• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI EKSTRAK BIJI KARIKA (Carica pubescens) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes aegypti. Mahasiswa Program Studi Biosain Pascasarjana UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI EKSTRAK BIJI KARIKA (Carica pubescens) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes aegypti. Mahasiswa Program Studi Biosain Pascasarjana UNS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

78

POTENSI EKSTRAK BIJI KARIKA (Carica pubescens) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK Aedes aegypti

Supono1 ,Sugiyarto2, Ari Susilowati3

1 Mahasiswa Program Studi Biosain Pascasarjana UNS

2 Dosen Pembimbing I Program Studi Biosain Pascasarjana UNS

3 Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS

( e-mail: el_nin@yahoo.com )

ABSTRAK - Karika (Carica pubescens) merupakan tumbuhan khas di dataran tinggi

Dieng. Pemanfaatan biji karika belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji karika terhadap mortalitas larva nyamuk

A. aegypti dan mengetahui kandungan senyawa biji karika.

Sampel biji karika diperoleh dari Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Biji dikering anginkan, diblender dan diekstraksi dengan metode maserasi bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol 70%. Fraksi yang diperoleh digunakan untuk uji larvasida pada nyamuk A. aegypti. Kandungan terpenoid, saponin dan alkaloid ekstrak biji karika diukur dengan metode KLT. Data yang berupa persentase kematian larva dihitung nilai LC50 menggunakan probit tabel Finney. Data dianalisis secara ANOVA dan diteruskan dengan DMRT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji karika menyebabkan kematian larva nyamuk A. aegypti pada waktu pemaparan 24 dan 48 jam. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi n-heksana paparan selama 24 jam adalah 148,30 ppm., sedangkan pada paparan 48 jam adalah 103,99 ppm. Ekstrak biji karika dapat digunakan sebagai larvasida nyamuk A. aegypti. Ekstrak biji karika mengandung senyawa terpenoid, alkaloid dan saponin.

Kata kunci: biji karika, Carica pubescens, larvasida, Aedes aegypti

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD)

merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, yaitu Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Virus dengue, termasuk dalam genus Flavivirus dari famili Flaviviridae (Sembel, 2009). Penyakit DBD ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus

dengue di seluruh dunia. Manifestasi

klinis DBD berupa pendarahan dan menimbulkan syok yang dapat berakibat kematian (Djallalluddin, dkk, 2001). Penularan penyakit DBD terjadi secara propagatif, yaitu virus penyebabnya berkembang biak di dalam badan vektor nyamuk A. aegypti dan A. albopictus yang merupakan vektor utama dan vektor sekunder DBD di Indonesia (Hoedoyo,

(2)

79

membawa virus dengue setelah

menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk

selama 8-10 hari, nyamuk dapat

mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk A. aegypti betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawa ke keturunannya melalui telur yang disebut transovarial.

Penularan penyakit DBD berkaitan erat dengan kondisi ekosistem. Oleh karena itu, perlu dipelajari untuk memahami kejadian penyakit yang

ditularkan vektor dan memahami

pencegahan penyakit melalui pem-berantasan vektornya. Virus, nyamuk, hospes, manusia, lingkungan fisik dan

lingkungan biologis merupakan

subsistem yang terkait. Upaya memutus-kan mata rantai penularan DBD dapat dilakukan dengan cara mengendalikan vektor penularnya yaitu nyamuk A.

aegypti. Salah satu cara mengendalikan

nyamuk A. aegypti yaitu melalui

pengendalian pertumbuhan larva.

Pengendalian larva nyamuk dapat

dilakukan dengan menggunakan

larvasida, predator larva, parasit larva dan usaha menjaga sanitasi lingkungan dengan gerakan 3M, yaitu menutup wadah atau penampungan air dengan rapat, menguras bak penampungan air seminggu sekali, menimbun barang bekas

yang dapat menjadi tempat

perkembangan larva nyamuk dan

mengurangi kontak dengan nyamuk. Larvasida nyamuk yang telah beredar dipasaran merupakan larvaisida sintetik yaitu temephos. Temephos sebagai larvasida penggunaannya sangat luas karena sangat efektif dalam pengendalian larva nyamuk, tetapi pada penggunaan

berulang dapat menimbulkan efek

samping yang tidak diinginkan seperti gangguan pernapasan dan pencernaan

(Panghiyangani, 2009). Penggunaan

larvasida sintetis dalam jangka waktu lama terbukti menimbulkan dampak yang

berbahaya bagi lingkungan dan

peningkatan ketahanan nyamuk terhadap larvasida sintetis tersebut (Ahmad, dkk., 2006). Mengingat hal-hal tersebut, maka

perlu adanya penelitian untuk

mendapatkan larvasida alternatif yang lebih aman bagi manusia dan lingkungan dengan harga yang cukup terjangkau oleh masyarakat.

