• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 1971 dimana DKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 1971 dimana DKI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Rumwattik Pamardisiwi

Pamardisiwi diresinikan oleh Ibu negara tanggal 3 1 Oktober 1974 sebagai suatu pilot project nasional di DKI Jakarta dari BAKOLAK INPRES 6 tahun 197 1 dimana DKI Jakarta dinyatakan sebagai wilayah percontohan untuk menanggulangi kenakalan anak dan penanggulangan narkotika. Secara moril organisasi Mabes Polri ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab. Ditingkat kewilayahan bukan hanya Polda Metro Jaya yang bertanggung jawab tetapi juga Pelnda DKI Jakarta dan Dinas Sosial.

Pamardisiwi dalam bahasa Jawa kuno yang artinya mardi atau mar(su)di adalah usaha yang tekun dan sungguh-slmgguh untuk mencapai tingkat atau keadaan yang lebih baik. Siwi artinya anak. Pamardi artinya lembaga yang melaksanakan mardi bagi siwi. Secara harfiah arti Pamardisiwi adalah membina anak-anak yang bermasalah agar dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga tidak bermasalah lagi.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI no. 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional pada tanggal 22 Maret 2002 Rumwattik Pamardisiwi di bawah naungan BKNN yang diresmikan oleh Presiden RI Ibu Megawati Sukarno Putri.

Jurnlah personel di Rumwattik Pamardisiwi saat ini sepuluh orang dokter, tiga orang perawat, empat puluh orang dari Polri, delapan belas orang Pegawai Negeri Sipil dan lima orang konselor.

Sejak berdiri Rumwattik Pamardisiwi telah mengalami lima kali ganti pemimpin. Susunan kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi dapat dilihat pada table 1.

(2)

Tabel 1. Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi

-- -

Rurnwattik Pamardisiwi dibentuk sebagai jawaban terhadap tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah kenakalahn remaja dan penyalahgunaan narkoba. Dalam usahanya untuk menanggulangi masalah tersebut, Rumwattik Pamardisiwi menjalin hubungan kerja sama dengan berbagai pihak antara lain Depkes, Pemda DKI Jakarta, BKNN, dan LSM-LSM.

Masa Bakti 1975 - 1988 1988 - 1998 1998

-

2000 2000 - 2002 2002 - Sekarang

Proses Pembinaan di Rumwattik Pamardisiwi

Dalam buku pedoman yang dikeluarkan oleh Rumwattik Pamardisiwi dijelaskan proses pembinaan klien :

a. Pemeriksaan medis bekerja sama dengan klinik Nazatra Dinas Kesehatan Polda Metro Jaya untuk mengetahui keadaan fisik dari klien.

b. Melaksanakan screening terhadap orang tua 1 wali dan klien setelah 2 minggu berada dalam program rehabilitasi untuk menentukan rencana langkah-langkah terapi bagi klien.

Kepala Rumwattik Pamardisiwi Letkol Pol. Jean Mandagi

Letkol Pol. Rianti Letkol Pol. Tati Sugianti AKBP Sri K. Marhaeni AKBP Supartiwi

(3)

c. Pelayanan kounseling, konsultasi terhadap orang tua / wali dan klien serta tes psikologi terhadap klien oleh tenaga psikologi dinas psikologi Polda Metro Jaya. d. Pemeriksaan dan konsultasi psikiatris bagi orang tua / wali dan klien oleh psikiater. e. Guna mengetahui lebih detail mengenai background permasalahan diadakan

wawancara dengan klien, orang tua / anggota keluarga lainnya dalam bentuk kounseling perorangan.

f. Case Conference adalah suatu kegiatan dimana para pembina, dokter, psikolog, psikiater, sosial worker, rohaniawan, instruktur membicarakan perkembangan atau kemunduran dari klien sebelum keluar dari program rehabilitasi sebagai bahan masukan bagi orang tua / keluarga klien untuk tindak lanjut berikutnya.

g. After Care sebagai usaha terakhir setelah klien keluar dari Rumwattik Pamardisiwi dalam bentuk monitoring terhadao sikap dan perilaku anak, pembinaan orang tua / keluarga dan lingkungan dengan cara anak wajib datang ke Rumwattik Pamardisiwi (bila masih berdomisili di Jakarta, melalui surat / telepon bila berada di luar kota) dengan membawa buku wajib lapor yang berisi kegiatan sehari-hari yang dianggap penting dan ditandatangani oleh orang tua, anak dengan mengetahui petugas bagian pembinaan lanjutan.

Profil Responden

Karakteristik yang diamati tcrhadap enam puluh responden ketergantungan narkotika di rumah ketergantungan narkotika "Pamardisiwi" ini adalah karakteristik yang diduga ada pengaruhnya pada pengelompokkan usia responden terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Karakteristik individu responden yang diamati

(4)

itu adalal~ sebagai berikut : (1) Pendidikan, (2) Status sekolah, (3) Lama menjadi pasien, dan (4) Pekerjaan orang tua.

Penjelasan rinci dari tiap karakteristik adalah sebagai berikut (tabel 2) : Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu.

Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diraih oleh responden. Responden dengan pengelompokkan usia muda 88,2% (1 5 orang responden) berpendidikan SLTP / SLTA, dan yang tamat pendidikan Perguruan Tinggi / Akademi ada dua orang (1 1,8%).

Peubah yang Dialnati

Karakteristik Individu 1. Pendidikan

-

SLTPISLTA

-

Akademil PT 2. Status Sekolah

-

Negeri

-

Swasta

3. Lama menjadi pasien

-

< 120 hari

- > 120 hari

4. Pekerjaan orang tua

-

PNS

-

Swasta

Jumlah Kelolnpok Usia

Rataan 60,4 39,6 27,55 72,45 40,9 59,l 28,55 71,45 Muda Dewasa

N

15 2 7 10 6 11 3 14 N 14 29 6 37 20 23 17 26 % 88,2 11,8 41,2 58,8 35,3 64,8 17,6 82,4 % 32,6 67,4 13,9 86,l 46,5 53,4 39,s 60,5

(5)

Sedangkan untuk pengelompokkan usia dewasa 32,6% (14 responden) berpendidikan SLTP / SLTA, dan yang tamat pendidikan Perguruan Tinggi / Akademi berjumlah 29 orang responden (67,4%).

Dari data tersebut di atas, terlihat bahwa persentase yang paling banyak dirawat di rumwattik Pamardisiwi adalah yang pendidikan SLTP dan SLTA pada kelompok usia muda. Karena pada masa pendidikan SLTPISLTA banyak remaja yang mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan mental mereka masih labil sehingga sangat rawan dalam pertumbuhan remaja. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil rekapitulasi korban penyalahgunaan narkoba berdasarkan profil penderita tahun 2001-2002 yang dilakukan oleh MABES POLRI. Secara keseluruhan, hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

Status Sekolah

Status sekolah maksudnya adalah asal sekolah yang di ikuti oleh responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak dirawat di rumwattik pamardisiwi adalah responden yang berasal dari status sekolah swasta pada usia dewasa yaitu sebesar 86,l % ( 37 orang responden), untuk status sekolah negeri pada usia dewasa sebesar 13,9% ( 6 orang responden ).

Sedangkan untuk pengelompokkan usia muda status sekolah swasta yang paling banyak dirawat di Rumwattik Pamardisiwi, yaitu sebesar 58,8 % ( 10 orang responden) dan 41,2% ( 7 orang responden) untuk status sekolahnya negeri.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan responden yang paling banyak dirawat di Rumwattik Pamardisiwi dengan status sekolah swasta. Sekolah swasta dengan biaya

(6)

yang lebih tinggi daripada sekolah negeri, fasilitas yang lebih cenderung untuk menggunakan dana lebih yang diberikan orang tuanya untuk keperluan yang kurang berguna misalnya dengan membeli narkoba.

Lama Menjadi Pasien

Larnanya menjadi pasien adalah jumlah satuan waktu responden tinggal di rehabilitasi rumah perawatan ketergantungan narkotika Pamardisiwi. Lamanya menjadi pasien dikelompokkan menjadi < 120 hari dan 2 120 hari. Dapat dilihat bahwa pada responden usia muda 64,7 % (1 1 orang ) pasien yang dirawat 2 120 hari, dan 35,3% (6 orang) adalah pasien yang dirawat < 120 hari.

