• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unlock-[PESERTA] Forensik Medikolegal Bioetik Batch Februari 2016(full permission).pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Unlock-[PESERTA] Forensik Medikolegal Bioetik Batch Februari 2016(full permission).pdf"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

Forensik dan Medikoetikolegal

Forensik

Visum et Repertum Tanatologi Traumatologi Forensik Asfiksia Drowning Luka Tembak

Trauma Panas, Dingin, dan Listrik Kasus Kejahatan Seksual dan Abortus

Infanticide

Disaster Victim Management and Forensic Identification

Medikoetikolegal

Surat Kematian Informed Consent Biomedical Ethics Medical Professionalism Medical Record

Medical Risk and Malpractice Norma Praktik Kedokteran

DNR & Euthanasia

(2)

Ilmu Kedokteran Forensik

“Salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang mempelajari

pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum

(3)

Surat Kematian

(4)

Kegunaan Surat Kematian

• Sebagai bukti bahwa seseorang telah meninggal dunia

• Untuk statistic sebab kematian

• Untuk kepentingan pemakaman jenazah

• Untuk kepentingan pengurusan asuransi

• Untuk kepentingan pengurusan warisan

• Dalam dunia ilmu kedokteran, dengan adanya kewaiban

pengisian formulir surat kematian oleh dokter pada setiap

kasus kematian, maka pada kasus kematian yang tidak wajar

(pembunuhan) tidak terlanjur dikubur sebelum delakukan

(5)

Aplikasi Surat Keterangan Kematian

Kematian Wajar

• Jika orang yang meninggal berada dalam perawatan seorang dokter, diagnosis penyakitnya telah diketahui, dan kematiannya diduga karena penyakitnya tersebut

• Untuk menentukan penyebab kematian wajar, dokter dapat melakukan verbal autopsy, yaitu suatu metode anamnesis terstruktur yang diterapkan secara alloanamnesis untuk mengakkan perkiraan kematian  metode telah dibakukan oleh WHO

• Alur Tatalaksana

• Dokter menerima laporan kematian  Pemeriksaan luar terhadap mayat (tanpa surat permintaan visum et repertum dari polisi) dan verbal autopsy pada keluarga  Tidak ada tanda kekerasan atau keracunan serta kecurigaan lain  Memutuskan kematian adalah wajar  Menyerahkan jenazah pada keluarga  Membuat serta menandatangani surat keterangan kematian (Formulir A)

• Dalam hal yang amat mendesak, paramedic dapat membantu dokter memeriksa jenazah sebagai kepanjang tangan dokter (varlengde arm van de arts)

(6)

Kematian Tidak Wajar

• Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan

• Cara kematian pada kematian tidak wajar meliputi pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan • Kategori kasus yang harus dilaporkan kepada penyidik (Pasal 108 KUHAP)

• Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara

• Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati

• Adanya penemuan mayat di mana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada

• Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan melanggar hokum • Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan akibat bunuh diri

• Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter

• Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya • Alur Tatalaksana

• Dokter menerima laporan kematian  Pemeriksaan awal dan verbal autopsy pada orang di sekitar lokasi  Mencurigai bahwa kematian terjadi secara tidak wajar  Melaporkan kepada penyidik

berdasarkan pasal 108 KUHAP  Penyidik membuat surat permintaan visum et repertum jenazah  Meminta izin keluarga untuk dilakukan autopsy dalam 2x24 jam (jika lebih dari waktu ini keluarga btlum menyampaikan persetujuan, dokter dapat langsung memeriksa tanpa “izin”  Dokter

(7)
(8)
(9)

Undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang Wabah

(10)
(11)

Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara

(12)
(13)

Visum et Repertum

Definisi Visum et Repertum

• Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik yang

berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup atau mati

ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia berdasarkan keilmuannya dan dibawah

sumpah, untuk kepentingan peradilan

Dasar Hukum

• Staatsblad (Lembaran Negara) No 350 Tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang menyatakan VeR adalah

“Suatu Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang

dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara pidana”

• Pasal 133 KUHAP: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”

• PP No 27 tahun 1983: “Penyidik polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua,

kepangkatan penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya adalah Sersan Dua”

(14)

Nilai Visum et Repertum -> sebagai alat bukti surat

• KUHAP pasal 184: Alat bukti yang sah adalah: • 1. Keterangan saksi

• 2. Keterangan ahli • 3. Surat

• 4. Petunjuk

• 5. Keterangan terdakwa

Keterangan ahli  tidak

hanya terbatas pada “apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat”

Visum et Repertum 

terbatas pada “apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat”,

(15)

Jenis Visum et Repertum

VeR perlukaan (termasuk keracunan)

Deskripsi luka Penyebab luka Derajat luka

VeR kejahatan susila

Bukti

persetubuhan Bukti kekerasan Perkiraan umur

Pantas tidaknya korban untuk

dikawin

VeR psikiatrik Penyakit jiwa

Kejahatan sebagai produk

penyakit jiwa

Psikodinamik kejahatan

VeR jenazah kematian Sebab Mekanisme kematian Cara kematian

Waktu perkiraan kematian

©Bimbel UKDI MANTAP

1, 2, 4: mengenai tubuh atau raga manusia yang berstatus sebagai korban

3: mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana

1

2

3

4

Visum

hidup

Visum

mati

(16)

Bentuk dan Susunan Visum et Repertum

Pro Justitia

• Ditulis di bagian atas visum

• Sudah dianggap sama dengan materai • Kata Pro Justitia artinya Demi Keadilan,

mengandung arti laporan yang dibuat untuk tujuan peradilan

Bagian Pendahuluan

• Kata “Pendahuluan” tidak ditulis dlm VeR • Berisi tentang waktu, tempat

pemeriksaan, atas permintaan siapa, nomor, tanggal surat, dokter, pembantu yang memeriksa, identitas korban, mengapa diperiksa

Bagian Pemberitaan

• Bagian ini berjudul “ Hasil Pemeriksaan” • Berisikan apa yang dilihat dan ditemukan

Bagian Kesimpulan

• Memuat intisari dari hasil pemeriksaan, disertai pendapat dokter yg

memeriksa/menyimpulkan kelainan yg terjadi pada korban

• Jenis luka/cedera yg ditemukan, jenis

Bagian Penutup

• Bagian ini tidak berjudul

• Memuat pernyataan VeR dibuat atas sumpah dokter, menurut pengetahuan pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenarnya

(17)

©Bimbel UKDI MANTAP

Contoh Visum Hidup

Visum pada orang hidup

Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:

1.Visum seketika adalah visum yang dibuat

seketika oleh karena korban tidak memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka ringan

2. Visum sementara adalah visum yang dibuat

untuk sementara berhubung korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian

3.Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah

berakhir masa perawatan dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.