Salah satu cara yang digunakan dalam usaha pemberantasan penularan DBD yang aman bagi manusia yaitu dengan menggunakan larvasida nabati. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai cukup sumber daya alam hayati. Banyak tumbuhan saat ini yang tidak dikenal secara luas ternyata memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang cukup tinggi, khususnya tumbuhan-tumbuhan yang memiliki manfaat, baik sebagai obat tradisional maupun sebagai insektisida alami (Fornswort, 1966). Larvasida nabati bersifat mudah terurai di alam sehingga

(3)

80

tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak karena residu cepat menghilang (Derviabi dkk., 2008).

Salah satu tanaman yang dimanfaat-kan sebagai larvasida nabati adalah biji mahoni yang mengandung saponin, flavanoid, dan tanin (Kardinan, 2002). Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak buah cabe jawa juga bermanfaat sebagai

larvasida nabati. Tanaman ini

mengandung senyawa alkaloid yang menjadi komponen larvasida (Kalsum

dkk., 2005). Daun mimba juga

bermanfaat sebagai larvasida nabati (Aradilla dkk., 2009).

Karika adalah tanaman buah yang termasuk dalam familia Caricaceae dan satu genus dengan pepaya. Karika memiliki nama latin Carica pubescens dan memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan pepaya. Tanaman ini sekilas tampak seperti pepaya akan tetapi memiliki karakter khusus yaitu pada daun bagian bawah, tangkai daun dan permukaan luar bunga dipenuhi bulu (Laily, 2011). Bagian tanaman yang bernilai ekonomi adalah daging buah yang banyak dimanfaatkan sebagai makanan olahan antara lain manisan, sirup dan selai. Buah karika berbeda dengan buah papaya karena buah karika tidak dapat dimakan secara langsung bagian daging buahnya.

Pemanfaatan karika sebatas pada daging buah, sedangkan bagian daun dan biji belum banyak dimanfaatkan. Pada

proses pengolahan buah karika, biji dipisahkan dan dibuang tanpa dimanfaat-kan. Pemanfaatan biji buah pepaya telah digunakan secara tradisional sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria. Ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dapat menyebabkan kematian larva A.

Aegypti (Mehidyastuti, 2012).

Pemanfaatan ekstrak biji karika sebagai larvasida nabati belum dilakukan dan kandungan senyawa golongan apa yang terdapat dalam biji karika belum banyak diketahui. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang larvasida nabati dari ekstrak biji karika untuk larva nyamuk A. aegypti.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012, di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Rancangan

penelitian yang digunakan adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada setiap uji. Pada uji aktivitas larvaisida pada ketiga fraksi menggunakan 15 perlakuan konsentrasi uji. Pada uji

aktivitas LC50 menggunakan rentang

konsentrasi dan fraksi paling efektif yang didapatkan dari uji pendahuluan.

Penelitian uji aktivitas larvasida dilakukan sesuai dengan prosedur WHO yang dimodifikasi. Pada uji aktivitas larvasida konsentrasi uji dicari terlebih dahulu dengan uji pendahuluan. Uji pendahuluan yang dilakukan untuk

(4)

81

mengetahui kisaran konsentrasi yang

dimungkinkan dapat menghasilkan

kematian larva sebesar 50% atau

konsentrasi dengan nilai LC50.

Konsentrasi LC50 dianalisis menggunakan

tabel probit Finney. Analisis kandungan bioaktif biji karika dilakukan secara

kualitatif dengan metode KLT

(Kromatografi Lapis Tipis).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komponen Bioaktif pada Biji Karika Pemisahan komponen bioaktif biji karika menggunakan metode ekstraksi maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol 70%. Maserasi 550 g berat kering biji karika menghasilkan 16,98% ekstrak kental n-heksana, 14,85% ekstrak etil asetat, dan 1,95% ekstrak etanol 70% dari massa awal.

Pelarut yang digunakan untuk

maserasi adalah n-heksana, etil asetat dan etanol 70%. Ekstraksi dengan pelarut n-heksana dimaksudkan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar alami terutama lilin, minyak nabati dan minyak atsiri yang terkandung dalam biji karika. Ekstraksi dengan pelarut etil asetat dimaksudkan untuk menarik senyawa-senyawa semi polar seperti alkaloid yang terkandung dalam biji karika. Pelarut etanol 70% digunakan untuk menarik senyawa-senyawa polar seperti fenolik, karbohidrat, asam amino dan protein yang terkandung dalam biji karika (Ghosh et al, 2012).