Sedangkan responden yang dirawat < 120 hari pada pengelompokkan usia dewasa sebanyak 20 orang ( 46,5%) dan yang dirawat 2 120 hari sebanyak 23 orang responden

(53,5%). Ini dapat disimpulkan responden yang paling banyak dirawat baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa lebih dari 120 hari. Ini karena semua kegiatan yang dilaksanakan di Rumwattik Pamardisiwi menarik. Responden merasa betah, juga adanya rasa aman di tempat rehab. Bila responden sudah mengikuti rehab dan diperbolehkan pulang, adanya rasa takut kepada mantan teman-temannya yang masih menjadi pengguna narkoba.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan orang tua responden yang dirawat di rehabilitas rumwattik pamardisiwi ada dua yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan swasta. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden usia muda 82,4% (14 orang) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai

(7)

swasta, dan 3 orang responden (17,6%) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai negeri sipil.

Sedangkan pada usia dewasa 60,5% (26 orang responden) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai swasta, dan 39,5% (17 orang) pekerjaan orang tuanya adalah pegawai negeri sipil. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa baik responden usia muda maupun responden usia dewasa yang paling banyak dirawat di rehabilitas Rumwattik Pamardisiwi adalah orang tua yang bekerja sebagai pegawai swasta, ini dikarenakan kesibukan karyawan swasta yang mempunyai jam kantor lebih panjang dari pada pegawai negeri sipil sehingga kurang mengawasi anaknya. Dari segi ekonomi pada umumnya pegawai swasta mempunyai pendapatan lebih besar dibandingkan dengan pegawai negeri sehingga rr~empengaruhi pola hidupnya.

Aktivitas Komunikasi Responden

Aktivitas Komunikasi yang dimaksud di sini adalah kegiatan responden memperoleh informasi melalui interaksi dengan orang lain dalam bentuk personel, atau kelompok direhabilitas rumwattik Pamardisiwi. Dalam penelitian ini, aktivitas komunikasi pasien penderita ketergantungan narkotika dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu : (1) Frekuensi pembinaan rohani, (2) Frekuensi pembinaan jasmani, (4)

Intensitas komunikasi dengan orang tua, dan (4) Partisipasi komunikasi kelompok Penjelasan rinci dari tiap aktivitas komunikasi adalah sebagai berikut (tabel 3)

(8)

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan aktivitas komunikasi.

Frekuensi Pembinaan Rohani

Frekuensi pembinaan rohani adalah aktivitas responden dalam mengikuti ceramah keagamaan yang diberikan oleh pembina di rurnwattik pamardisiwi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden diusia muda 64,7% (1 1 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani, 6 orang responden (35,3%) rendah dalam mengikuti pembinaan rohani.

Sedangkan di usia dewasa 76,6 % 933 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani, dan 23,3 % ( 10 orang responden ) rendah dalam mengikuti pembinaan rohani.

Peubah yang Diamati

Aktivitas Komunikasi

1. Frekuensi Pe~nbinaan Rohani

-

Rendah

-

Tinggi

2. Frekuensi Pembinaan Jasmani

-

Rendah

-

Tinggi 3. Intensitas Komunikasi dg Orang Tua

-

Rendah

-

Tinggi 4. Komunikasi Kelompok - Rendah

-

Tinggi

Jumlah Kelompok Usia

Rataan 29,3 70,7 79,5 20,s 33,9 66,l 42,2 57,8 Muda N 6 11 14 3 6 11 8 9 Dewasa Yo 35,3 64,7 82,4 17,7 35,3 64,7 47,l 52,9 N 10 33 33 10 14 29 16 27 Yo 23,3 76,6 76,7 23,3 32,6 67,4 37,2 62,8

(9)

Di sini dapat disimpulkan bahwa baik responden di usia muda maupun responden di usia dewasa memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan rohani, ~ n i dapat dilihat pada frekuensi yang tinggi dalam mengikuti pembinaan rohani di Rumwattik Pamardisiwi.

Frekuensi Pembinaan Jasmani

Frekuensi pembinaan jasmani adalah aktivitas responden dalam mengikuti kegiatan fisik (olah raga) yang diselenggarakan oleh pembina di rumwattik pamardisiwi. Dari hasil penelitian menunjukkan responden usia muda 82,4 % (14 orang responden) frekuensinya rendah dalam mengikuti pembinaan jasmani dan 3 orang responden (17,6 %) tinggi dalam mengikuti pembinaan jasmani.

Sedangkan responden di usia dewasa 76,7 % (33 orang responden) rendah dalam mengikuti pembinaan jasmani, dan 23,3% (10 orang responden) tinggi dalam mengikuti pembinaan j asmani.

Dapat disimpulkan bahwa baik responden di usia muda maupun di usia dewasa saina-sama rendah dalam mengikuti pmbinaan jasmani. Ini dikarenakan fisik responden yang lemah karena pengaruh obat-obatan.

Intensitas Komunikasi dengan Orang Tua

Intensitas komunikasi dengan orang tua adalah kekerapan berkomunikasi dengan bapak ibu dan saudara yang datang mengunjungi responden selama mengikuti rehabilitas di Rumwattik Pamardisiwi.

(10)

Dari hasil penelitian menunjukkan responden di usia muda 35,3% (6 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua rendah dan 64,7% (1 1 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi.

Sedangkan di usia dewasa 32,6 % (14 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua rendah dan 67,4 % (29 orang responden) intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dikedua kelompok tersebut baik responden di usia muda dan responden di usia dewasa sama-sama memepunyai intensitas komunikasi dengan orang tua tinggi.

Partisipasi dalam Komunikasi Kelompok

Partisipasi dalam komunikasi kelompok pada penelitian maksudnya adalah keikut sertaan responden dalam mengikuti kegiatan yang dilakukan di Rumah Perawatan Ketergantungan Narkotik Pamardisiwi.

Dari hasil penelitian menunjukkan pengelompokkan responden usia muda 52,9 % (9 orang responden) partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi, dan 47,l (8 orang responden) partisipasi dalam komunikasi rendah.

Sedangkan responden diusia dewasa 37,2 % (16 orang responden) partisipasi dalam komunikasi kelompok rendah dan 62,8 % ( 27 orang responden ) partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa baik responden diusia muda dan responden di usia dewasa partisipasi dalam komunikasi kelompok tinggi. Untuk membandingkan motivasi sembuh pada pengelompokkan usia muda dan usia dewasa, maka dilakukan pula pengujian dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon.

(11)

Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi dengan Pengelompokkan Usia Muda dan Dewasa terhadap Motivasi untuk Pemulihan

Gambar 3 dan gambar 4 menyajikan hasil analisis hubungan karakteristik individu dan aktivitas komunikasi terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada pengelornpokkan usia muda dan usia dewasa. Hasil analisa hubungan antar peubah penelitian dengan menggunakan uji statistik Chi-Squar-e.

Karakteristik Individu Responden

Pendidikan

x2

= 0,008 (P = 0,929) Status Sekolah

Gambar 3. Hubungan antara karakteristik individu dengan aktivitas komunikasi responden kelompok usia muda dengan mtivasi pemulihan ketergantungan NAZA

x2

= 0,486 (P = 0,486)

I .

Lama menjadi Pasien Pekerjaan Orang Tua

,

x2

= 3,438 (P = 0,064)

x2

= 4,098 (P = 0,043)

Motivasi Pemulihan dari Ketergantungan Narkotika 4 A A

x2

= 0,032 (P = 0,858)

x2

= 0,562 (P = 0,453)

x2

= 0,032 (P = 0,858)

x2

= 0,052 (P = 0,819) Aktivitas Komunikasi F. Pemb. Rohani F. Pemb. Jasmani

Intensitas Komunikasi dg Orang Tua

Partisipasi datam komunikasi

I

-

kelompok

(12)

Gambar 4. Hubungan antara karakteristik individu dan aktivitas komunikasi responden pada kelompok usia dewasa dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA

x2

= 0,297 (P = 0,586)

x2

= 0,887 (P = 0,346)

x2

= 1,865 (P = 0,172)

x2

= 4,246 (P = 0,039) Karakteristik Individu Responden Pendidikan Status Sekolal~ Lama menjadi Pasien

P

Pekerjaan Orang Tua -

j

+

Motivasi v Pemulihan

v

r dari

Aktivitas Komunikasi Ketergantungan Narkotika A 4 A

x2

= 5,064 ( P = 0,024)

x2

= 0,407 (P = 0,523)

x2=

0,011 (P = 0,916)

x2

= 1,3 1 1 (P = 0,252) F. Pemb. Rohani F. Pemb. Jasmani -

Intensitas Kornunikasi dg Orang Tua

-

Partisipasi dalam kornunikasi

kelornpok

-

-

(13)

a. Hubungan Karakteristik Individu dan Motivasi untuk Pemulihan dari Ketergantungan NAZA pada Usia Muda dan Usia Dewasa

Karakteristik individu yang diteliti dalarn penelitian ini meliputi pendidikan, status sekolah, lama menjadi pasien dan pekerjaan orang tua. Sedangkan motivasi untuk pemulihan diukur melalui motivasi tinggi dan motivasi rendah untuk pulih dari ketergantungan narkotika.