(18)
(19)
(20)
(21)

Kerahasiaan dalam Hasil Pemeriksaan Forensik

• Rahasia jabatan  bukan berdasarkan azas kepercayaan, diwajibkan bagi pejabat Negara • Rahasia pekerjaan  berdasarkan azas kepercayaan, bersifat swasta

• Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran juga berlaku untuk bidang kedokteran forensik

• Pasal 1  Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui pada waktu atau selama melakukan pekerjaan kedokteran

• Pasal 2 Bila ada peraturan yang sederajat atau lebih tinggi dari PP No 10 tahun 1966, maka wajib simpan rahasia kedokteran tidak berlaku

• Pasal 3  Orang yang sedang menjalani pendidikan di bidang kedokteran juga wajib simpan rahasia

• Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan • Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya

• Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan, termasuk keluarga korban

(22)

Pengungkapan Rahasia Kedokteran

• Walaupun pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran,

dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht) (Pasal 170 KUHAP)

• Pertimbangan hakim dapat membatasi hak tolak dokter, yakni apabila kepentingan

yang dilindungi pengadilan lebih tinggi dari rahasia kedokteran

• Pengungkapan rahasia kedokteran dapat dilakukan dalam kondisi (Benhard Knight,

1972):

• Adanya persetujuan pasien

• Berdasarkan perintah hukum

• Berdasarkan perintah pengadilan

• Kepentingan umum menyangkut masalah kesehatan dan keselamatan umum

• Pasal 10 ayat (2) Permenkes 269/2008: Kepentingan pasien, permintaan aparatur

penegak hukum, permintaan pasien, permintaan institusi sesuai

(23)

Aplikasi Visum et Repertum

VeR hidup untuk perlukaan

• Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan rekam medik harus lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum

• Pada korban luka sedang-berat akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik/tanpa surat permintaan VeR (surat terlambat) → tetap dibuatkan VeR setelah perawatan/pengobatan selesai • Jika masih diperlukan pemeriksaan ulang → VeR sementara

• VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat dibuat kesimpulan.

• VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan lanjutan sehingga derajat perlukaan belum dapat ditentukan. VeR ini tidak ditulis

kesimpulan tapi hanya keterangan bahwa saat VeR dibuat korban masih dalam perawatan.

• VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat kesimpulan.

(24)

VeR hidup untuk kasus kejahatan seksual

• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan barang

bukti, kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari

polisi, jangan diperiksa, minta korban kembali kepada polisi

• VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada waktu

permintaan pembuatan VeR diterima oleh dokter

• Bila korban datang atas inisiatif sendiri  dilakukan pemeriksaan oleh dokter

 kembali bersama polisi membawa surat permintaan VeR beberapa waktu

kemudian  dokter harus menolak membuat VeR, karena segala sesuatu

yang diketahui sebelum permintaan VeR datang merupakan rahasia

kedokteran (KUHP pasal 322)

(25)

©Bimbel UKDI MANTAP

VeR hidup untuk kasus psikiatri

• Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang

berbunyi ”Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya

atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana”

• Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan

bagi korban

• Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia

diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala

hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam bentuk visum et

repertum psikiatrik

• Selain itu visum ini juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik

atau raga manusia

(26)

Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomer 1226/Menkes/SK/XII/2009

(27)

©Bimbel UKDI MANTAP

VeR Jenazah

• Pasal 134

• (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah

mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih

dahulu kepada keluarga korban.

• (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan

sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

• (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga

atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

• Apabila jenazah dibawa pulang paksa, maka baginya tidak ada surat keterangan

(28)

• To help identify three elements of the crime: • the cause of death,

• the mechanism of death • the manner of death

Forensic

Autopsy

Cause

(sebab kematian)

• Any injury/disease 

physiological

derangement  in death

• Example: Stab wound to

the chest,

adenocarcinoma of the

lung

Mechanism

(mekanisme kematian)

• How a cause of death

produces the

physiological

derangement in the body

• Example: Hemorrhage,

asphyxia, embolism,

organ damage, vagal

Manner

(cara kematian)

• How the cause of death

come to the

victim/person

• Example: Natural death,

accidental death,

homicidal deaths,

suicidal deaths

(29)

DEATH

CAUSE OF DEATH

MECHANISM OF DEATH

PHYSIOLOGICAL DERANGEMENT

Mechanism Of Deaths include: • Hemorrhage • Asphyxia • Embolism • Organ damage • Vagal reflex

A

B

C

(30)

Tanatologi

Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan

perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi

perubahan tersebut

Dipergunakan untuk kepentingan medikolegal

Medical examiner (physician)  investigate the cause, mechanism, and

(31)

Kematian

Mati somatis (mati klinis)

• Terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular, dan system

pernapasan yang menetap (irreversible)

Mati suri (suspended animation, apparent death)

• Terhentinya ketiga sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat sederhana, namun dengan alat yang lebih canggih masih

dapat dibuktikan bahwa ketiga system tersebut masih berfungsi

Mati seluler (mati molekuler)

• Kematian organ atau jaringan yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis

©Bimbel UKDI MANTAP

Mati serebral

• Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible

kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua

system lainnya yaitu system pernapasan dan

kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat

Mati otak (mati batang otak)

• Kerusakan seluruh otak secara ireversibel, termasuk

batang otak dan serebelum

• Seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan

(32)

Tanda Kematian

Tanda Kematian Tidak Pasti

• Pernafasan berhenti, dinilai selama 10

menit

• Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15

menit

• Kulit pucat

• Tonus otot menghilang dan terjadi

relaksasi primer

• Pembuluh darah retina mengalami

segmentasi ke arah tepi retina

• Pengeringan kornea menimbulkan

kekeruhan

Tanda Pasti Kematian

• Lebam mayat (livor mortis)

• Kaku mayat (rigor mortis)

• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

• Pembusukan (decomposition, putrefaction)

• Adiposera

(33)

Tanda Kematian Tidak Pasti

Berhentinya Sirkulasi

Magnus’ Test  Pada

pangkal jari diberi ikatan

yang cukup kuat untuk

menghambat aliran vena,

namun tidak sampai

menghambat arteri. Warna

jari akan tetap putih

apabila sirkulasi telah

berhenti.