Senyawa bioaktif yang ada dalam masing-masing pelarut dianalisis secara kualitatif dengan metode Thin layer

Chomatography (TLC) atau Kromatografi

Lapis Tipis (KLT). Senyawa aktif yang menjadi target adalah senyawa golongan

terpenoid, saponin dan alkaloid.

Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa yang umum digunakan sebagai senyawa pestisida (Komansilan et al., 2012).

Analisis senyawa dengan TLC

memberikan hasil bahwa ekstrak biji

karika secara umum mengandung

senyawa terpenoid, saponin dan alkaloid. Senyawa- senyawa tersebut terdistribusi dalam ketiga jenis pelarut (Table 1).

Tabel 1.Kandungan senyawa bioaktif pada ekstrak biji karika.

Nama pelarut Senyawa yang terdeteksi

Terpenoid Saponin Alkaloid

N-Heksan + - -

Etil asetat + - -

Etanol 70 % + + +

Pada fraksi n-heksana dan etil asetat dalam uji ini hanya mengandung terpenoid, sedangkan pada fraksi etanol 70% terdapat tiga jenis golongan senyawa yaitu terpenoid, saponin dan alkaloid (Gambar 11).

Gambar 11.Uji kualitatif senyawa terpenoid dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna merah hingga violet pada sinar tampak . P: comparator terpenoid, H :

fraksi n-heksana E: fraksi etil asetat Et: fraksi etanol 70%.

(5)

82

Dari perbedaan jarak pita yang terbentuk pada lempeng TLC didapatkan pendugaan bahwa secara kualitatif senyawa terpenoid yang terkandung dalam fraksi n-heksana dan fraksi etil

asetat berbeda. Perbedaan secara

kualitatif dapat diketahui dari jarak pita pemisahan senyawa yang terilustrasi pada nilai Rf yang terbentuk (Tabel 2).

Tabel 2.Pemisahan senyawa terpenoid dalam ketiga fraksi ekstrak biji karika berdasarkan

nilai Rf-nya.

Fraksi ekstrak biji karika Nilai Rf yang terdeteksi

n-heksana 0,32 ; 0,38

etil asetat 0,24 ; 0,25 ; 0,59

etanol 70% 0,24 ; 0,25 0,38 ; 0,91

Nilai Rf yang diketahui dari hasil analisis TLC memberikan informasi bahwa terpenoid yang ada dalam fraksi n-heksana dan etil asetat jenisnya berbeda. Senyawa terpenoid yang ada pada fraksi etil asetat dan fraksi etanol 70% terdapat dua senyawa yang sama. Satu senyawa pada fraksi etanol 70% sama seperti pada fraksi n-heksana. Sedangkan pada fraksi n-heksana dan etanol 70% hanya terdapat satu senyawa yang sama. Pada fraksi etanol 70% terdapat 4 jenis terpenoid yang tiga diantaranya sama dengan pada fraksi n-heksana dan etil asetat, akan tetapi adanya keberagaman jenis senyawa pada fraksi.

Analisis senyawa bioaktif yang kedua adalah senyawa saponin. Senyawa ini

pada umumnya terkandung pada

tumbuhan yang digunakan sebagai insektisida nabati. Hasil uji kualitatif

senyawa ini ditunjukkan dengan warna biru (Gambar 12).

Gambar 12. Uji kualitatif senyawa saponin dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna biru pada sinar tampak . P: comparartor saponin from Quilaja bark, H : fraksi n-heksana E: fraksi etil asetat Et:

fraksi etanol 70%.

Dari hasil analisis diatas, keberadaan saponin hanya terdapat pada fraksi etanol 70%. Senyawa saponin yang terdeteksi pada fraksi air memiliki nilai Rf 0,20. Keberadaan saponin dalam fraksi etanol 70% tidak memberikan efek yang besar pengaruhnya terhadap aktivitas larvasida dari ekstrak biji karika yang diteliti.

Analisis senyawa yang ketiga adalah analisiis kualitatif senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid dalam ekstrak biji karika hanya terdapat pada fraksi etanol 70% (Gambar 13.).

Gambar 13. Uji kualitatif senyawa Alkaloid dengan metode TLC. Hasil uji positif ditunjukkan dengan warna orange pada sinar

tampak. P: comparator Quinine, H : fraksi n-heksan E: fraksi etil asetat Et: fraksi etanol 70%.

(6)

83

Senyawa alkaloid yang ada dalam fraksi etanol 70% terdeteksi pada niali Rf 0,54. Senyawa alkaloid yang terdeteksi pada fraksi etanol 70% hanya satu jenis saja.