1. Hubungan pendidikan responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda dan usia dewasa

Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada sebagian besar responden usia muda ( 53,33% ) yang berpendidikan SLTPISLTA termasuk dalarn kategori tinggi, menunjukkan ada kecenderungan responden ingin pulih walaupun ada perbedaan tipis pada motivasi yang rendah yaitu ( 46,67% ) tapi perbedaan itu tidak nyata. Begitupula pada responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi IAkademi tidak ada perbedaan dalam motivasi untuk pemulihan yaitu (50%). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap kategori pendidikan responden.

Ini dapat dimaklumi bahwa pada usia dibawah 2 1 tahun adalah masa yang rawan bagi seseorang, dikatakan rawan dikarenakan pada usia tersebut merupakan masa pubertas dan merupakan masa transisi bagi seseorang. Zakiah Darajat dalam Tambunan

(1982) menyatakan bahwa masa renlaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa. Dalam masa ini anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa remaja adalah masa munculnya perubahan-perubahan yang cepat dan kuat 46

(14)

pada fisik dan psikisnya, yang mengakibatkan munculnya perasaan gelisah, pertentangan-pertentangan lahir dan bathin. penuh harapan dan cita-cita, roinantis heroik, radikal, kematangan fisik terutama seksual, mencari tujuan hidup dunia dan akhirat dalam rangka pembentukan kepribadiannya. Pada masa ini remaja biasanya mencoba-mencoba sesuatu yang baru.

Sementara itu pada pengelompokkan usia dewasa sebagian besar responden yang berpendidikan SLTPISLTA (57,14%) mempunyai motivasi untuk pemulihan dalam kategori rendah dan (42,86%) mempunyai motivasi untuk pemulihan dalam kategori tinggi. Pada responden usia dewasa yang berpendidikan Perguruan TinggiIAkademi (48,28%) memiliki motivasi untuk pemulihan dalam kategori rendah dan (51,72%) memiliki motivasi untuk pemulihan dalam kategori tinggi. Ini menunjukkan tidak ada hubungan nyata antara tingkat pendidikan pada responden terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA pads kategori pendidikan baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 0,008 pada kelompok usia muda dan ( x 2 ) sebesar 0,297 pada kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara pendidikan responden pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA.

Tidak adanya motivasi untuk pemulihan pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa merupakan sesuatu yang dapat dimaklurni,karena peran serta sekolah yang 47

(15)

hanya melaksanakan tugas belajar mengajar saja tanpa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada murid.

Hermawan (1986) menjelaskan dalarn usaha pengobatan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkotika, kepala sekolah dan guru hendaknya bertindak bijaksana, jangan langsung saja mengeluarkan anak didiknya jika mereka kedapatan terlibat langsung dalam penyalahgunaan narkotika, sebab ha1 ini akan mengakibatkan putus asa pada anak didik yang mendapat hukuman itu. Kepala sekolah dan guru, kalau melihat muridnya mengisap morfina atau ganja, jangan buru-buru marah, lantas mengecap murid itu sebagai pecandu. Tindakan yang bijaksana adalah membujuk dan menasehati anak yang terkena narkoba dan memberikan pengertian yang logis dengan penuh kasih sayang. Para pendidik hendaknya menganggap para korban sebagai orang yang sakit, orang yang hams mendapat pertolongan, dan bukan sebagai penjahat yang hams mendapat hukuman yang berat.

2. Hubungan status sekolah responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda dan usia dewasa

Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada sebagian . besar

responden usia muda 6 orang (60%) yang status sekolah swasta termasuk dalam kategori

tinggi, dan 4 orang (40%) dalam kategori rendah. Sedangkan pada responden usia muda dengan status sekolah negeri 4 orang (57,14%) dalarn kategori rendah dan 6 orang

(42,86%) dalam kategori tinggi.

Pada responden usia dewasa 20 orang (54,05%) motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika masuk dalam kategori rendah dan 17 orang (45,95%) pada

(16)

kategori tinggi. Kemudian pada status sekolah negeri 2 orang (33,33%) termasuk dalam kategori rendah dan 4 orang responden (66,67%).

Dari jumlah responden, yang paling banyak adalah dengan status sekolah swasta merupakan sesuatu yang dapat dimaklumi, karena biaya disekolah swasta lebih mahal daripada biaya sekolah negeri. Ini rnenunjukkan bahwa responden melniliki masalah ekonomi yang lebih. Karena keadaan keuangan yang lebih maka gaya hidup juga lebih. Mereka bisa berfoya-foya, karena mudahnya mendapatkan uang. Juga pengawasan orang tua yang lebih longgar karena semua sudah terpenuhi dengan uang. Semua fasilitas hidup terpenuhi seperti sarana komunikasi, komputer dan lain-lainnya. Karena semua sudah terpenuhi maka pemzsanan "barang" lebih mudah. Contoh pemesanan lewat telepon genggam dan dengan komputer melalui internet. Ini mengakibatkan mudahnya seseorang untuk mendapatkan "barang" pesanannya. Sehingga luput dari pengawasan orang tua. Dengan mudahnya seseorang untuX mendapatkan "barang" yang diinginkan maka motivasi untuk sembuh pada responden akan rendah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa, tidak terdapat perbedaan nyata dalarn motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkoba pada setiap kategori status sekolah baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x') sebesar 0,486 pada kelompok usia muda dan (x2) sebesar 0,887 pada kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara status sekolah responden baik pada kelompok usia muda maupun kelompok usia dewasa dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika.

(17)

Rendahnya motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika, banyak dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan luar sekolah sehingga banyak waktu luang yang terbuang percuma. Pendidikan di luar sekolah ialah setiap kesempatan terjadinya komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah. Dalam ha1 ini seseorang mendapatkan informasi, pengetahuan, latihan, ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhannya, dengan tujuan mengembangkan tingkat ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memui~gkinkan baginya menjadi peserta yang efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakatnya, dan negaranya. Pendidikan luar sekolah yang lazim adalah melalui perkumpulan olah raga, kesenian, dan gerakan pramuka.

Pendidikan akan berjalan dengan baik apabila seorang guru dapat memahami dan menjalankan tugasnya dengan benar, baik itu pada status sekolah swasta maupun status sekolah negeri. Hermawan (1986) menjelaskan pada umumnya tugas guru adalah sebagai berikut:

a. Tugas profesional, yaitu mendidik dalam rangka mengembangkan kepribadian, mengajar dalam rangka mengembangkan kemampuan berfikir atau kecerdasan, dan melatih dalam rangka membina dan mengemabngkan ketrampilan.

b. Tugas manusiawi, di sini guru berfungsi sebagai orang tua kedua di sekolah.

c. Tugas kemasyarakatan, yaitu mengembangkan terbentuknya masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tugas guru ini akan berhasil dengan baik jika guru betul-betul menyadari bahwa pendidikan merupakan bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, tanah air, serta kemanusiaan.

(18)

3. Hubungan lama menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Motivasi untuk peinulihan dari ketergantungan narkotika dari sebagian besar responden untuk kelompok usia muda 1 orang (16,67%) yang dirawat di rumwattik pamardisiwi kurang dari 120 hari masuk dalam kategori rendah dan 5 orang (83,33%) kategori tinggi, sedangkan responden kelompok usia muda yang dirawat lebih dari 120 hari 7 orang (63,64%) masuk dalam kategori rendah dan 4 orang (36,36%) dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok usia muda lamanya menjadi pasien di rurnwattik pamardisiwi sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika

.

