEA.

f. Pembanding adalah pihak yang mengajukan permohonan pemeriksaan banding ke Dewan Kehormatan Pusat atas Putusan Dewan Kehormatan Daerah.

g. Terbanding adalah pihak yang dimohonkan pemeriksaan banding ke Dewan Kehormatan Pusat atas Putusan Dewan Kehormatan Daerah.

h. Dewan Kehormatan adalah Dewan Kehormatan Daerah dan Dewan Kehormatan Pusat.

i. Dewan Kehormatan Daerah adalah badan/organ yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Nasional PERADI, yang berfungsi, bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, serta memutus perkara pelanggaran kode etik di tingkat pertama.

j. Dewan Kehormatan Pusat adalah badan/organ yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Nasional PERADI, yang berfungsi, bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, serta memutus perkara pelanggaran kode etik di tingkat banding (terakhir).

(4)

k. Majelis Kehormatan adalah alat kelengkapan Dewan Kehormatan yang dibentuk ditingkat pusat maupun daerah untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pelanggaran kode etik.

l. Peraturan Dewan Kehormatan Pusat adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Dewan Kehormatan Pusatberdasarkan kewenangannya.

m. Dewan Pimpinan Nasional adalah pengurus PERADI di Tingkat Pusat.

n. Dewan Pimpinan Daerah adalah pengurus PERADI di Tingkat Daerah.

o. Dewan Pimpinan Cabang adalah pengurus PERADI di Tingkat Cabang.

p. Kepaniteraan adalah badan kelengkapan dari Dewan Kehormatan yang bertugas di bidang administrasi perkara pelanggaran kode etik.

q. Pemeriksaan Prorogasi adalah pemeriksaan perkara yang dilaksanakan langsung pada tingkat akhir/final, tanpa melalui pemeriksaan tingkat pertama terlebih dahulu.

BAB II

PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA

Bagian Kesatu Pengajuan Pengaduan

Pasal 2

(1) Pengaduan dapat diajukan oleh Pengadu, yaitu: a. Klien;

b. Teman sejawat; c. Pejabat Pemerintah; d. Anggota Masyarakat; e. Komisi Pengawas;

f. Dewan Pimpinan Nasional PERADI;

g. Dewan Pimpinan Daerah PERADI di lingkungan mana berada Dewan Pimpinan Cabang dimanaTeradu terdaftar sebagai anggota;

h. Dewan Pimpinan Cabang PERADI dimana Teradu terdaftar sebagai anggota.

(2) Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Nasional/ Daerah/Cabang PERADI, dapat juga bertindak sebagai Pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum serta hal lainyang dipersamakan untuk itu.

(3) Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap KEA.

(5)

Pasal 3

(1) Pengaduan terhadap Advokat sebagai Teradu yang diduga melanggar KEA, harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya dibuat dalam 7 (tujuh) rangkap dan membayar biaya pengaduan.

(2) Pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Daerah yang wilayahnya mencakup Dewan Pimpinan Daerah/Cabang dan/atau Dewan Pimpinan Daerah/Cabang dimana Teradu terdaftar sebagai anggota dan/atau Dewan Pimpinan Nasional.

(3) Dewan Pimpinan Daerah/Cabang dan/atau Dewan Pimipinan Nasional yang menerima pengaduan pelanggaran KEA wajib menyampaikan pengaduan tersebut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari kepada Dewan Kehormatan Daerah dimana Teradu terdaftar sebagai anggota sejak berkas pengaduan diterima.

(4) Bilamana di suatu tempat tidak ada Dewan Kehormatan Daerah, Pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Pusat.

(5) Bilamana Pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan kepada Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan Kehormatan Pusat akan meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Daerah yang terdekat yang berwenang untuk memeriksa Pengaduan itu, dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak Pengaduan diterima.

Bagian Kedua

Pemeriksaan Kelengkapan Berkas Pengaduan

Pasal 4

(1) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima Pengaduan, Dewan Kehormatan Daerah sudah harus memeriksa dan menyatakan lengkap atau tidak lengkapnya berkas Pengaduan.