B. Mortalitas Larva A. aegypti yang dikenai Ekstrak Biji Karika

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan nilai mortalitas larva nyamuk

A. aegypti yang dikenai perlakuan

ekstrak biji karika. Ekstrak yang dipakai dihasilkan dari ekstraksi bertingkat dari tiga jenis pelarut yaitu jenis nonpolar, semipolar dan polar. Pelarut bersifat non polar digunakan n-heksana, semipolar digunakan etil asetat dan polar diguna-kan etanol 70%. Dari ketiga jenis fraksi dari ekstrak biji karika memberikan hasil yang berbeda terhadap mortalitas larva

A. aegypti. Waktu pengamatan mortalitas

larva yang diteliti adalah 24 jam dan 48 jam. Kematian larva yang ditimbulkan oleh ketiga fraksi ekstrak biji karika selama 24 jam memberikan hasil yang berbeda (Gambar 14).

Gambar 14. Grafik jumlah kematian larva Ae. aegypti dikenai ekstrak biji karika frkasi

n-heksana, etil asetat dan etanol 70% pada paparan 24 jam

Dari data mortalitas selama 24 jam, didapatkan fraksi n-heksana yang paling besar menimbulkan kematian larva dibandingkan fraksi yang lain. Fraksi n-heksana mulai mematikan larva pada konsentrasi 100 ppm, konsentrasi yang paling rendah dibandingkan pada fraksi yang lain. Kematian larva selama 24 jam pada konsentrasi 100 ppm adalah sudah

hampir mencapai 50% dan pada

konsentrasi 300 ppm sudah lebih dari 50%. Pada konsentrasi 900 dan 1000 ppm fraksi n-heksana menyebabkan kematian

100% pada tiap kontainer. Pada

konsentrasi tersebut dinilai sangat toksik bagi larva A. aegyti dan perlu dikaji sifat ketoksisannya terhadap organisme air

lainnya. Fraksi n-heksana memiliki

kemampuan larvasida lebih tinggi

dibandingkan pada fraksi etil asetat dan etanol 70%.

Fraksi etil asetat ekstrak biji karika dapat menyebabkan kematian mulai dari konsentrasi 200 ppm. Terdapat kenaikan

mortalitas larva seiring dengan

meningkatnya konsentrasi pada fraksi ini sampai pada konsentrasi 900 ppm. Pada konsentrasi 800 ppm, efek jumlah mortalitas pada fraksi ini sama besarnya dengan pada fraksi etanol 70%. Jumlah mortalitas pada fraksi etil asetat konsentrasi 900 ppm dan 1000 ppm dibawah dari efek yang dihasilkan pada fraksi etanol 70%. Efek yang dihasilkan oleh fraksi etil asetat dimulai dari konsentrasi 900 ppm tidak menimbulkan kenaikan jumlah kematian yang berarti.

(7)

84

Hal yang berbeda dihasilkan pada fraksi etanol 70%. Pada fraksi ini, konsentrasi

yang menyebabkan kematian larva

dimulai dari 500 ppm. Mortalitas larva

terus meningkat seiring dengan

peningkatan konsentrasi. Pola

kecenderungan hubungan antara

mortalitas dan kenaikan konsentrasi berbanding lurus pada fraksi n-heksana dan etanol 70%. Sifat toksisitas pada ketiga jenis fraksi ekstrak biji karika sangat baik pada waktu paparan 24 jam dan akan dilihat pada waktu paparan 48 jam.

Kematian larva selama 48 jam

setelah pemaparan menunjukkan

peningkatan pada semua fraksi ekstrak biji karika (Gambar 15).

Gambar 15.Grafik jumlah kematian larva yang dikenai ekstrak biji karika fraksi n-heksana, etil

asetat dan etanol 70% pada paparan 48 jam

Adanya peningkatan kematian larva pada waktu paparan 48 jam, menunjuk-kan bahwa senyawa larvasida yang terkandung masih aktif. Pada fraksi n-heksana pengaruh toksisitasnya masih stabil sehingga pada waktu paparan 48 jam masih mematikan larva dalam jumlah yang besar. Konsentrasi lethal 100% pada fraksi n-heksana terjadi pada