Hasil analisis tersebut mengindikasikan adanya hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kategori lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi. Terdapat kecederungan semakin lama dirawat di rumwattik pamardisiwi, maka semakin kuat motivasi untuk sembuh dari ketergantungan NAZA, kecenderungan tersebut diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square

(x2)

sebesar 3,438 yang nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda.

Sedangkan responden pada kelornpok usia dewasa, responden yang dirawat kurang dari 120 hari 8 orang (40%) masuk dalam kategori rendah dan 12 orang (60%) dalam kategori tinggi sedangkan pasien yang dirawat lebih dari 120 hari 14 orang (60,87%) masuk dalam kategori rendah dan 9 orang (39,13%) masuk dalam kategori tinggi.

(19)

Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok usia dewasa lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi tidak berpengaruh terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika .

Hasil analisis tersebut mengindikasikan pada responden kelompok usia dewasa tidak ada hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kategori lamanya menjadi pasien di rumwattik pamardisiwi. Kecenderungan tersebut diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square

(x2)

sebesar 1,865 yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulksn bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa.

Bila dilihat dari jumlah dan prosentasenya responden yang dirawat direhabilitas kurang dari 120 hari mempunyai motivasi yang tinggi dari pada pasien yang dirawat lebih dari 120 hari ini berlaku baik pada responden usia muda dan responden usia dewasa. dr. Ricardo (LSM Bersama) menjelaskan pasien yang dirawat kurang dari 120 hari masih mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti semua kegiatan yang diadakan di tempat rehab disamping i'tu mereka mengaharapkan dapat sembuh dengan rehabilitas rurnwattik pamardisiwi. Sedangkan responden yang telah dirawat lebih dari 120 hari sudah bosan dengan kegiatan yang dilakukan, semua kegiatan menjadi rutinitas, mereka jenuh. Mereka yang kurang motivasi, mereka cenderung berfikir, "setelah gue keluar dari seni gue mau ngapain". Responden mempunyai pengharapan yang terlalu besar yaitu ingin sembuh secara cepat padahal untuk bisa sembuh hams memerlukan kesabaran dan ketekunan yang keras. Sebelum dirawat biasanya mereka hidup bebas, hidup tanpa aturan dan hidupnya menjadi tidak teratur. Begitu mereka masuk rehabilitas 52

(20)

pamardisiwi mereka semua hidup dengan semua peraturan-peraturan yang ada, mereka seperti dipenjara, itu merupakan perubahan yang sangat drastis pada mereka

Pada responden usia muda masih ada motivasi untuk pemulihan Adanya hubungan antara lamanya menjadi pasien d m motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada usia muda merupakan sesuatu yang wajar, karena pada usia dibawah atau kurang dari 21 tahun merupakan tahap pubertas atau bisa dikatakan masa remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa ini dikenal sebagai "masa gelombang angin topan". Bila lingkungan sekitar tidak baik, maka akan berpengaruh pula pada dirinya, sebaliknya bila lingkungan sekitarnya baik, maka dia akan baik. Begitupula dengan kelompok pasien usia muda di rumwattik pamardisiwi, ketika dia hams dirawat maka ada perubahan besar dalam dirinya karena pada usia dibawah 21 tahun lebih mudah diberi pengertian dan masih mau mengikuti semua peraturan-peraturan yang diselenggarakan di rumwattik pamardisiwi.

Tidak adanya hubungan antara lamanya menjadi pasien dan motivasi untuk sembuh dari ketergantungan narkotika pada usia dewasa karena pada usia di atas 21 tahun responden merasa sudah bisa mengatur hidupnya sendiri. Walaupun sudah dirawat lama tetap saja tidak berpengaruh pada motivasinya untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Pada usia seperti itu rasa "akuWnya sangat tinggi. Ada sebagian yang kurang memperdulikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dirurnwattik pamardisiwi.

4. Hubungan pekerjaan orang tua responden dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa

Terdapat perbedaan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap jenis pekerjaan orang tua responden baik pada kelompok usia muda

(21)

dan kelompok usia dewasa. Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika sebagian besar responden usia muda yang orang tuanya pegawai negeri sipil (66,67%) termasuk dalam kategori rendah dan (33,33%) tennasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar responden yang orang tua bekerja sebagai pegawai swasta (35,71%) termasuk dalam kategori rendah dan (64,29%) masuk dalam kategori tinggi.

Begitu pula pada responden usia dewasa. Motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika sebagian besar responden usia dewasa yang orang tuanya pegawai negeri sipil (70,59%) tennasuk dalam kategori rendah dan (29,41%) termasuk dalam kategori tinggi. Sebagian besar responden yang orang tua bekerja sebagai pegawai swasta (38,46%) tennasuk dalam kategori rendah dan (61,54%) masuk dalam kategori tinggi.

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis pekerjaan orang tua responden usia muda mempunyai hubungan yang nyata terhadap motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 4,098 untuk usia muda dan (x2j sebesar 4,246 untuk usia dewasa yang nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antaaa jenis pekerjaan orang tua responden dengan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa.

Responden yang memiliki orang tua bekerja sebagai pegawai swasta mempunyai motivasi untuk pemulihan tinggi karena sadar bahwa orang tua mereka tidak memiliki dana untuk pensiun, jadi bila anak-anak tidak lekas sadar dan bahaya narkotika maka masa depan mereka sangat sulit. Dalam wawancara dengan dr. Ricardo (Sekjen LSM Bersama), ternyata pasien yang orang tuanya beke rja sebagai pegawai swasta mempunyai 54

(22)

kecenderungan untuk mengobati secara total, sehingga pasien lebih mudah termotivasi untuk pemulihan. Sedangkan responden yang memiliki orang tua bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Masih menurut dr. Ricardo dalam wawancara dengan penulis, sosial ekonominya agak kurang bila dibandingkan dengan pegawai swasta, biaya untuk menyembuhkan anak juga kurang karena kekurangan biaya, sehingga sering terjadi si anak menjadi pengedar karena tidak hams membeli "barang". Mereka menjadi pengedar dan mendapatkan keuntungan yang besar disamping untuk dikonsumsi sendiri.

Berdasarkan hasil analisa hubungan antara karakteristik individu penderita ketergantungan NAZA di Rumwattik Pamardisiwi dengan pengelompokkan usia pasien terhadap motivasi untuk pemulihan, hanya dapat diterima untuk karakteristik lama menjadi pasien khusus untuk kelompok usia muda, dan pekerjaan orang tua berlaku bagi kedua kelompok usia.

b. Hubungan Aktivitas Komunikasi Responden dengan Pengelompokkan Usia terhadap Faktor-faktor Motivasi Untuk Pemulihan dari Ketergantungan NAZA

1. Hubungan Frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa Responden usia muda yang jarang mengikuti kegiatan rohani sama-sama mempunyai motivasi untuk pemulihan (50%) sedangkan responden usia muda yang rajin melakukan kegiatan rohani (45,45%) masuk dalarn kategori motivasi rendah dan (5435%) masuk dalam kategori tinggi. Bila dilihat dari analisis tersebut tidak ada hubungan antara pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan untuk usia muda.

(23)

Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 0,032 yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan NAZA pada kelompok usia muda.

Kondisi tersebut berbeda dengan responden pada kelompok usia dewasa, dimana pasien yang jarang mengikuti pembinaan rohani (80%) masuk dalam kategori tinggi dan (20%) masuk dalam motivasi rendah untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Sedangkan pasien yang rajin mengikuti pembinaan rohani (60,6 1 %) mempunyai motivasi yang rendah untuk pemulihan dan (39,39%) mempunyai motivasi yang tinggi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika.

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada setiap kategori frekuensi pembinaan rohani. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square (x2) sebesar 5,064 nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan

NAZA pada kelompok usia dewasa.

Adanya hubungan antara fiekuensi pembinaan rohani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia dewasa, karena mengingat usia yang sudah dewasa maka keinginan untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa sangat kuat. Mereka takut dosa karena telah melakukan perbuatan yang dilarang agama. Mereka juga takut mati karena sebagian dari mereka baik usia muda dan dewasa sudah terkena virus hepatitis C dan virus HIV.

(24)

Pendidikan agama memegang peranan penting dan menetukan. Sebab pendidikan agama bukan hanya sekedar mengajar, membina, mengarahkan, membimbing, atau memberi nasehat saja, tetapi lebih jauh dari itu, pendidikan agama akan menjadikan manusia lebih pandai, lebih arif, dan lebih mengenal taqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.