(2) Apabila berkas Pengaduan dianggap belum lengkap, Dewan Kehormatan Daerah dapat meminta kepada Pengadu untuk melengkapi berkas Pengaduan. Tanggal masuknya Pengaduan adalah tanggal dimana berkas Pengaduan dinyatakan lengkap.

(3) Apabila berkas Pengaduan tersebut tidak dapat dilengkapi oleh Pengadu maka akan dibuat catatan dalam berkas bahwa Pengadu telah diberikan kesempatan untuk melengkapinya.

(6)

Bagian Ketiga Majelis Kehormatan Daerah

Pasal 5

(1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah berkas Pengaduan dinyatakan lengkap, Dewan Kehormatan Daerah membentuk Majelis Kehormatan Daerah yang akan memeriksa dan memutus Pengaduan tersebut.

(2) Majelis Kehormatan Daerah beranggotakan 5 (lima) orang dimana 3 (tiga) orang berasal dari unsur Advokat yang menjadi Anggota Dewan Kehormatan Daerah dan 2 (dua) orang dari unsur Non-Advokat, yang terdiri dari 1 (satu) orang pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan 1 (satu) orang tokoh masyarakat.

(3) Salah seorang dari Anggota Majelis Kehomatan Daerah yang berasal dari unsur Advokat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Kehormatan Daerah.

(4) Majelis Kehormatan Daerah disusun oleh Ketua Dewan Kehormatan Daerah yang diajukan dalam Rapat Dewan Kehormatan Daerah yang khusus dilakukan untuk itu.

(5) Pemilihan dan penetapan Majelis Kehormatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan berdasarkan Tata Cara yang diatur oleh Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian Keempat Pemeriksaan Pendahuluan

Pasal 6

(1) Majelis Kehormatan Daerah dapat mengadakan pemeriksaan pendahuluan atas Pengaduan yang diajukan oleh Pengadu, yang apabila dirasa perlu Pengadu dapat diberikan kesempatan memperbaiki surat Pengaduan yang diajukannya.

(2) Pemeriksaan pendahuluan dilakukan sebelum berkas Pengaduan dikirimkan kepada Teradu, dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 7.

Bagian Kelima Pemberitahuan Pengaduan

Pasal 7

Majelis Kehormatan Daerah menyampaikan surat pemberitahuan kepada Teradu tentang adanya Pengaduan dengan melampirkan 1 (satu) rangkap berkas

(7)

Pengaduan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak surat Pengaduan dinyatakan lengkap.

Pasal 8

(1) Selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah menerima surat pemberitahuan Pengaduan, Teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Majelis Kehormatan Daerah yang bersangkutan dan menyertakan bukti-bukti surat yang dianggap perlu.

(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Teradu memberikan jawabannya secara tertulis kepada Majelis Kehormatan Daerah, maka Majelis Kehormatan Daerah memberikan jawaban tersebut kepada Pengadu pada sidang pertama yang memeriksa Pengaduan tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Teradu tidak memberikan jawabannya secara tertulis kepada Majelis Kehormatan Daerah, maka Majelis Kehormatan Daerah akan memberikan surat pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan kedua Teradu tetap tidak memberikan jawaban secara tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.

(4). Surat pemberitahuan kedua kepada Teradu sudah harus dikirimkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak batas waktu 21 (dua puluh) satu hari kerja lewat.

(5). Jika dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan kedua, Teradu tetap tidak memberikan jawabannya secara tertulis, sehingga dianggap melepaskan hak jawabnya, maka Majelis Kehormatan Daerah dapat segera memeriksa Pengaduan dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran Teradu.

Bagian Keenam Pemeriksaan Prorogasi

Pasal 9

(1) Dalam hal adanya permohonan Pemeriksaan Prorogasi, Dewan Kehormatan Pusat melakukan Pemeriksaan Prorograsi apabila diajukan secara tertulis dan disetujui secara tertulis oleh pihak lainnya

(2) Permohonan dan persetujuan tentang pemeriksaan prorogasi oleh para pihak dapat diajukan dalam Surat Pengaduan atau Jawaban Pengaduan didalam sidang pertama sebelum Majelis Kehormatan Daerah memeriksa materi perkara.