Diaphanous Test  Pada

jaringan diantara pangkal

jari tangan disorotkan

lampu, orang yang masih

hidup akan menunjukkan

warna merah, sedangkan

setelah mati warnanya

menjadi kuning pucat.

Icard’s Test  Pada

hypodermis diberikan

injeksi zat fluoresen, jika

masih hidup warna kult

sekitarnya akan berwarna

kehijauan, sedangkan

apabila sirkulasi telah

berhenti maka tidak terjadi

proses tersebut.

(34)

Tanda Kematian Pasti

Algor Mortis

• Penurunan suhu tubuh setelah kematian karena proses perpindahan panas melalui

cara konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi

• Grafik penurunan suhu tubuh berbentuk sigmoid

• Hubungan penurunan suhu dengan lama kematian

• Dua jam pertama  suhu turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh dan

suhu sekitarnya

• Dua jam berikutnya  suhu tubuh turun setengah dari nilai pertama

• Dua jam selanjutnya  suhu tubuh turun setengah dari nilai kedua

(35)

Temperature falls slowly First 1-3 hours Temperature falls rapidly Next 6-9 hours Temperature approaches the surrounding By 15-20 hours

(36)

Livor Mortis

• Pewarnaan ungu kemerahan pada kulit di bagian terendah tubuh setelah kematian

• Sinonim  hypostasis, post-mortem staining, post-mortem lividity, suggilation

• Cessation of the circulation  relaxation of the muscular tone of the vascular bed 

gravity pulls down stagnant blood to the lowest accessible area sedimentation of

red cells  bluish red discoloration

• Distributed to the lowest area with free compression  depend on the body

position after death

20-30 menit pasca mati Mulai tampak 30menit - 8 jam pasca mati Hilang dengan penekanan

8-12 jam pasca mati Menetap atau tidak

hilang dengan penekanan

(37)

Warna Khusus

Cherry pink  Carbon Monoxide poisoning

Acts in part by tying up hemoglobin (200 times that of oxygen), saturation from 20-30% will appear as cherry-red lividity Pink around large joints  Hypothermia

Wet skin allows atmospheric oxygen to pass through, and also at low temperature hemoglobin has a greater affinity for oxygen Bright red  Cyanide poisoning

Inhibits cytochrome c oxidase and prevents utilization of oxygen Reddish  Burn and coal

Dark bluish violet  Asphyxia

Dark Brown  Phosphorous, chlorate, nitrite, aniline poisoning Increases production of methemoglobin

Blackish  Opium poisoning

Opium poisoning is associated with intense postmortem lividity, almost black, and is better seen in a fair-skinned body ©Bimbel UKDI MANTAP

(38)

Bruise

• Subcutaneous bleeding

• May be anywhere

• Thumb pressure (-)

• Slightly raised

Livor mortis

• Accumulation of red cell by

gravity

• The dependent and

compression-free part of the

body

(39)

Rigor Mortis

• Temperature-dependent physicochemical change that occurs within muscle cells as a result of lack of oxygen • Periode Relaksasi Primer

• Terjadi segera setelah kematian, berlangsung selama 2-3 jam, seluruh otot mengalami relaksasi dan dapat digerakkan ke segala arah

• Kaku Mayat (Rigor Mortis)

• Setelah terjadi kematian tingkat seluler, karena ketiadaan oksigen, maka asam laktat akan terbentuk dan ATP tidak dihasilkan lagi

• Dalam keadaan ATP rendah dan tingkat keasaman yang tinggi, maka serabut aktin dan myosin akan berikatan dan menimbulkan kekakuan

• Kekakuan dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal) dan menjalar kraniokaudal

• Periode Relaksasi Sekunder

• Terjadi relaksasi kembali karena telah terjadi dekomposisi dari serabut aktin dan myosin

0-2 jam pasca mati

Terjadi relaksasi primer

2 jam pasca mati

Kaku mayat mulai tampak

12-24 jam pasca mati

Kaku mayat lengkap seluruh tubuh

24-36 jam pasca mati

Terjadi relaksasi sekunder

(40)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kaku mayat

• Keadaan lingkungan  Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat

terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab

• Usia  Pada anak-anak dan orang tua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung

tidak lama

• Cara kematian  Pada pasien dengan penyakit kronis dan sangat kurus, kaku mayat cepat

terjadi dan berlangsung tidak lama

• Kondisi otot  Semakin berat massa otot (atletis), kaku mayat semakin lambat terjadi

• Aktivitas premortal  Aktivitas tinggi sebelum kematian, kaku mayat lebih cepat terjadi

(41)

Diagnosis Banding Kaku Mayat

Kekakuan karena panas (Heat

stiffening)

• Terjadi jika mayat terpapar pada

suhu yang lebih tinggi dari 75oC,

atau jika mayat terkena arus listrik tegangan tinggi  terjadi

koagulasi protein sehingga otot menjadi kaku

• Pada kasus terbakar, keadaan mayat menunjukan postur tertentu yang disebut dengan pugilistic attitude, yaitu suatu posisi di mana semua sendi

berada dalam keadaan fleksi dan tangan terkepal

• Perbedaan antara kaku mayat dan kaku karena panas adalah adanya tanda bekas terbakar, otot akan mengalami laserasi bila dipakasa untuk diregangkan, dan

tidak terjadi relaksasi primer maupun sekunder

Kekakuan karena dingin (Cold

stiffening)