2. Hubungan frekuensi pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa

Responden pada kelompok usia muda yang jarang mengikuti pembinaan jasmani (42,86%) masuk dalam kategori rendah dan (57,14%) masuk dalam kategori tinggi, sedangkan responden yang rajin mengikuti pembinaan jasmani (66,67%) masuk dalam kategori rendah dan (33,33%) masuk dalam kategori tinggi untuk motivasi untuk pemulihan.

Ini ti.dak berbeda dengan responden usia dewasa yang jarang mengikti pembinaan jasmani (48,48%) masuk dalam kategori rendah dan (51,52%) masuk dalarn kategori timggi. Sedangkan responden yang rajin mengikuti pembinaan jasmani (60%) masuk dalam kategori rendah dan (40%) masuk dalam kategori tinggi motivasinya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelornpok usia muda maupun kelompok usia dewasa sama-sarna tidak mempunyai hubungan antara pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square

(x2)

sebesar 0,562 untuk kelompok usia muda yang tidak nyata pada a 5% dan

(x2)

sebesar 0,407 yang tidak nyata pada a 5%untuk kelompok usia dewasa, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara frekuensi pembinaan jasmani dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Tidak

(25)

termotivasinya responden dikarenakan dalam pembinaan jasmani merupakan kegiatan rutinitas dan wajib dilakukan ole11 semua responden.

3. Hubungan antara intensitas kor~~unikasi dengan orang tua dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa

Orang tua dan keluarga yang jarang menjenguk dirumwattik pamardisiwi pada responden usia muda memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%. Sedangkan orang tua dan keluarga yang rajin menjenguk (45,45%) masuk dalam kategori rendah dan (54,55%) masuk dalam kategori tinggi

Pada orang tua dan keluarga yang jarang menjenguk dirumwattik pamardisiwi pada responden usia dewasa juga memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%. Sedangkan orang tua yang rajin membesuk responden di rurnwattik pamardisiwi (5 1,72%) masuk dalam kategori rendah dan (48,28%) masuk dalam kategori tinggi.

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata dalam motivasi untuk pemulihan pada setiap kategori intensitas komunikasi dengan orang tua baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-

Square (x2) sebesar 0,032 untuk usia muda dan (x2) sebesar 0,011 untuk kelompok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara intensitas komunikasi orang tua dengan responden dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika baik pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa.

(26)

Tidak adanya motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika merupakan sesuatu yang dapat dimaklumi karena biasanya orang tua dan keluarga langsung membuang mereka yang kedapatan mengkonsumsi narkotika.

Emil H. Tambunan (1 982) menj elaskan bahwa penyembuhan terhadap korban narkotika hendaknya dimulai dari orang tua. Dewasa ini banyak orang tua yang, bila mendapatkan anaknya terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, segera membencinya, seolah-olah tidak mengakui lagi korban sebagai anaknya, Padahal sikap semacam ini mengakibatkan derita anaknya bertambah parah dan membuatnya putus asa. Dalam keadaan seperti ini, seharusnya orang tua berusaha menarik simpati anaknya, dan berusaha memberikan pengertian bahwa penggunaan narkotika secara ilegal akan berakibat buruk bagi pemakainya.

Hal semacam itu pernah dirasakan sebagian responden yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi dalam wawancaranya kepada penulis ia menyatakan sudah dua bulan lebih dirawat di Rumwattik Pamardisiwi Jakarta, tetapi belum pernah ditengok orang tua dan keluarganya.

Menurut staf pembina Rumwatik Pamardisiwi, dalam wawancaranya kepada penulis menyatakan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam pengobatan ini sebab, bila korban datang ke rumah sakit karena merasa dipaksa oleh orang tuanya, pengobatanpun akan sia-sia belaka. Dan jika sudah kembali kepada orang tua dan keluarga, ia akan kembali mengulangi perbuatannya. Oleh karena itu

,

orang tua harus bisa menarik hati anaknya, sehingga timbul kesadaran padanya agar berobat sungguh- sungguh dengan motivasi untuk pemulihan.

(27)

Menurut Hermawan, dalam rangka penyembuhan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkoba, orang tua hendaknya menjalin hubungan yang harmonis kepada anaknya. Sebab tanpa hubungan yang baik antara orang tua dan korban, penyembuhan dan rehabilitasi para korban akan sulit dilaksanakan karena dalm usaha itu, selain harus ada keinginan paa si penderita untuk sembuh, juga harus ada kesungguhan dari orang tua dalam membantu anak agar cepat pulih.

4. Hubungan antara partisipasi dalam komunikasi kelompok dan motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika pada kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa.

Responden usia muda yang jarang berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan komunikasi kelompok dirumwattik pamardisiwi memiliki kategori yang sama untuk motivasi yaitu 50%, sedangkan responden yang rajin mengikuti komunikasi kelompok (44,44%) masuk dalam kategori rend&, dan (55,56%) masuk dalam kategori tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan antara partisipasi komunikasi kelompok dan motivasi untuk pemulihan pada responden usia muda dan responden usia dewasa. Ini diperkuat oleh hasil analisis Chi-Square

(x*)

sebesar 0,052 pada kelompok usia muda dan Chi-Square

(x2)

besar 1,3 1 1 pada kelornpok usia dewasa yang tidak nyata pada a 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara motivasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkotika dan partisipasi dalam komunikasi kelompok.

Tidak adanya hubungan antara motivasi untuk pemulihan dan partisipasi komunikasi kelompok dikarenakan kegiatan tersebut berlaku untuk semua responden

(28)

sehingga merasa terpaksa untuk menjalankan semua kegiatan yang diwajibkan oleh rumwattik parmadisiwi.

Adapun kegiatan yang dilaksanakan di Rumwattik Pamardisiwi berupa :

cop in^ Skill :

Materinya tentang pengetahuan Narkotika dan adiksi, efek pemakaian adiksi ke griya- griya

Diskusi :

Diskusi kelompok dalam griya membahas yang terjadi di Griya, topiknya tentang kejenuhan di Rumwattik Pamardisiwi

House Meeting kegiatan bersih-bersih di griya-griya.

morn in^ Meeting materinya :

Membahas keseharian pasien mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, dalam satu hari bila terjadi cekcok dengan sesama teman, tanggung jawab, teguran-teguran bila mengerjakan suatu pekerjaan tidak beres.

Static Group berdasarkan konselor, usia dan masa rawat.

Berdasarkan Konselor pasien bebas mengemukakan masalahnya, masalah pribadi, apa yang dihadapi dan dialami ditumpahkan ke konselor.

Berdasarkan Usia materi

1. Diperkenalkan masalah orientasikan, membantu beradaptasi di Rumwattik Pamardisiwi

2. Menyadarkan dan membantu pasien betapa pentingnya masuk rehabilitas 3. Menj elaskan program-program yang ada

(29)

5. Pemecahan problem

6. Membantu memberikan follow up

7. Memberikan suport supaya pasien merasa nyaman 8. Menyadarkan kesalahan-kesalahannya

9. Bila sudah selesai melaksanakan semua program kegiatan, dibatu penyalurannya misalnya apakah mau sekolah, kerja, berumah tangga

Berdasarkan Masa Rawat materinya :

Masa rawat 1 - 4 bulan intensif perrnasalahan yang dihadapi pasien.

Masa rawat 4

-

6 bulan dihadapkan dengan masalah-masalah sosial, tujuan rehab, bagaimana berperilaku, memberikan pelajaranm tentang adiksi.

6 bulan keatas, siap kembali ke rumah, rencana kedepan.

Tujuan Static Group adalah untuk menumbuhkan kemampuan berkelompok, berbagi pengalaman, menggali latar belakang hidup, paham dengan tantang hidup, mengatasi hidup, disiplin, dan tanggung jawab.