(8)

(3) Apabila Pemeriksaan Prorogasi disetujui maka Majelis Kehormatan Daerah membuat Penetapan Prorogasi dan menyerahkan berkas kepada Ketua Dewan Kehormatan Daerah untuk ditindaklanjuti.

(4) Persetujuan Pemeriksaan Prorogasi dari masing-masing pihak yang dilakukan secara tertulis, tidak dapat dicabut kembali.

(5) Ketua Dewan Kehormatan Daerah mengirimkan berkas perkara kepada Ketua Dewan Kehormatan Pusat bersama Penetapan Majelis Kehormatan Daerah tentang Pemeriksaan Prorogasi.

(6) Pemeriksaan Prorogasi dilakukan dengan tata cara pemeriksaan tingkat pertama

Bagian Ketujuh Pemeriksaan Persidangan

Pasal 10

(1) Majelis Kehormatan Daerah menetapkan hari sidang pertama dan menyampaikan panggilan secara patut kepada Pengadu dan Teradu untuk dapat hadir di persidangan yang sudah ditetapkan, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sesudah diterimanya jawaban Teradu.

(2) Panggilan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus sudah diterima oleh Pengadu dan Teradu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum hari sidang yang ditentukan.

Pasal 11

(1) Tentang kehadiran para pihak:

a) Pengadu dan Teradu harus hadir secara pribadi di persidangan.

b) Dalam hal pengadu tidak dapat hadir di persidangan oleh karena sesuatu halangan tetap atau ada alasan yang sah atas ketidakhadirannya, atas persetujuan Majelis Kehormatan Daerah, pengadu dapat diwakili keluarganya apabila pengaduan terkait dengan kepentingan pribadi/ keluarga, atau oleh pengurus/direksi/pimpinan perseroan apabila pengaduan terkait dengan badan hukum/organisasi/perseroan.

(2). Pengadu dan Teradu dapat didampingi oleh Penasihat yang mendampingi mereka secara pasif.

(3). Pengadu dan Teradu berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti pada saat persidangan.

Pasal 12

(1) Pada awal persidangan yang memeriksa pengaduan, Ketua Majelis Kehormatan Daerah akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku

(9)

kepada para pihak, dan masing-masing Pengadu atau Teradu diminta mengemukakan alasan-alasan Pengaduan atau pembelaannya secara bergiliran.

(2) Pemeriksaan bukti surat, saksi atau ahli dapat dilakukan pada sidang berikutnya yang ditentukan oleh Majelis Kehormatan Daerah.

(3) Majelis Kehormatan Daerah berwenang menetapkan keabsahan alat bukti di persidangan.

(4) Sebelum pengambilan Keputusan, Majelis Kehormatan Daerah memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk membuat Kesimpulan.

Pasal 13

(1). Apabila Pengadu telah dipanggil secara sah untuk hadir di sidang pertama akan tetapi tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, maka Majelis Kehormatan Daerah melakukan pemanggilan yang kedua.

(2). Apabila Pengadu telah dipanggil untuk yang kedua kalinya namun tetap tidak hadir di persidangan yang dimaksud tanpa alasan yang sah, maka Pengaduan dinyatakan gugur.

(3). Dalam hal adanya halangan tetap bagi Pengadu sebagaimana diatur Pasal 11 ayat (1) butir b Keputusan ini, wakil Pengadu harus menerangkan sebab-sebab ketidakhadiran Pengadu, dan apabila dirasa perlu, Majelis Kehormatan Daerah dapat membuat penetapan untuk mendengar langsung pengadu ditempatnya.

(4). Apabila Teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali berturut-turut namun tetap tidak hadir di persidangan tanpa memberikan alasan yang sah, maka Majelis Kehormatan Daerah meneruskan sidang tanpa hadirnya Teradu dan pada sidang berikutnya Majelis Kehormatan Daerah dapat mengeluarkan putusan.

Pasal 14

(1) Majelis Kehormatan Daerah dibantu oleh Panitera dalam melaksanakan persidangan.

(2) Tentang Berita Acara Persidangan:

a) Panitera wajib membuat Berita Acara Persidangan.

b) Berita Acara Persidangan wajib ditandatangani oleh Ketua Majelis Kehormatan Daerah dan Panitera.