• Pada suhu yang sangat dingin, terjadi pembekuan jaringan lemak dan otot

• Bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi

• Bila mayat dipindahkan ke

tempat dengan suhu lingkungan yang lebih tinggi maka kekakuan akan hilang

Spasme cadaver (Cadaveric

spasm, instantaneous rigor)

• Keadaan ini terjadi jika sebelum

meninggal, korban melakukan aktivitias tinggi, sehingga lebih

cepat mengalami kekakuan setelah meninggal

• Pada kekakuan ini tidak

mengalami tahapan relaksasi primer dan bentuk kekakuan menunjukkan aktivitas terakhir korban

(42)

Parameter

Kaku Mayat

Spasme Kadaver

Mulai timbul 1-2 jam setelah meninggal Segera setelah meninggal

Faktor predisposisi (-) Kematian mendadak,

aktivitas berlebih

Otot yang terkena Semua otot, volunteer maupun involunter

Terbatas pada kelompok otot volunteer

Kaku otot Tidak jelas, dapat dilawan dengan sedikit tenaga

Sangat jelas, perlu tenaga kuat untuk melawan

Kepentingan medikolegal Perkiraan saat kematian Menunjukkan cara kematian, bunuh diri dll

Suhu mayat Dingin Hangat

(43)

Pembusukan (decomposition, putrefaction)

• Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan putrefaksi

• Autolisis  pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril

oleh kerja enzim digestif yang dilepaskan sel pasca mati

• Putrefaksi  Clostridium welchii melakukan proses pembusukan dengan darah

sebagai media pertumbuhan dan menghasilkan gas-gas alkane, H2S, dan HCN,

serta asam amino dan lemak

• Pertama kali tampak pada perut kanan bawah berwarna hijau kekuningan oleh

karena terbentuknya sulf-met-hemoglobin

• Lalat menempatkan telur pada mayat  8-24 jam menetas menjadi belatung  4-5

hari menjadi pupa  4-5 hari kemudian menjadi lalat dewasa

©Bimbel UKDI MANTAP

24 jam pasca mati

Pembusukan mulai terjadi

36 jam pasca mati

Kulit melepuh (blister) Munculnya belatung

Dekomposisi organ yang cepat membusuk (laring, trakea, otak, GI

tract Dekomposisi organ yang lambat membusuk (uterus non-gravid, prostat)

(44)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembusukan

• Temperatur  temperatur ideal untuk

pembusukan adalah 70-100

o

F, melambat bila di

bawah 70

o

F atau di atas 100

o

F, dan berhenti di

bawah 32

o

F atau di atas 212

o

F

• Udara  Pembusukan lebih cepat terjadi di

udara terbuka dibandingkan di dalam air dan di

dalam tanah

• Kelembaban  Keadaan

lembab

mempercepat

proses pembusukan

• Penyebab kematian  Bagian tubuh yang

terluka

mempercepat pembusukan, dan mayat

penderita yang meninggal karena penyakit

kronis lebih cepat membusuk daripada mayat

orang yang sehat

Dalam

Tanah

Air

Udara

CEPAT

Hangat Lembab

(45)
(46)

Adiposera

• Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak berbau tengik akibat

hidrolisis lemak

yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati

• Faktor-factor yang mempermudah pembentukan adalah kelembaban tinggi, suhu hangat, dan

lemak tubuh yang cukup

• Faktor-factor yang menghambat pembentukan adalah kelembaban rendah, suhu dingin, dan

adanya air yang mengalir

• Proses: early stages of formation (pale, greasy, unpleasant smell  hydrolysis progress (more

brittle and whiter)  fully formed (grey, waxy compound that maintains the shape of the body

Mumifikasi

• Proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi

pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan

• Jaringan menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk

• Terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi, dan

waktu yang lama

(47)

Nama Tes Senyawa Cara & hasil

Uji Reinsch Arsen 10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan batang tembaga ke dalam larutan

HASIL: akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam dari As pada

permukaan batang tembaga tersebut

Uji Dilusi Alkali CO •Siapkan 2 tabung reaksi. Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam

tabung pertama dan 1-2 tetes darah normal ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif).

•Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna

merah dapat diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang mengandung CO akan tampak merah jernih sedang darah kontrol berwarna merah keruh.

•Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing tabung kemudian dikocok.

HASIL: Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah

hijau kecoklatan karena terbentuk hematin alkali.

(48)

Nama Tes Senyawa Cara & hasil

Uji kertas saring

Sianida Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban, diamkan sampai agak mengering,

kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes

HASIL: positif bila warna berubah menjadi ungu

Uji prussian blue

Sianida Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.

5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin

Uji guajacol (Schonbein-Pagenstecher)

Sianida Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan

(49)

- Tepi luka tidak rata

- Bisa ditemukan jembatan jaringan

Traumatologi Forensik

- Tepi luka rata

- Tidak ada jembatan jaringan

Trauma

Tumpul

Vulnus excoriatum/lecet Lecet gores Lecet serut Lecet tekan Lecet geser Contusio/memar Vulnus laseratum/robek

Tajam

Stab/tusuk Vulnus incisum/iris Chop/bacok

(50)

Vulnus excoriatum (luka lecet)

• Removal of the superficial epithelial layer of the skin (epidermis) by friction against rough

surface/compression

• Luka lecet gores  benda runcing (misalnya kuku) mengeser lapisan permukaan kulit

(epidermis) dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah

kekerasan yang terjadi

• Luka lecet serut  variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan

permukaan kulit yang lebih lebar

• Luka lecet tekan  penjejakan benda tumpul pada kulit sehingga ditemukan kulit yang kaku

dan gelap pada area penekanan akibat pemadatan jaringan yang tertekan

• Luka lecet geser  tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus

gantung diri

(51)

Vulnus Excoriatum

Tangential

(friction/sliding/scrape)

Linear (luka lecet gores)

Brush (luka lecet serut)

Compression (crushing/pressure)

Compression only (luka lecet tekan)

Compression and sliding (luka lecet geser)