800 ppm, 900 ppm dan 1000 ppm. Pada fraksi etil asetat dan etanol 70% tetap masih mengalami peningkatan jumlah larva yang mati tetapi tidak mencapai konsentrasi lethal 100%. Sifat toksisitas fraksi etanol 70% pada waktu paparan 48 jam lebih stabil dibandingkan pada fraksi etil asetat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kematian larva yang nilainya lebih tinggi mulai pada konsentrasi 600 ppm.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan dalam kisaran konsentrasi yang luas (antara 0 ppm hingga 1000 ppm), didapatkan jenis fraksi yang paling efektif (cepat dan banyak) membunuh larva A. aegypti adalah fraksi n-heksana. Fraksi n-heksana yang paling baik menyebabkan kematian larva disbanding-kan fraksi etil asetat maupun etanol 70%. Hasil ini sama dengan hasil penelitian pada ketiga fraksi ekstrak daun sirsak. Perbedaan tingkat keefektifan aktivitas

larvasida ditentukan oleh pelarut

ekstraknya (Ghosh et al, 2012). Tingkat keefektifan ekstrak biji karika ditentukan oleh pelarut yang dipakai. Dalam hal ini ekstrak karika paling baik aktivitas larvasidanya dengan pelarut n-heksana. Pelarut n-heksana dapat melarutkan minyak esensial tanaman dan senyawa lain yang bersifat non polar (Ghosh et al., 2012).

(8)

85

Tabel 3. Kematian larva pada fraksi n-heksana ekstrak biji karika selama 24 jam

Konsentrasi

(ppm) n Jumlah Larva Mortalitas rata-rata Mortalitas %

0 3 20 0 0a 50 3 20 0 0a 75 3 20 1,3 6.67b 100 3 20 9 45 c 125 3 20 9 45 c 150 3 20 10,33 51.67 d 175 3 20 11,33 56.67 d 200 3 20 12,66 63.33 e

C. Nilai LC50 pada ekstrak biji karika fraksi n-heksana

Persentase mortalitas larva A. aegypti terjadi mulai dari konsentrasi 100 ppm dengan nilai 45% hingga 50%. Dari hasil uji ini kemudian dicari nilai lethal

consentration (LC)50. Penetapan nilai LC50

dan LC90 digunakan sebagai langkah

pertama dalam pemeriksaan bahan alami sebagai larvasida (WHO, 2005). Dari hasil uji dengan kisaran konsentrasi luas didapatkan kisaran persentase mortalitas dari 5% hingga 100%. Pada fraksi etanol 70%, persentase kematian yang mencapai lebih dari 90% terdapat pada waktu paparan 48 jam. Fraksi etil asetat dengan waktu paparan 24 jam maupun 48 jam tidak mencapai 90 % pada konsentrasi tertinggi 1000 ppm. Pada fraksi n-heksana mulai konsentrasi 800 ppm dengan waktu paparan 48 jam sudah mencapai mortalitas 100%. Adanya kisaran konsentrasi dari 100 ppm hingga 800 ppm yang menyebabkan mortalitas pada fraksi n-heksana. Hal ini member-kan keterangan bahwa fraksi ini yang paling toksik dalam membunuh larva. Perbedaan daya toksisitas pada ketiga fraksi ekstrak biji karika disebabkan adanya perbedaan kandungan senyawa

yang ada dalam ketiga fraksi ekstrak. Pada ekstrak daun sirsak, fraksi yang paling toksik terhadap larva nyamuk

adalah fraksi n-heksana dengan nilai LC50

sebesar 73,77 ppm (Komansilan et al, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan pada uji konsentrasi kisaran luas, dilanjutkan uji dengan kisaran tertentu untuk mencari nilai LC50. Untuk mencari nilai LC50 digunakan kisaran konsentrasi dari 0 ppm hingga 200 ppm. Kisaran ini

diambil berdasarkan asumsi yang

didapatkan nilai persentase mortalitas dibawah 50% hingga diatas 50%.

Pada uji untuk mendapatkan LC50

diteliti dimulai pada waktu paparan 24 jam. Pada waktu paparan 24 jam didapatkan persentase mortalitas larva sampai 63,33% (Tabel 3). Pengaruh yang

diberikan tiap variasi konsentrasi

terhadap mortalitas memberikan hasil yang berbeda nyata yaitu konsentrasi dengan data mortalitas yang menunjuk-kan hasil mortalitas dengan tanda huruf yang sama (a, b, c, d, dan e) menunjukkan hasil yang sama. Perbedaan mortalitas akibat variasi konsentrasi menghasilkan taraf signifikan pada 5%.

Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi N-Heksana selama 24 jam adalah 148, 30 ppm. Nilai ini didapatkan dari persamaan linear yang dibentuk pada grafik (Gambar 16). Nilai R yang diperoleh adalah 0,883 memiliki makna bahwa memiliki korelasi yang sangat kuat antara mortalitas dan konsentrasi ekstrak biji karika.

(9)

86

Gambar 16. Persamaan garis antara nilai probit dan log konsentrasi yang membentuk persamaan linear. Persamaan dari fraksi

n-heksana pada waktu paparan 24 jam yang terbentuk adalah Y= 3.681X – 2.992

Selain pada waktu paparan 24 jam, diteliti pula jumlah kematian pada waktu paparan 48 jam. Jumlah kematian larva selama 48 jam disajikan dalam angka mortalitas selama 48 jam. Data yang didapatkan pada waktu paparan 48 jam

jumlahnya meningkat, namun

konsentrasi awal kematian larva tetap pada 75 ppm (Tabel 4).