(3) Hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan Berita Acara Persidangan diatur lebih lanjut oleh Dewan Kehormatan Pusat.

(10)

Pasal 15

(1) Sidang pemeriksaan bersifat tertutup, sedangkan sidang pembacaan Putusan bersifat terbuka.

(2) Sidang pembacaan Putusan dilakukan dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal, dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan

Pencabutan Pengaduan dan Perdamaian

Pasal 16

(1) Pencabutan Pengaduan dapat dilakukan oleh Pengadu sebelum sidang pertama dimulai.

(2) Apabila sidang pertama sudah berjalan, pencabutan hanya dapat dilakukan apabila ada persetujuan dari Teradu.

(3) Apabila Pengadu mencabut Pengaduannya, maka Pengadu tidak dapat lagi mengajukan Pengaduan dengan alasan yang sama.

Pasal 17

(1) Upaya perdamaian hanya dimungkinkan bagi Pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan Pengadu dan Teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan profesi Advokat atau umum.

(2) Upaya perdamaian hanyadimungkinkan selama proses persidangan berjalan dan sebelum adanya putusan.

(3) Perdamaian sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dengan dibuatkan Akta Perdamaian yang dijadikan dasar Majelis Kehormatan Daerah dalam membuat putusan.

(4) Putusan sebagaimana dimaksud ayat (3) langsung mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.

Bagian Kedelapan Putusan Tingkat Pertama

Pasal 18

(1) Putusan Majelis Kehormatan Daerah secara mufakat namun apabila tidak tercapai mufakat maka Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(11)

(2) Anggota Majelis Kehormatan Daerah yang kalah dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud ayat (2), berhak membuat pendapat yang berbeda (dissenting opinion) yang kemudian dimasukkan di dalam putusan.

(3) Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti, dan keterangan saksi-saksi, maka Majelis Kehormatan Daerah mengambil putusan yang berupa:

a. Menyatakan Pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;

b. Menerima Pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi kepada teradu;

c. Menolak Pengaduan dari Pengadu

(4) Putusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar putusan dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan KEA yang dilanggar.

(5) Putusan Majelis Kehormatan Daerah ditandatangani oleh Ketua dan Anggota-anggota Majelis Kehormatan Daerah.

(6) Putusan Majelis Kehormatan Daerah mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi para pihak dan seluruh badan-badan yang ada di PERADI.

Bagian Kesembilan Sanksi-sanksi

Pasal 19

(1) Sanksi yang diberikan dalam Putusan dapat berupa : a. Teguran lisan sebagai peringatan biasa ; b. Teguran tertulis sebagai peringatan keras ;

c. Pemberhentian sementara dari profesi selama 3 (tiga) sampai 12 (duabelas) bulan ;

d. Pemberhentian tetap dari profesinya dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

(2) Selain sanksi tersebut dalam ayat (1) pasal ini, juga dibebankan sanksi untuk membayar biaya perkara pelanggaran kode etik yang ditetapkan dalam Putusan yang dimaksud.

Pasal 20

(1) Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran KEA dapat dikenakan sanksi :

a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat dengan menyampaikan teguran secara lisan ;

b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar KEA dan/atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan dengan memberikan teguran secara tertulis ;

(12)

c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dengan menetapkan lamanya, bilamana sifat pelanggarannya berat atau tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan KEA atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras yang bersangkutan masih mengulangi pelanggaran KEA;

d. Pemberhentian tetap dari profesinya bilamana dilakukan pelanggaran berat KEA dengan mengakibatkan rusaknya citra serta martabat kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat, atau mengulangi pelanggaran KEA, yang otomatis diikuti dengan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

(2) Pengadu yang pengaduannya tidak dapat diterima atau ditolak, atau Teradu yang dinyatakan bersalah dan diberikan sanksi sebagaimana dalam pasal 18 ayat (1) dalam Tata Cara ini, akan diminta untuk membayar biaya perkara pelanggaran kode etik yang besarnya disesuaikan dengan ketentuan tentang pembayaran biaya perkara pelanggaran kode etik.

(3) Putusan Dewan Kehormatan Daerah akan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Nasional PERADI untuk dilaksanakan (eksekusi), kecuali Pengadu dan/atau Teradu mengajukan banding.