Antemortem

Abrasions

• Reddish-brown

color

• Margins are

blurred due to

vital reactions

Postmortem

Abrasions

• Yellowish in

color

• Translucent area

• Margins are

sharply defined

• Absence of vital

reactions

(52)

Contusio (luka memar)

• Infiltration or extravasation of blood into the tissue due to rupture of vessels

by the application of blunt force

• Terjadi pada subkutan tanpa diskontinuitas kulit

• Contusio superfisial akan segera muncul dengan warna kemerahan, contusion

yang lebih dalam akan muncul beberapa saat kemudian

Haemosiderin (iron pigment), dark brown color to blue color (2-4

days) Haematoidin (iron-free pigment), green color (5-7 days) Bilirubin, yellow color (7-10 days) Normal color of skin (15-20 days)

(53)

Vulnus laceratum (luka robek)

• Luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit

teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka

akan terjadi robekan pada kulit

• Bentuk luka tidak beraturan, tepi tidak rata, tampak jembatan jaringan

antara kedua tepi luka, dan bentuk dasar luka tidak beraturan

(54)
(55)

©Bimbel UKDI MANTAP

Lecet geser

Lecet tekan Ex. tyre marks

Contusio

Contusio

(56)

Stab wound/luka tusuk

• Deep wounds produced by the pointed end of a weapon or an object, entering the body

• The depth of the wound track in the body is longer than its length on the skin

• Sudut luka dapat memperkirakan benda penyebabnya, bila satu sudut luka lancip dan

yang lain tumpul, berarti benda tajam bermata satu, bila kedua sudut luka lancip, berarti

benda tajam bermata dua

(57)

Vulnus incisum (luka iris)

• Produced by sharp cutting instruments (knife, razor, blade)

• The sharp edge of the instrument is pressed into and drawn along the surface of the skin,

producing a wound whose length is greater than its depth

• Edges are regular, clear cut, retracted and averted, except in neck and scrotum, edges are inverted

• Drawing cuts  deeper at start, gradually become shallow and at the end only skin is cut with

scratch “tailing of the wound”

• Sawing cuts  multiple at the beginning and only one deep cut wound called “tentative or

hesitation cuts”

• Bevelling cuts  when weapon is used oblique or tangential way over the body

Chop (luka bacok)

• A chop wound is produced by an heavy instrument with a cutting edge (for example ‘axe’)

• It is an incised-like wound but it’s depth is almost same great as its length

(58)

Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan

Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar

Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak

Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena

Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada

Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada

(59)

©Bimbel UKDI MANTAP

Luka iris: jembatan jaringan (-), tepi luka rata

Luka bacok: tepi luka rata, panjang=dalam

(60)

Derajat Perlukaan

Luka Ringan

• Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalankan jabatan atau pekerjaan (KUHP 352) • Umumnya tanpa luka, atau

dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak

berbahaya/tidak menurunkan fungsi alat tubuh

Luka Sedang

• Di antara luka ringan dan luka berat

• Mengakibatkan korban tidak dapat melakukan

pekerjaannya karena sakit (pijn/pain) yang dialami, tetapi tidak sampai mengakibatkan luka berat

• Dapat merupakan hasil dari tindak penganiayaan (KUHP

pasal 351 (1) atau 353 (3))

Luka Berat

• Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut (KUHP 90)

• Tidak mampu terus menerus

untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

• Kehilangan salah satu panca indra

• Cacat berat • Sakit lumpuh

• Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih

• Gugur atau matinya kandungan seorang

(61)

Luka Tembak

Definition

• Gunshot wound is a wound caused by a bullet with or without any other components coming out of the gun barrel at the time of firing

Components attending the bullet at the

time of firing

• Smoke

• Gunpowder particles • Flame

COMPONENTS ATTENDING THE BULLET

©Bimbel UKDI MANTAP

SMOKE

BULLET

GUNPOWDER

BARREL FLAME

(62)

Senjata Api

Senjata api dengan

laras beralur

(Rifled Bore)

Arah putar ke kiri

(Colt)

Arah putar ke

kanan (Smith dan

Wesson)

Senjata api dengan

laras licin (Smooth

(63)

Luka Tembak Masuk

The bullet is the most responsible for causing the wound

• Principally, a bullet causes an entrance wound, consisting of two part:

a hole surrounded by abrasion zone

• Because the form of the wall inside the barrel is spiral groove, the bullet passing it will rotate on its axis

• This rotating movement keep the bullet move relatively in a straight line after leaving the barrel

• When it touches the skin, its rotating movement scratches the soft tissue causing an abrasion zone

• Because the kinetic energy of the bullet is far more powerful than the elasticity of the skin, the bullet penetrate the skin easily and causing a bullet hole

©Bimbel UKDI MANTAP

Bullet Hole

(64)

Abrasion Zone Shape

• The shape of abrasion is

influenced

by coming from where the bullet is

• If the bullet perpendicularly hits the

target, a bullet hole surrounded by

abrasion ring is formed

• When it obliquely hits the target

the shape of wound will be oval

• This oval-shape wound consists of a

bullet hole and its abrasion zone

that is formed partially on one side

of the hole

A Bullet Hits the Target Perpendicularly

Bullet Hole

Abrasion Zone

A Bullet Hits the Target Obliquely (Oval-shaped)

Bullet Hole Bullet Direction

(65)

FAT ZONE

• Because the inside of the

barrel of a well-maintained

gun is always greased, it cause

the outside of the bullet

become greasy after passing it

• This greasy bullet gives a

blackish dirty abrasion zone

called

fat zone

A Greasy Bullet Hits The Target Obliquely

©Bimbel UKDI MANTAP

Bullet Hole

Blackish-dirty Abrasion Zone (Fat Zone)

(66)

Wound Shape

• A bullet perpendicularly hitting a

body part having low density, such

as the stomach, will cause

a

round-shape bullet wound

• When it hits part of the body with

higher density, the head, for

instance, part of its kinetic energy

and the hot gas will be flung back

causing irregular laceration on the

soft tissue surrounding the bullet

hole creating

stellar-shape wound

A Bullet Hits the Stomach Perpendicularly

Bullet Hole

Abrasion Zone

A Bullet Hits the Head Perpendicularly

(67)