Konseline Etika dan Budi Pekerti materinya Struktur kepribadian :

1. Perilaku ethis yaitu maslah yang baik dan buruk bagi pasien secara psikis.

2. Rasa keinginan nafsu sex (bila orang mengkonsumsi narkotika, otomatis nafsu sex nya akan besar )

3. ego (masalah emosional, bila mengkonsumsi narkotika otomatis sulit mengendalikan emosinya)

(30)

4. Super ego (keseimbangan melakukan yang baik dan buruk atau sebagai timbangan, menimbang-nimbang yang baik dan buruk )

Kebebasan :

1. Kebabasan kehendak: yang ada dimasyarakat, apakah masyarakat menyukai bila kita memakai narkoba ?

2. Kebebasan jasmaniah : tidak ada paksaan rohani (positive thinking) misalnya mengerjakan semua pekerjaan berdasarkan pembagian tugasnya masing-masing (cuci piring, bersih-bersih) secara tulus iklas tanpa adanya paksaan.

3. Kebebasan batiniah : Ilmu pengetahuan agama misalnya norma-norma.

.

Berkomunikasi dengan sesama teman dengan menggunakan kode-kode tertentu.

Khusus Wanita ada materi bagaimana memenangkan krisis kehidupan : Larinya ke masalah harga diri

.

Contoh sebuah kasus, ada seorang pasien wanita, mula-mula dia mempunyai kelainan dengan hiper sex atau sex yang menggebu-gebu, kemudian dia mengkonsurnsi narkotika yang awal mulanya diberi oleh seorang temannya sehingga nafsu sexnya semakin menjadi-jadi, akhirnya dia menjadi pelacur untuk memuaskan nafsu sexnya. Lama kelamaan dia senang dengan daun tua atau orang yang telah berumur untuk meladeni nafsunya sehingga dia mendapatkan uang untuk dapat membeli narkotika.

Kemudian dia dimasukkan di Rumwattik Pamardisiwi guna untuk mengembalikan harga dirinya yang telah hilang.

Budi Pekerti : materinya maslaha sopan santun, keserasian antara yang boleh dan tidak boleh,

(31)

Contoh kasus Tato di luar negeri itu seni, indah. Tetapi di Indonsia identik dengan orang jahat.

Dalam kegiatan konseling Eisenberg & Delaney dalam Gunarsa (1992) menjelaskan konseling bertujuan untuk merangsang adanya sikap keterbukaan, kejujuran dan komunikasi secara penuh agar kebutuhan yang dirasa perlu untuk dikemukakan serta faktor-faktor dan latar belakang yang berkaitan dapat dibicarakan. Memungkinkan klien memperoleh gambaran bahwa sesuatu yang berguna akan bisa diperoleh selama mengikuti konseling. Konseling adalah proses pada mana kedua pihak harus bekerja keras untuk menjajagi dan memahami klien demi kepentingan klien sendiri, serta memperoleh keterangan tentang klien yang berkaitan dengan kepentingannya dan pemecahan secara efektif.

Hubungan antara Pengelompokkan Usia Responden dengan Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan Ketergantungan

NAZA

Hasil penelitian menunjukkan, pada pengelompokkan usia muda dan responden usia dewasa sama-sama mempunyai keinginan untuk pulih. Alasan responden mempunyai motivasi untuk pemulihan karena mereka tidak mau selalu bergantung terus pada narkotika. Mereka menjadi budak narkoba. Mereka terus menerus harus mengeluarkan uang untuk membeli narkoba. Apa saja dapat mereka lakukan untuk mendapatkan narkoba. Bahkan ada wanita yang mau melayani pria hanya untuk mendapatkan narkoba. Mereka takut dosa karena telah melakukan dan mengkonsumsi sesuatu yang tidak tepat yang dilarang agama manapun. Bila mereka telah mengkonsumsin sedikit demi sedikit narkoba maka mereka telah menjadi tergantung pada narkoba. Hermawan (1986) menyatakan keinginan dan kebutuhan akan narkotika 64

(32)

pada seseorang untuk memenuhi kebergantungan fisik dan mental, bertambah dengan cepat. Si pemakai selalu mengharapkan narkotika. Dosis yang digunakan makin lama makin bertambah banyak, sedangkan daya tahan tubuh makin lama makin berkurang, sehingga menimbulkan bahaya. Penggunaan narkotika yang terlalu banyak atau overdosis

dapat menyebabkan kematian.

Seseorang yang telah terkena narkotika secara otomatis sekolahnya akan terganggu pula, tak jarang para pemakai narkotika banyak yang tidak meneruskan sekolahnya karena sulit mengikuti pelajaran disekolah. Bahkan ada yang sudah tidak mempunyai keinginan untuk meneruskan sekolah, karena mereka sudah tidak mempunyai cita-cita dan mau apa setelah keluar dari rehab. Dari hasil penelitian menunjukkan kelompok usia muda dengan nilai rataan 4,02 kelompok usia dewasa 4,00 (nilai p = 0,7520) tidak ada perbedaan pada usia muda dan usia dewasa, di kedua kelompok tersebut sama-sama mempunyai motivasi yang rendah untuk meneruskan sekolah yang ditunjukkan oleh hasil uji Wilcoxon dengan nilai -P sebesar 0,2 18.

Tabel 4. Hubungan Antara Pengelompokkan Usia Responden dengan Motivasi untuk Pemulihan

**

Nilai - P untuk melihat motivasi tinggi atau motivasi rendah IFaktor Motivasi untuk Pemulihan

Keinginan untuk hidup normal Kondisi Lingkungan

Status orang tua Dorongan keluarga Nasehat dokter

Ket :

*

Nilai - P Membandingkan usia muda dan dewasa

Nilai Rataan Skor Nilai

-

P Nilai - P Usia Muda 4,02 4,45 4 3 3 4,lO 4,09 3,86 3,25 Usia Dewasa 4,OO 4 3 9 - 4 3 7 3,99 3,85 4,22 3,04

* *

0,7520 0,72 14 0,544 1 0,7848 0,3205 0,1297 - 0,218 0,000 0,000 0,344 0,546 0,034 0,48 16 1,000

(33)

Manusia diciptakan Tuhan memang untuk saling berpasang-pasangan, suatu saat manusia pasti akan menikah dan mempunyai keluarga, begitu pula dengan responden penderita ketergantungan narkotika yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi yang juga mempunyai keinginan untuk berkeluarga, mereka mempunyai keinginan untuk mendapatkan keturunan. Dari nilai rataan skor pada usia muda dan usia dewasa terlihat tidak ada beda. Nilai rataan 4,45 dan usia pasien dewasa dengan nilai rataan 4,59 (nilai

-

P=0,7214). Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon juga menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut memang sama-sama memiliki kemauan dan motivasi tinggi untuk pulih dikarenakan alasan agar dapat membina keluarga yang baik dan dapat keturunan, ini dapat dilihat dengan nilai nilai p = 0,000 pada a = 0,05. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok mempunyai motivasi tinggi untuk sembuh dari ketergantungan narkotika.

Bila seseorang menggunakan narkotika maka kehidupannya menjadi tidak normal, Sebelum mereka memakai narkoba, mereka bisa bangun pagi, dapat menjalankan semua aktifitas dengan normal. Setelah mereka memakai, mereka jadi susah untuk bangun pagi, sehingga berpengaruh pada semua kegiatan aktifitasnya. Menurut buku pedoman penanggulangan dan pencegahan bahaya narkoba dijelaskan seseorang yang menggunakan narkoba bisa terjadi perubahan perilaku dari yang positif menjadi negatif, seperti hilang atau berkurangnya rasa kemanusiaan, seperti cinta kasih, rasa malu, serta kendali diri. Memiliki temperamental yang aneh. Sering melakukan tindakan kriminal antara lain mencuri milik orang tuanya atau orang lain, berbohong, menipu, Pemberontak atau berani melawan orang tua atau guru, berani merampas, berbuat kasar, mengancam. Melemahnya kemampuan otak untuk berfikir dan berproduktifitas, melemahnya fungsi-

(34)

fungsi organ tubuh. Mudah terserang berbagai penyakit kronis serta dapat menyebabkan paranoid atau gila.

Alasan-alasan tersebut yang tidak diinginkan oleh penderita ketergantungan narkotika yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi sehingga mereka mau berobat agar keadaan dan hidup dapat normal kembali. Hal tersebut berlaku bagi pengelompokkan responden usia muda dengan nilai rataan 4,53 dan pengelompokkan usia dewasa dengan nilai rataan 4,57 (nilai-P = 0,5441), hasil uji ini menunjukkan tidak adanya perbedaan pada usia muda dan usia dewasa

.