Tabel 4. Kematian larva pada fraksi n-heksana ekstrak biji karika selama 48 jam

Konsentrasi

(ppm) n Jumlah Larva Mortalitas rata-rata Mortalitas %

0 3 20 0 0 a 50 3 20 0 0 a 75 3 20 1,66 41.67 b 100 3 20 9,66 48.33 c 125 3 20 10,33 51.67 c 150 3 20 12,33 61.67 d 175 3 20 13 65 de 200 3 20 14,33 71.67 e

Pengaruh yang diberikan tiap variasi konsentrasi terhadap mortalitas member-kan hasil yang berbeda nyata yaitu konsentrasi dengan data mortalitas yang menunjukkan hasil mortalitas dengan tanda huruf yang sama (a, b, c, d, dan e) menunjukkan hasil yang sama. Perbedaan mortalitas akibat variasi konsentrasi menghasilkan taraf signifikan pada 5%.

Pada waktu paparan 48 jam, dicari juga nilai LC50 pada fraksi N-heksana.

Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek

mortalitas fraksi N-heksana selama 48 jam adalah 103,99 ppm (Gambar 17). Nilai R yang diperoleh adalah 0,979 memiliki makna bahwa memiliki korelasi yang sangat kuat antara mortalitas dan konsentrasi ekstrak biji karika.

Nilai LC50 antara waktu paparan 24 jam dan 48 jam berbeda sangat besar nilainya. Nilai LC50 pada paparan 48 jam lebih kecil dari paparan pada 24 jam. Hal ini memberikan bukti bahwa senyawa yang berperan sebagai larvasida masih aktif pada air dalam kontainer uji dalam waktu 2 x 24 jam. Selain itu juga dimungkinkan karena mekanisme kerja dari terpenoid sebagai larvasida nabati yang terkandung di dalam ekstrak biji karika terhadap larva nyamuk A. aegypti.

Gambar 17.Persamaan garis antara nilai probit dan log konsentrasi yang membentuk persamaan linear. Persamaan yang terbentuk dari fraksi n-heksana pada waktu paparan 48

jam adalah Y= 1.821 X +1.327

Besar nilai LC50 pada fraksi n-heksana ekstrak biji karika pada paparan 48 jam mendekati nilai 104 ppm. Besar nilai ini

(10)

87

masih dalam kisaran larvasida yang dihasilkan oleh banyak spesies tanaman. Nilai yang masih dapat dipakai sebagai larvasida nabati dibawah 1000 ppm (Ghost et al, 2012).

Hasil yang diperoleh dari data mortalitas larva menunjukkan bahwa fraksi n-heksana yang memberikan aktivitas larvasida yang paling besar. Aktivitas ini sangat erat kaitanya dengan senyawa bioaktif yang ada didalamnya. Senyawa yang terkandung dalam fraksi n-heksana adalah dari golongan terpenoid dengan jenis tertentu. Data kromatogram dari TLC memberikan dugaan bahwa tidak hanya senyawa terpenoid saja yang mempengaruhi aktivitas larvasida. Hal ini disebabkan pelarut n-heksana tidak hanya menarik senyawa terpenoid saja, akan tetapi terdapat senyawa lain seperti asam lemak organik (Komansilan et al., 2012). Senyawa-senyawa jenis ini yang

mungkin mempengaruhi aktivitas

larvasida dari ekstrak biji karika yang ada

dalam fraksi n-heksana disamping

terpenoid. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parwata, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa

minyak atsiri daun sirih positif

mengandung terpenoid dan senyawa fenol lainnya efektif sebagai larvasida Nyamuk A. aegypti.

p masih mengalami peningkatan jumlah larva yang mati tetapi tidak mencapai konsentrasi lethal 100%. Sifat toksisitas fraksi etanol 70% pada waktu paparan 48 jam lebih stabil dibandingkan

pada fraksi etil asetat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kematian larva yang

nilainya lebih tinggi mulai pada

konsentrasi 600 ppm.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan dalam kisaran konsentrasi yang luas (antara 0 ppm hingga 1000 ppm), didapatkan jenis fraksi yang paling efektif (cepat dan banyak) membunuh larva A. aegypti adalah fraksi n-heksana. Fraksi n-heksana yang paling baik menyebabkan kematian larva disbanding-kan fraksi etil asetat maupun etanol 70%. Hasil ini sama dengan hasil penelitian pada ketiga fraksi ekstrak daun sirsak. Perbedaan tingkat keefektifan aktivitas

larvasida ditentukan oleh pelarut

ekstraknya (Ghosh et al, 2012). Tingkat keefektifan ekstrak biji karika ditentukan oleh pelarut yang dipakai. Dalam hal ini ekstrak karika paling baik aktivitas larvasidanya dengan pelarut n-heksana. Pelarut n-heksana dapat melarutkan minyak esensial tanaman dan senyawa lain yang bersifat non polar ( Ghosh et al., 2012).