Luka Tembak Keluar

Exit Wound

• If the bullet hits the body and the

penetrating power strong enough, it can pass the body and causing an exit wound

on the opposite side of the body

• Beside have no marginal abrasion, exit wounds are characteristically large and

irregular, consisting of holes and lacerations

• This large and irregular wound take place when splintered bone is carried out with the bullet at exit

• Laceration Like • No Abrasion Zone

(68)

Gunpowder Particles

Effect (Kelim Tatto)

• Gunpowder particles effect

black spots surrounding the

gunshot wound

• Those gunpowder particles had

gone so deep into the flesh that

to remove them by rubbing the

skin surface was ineffective

• Gunpowder particles can reach

the target

at a range of 60 cm

Bullet Hole

Abrasion Zone Gunpowder Particles

(69)

Smoke Effects (Kelim

Jelaga)

• Because of the imperfect

burning process, soot will

be resulted in

• The soot is found only on

the surface,

easily removed

by rubbing

• Soot is capable of reaching

a target at

a range of 20-30

cm

©Bimbel UKDI MANTAP

Bullet Hole

Abrasion Zone Gunpowder Particles Soot

(70)

Flame Effect (Kelim

Api)

• Flame/hot gas will burn

the skin when the bullet

hits the target

• Flame can reach a target

at a range of 15 cm

Bullet Hole Abrasion Zone Gunpowder Particles Soot Burn

(71)

GUNSHOT WOUND CLASIFICATION

Contact Wound (Luka Tembak Tempel)

• A muzzle impression occurs when the muzzle of the gun is placed tightly against the surface of the target at the moment of firing.

• Part of the body with high density, bone area, for example, will receive a clearer muzzle impression • Hard pressure of the gun muzzle to the target is

called hard contact, whereas soft pressure is called

soft contact

Muzzle Mark (Kelim Senjata)

• A contact wound is usually round in shape with ring like abrasion

• Discovered on the outside part of the wound is a muzzle mark

• The wound will look dirty because of grease and combustion products such as gunpowder particles and soot

©Bimbel UKDI MANTAP

Dirty Bullet Hole

Muzzle Rim Mark Blackish Abrasion

(72)

Hard Contact

• Hard pressure of the gun muzzle

to the target brings about a perfect contact in that the skin forms a seal around the muzzle

• So that the flinging back of the firing power and hot gas will violently pass through the soft tissue, causing irregular

lacerations surrounding the

wound with a muzzle mark on the

outside of the wound

Soft Contact

• Because soft pressure of the gun

muzzle to the target produces an imperfect contact, there may be some openings along the contact area

• What follows is that the flinging back of the firing power and

combustions products will escape sideways passing these openings, causing blackish and dirty abrasion

surrounding the wound with or without a muzzle mark on the

(73)

©Bimbel UKDI MANTAP

Bila ada kelim api, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 15 cm (LUKA TEMBAK JARAK

SANGAT DEKAT)

Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 30 cm. (LUKA TEMBAK

JARAK SANGAT DEKAT)

Bila ada kelim tattoo, berarti korban ditembak dari jarak maksimal 60 cm (LUKA TEMBAK

JARAK DEKAT)

Bila hanya ada kelim lecet, cara pengutaraannya adalah sebagai berikut: “ berdasarkan sifat

lukanya luka tembak tersebut merupakan LUKA TEMBAK JARAK JAUH“, ini mengandung arti:

• 1. Memang korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti diluar jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar.

• 2. Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban dengan moncong senjata ada penghalang; seperti bantal dan lain sebagainya.

(74)

Asfiksia

Definisi

• Suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea)

Etiologi

• Penyebab alamiah  penyakit yang menyumbat saluran napas seperti laryngitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru

• Trauma mekanik  trauma yang mengakibatkan asfiksia mekanik melalui sumbatan atau halangan pada saluran napas

• Keracunan  bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan

Hipoksik-hipoksia  Di

mana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi

darah

Anemik-hipoksia  Darah

yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk metabolism

Stagnan-hipoksia  Di mana

oleh karena sesuatu terjadi kegagalan sirkulasi

Histotoksik-hipoksia  Di

mana oksigen yang terdapat di dalam darah, oleh karena

(75)

Fase Asfiksia

Fase Dispnea

• Penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar karbon dioksida  merangsang respiratory center di medulla oblongata  amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat sebagai kompensasi  terjadi dyspnea

Fase Konvulsi

• Peningkatan karbon dioksida lebih lanjut  merangsang susunan saraf pusat  terjadi konvulsi (kejang)  kejang klonik  kejang tonik  spasme opistotonik

Fase Apnea

• Depresi respiratory center  pernapasan melemah  kesadaran menurun dan relaksassi sfingter

Fase Akhir

• Paralisis pusat pernapasan lengkap

(76)

Pemeriksaan Jenazah

Pemeriksaan Luar

• Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku • Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan

terbentuk lebih cepat  distribusi lebam lebih luas

akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin

sehingga sulit membeku dan mudah mengalir

• Terdapat busa halus pada hidung dan mulut  oleh karena peningkatan frekuensi dan amplitude

pernapasan dan sekresi lendir pada fase dyspnea • Pembendungan pada mata berupa pelebaran

pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebral  terjadi pada fase konvulsi

• Muncul Tardieu’s spot  peningkatan tekanan vena dengan cepat berakibat pecahnya venula kapiler di daerah dengan jaringan ikat longgar (konjungtiva bulbi, pleura, epikardium). Kondisi hipoksia juga berperan melemahkan dinding venula.