Di sini dapat dilihat bahwa baik kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa sama-sama menginginkan untuk hidup normal, mereka mempunyai motivasi tinggi yang nyata pada a. = 0,05 untuk pulih dari ketergantungan narkotika. h i juga dapat dilihat dari hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon bahwa pada kedua kelompok mempunyai motivasi yang tinggi untuk sembuh dan mempunyai keinginannya hidup normal. Dengan nilai p = 0,000

.

Responden yang dirawat di Rumwattik Pamardisiwi banyak yang berasal dari lingkungan orang berada, h i dapat dilihat dari penampilan orang tua ketika jam besuk tiba. Di samping itu biaya yang harus dikeluarkan tiap bulan untuk ongkos perawatan di Rumwattik Pamardisiwi yang mahal belum termasuk biaya dokter dan obat yang diberikan guna penyembuhan responden.Walaupun rumwattik pamardisiwi tergolong rumah sakit sosial murni. Kondisi tersebut tidak mempengaruhi responden untuk termotivasi untuk pulih. Ini berlaku untuk responden pada kelompok usia muda dan kelompok usia responden usia dewasa. Ini dapat dilihat dengan nilai rataan 4,10 pada kelompok usia muda dan nilai rataan 3,99 pada kelompok usia dewasa dengan nilai - P = 0,7848. Hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon juga menunjukkan pada kedua kelompok

(35)

usia tersebut memang tidak mempunyai keinginan untuk pulih dari ketergantungan narkotika atau motivasi rendah tidak nyata pada a = 0,05, (nilai p = 0,344).

Dalam buku Pedoman Penanggulangan dan Pencegahan Bahaya Narkoba dijelaskan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah-masalah narkotika sangatlah besar. Untuk ikut kepedulian dari elemen-elemen di dalamnya sangat dibutuhkan. Adapun penanggulangan terhadap masalah-masalah narkotika dilingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa ha1 seperti :

1. Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan YME. Yaitu dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan di lingkungan masing-masing. Dalam ha1 ini peran aktif dari lembaga-lembaga keagamaan sangatlah dibutuhkan.

. 2. Meningkatkan kewaspadaan lingkungan terutama ada tidaknya aktifitas penyalahgunaan narkotika

3. Meningkatkan persatuan dan kesatuan, dengan membentuk berbagai forum-forum silahturami ataupun dialog-dialog yang positif.

4. Menindak tegas para pengedar di lingkungan sekitar.

5. Melakukan treatmen dan rehabilitas sesegera mungkin terhadap warga yang diketahui telah ketergantungan narkotika.

6. Bekerja sama dengan instansi terkait untuk membentuk basis-basis Monitoring Prilaku Masyarakat di berbagai tempat.

7. Bekerja sama dengan pemerintah, membentuk balai-balai pengobatan dan rehabilitasi ketergantungan narkotika.

(36)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpullkan bahwa dalam mencegah ~neluasnya peredaran narkotika, apabila masyarakat rela berkorban baik moril maupun materiil, dan siap untuk bekerja sama secara berkesinambungan.

Keadaan status orang tua tidak mempengaruhi responden untuk termotivasi untuk sembuh. Ini berlaku untuk semua kelompok, baik kelompok usia muda dan kelompok usia dewasa ini dapat dilihat dari nilai rataan pada kelompok usia muda 4,09 dan nilai rataan pada usia dewasa 3,85 (p=0,3205). Rendahnya motivasi tersbut dapat dilihat dari hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon dengan nilai p = 0,546 yang tidak nyata pada a =

Dorongan keluarga merupakan faktor yang penting dalam pemulihan responden dari ketergantungan narkotika. Tanpa dukungan keluarga responden tidak akan termotivasi untuk pulih. Hal tersebut juga merupakan alasan bagi kedua kelompok usia untuk termotivasi untuk pulih. Ini dapat dilihat dari nilai rataan yang tidak beda pada kelompok usia muda 3,86 dan kelompok usia dewasa dengan nilai rataan 4,22 (p= 0,1297), Ini juga dapat dibuktikan dari hasil uji Wilcoxon dengan nilai -

P

= 0,034 pada taraf nyata pada a = 0,05.

Keluarga merupakan faktor utama dalam mencegah bahaya narkotika, dalam buku pedoman penanggulangan dan pencegahan bahaya narkotika dijelaskan bahwa keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam pencegahan narkotika. Ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Orang tua memberikan pendidikan agama sedini mungkin, guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya sebagai dasar dalam pergaulan.

(37)

2. Menciptakan suasana yang tenang, damai dan harmonis agar dapat mencegah terjadinya keributan antar sesama anggota keluarga.

3. Orang tua hendaknya mengetahui akan bahaya, ciri-ciri dan tanda-tanda akibat penyalahgunaan narkotika agar dapat segera mengetahui terlibat atau tidak anggota keluarganya.

4. Adanya pengawasan yang ketat terhadap lingkungan pergaulan, terutama ada tidaknya indikasi penyalahgunaan narkotika.

5. Putuskan pergaulan antara objek (anak) yang belum terlibat, dengan mereka yang diindikasikan telah terlibat penyalahgunaan narkotika.

6. Melihat dan memperhatikan perkembangan anaknya disekolah.

7. Membatasi tingkat pergaulan dari hal-ha1 yang tidak bermanfaat (begadang tanpa tujuan, berkumpul dengan teman-temannya yang tidak mengenal waktu)

8. Broken home akibat perceraian orang tua, menjadi salah satu penyebab keterlibatan seorang anak terhadap penyalahgunaan narkotika. Karena itu, hendaknya ha1 tersebut jangan sampai terjadi. Dan bila memang harus terjadi jangan sampai mengurangi

perhatian dan kasih sayangnya terhadap anak.

9. Menunjukkan sikap dan prilaku bijaksana di lingkungan keluarga.

10. Berani mengambil keputusan dalam mengamankan anggota keluarga yang sudah terlibat. Khususnya keputusan untuk merehabilitasi, agar keterlibatan ketergantungannya terhadap narkotika tidak bertambah parah.

Pada parameter nasehat dokter tidak mempengaruhi responden untuk mempunyai motivasi untuk pulih. Rendahnya motivasi tersebut dapat dilihat pada nilai rataan kedua kelompok. Kelompok usia muda dengan nilai rataan 3,25 dan pada kelompok usia

(38)

dewasa dengan nilai rataan 3,04 (p = 0,4816 ). Hasil uji Wilcoxon juga menunjukkan nilai - P 1,000 pada taraf tidak nyata a = 0,05.

Hawari (1999) menjelaskan prinsip terapi (detoksifikasi) adalah berobat dan bertaubat, yaitu membersihkan "NAZA" dari tubuh pasien, serta memohon ampun kepada ALLAH SWT, serta berjanji tidak mengulanginya lagi dan memohon kekuatan iman agar tidak lagi tergoda mengkonsumsi NAZA. Hawari menyarankan terapi ini hendaknya dilakukan di rumah sakit, dimana untuk menghilangkan gejala putus Zat

(With

drawal Symtoms/Sakoi), pasien tidak boleh lagi menggunakan NAZA. Disini pasien akan diberikan obat-obatan penawar, buka pengganti.

Tahap selanjutnya, adalah fase berobat jalan untuk tahap pemantapan. Pada fase ini pasien hendaknya berada di rumah atau di wisma (transit house), dengan mengisolasinya dari hal-ha1 yang dapat membawa NAZA, dengan memperbanyak pengkajian dan aktifitas agama. Di samping itu, kontrol dan evaluasi medik-psikiatrik serta tes ulang urine dilakukan.

Kemudian tahap berikutnya, yaitu tahap lanjutan berobat jalan untuk pemantapan akhir, dimana isolasi pasien mulai dikurangi, namun tetap dalam pengontrolan dan pengawasan yang ketat dari keluarga. Pada fase ini, pasien sudah boleh keluar rumah dengan didampingi keluarga, namun hubungan terhadap teman-temannya tetap dibatasi dan diawasi dengan ketat. Pasien juga belum boleh mengendarai kendaraan, akibat dari sistem refleks syaraf yang belum pulih secara penuh. Pada fase ini, tetap dilakukan evaluasi medik dan psikiatrik, serta aktifitas-aktifitas agama. Jika tes urin pada fase ini sudah negatif, maka selesailah terapi medik (detoksifikasi) ini.