(4) Pelaksanaan dari sanksi yang dijatuhkan (eksekusi), akan dilaksanakan oleh PERADI dengan Surat Keputusan, dengan mengingat tenggang waktu pemberitahuan Putusan.

(5) Setelah Putusan diucapkan, salinan Putusan yang sudah ditandatangani Majelis Kehormatan Daerah dan Panitera diserahkan kepada para pihak yang hadir.

(6) Dalam hal terdapat pihak yang tidak hadir, salinan Putusan harus disampaikan kepada pihak yang tidak hadir selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah Putusan diucapkan.

BAB III

PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING

Bagian Kesatu Pengajuan Banding

Pasal 21

(1) Pengadu dan/atau Teradu yang tidak puas dengan Putusan Dewan Kehormatan Daerah berhak mengajukan upaya banding kepada Dewan Kehormatan Pusat dengan membayar biaya banding.

(2) Upaya banding dilakukan dengan menyampaikan Permohonan Banding disertai Memori Banding melalui Dewan Kehormatan Daerah

(13)

selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan putusan Dewan Kehormatan Daerah. Atas Permohonan Banding tersebut dibuatkan Akta Banding.

(3) Dewan Kehormatan Daerah harus mengirimkan salinan Memori Banding melalui surat kilat khusus/tercatat kepada Terbanding selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima Memori Banding.

(4) Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori banding selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak menerima Memori Banding.

(5) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Terbanding tidak menyampaikan kontra memori banding maka ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.

(6) Dewan Kehormatan Daerah wajib untuk meneruskan berkas Permohonan Banding yang telah lengkap kepada Dewan Kehormatan Pusat, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas Permohonan Banding tersebut dinyatakan lengkap.

(7) Pengajuan upaya banding mengakibatkan ditundanya pelaksanaan Putusan Dewan Kehormatan Daerah.

Bagian Kedua Majelis Kehormatan Pusat

Pasal 22

(1) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima berkas Permohonan Banding dari Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Pusat membentuk Majelis Kehormatan Pusat yang akan memeriksa Permohonan Banding.

(2) Majelis Kehormatan Pusat terdiri dari 5 (lima) orang, 3 (tiga) orang berasal dari unsur Dewan Kehormatan serta 2 (dua) orang dari unsur Non-Advokat yang merupakan pakar atau tenaga ahli di bidang hukum atau tokoh masyarakat.

(3) Dalam hal tertentu Majelis Kehormatan Pusat dapat terdiri lebih dari 5 orang.

(4). Majelis Kehormatan Daerah disusun oleh Ketua Dewan Kehormatan Daerah yang diajukan dalam Rapat Dewan Kehormatan Daerah yang khusus dilakukan untuk itu.

(5). Salah seorang dari anggota Dewan Kehormatan Pusat menjadi Ketua Majelis Kehormatan Pusat.

(14)

(6). Pemilihan dan penetapan Majelis Kehormatan Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilakukan berdasarkan tata cara yang diatur oleh Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian Ketiga Putusan Tingkat Banding

Pasal 23

(1) Putusan tingkat banding dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Pusat.

(2) Putusan Majelis Kehormatan Pusat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa :

a. Menguatkan putusan Dewan Kehormatan Daerah;

b. Merubah atau memperbaiki putusan Dewan Kehormatan Daerah; atau c. Membatalkan putusan Dewan Kehormatan Daerah dengan mengadili

sendiri.

(3) Majelis Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas Pengaduan banding, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.

(4) Sidang pembacaan Putusan diberitahukan kepada para pihak.

(5) Putusan Majelis Kehormatan Pusat mempunyai kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak.

(6) Sidang pembacaan Putusan diberitahukan kepada para pihak yang untuk kemudian dapat menghadirinya.

(7) Putusan Majelis Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam Musyawarah Nasional PERADI

Pasal 24

Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah diucapkan, salinan putusan tingkat banding disampaikan kepada :

a. Para pihak yang tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan; b. Dewan Pimpinan Nasional PERADI;

c. Dewan Pimpinan Daerah PERADI dilingkungan mana berada Dewan Pimpinan Cabangdimana Teradu terdaftar sebagai anggota;

d. Dewan Pimpinan Cabang PERADI dimana Teradu terdaftar sebagai anggota.