Pemeriksaan Dalam

• Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer • Busa halus di saluran pernapasan

• Pembendungan sirkulasi sehingga organ menjadi lebih berat, lebih gelap, dan bila diiris mengeluarkan banyak darah

• Petekie pada mukosa-mukosa organ dalam • Edema paru

(77)
(78)

Asfiksia

Pembekapan (Smothering) Penyumbatan (Gagging dan Choking) Pencekikan (Manual Strangulation) Penjeratan (Strangulation) Gantung (Hanging) Tenggelam (Drowning)

(79)

Pembekapan (Smothering)

• Penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru

• Bunuh diri (suicidal smothering)  misal pada penderita penyakit jiwa menggunakan bantal untuk menutupi hidung dan mulut

• Pembunuhan (homicidal smothering)  misal pada kasus pembunuhan anak sendiri

• Kecelakaan (accidental smothering)  missal pada bayi bulan-bulan pertama kehidupannya

• Pemeriksaan luar  luka lecet tekan atau geser pada hidung, bibir, dagu, permukaan gusi dan gigi

Penyumbatan (Gagging dan Choking)

• Gagging  sumbatan jalan napas pada orofaring • Choking sumbatan jalan napas pada laringofaring

• Bunuh diri (suicidal choking)  jarang terjadi karena ada reflex batuk dan muntah

• Pembunuhan (homicidal choking)  umumnya korban adalah bayi atau orang dengan fisik yang lemah

• Kecelakaan (accidental choking)  tersedak makanan saat berbicara atau tertawa (bolus death) • Pemeriksaan luar  terdapat benda asing pada mulut, orofaring, atau laringofaring

(80)
(81)

Pencekikan (Manual Strangulation)

• Penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan dinding saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi

penyempitan saluran napas sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat

• Pemeriksaan luar

• Pembendungan muka dan kepala akibat tertekannya pembuluh vena dan arteri superfisial • Luka lecet kecil, dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari

• Fraktur tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior kartilago thyroid unilateral

Penjeratan (Strangulation)

• Penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, kawat dan sebagainya melingkari atau mengikat

leher hingga saluran pernapasan tertutup

• Bunuh diri (self strangulation)  pengikatan oleh korban sendiri dengan simpul hidup dengan jumlah lilitan lebih dari satu

• Pembunuhan  pengikatan biasanya dengan simpul mati

• Kecelakaan  misalnya pekerja yang bekerja dengan tali kemudian terjatuh dan terlilit • Pemeriksaan luar

• Jejas jerat biasanya mendatar, lebih rendah dari jejas jerat pada kasus gantung

• Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparent scotch tape, kemudian dilihat di bawah mikroskop • Terdapat luka lecet tekan di sekitar jejas jerat

(82)

Gantung (Hanging)

• Kasus gantung hamper sama dengan kasus penjeratan, namun asal tenaga jerat berasal dari tubuh korban

sendiri

• Berdasarkan posisi korban

• Complete hanging  kedua kaki tidak menyentuh lantai • Partial hanging  kedua kaki masih menyentuh lantai • Berdasarkan posisi titik gantung

• Typical hanging  titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada arteri karotis paling besar • Atypical hanging  titik gantung terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring (fleksi lateral) • Asfiksia seksual (Auto-erotic hanging)

• Deviasi seksual yang menggunakan cara gantung atau jerat untuk mendapatkan kepuasan  terlambat mengendurkan tali atau melepaskan diri setelah kehilangan kesadaran

(83)
(84)

Parameter Pembunuhan Bunuh Diri

Alat penjerat:

• Simpul

• Jumlah lilitan • Arah

• Jarak titik tumpu-simpul

Simpul mati Hanya satu

Mendatar Dekat

Simpul hidup Satu atau lebih

Serong ke atas Jauh Korban: • Jejas jerat • Luka perlawanan • Luka lain

• Jarak dari lantai

Mendatar (+)

Ada, sering di daerah leher Jauh

Meninggi ke arah simpul (-)

Biasa tidak ada, luka percobaan (+) Dekat TKP: • Lokasi • Kondisi • Pakaian Bervariasi Tidak teratur Tak teratur, robek

Tersembunyi Teratur Rapi dan baik

Alat Dari si pembunuh Dari barang di TKP

(85)

Drowning

Definisi

• Kematian akibat mati lemas

(asfiksia) disebabkan masuknya

cairan ke dalam saluran pernapasan

Klasifikasi

• Immersion  seluruh tubuh masuk

ke dalam air

• Submersion  sebagian tubuh

(kepala) masuk ke dalam air

©Bimbel UKDI MANTAP

Vicious Cycle of Drowning

Water enters respiratory

passage

Cough reflex

Air driven out of lungs Need for air

Deep inspiration

(86)
(87)
(88)

Mekanisme Kematian

Asfiksia (Wet Drowning)

Air Tawar: Konsentrasi elektrolit lebih rendah → Hemodilusi

darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli → Hemolisis → Pelepasan ion K⁺→ terjadi perubahan keseimbangan ion K⁺ dan

Ca⁺⁺ dalam serabut otot jantung dan mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel

Air Asin: Konsentrasi elektrolit lebih tinggi → air akan ditarik dari

sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru → oedem pulmonal  hemokonsentrasi, hipovolemi  syok hipovolemik

dan henti jantung

Spasme Laring (Dry Drowning)

Refleks Vagal (Immersion

Syndrome)

Drowning Types

• I  Dry Drowning or Immersion Syndrome • IIa  Fresh water

(89)

Pemeriksaan Jenazah pada Kasus Drowning

©Bimbel UKDI MANTAP

External Findings

• A “washerwoman” appearance in

the hands and soles (Look white

and wrinkled)

• “Goose flesh” (cutis anserina)

• “Mushroom like appearance” in

the nostrils, mouth, and airways

(white foam or hemorrhagic fluid)

• Cadaveric spasm

Internal Findings

• A white or hemorrhagic foam is

found in the trachea and bronchi

• Water may be found in the

stomach.