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Pemberian ekstrak biji karika

menyebabkan kematian pada larva nyamuk A. aegypti pada waktu pemaparan 24 dan 48 jam. Nilai LC50 yang dihasilkan dari efek mortalitas fraksi n-Heksana pada paparan selama 24 jam adalah 148, 30 ppm,

(11)

88

sedangkan pada paparan 48 jam adalah 103,99 ppm.

2. Kandungan bioaktif senyawa yang ada dalam ekstrak biji karika adalah terpenoid, saponin dan alkaloid, akan tetapi senyawa yang mempengaruhi aktivitas larvasida paling banyak adalah terpenoid yang terlarut dalam n-heksana.

DAFTAR PUSTAKA

Aradilla, A S. Suhardjono. 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap

Larva Aedes aegypti. Skripsi.

Universitas Diponegoro. Semarang. Ahmad, I. Sita Astari, Rahardjo Bayu,

Marselina Tan, Amrul Munif. 2006.

Resistance of Aedes aegypti from Three Provinces in Indonesia, to Phyrethroid and organophosphated Insecticides. ICMNS. ITB

Astuti EP Riyadhi A dan Ahmadi NR. 2011. Efektivitas minyak jarak pagar sebagai larvasida, Anti-oviposisi dan ovisida terhadap larva nyamuk

Aedes albopictus Bul. Littro. Vol. 22

No. 1, Hal.44 – 53

Bahagiawati, 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin Agrobio 5(1). Balai Penelitian

Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetik Pertanian, Bogor.p. 21-28. Brinda S, Maragathavalli S, Kaviyasi N.S

Annadurai B and Gangwar S.K. 2012.

Mosquitoes larvacidal activity of leaf extract of neem (Azadirachta indica).

IJABR. 2 (1). Pp.138 – 142.

Djallalluddin, Hasni HB, Riana W, Lisda H. 2004. Gambaran Penderita Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Banjar Dan Kota Banjarbaru Tahun 2001. DEXA MEDIA., No. 2, Vol. 17, hal. 85-91: Banjar.

Deviarbi, TiraS., Ndoen HI., dan Weraman P. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Tembakau terhadap Kematian Jentik

Culex gelidus. Buletin. 18: 1-5.

Darsie R Ee JR and Voy-Adjoglou A S. 1997. Keys for the identification of

the mosquitoes of Greece. J of Am Mosquito control Association. 13(3)

p.247-251.

Fornswort, N. R., 1966, Biological and

Phytomical Screening of Plant, J.,

Pharm. Sci, 55 (3).p.225-276.

Ghosh, A, Chowdhury N, and Chandra G. 2012. Review article: Plant extract as

potential mosquito larvicides. Indian

J.Med Res 135

Hoedoyo. 1993. Vektor DBD dan penanggulangan. Majalah Parasitologi Indonesia. 6. (I): 32– 41. Kardinan, 2002

Hidayat S, 2000. Prospek papaya gunung

Carica pubescens Lenne and Koch

dari Sikunang pegunungan Dieng, Wonosobo. Proceding seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Bogor

Kalsum U. Agustina T E. Alvi M. 2005. Uji efek larvasida Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper lingum BI) terhadap larva

Culex sp. Skripsi. Universitas Brawijaya Malang.

Klaassen,C.D and Watkins, JB. 2003.

Essensial of Toxicology. Mc Graw Hiil

Companies :US

Komansilan A, Abadi A L, Yaniwiadi B and Kaligis D. 2012. Effective Fraction

of n-Hexane and Identification of Active Larvasida from Sirzak ( Annona muricata. linn) Due to Larva of Aedes aegypti. J. Basic. Appl.

Chem., 2(4). p.16-20

Kardian A. 2002. Pestisida nabati,

Ramuan dan Aplikasi. Penebar

swadaya: Bogor.

Laily A. N ,2011. Karakterisasi Carica

pubescens lenne & k. koch berdasarkan morfologi, kapasitas antioksidan, dan pola pita protein di

dataran tinggi dieng. Tesis.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Mehidyastuti, E. 2012. Pengaruh

Pemberian Ekstrak Biji Pepaya

(Carica Papaya L.) Sebagai Larvasida terhadap Mortalitas Larva Aedes

aegypti. Tesis. Universitas Kristen

Duta Wacana. Yogyakarta.