(15)

Pasal 25

Dewan Pimpinan Nasional wajib melaksanakan (eksekusi) putusan Dewan Kehormatan Pusat yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap serta mengumumkannya.

Pasal 26

Berperkara Tanpa Biaya

Dalam hal Pengadu adalah masyarakat yang tidak mampu dapat dibebaskan untuk membayar biaya perkara yang akan diatur dengan suatu ketentuan khusus.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

(1) Semua Pengaduan yang telah memasuki tahap pemeriksaan sampai dengan Keputusan ini diberlakukan, pemeriksaannya dilanjutkan dengan menyesuaikannya dengan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan ini.

(2) Semua Pengaduan yang telah masuk namun belum diproses oleh Dewan Kehormatan, wajib diproses berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Tata Cara ini.

(3) Permohonan Banding yang telah masuk ke Dewan Kehormatan Pusat tetapi belum diproses sesuai dengan ketentuan tentang jangka waktu sebagaimana diatur dalam Keputusan ini, akan tetap dilanjutkan proses pemeriksaannya oleh Dewan Kehormatan Pusat dengan mengesampingkan ketentuan jangka waktu yang berlaku untuk proses pemeriksaan banding.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

(1) Pada saat Keputusan ini berlaku, semua ketentuan di dalam peraturan lain yang setingkat atau di bawah Keputusan ini yang mengatur mengenai acara KEA masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Keputusan ini.

(2) Keputusan ini menyelaraskan seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai KEA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Keputusan ini merupakan pelaksanaan dari pasal 23 ayat (5) dan pasal 24 ayat (5) Anggaran Dasar PERADI, Pasal 20 KEAI dan Pasal 26 ayat (7) UU Advokat.

(16)

Pasal 29

Keputusan ini mulai berlaku pada saat tanggal ditetapkannya.

Jakarta, 5 Desember 2007

Dewan Kehormatan Pusat

ttd.

Leonard Simorangkir, S.H. Ketua

ttd.

Sugeng Teguh Santoso, S.H. Sekretaris I

ttd.

Zul Amali Pasaribu, S.H. Sekretaris II

ttd.

Prof. Sidik D. Suraputra, S.H. Anggota

ttd.

Yan Apul Girsang, S.H. Anggota ttd. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. Anggota ttd. Sudirman Munir, S.H. Anggota ttd. H. KRH. Henry Yosodiningrat, S.H. Anggota ttd. Agust Takarbobir, S.H. Anggota

Dewan Kehormatan Daerah Ad-Hoc DKI Jakarta

ttd.

Drs. Jack R. Sidabutar, S.H., M.M., MSi Ketua ttd. Alex R. Wangge, S.H. Sekretaris ttd. Daniel Panjaitan, S.H.,LL.M. Anggota ttd. Sahala Siahaan, S.H. Anggota ttd. Sonny Kusuma, S.H. Anggota

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan kompensasi tidak langsung berpengaruh terhadap motivasi kerja karena lebih dapat memunculkan extrarole behavior pada diri karyawan dimana karyawan

Para pengurus AIMI yang memiliki aspek kognitif positif dari perilaku prososial yang positif akan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih positif mengenai berbagai

 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dan Pelabuhan Teluk Bayur bulan Maret 2015 mencapai

Apabila terdapat pengaruh perlakuan yang berbeda nyata maka pengujian dilanjutkan dengan uji jarak Duncan/Duncan Multiple Range Test (Gaspersz, 1991).Hasil penelitian

a. Berdasarkan observasi yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang khas dan dapat dikategorikan sebuah hasil dari proses pendidikan, diantaranya: sikap.. hormat dan

Berdasarkan penelitian awal di SMP Negeri 18 Banda Aceh permasalahan yang banyak terjadi adalah masih banyak siswa yang tidak memberikan perhatian pada saat

Sebagai bahan masukan pembelajaran arumba khususnya pada kelompok arumba cilik ataupun siswa yang akan menjadi penerus kelompok arumba cilik dengan tujuan demi

Adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan menengah, merupakan