• There could be dilatation of the

right ventricle

• Pulmonary edema

• Brain swelling

(90)
(91)
(92)

Pemeriksaan Diatom

• Merupakan alga bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat • Pemeriksaan Destruksi Asam pada Paru

• Jaringan perifer paru diambil sebanyak 100 gram  tambahkan asam sulfat pekat  diamkan selama kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur  dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat

pekat sampai terbentuk cairan yang jernih  dinginkan dan lakukan sentrifugasi hingga terbentuk sedimen  lihat di bawah mikroskop

• Pemeriksaan diatom positif bila terdapat 4-5 diatom/lpb atau 10-20 per satu sediaan • Pemeriksaan Getah Paru

• Paru disiram air bersih iris bagian perifer  ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer  taruh pada gelas objek  amati di bawah mikroskop

Pemeriksaan Darah Jantung (Getler Chloride Test)

• This is analysis of blood in the right and left sides of the heart • In freshwater, the chloride level was high in the right

(93)

Trauma Panas, Dingin, dan Listrik

Trauma Panas

• Burns are caused by the transfer of energy from a physical or chemical source into living

tissues, which causes disruption of their normal metabolic processes and commonly leads

to irreversible changes that end in tissue death

• Complete epidermal necrosis can occur at 44°C if exposed for 6 hours, while such

necrosis occurs within 5 seconds at 60°C and less than 1 second at 70°C

• Burn  where the heat source is dry

• Scalding  where the heat source is wet with moist heat from hot water, steam and

other hot liquids

• Hyperthermia – a condition where the core body temperature is greater than 40°C

(100°F) – occurs when heat is no longer effectively dissipated, leading to excessive heat

retention

(94)
(95)
(96)

External and Internal Findings

• Finding of soot in the airways, oesophagus

and/or stomach – the implication that

respiration was required to inhale the soot

• Blood samples can be taken for a rapid

assessment of carboxyhaemoglobin, as a

convenient marker of the inhalation of the

combustion products of fire

• ‘Pugilist attitude’ of the body

• Post-mortem splitting of fragile burnt skin

• Heat-related ‘extradural haemorrhage’

(97)
(98)

• Toxic gas inhalation – CO (most common), cyanide, acrolein, nitrogen dioxide, hydrochloric acid

- Often see soot in nose/mouth

- May produce edema, mucosal necrosis of upper airway, or bronchospasm

- CO levels usually 30-60% in fire deaths • Neurogenic shock secondary to severe pain • Trauma

Immediate

• Delayed hypovolemic shock with renal failure • ARDS

• Infection (pneumonia, sepsis, cutaneous)

(99)

Trauma Dingin

• Deaths from exposure occur through heat loss from radiation, convection,

conduction, respiration and evaporation. Environmental temperatures below

10°C are probably sufficient to cause harmful hypothermia in vulnerable

individuals.

• Hypothermia occurs when a person’s normal body temperature of around

37°C (98.6°F) drops below 35°C (95°F). It is usually caused by being in a cold

environment. It can be triggered by a combination of factors, including

prolonged exposure to cold (such as staying outdoors in cold conditions or in a

poorly heated room for a long time), rain, wind, sweat, inactivity or being in

cold water.

(100)

Mild hypothermia Core temperature 32–35°C compared with a normal of 37.5°C Moderate hypothermia Core temperature (30–32°C) Severe hypothermia Core temperature (< 30°C)

(101)

External and Internal Findings

• Indistinct red or purple skin discoloration “frost erythema” over large joints, such as the

elbows, hips or knees (and in areas of skin in which such discoloration cannot be hypostasis)

• Haemorrhagic gastric lesions “Wischnewsky spots”

• Tissue injury that varies in severity from erythema to infarction and necrosis following

microvascular injury and thrombosis “frostbite”

• Paradoxical undressing is a phenomenon that describes the finding of partially clothed – or

naked – individuals in a setting of lethal hypothermia  confusion and abnormal processing of

peripheral cutaneous stimuli in a cold environment, leading the individual to perceive warmth

and thus to shed clothing

• The phenomenon of ‘hide and die syndrome’ describes the finding of a body that appears to

be hidden  terminal primitive ‘self-protective’ behavior and may be more commonly

(102)
(103)

Trauma Listrik

• The essential factor in causing harm is the current (i.e. an electron flow) which is measured in milliamperes (mA). This in turn is determined by the resistance of the tissues in ohms and the voltage of the power supply in volts (V).

• Usually, the entry point is a hand that touches an electrical appliance or live conductor, and the exit is to earth (or ‘ground’), often via the other hand or the feet. In either case, the current will cross the thorax, which is the most dangerous area for a shock because of the risks of cardiac arrest or respiratory paralysis.

©Bimbel UKDI MANTAP

10 mA

Pain and muscle twitching of the

hand

30 mA

‘Hold-on’ effect,

the muscles will go into spasm, which

cannot be

voluntarily released because the flexor

muscles are stronger than the

extensors

50 mA

Fatal ventricular

fibrillation is likely

to occur

Internal and External Findings

• The focal electrical lesion is usually a

blister ‘electric mark’, which occurs

when the conductor is in firm contact with the skin and which usually

collapses soon after infliction, forming

a raised rim with a concave centre

• The skin is pale, often white, and there

is an areola of pallor (owing to local

vasoconstriction), sometimes

accompanied by a hyperaemic rim • ‘Spark burn’, a central nodule of fused

keratin, brown or yellow in colour, is surrounded by the typical areola of pale skin

(104)

Lightning

• A lightning strike from cloud to earth  high-voltage electricity (10 megavolt) and

100.000 A

• Some of the lesions caused to those who are struck directly or simply caught close to

the lightning strike are electrical, but other will be from burns and yet others result

from the ‘explosive effects’ of a compression wave of heated air leading to ‘burst

eardrums’, pulmonary blast injury and muscle necrosis/myoglobinuria

External and Internal Findings

• Partial or complete stripping of clothing from the victim ‘Blast

effect’

• Magnetization or even fusion of metallic objects in the clothing

• ‘Metalization’  penempelan partikel konduktor pada kulit

tubuh korban yang dapat diidentifikasi dengan pewarnaan

khusus

(105)
(106)

Kasus Kejahatan Seksual

Pengertian

• Perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis, sehingga digunakan istilah persetubuhan • Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang meliputi

persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan

Pembuktian

• Hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seorang terdakwa kecuali dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah ia yakin bahwa tindak pidan tersebnut telah terjadi (pasal 183 KUHP)

• Ada tidaknya persetubuhan • Ada tidaknya kekerasan

Referensi

Dokumen terkait