(39)

Di Rumwattik Pamardisiwi ada program terminal (Pasca Rehabilitasi). Pada program ini adalah untuk mempersiapkan para mantan korbanlpasien NAZA untuk dapat kembali melakukan studi ataupun tenaga siap pakai (bekerja). Maksudnya adalah dengan memberikan berbagai bentuk ketrampilan berupa kursus yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan untuk persiapan mereka dalam melanjutkan studi ataupun bekerja, di samping menghindari kekambuhan terhadap NAZA.

Faktor-faktor Motivasi Pemulihan dari Ketergantungan Terhadap NAZA Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi pemulihan ketergantungan terhadap NAZA pada kelompok usia muda maupun usia dewasa dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Peringkat Faktor-faktor Motivasi untuk Pemulihan

l~aktor Motivasi untuk Pemulihan

I

Nilai Rataan Skor 1

1

USia

I

~ e r i n ~ k a t

1

USia

I

Peringka!

I

meneruskan sekolah

-

Keinginan untuk hidup normal Xondisi Lingkungan

Status orang tua

Berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing faktor baik pada usia muda maupun usia dewasa, cenderung tidak ada perbedaan. Pada kelompok usia muda faktor "keinginan hidup normal" menjadi peringkat pertama sedangkan pada kelompok usia dewasa peringkat pertama pada faktor "keinginan berkeluarga".

Dorongan keluarga -- Nasehat dokter Muda 4,02 4,45 4 3 3 4,lO 4,09 3,86 3,25 5 2 1 3 4 6 7 Dewasa 4,OO 4 3 9 A -- 1 ' 4 3 7 3,99 3,85 4,22 3,04 2 ! - 5 -1 7 3 d

1

6

1

(40)

Hal ini dapat dipahami, karena bagi responden yang berusia muda umumnya berpendidikan SL r A cenderung ada keinginan untuk hidup normal, keinginan untuk bergaul kembali dengan lingkungannnya. Pasien di usia muda punya harapan yang besar, ada kesalahan yang harus diperbaiki. Sedangkan pada kelompok usia dewasa kecenderungan untuk berkeluarga menjadi prioritas. Hal ini dapat dipahami, karena pada usia dewasa dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih baik hidup berkeluarga.

Peringkat kedua pada usia muda adalah "keinginan untuk berkeluarga", sebelum responden ingin memutuskan untuk berkeluarga, responden harus hidup normal dan pulih dari ketergantungan narkoba. Peringkat ketiga pada usia muda adalah "kondisi lingkungan", ini dapat dimaklumi karena responden merasa sempat menjadi orang yang selalu "bermasalah" dalam masyarakat dan punya citra yang buruk terhadap dirinya sendiri. Sehingga responden hams berusaha untuk memperbaiki citra yang telah buruk sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya. Skor keempat pada usia muda adalah "status orang tua", di Indonesia yang cenderung dilihat adalah "anaknya siapa". Contoh : seorang anak wakil Gubernur yang terkena narkoba kemudian jabatan ayahnya dicopot dari wakil Gubernur. Keinginan untuk meneruskan sekolah pada usia muda menduduki peringkat kelima. h i dapat dimaklumi karena responden malu bertemu dengan teman sekolah, karena responden pernah putus sekolah dan hams mengikuti rehabilitasi karena terkena narkoba. Maka dari itu hidup responden harus normal terlebih dahulu. "Dorongan keluarga" menduduki peringkat rendah yaitu peringkat keenam pada usia muda. Hal ini dapat dimaklumi karena hubungan responden terhadap keluarganya jauh. Kalau hubungan responden dekat pasti motivasi untuk pulih tinggi. Orang tua

(41)

mereka sibuk sehingga kurang n~emperhatikan anak-anak n~ereka. Setelah anak-anak n~ereka terkena narkoba barulah keluarga bingung dan saling berlomba-lomba untuk meniperhatikan responden. Peringkat terakhir untuk kelompok usia muda adalah nasehat dokter, biasanya responden bila diberi informasi dari dokter selalu jawabannya iya-iya saja.

Pada kelompok usia dewasa keinginan untuk berkeluarga menduduki peringkat pertama, ha1 ini dapat dimaklumi karena responden sudah memasuki usia menikah, mereka ingin berkeluarga. Responden yang sudah berkeluarga biasanya perkawinan mereka hancur sehingga responden berusaha keras untuk memperbaiki perkawinan mereka. Peringkat kedua pada usia dewasa adalah "keinginan untuk hidup normal", ini dapat di pahami sebab berkeluarga merupakan bagian hidup normal. Jadi untuk memiliki keluarga yang harmonis antara suami, istri dan anak responden harus normal dalam hidupnya dan tidak tergantung pada narkoba. Peringkat ketiga pada usia dewasa adalah dorongan keluarga. Keluarga bagi usia dewasa dengan usia muda berbeda, bila usia muda keluarga yang dimaksud terdiri dari ayah, ibu, dan responden sebagai anak. Sedangkan keluarga pada usia dewasa terdiri dari suami, istri dan anak. Dorongan keluarga pada usia dewasa menduduki peringkat ketiga karena responden memerlukan dukungan dari keluarganya, keluarga bagi pasien adalah tempat untuk mencurahkan segala perasaannya, kalau ingat keluarga responden harus sembuh. "Keinginan meneruskan sekolah" pada usia dewasa menduduki peringkat keempat, motivasi untuk pulih karena keinginan untuk meneruskan sekolah rendah karena sekolah bagi responden hanya prioritas saja untuk mencari pekerjaan, cari kerja di Indonesia sangat susah, maka dari itu responden mau tidak mau harus meneruskan sekolah. Peringkat kelima pada usia

(42)

dewasa adalah "kondisi lingkungan", responden memang kurang memperhatikan lingkungan, mereka lebih memilih memperhatikan kelurganya yang lebih utama. "Nasehat dokter" menduduki peringkat keenam, hampir sama dengan responden kelompok usia muda. Responden hanya menjawab iya saja bila diberi nasehat dari dokter. Responden akan merasa tergugah bila responden tahu bila mengkonsumsi narkoba akan membawa dampak penyakit yang sangat berbahaya misalnya AIDS, atau dapat menyebabkan kemandulan. Skor terendah pada kelompok usia dewasa adalah status orang tua, ha1 ini dapat dimaklumi karena usia dewasa sudah lepas dari orang tua setelah responden meni kah.

Gambar

Tabel  1.  Susunan Kepemimpinan Rumwattik Pamardisiwi
Tabel  3.  Distribusi responden berdasarkan aktivitas komunikasi.
Gambar 3 dan gambar 4 menyajikan hasil  analisis hubungan  karakteristik individu  dan  aktivitas  komunikasi  terhadap  motivasi  untuk  pemulihan  dari  ketergantungan  narkotika  pada  pengelornpokkan  usia  muda  dan  usia  dewasa
Gambar 4.  Hubungan  antara  karakteristik individu dan  aktivitas komunikasi  responden  pada  kelompok  usia  dewasa  dengan  motivasi  untuk  pemulihan  dari  ketergantungan NAZA  x2  =  0,297  (P  =  0,586) x2 = 0,887 (P = 0,346) x2 = 1,865 (P = 0,172)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penambahan kontrol derivatif pada sistem kontrol proporsional, maka perubahan- perubahan yang terjadi sesuai dengan karakteristik kontrol derivatif antara lain:

Lelono, E. Nugrahaningsih, Tri Bambang S.R., dan Retno Widiastuti S.R. Indikasi Perubahan Iklim pada Neogen Akhir di Pulau Jawa Berdasarkan Rekaman Palinologi.

1) Jika signifikan atau nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians tidak sama. 2) Jika signifikan atau

Sistem Informasi Pengolahan Data Nilai pada Kurikulum 2013 (E-Rapor) merupakan sebuah sistem yang bertugas untuk menyajikan dan mengelola informasi data nilai

Limas adalah bangun ruang sisi datar yang dibatasi oleh sebuah bidang segibanyak sebagai sisi alas dan sisi-sisi tegak berbentuk segitiga. Pemberian nama limas berdasar sisi

(Weltevreden: Albrecht &amp; Co.) hlm. Lebih rinci lihat Notulen van de Algemene en Bestuursvergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen

Tanggal terakhir pencatatan dalam Daftar Pemegang Saham SCMA 20 Maret 2013 dan IDKM yang berhak untuk hadir dalam RUPSLB dan mempunyai. Hak untuk

Pengaruh stres terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula pada umumnya dapat digambarkan sebagai berikut, stres psikologis yang terjadi pada individu