(12)

89

Nugraha DR. 2011. Ekstrak kayu jati (Tectona grandis L.F.) sebagai bio-larvasida jentik nyamuk demam berdarah Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas kehutanan IPB. Bogor.

Panghiyangani R., Rahmiati, Noor Ahda F. 2009. Potensi Ekstrak Daun Dewa (Gynura Pseudochina Ldc) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti Vektor Penyakit Demam Berdarah

Dengue. Jurnal Kedokteran

Indonesia, Vol 1/No.2 p. 121-125. Parwata I M O A., Sri R. S., I Made S., dan

Ida A. A. W. 2011. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri pada Daun Sirih (Piper

betle Linn) terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti.Jurnal Kimia 5 (1) p.

88-93.

Raharjo B. 2006. “Uji Kerentanan (Susceptibility test) Aedes aegypti (Linnaeus) dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG)”. Skripsi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Bandung. Regis L, Sinara B D S, Maria A V, Melo S.

2000. The use of bacterial larvicides

in mosquito and black fly control programs in Brazil. Mem Inst

Oswaldo Cruz Vol 95, Suppl 1.

Silva I G , da Silva and Lima CC. 2003.

Ovipositional behavior of Aedes aegypti (Diptera, Culicidae) in different strata and biological cycle.

Acta Biol. Par. Curitiba, 32.p.1-8. Schaper S and Chavarría F H. 2006.

Scanning electron microscopy of the four larval instars of the Dengue fever vector Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Rev. Biol. Trop. 54 (3)

p.847-852.

Sembel D T. 2009. Entomologi

Kedokteran. Andi Offset: Yogyakarta. Seran, M. D. Dan Prasetyowati, H. 2012.

Transmisi Transovarial Virus Dengue Pada Telur Nyamuk Aedes aegypti (L.). Aspirator Vol. 4 No. 2. p. 53-58. Soedarmo SSP, 1998. Demam berdarah

(Dengue) pada anak. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarto. 1972. Atlas Entomologi

Kedokteran. EGC. Jakarta

Sukadana. Sri RS. Juliarti. 2008. Aktivitas

antibakteri senyawa golongan

triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L). Jurnal Kimia 2. No 1. Warisno,2003. Budidaya Pepaya. Kanisius.

Yogyakarta.

WHO, 2005. Guidelines for Laboratory

and field testing of mosquito larvicides.WHO/CDS/WHOPES/GCDPP

/200513

Wikipedia. 2014. Pepaya Gunung.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pepaya_ gunung. (15 Januari 2014).

Zettel C and Kaufman P. 2013. Yellow

fever mosquito Aedes aegypti L Insecta : Diptera :Culididae).

Gambar

Gambar 13. Uji kualitatif senyawa Alkaloid  dengan metode TLC. Hasil uji positif  ditunjukkan dengan warna orange pada sinar
Gambar 15.Grafik jumlah kematian larva yang  dikenai ekstrak biji karika fraksi n-heksana, etil
Tabel 4. Kematian larva pada fraksi n-heksana  ekstrak biji karika selama 48 jam  Konsentrasi  (ppm)  n  Jumlah Larva  Mortalitas rata-rata  Mortalitas %  0  3  20  0  0  a    50  3  20  0  0  a    75  3  20  1,66  41.67  b    100  3  20  9,66  48.33  c 12

Referensi

Dokumen terkait

Diperkuat lagi dari hasil penelitian Sari, (2013) yang menyatakan penggunaan alat peraga praktikum beserta LKS mencapai tujuan pembelajaran baik dari aspek

*Klik tombol Cari untuk mencari data trial balance yang akan dihapus *Klik tombol Hapus untuk menghapus data trial balance yang telah dicari *Klikt tombol Batal untuk kembali

Menguraikan pengertian tentang Peran obat, factor- faktor yang mempengaruhi kerja obat dalam tubuh, apa pertimbangan dalam pemilihan dan pemberian obat, tujuan pembuatan

Langkah-langkah dalam proses penelitian dan pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development yang terdiri atas, (a) meneliti hasil penelitian

Wa h a i p a r a o r a n g t u a , bukankah kita akan menghargai dan bangga terhadap prestasi anak ketika itu sesuai dengan minat dan harapan kita? Bagaimana kalau

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbasis kurikulum 2013 yang akan diterapkan pada siswa kelas

Berdasarkan Peraturan Rektor Unnes Nomor 09 Tahun 2010 tentang Pedoman Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) bagi mahasiswa program pendidikan Universitas Negeri