• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN CLOSED CIRCUIT TELEVISION SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA. korespondensi: Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN CLOSED CIRCUIT TELEVISION SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA. korespondensi: Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

170 KEDUDUKAN CLOSED CIRCUIT TELEVISION SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PERKARA PIDANA

1

Yenny AS, 2Charlyna S. Purba, 3Lipi 1,2,3

Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti, Pontianak, Indonesia Email korespondensi: yenny.upb@gmail.com

Abstrak

Apakah informasi elektronik dan data elektronik tersebut dapat dijadikan dasar sebagai alat bukti petunjuk bagi Majelis Hakim akan dianalisis menggunakan metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif menunjukkan bahwa rekaman kamera Closed Circuit Television dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah di sidang pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kata Kunci: Closed Circuit Television, Alat Bukti, Perkara Pidana

A. PENDAHULUAN

Kedudukan Closed Circuit Television sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tanggal 7 September 2016. Closed Circuit Television masuk dalam pengertian informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 dan 4 UU ITE dan merupakan alat bukti yang sah dalam hukum acara yang berlaku, sehingga dalam hukum acara pidana dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terhadap pasal tersebut Mahkamah Kontitusi telah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa frase informasi elektronik dan/atau data elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai khususnya frase informasi elektronik dan/atau data elektronik sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan Mahkamah Konstitusi inilah kemudian yang dipandang

(2)

171 sebagai dasar untuk membatasi

penggunaan Closed Circuit Television sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana.

Sebelum adanya putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut, telah terdapat pertanyaan hukum mengenai kedudukan dari informasi elektronik dan dokumen elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia. Jika kita menganalisis ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di situ dikatakan bahwa keduanya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Tidak ada penjelasan yang sah mengenai apa yang dimaksud dengan perluasan tersebut sehingga timbul pertanyaan apakah perluasan tersebut dimaknai sebagai penambahan alat bukti atau merupakan bagian dari alat bukti yang telah ada. Dalam Pasal 184 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat lima alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa dan jika perluasan tersebut dimaknai penambahan maka alat bukti dalam hukum acara pidana di Indonesia secara umum menjadi lebih dari lima.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah informasi elektronik dan data elektronik tersebut dapat dijadikan dasar

sebagai alat bukti petunjuk bagi Majelis Hakim. Kemudian apabila perluasan tersebut dimaknai sebagai bagian dari alat bukti yang telah ada maka alat bukti dalam hukum pidana secara umum tetap lima, namun baik informasi elektronik dan dokumen elektronik tersebut dapat dimasukkan dalam alat bukti petunjuk atau alat bukti surat.

Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yaitu bahwa Informasi atau Dokumen Elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam bentuk tertulis. Sedangkan syarat materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang pada intinya Informasi dan Dokumen Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan digital forensik. Dengan demikian, email, file rekaman atas chatting, dan berbagai dokumen elektronik lainnya dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. Dalam beberapa putusan pengadilan, terdapat putusan-putusan yang membahas mengenai kedudukan dan pengakuan atas alat bukti elektronik yang disajikan dalam persidangan.

Beberapa hal yang dapat diungkap dan dibuktikan dengan bukti elektronik, adalah dapat mengidentifikasikan obyek (bukti elektronik), menentukan keterkaitan bukti elektronik dengan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana, merekonstruksi „masa lalu‟, melindungi yang tidak salah dan untuk menyiapkan ahli di persidangan. Hal ni tidak lepas dari pengertian digital

(3)

172 forensik sebagai salah satu cabang ilmu

forensik yang berkaitan dengan bukti legal yang ditemui pada komputer dan media penyimpanan digital. Menjabarkan keadaan kini dari suatu artefak digital yang dapat mencakup sebuah sistem komputer, media penyimpanan (seperti flash disk, hard disk, atau CD-ROM), sebuah dokumen elektronik (misalnya sebuah pesan email atau gambar JPEG), atau bahkan sederetan paket yang berpindah dalam jaringan komputer. Sehingga isi dari bukti elektronik yang diperoleh dari proses bukti elektronik tidak sekedar ada informasi apa dalam bukti elektronik akan tetapi dapat pula merinci urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya situasi terkini.

Prinsip-prinsip dan tahapan melalui digital forensik dalam menggali alat bukti berupa bukti elektronik sehingga dapat digunakan dalam pembuktian perkara pidana, ternyata tidak mudah karena karakteristik yang melekat padanya. Setelah prinsip dan tahapan terpenuhi (dapat dikatakan sebagai syarat formal) maka selanjutnya adalah syarat materiil, yaitu keterkaitan antara isi bukti elektronik dengan pembuktian perkara. Sebagaimana alat-alat bukti lainnya dalam pembuktian perkara pidana yang bersifat bebas, dalam arti akan kembali kepada hakim dalam menilai persesuaian dengan alat-alat bukti lainnya di persidangan dalam rangka untuk memenuhi minimum pembuktian untuk dapat menimbulkan keyakinan pada hakim.

Melihat keniscayaan perkembangan teknologi informasi dan beberapa peraturan perundangan yang ada, maka bukti elektronik akan semakin berperan dalam pembuktian perkara pidana. Masuknya bukti elektronik dalam Rancangan KUHAP sebagai alat bukti

yang berdiri sendiri telah menempatkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam pembuktian perkara pidana. Sebagai salah satu alat bukti (baru), kedudukannya yang sejajar dengan alat-alat bukti yang lainnya, dengan karakteristik dan kekhususannya, maka penanganan dan penyajian bukti elektronik sehingga dapat digunakan dan mempunyai kekuatan pembuktian di persidangan juga harus diperhatikan.

Beberapa prinsip-prinsip dasar dan tahapan digital forensik diatas dapat menjadi rujukan sederhana dalam menerima, menilai dan menggunakan bukti elektronik yang diajukan dipersidangan dalam pembuktian perkara pidana.

Uraian latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Kedudukan Closed Circuit Television Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana Dihubungkan Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 (Analisis Yuridis Normatif Terhadap Perluasan Alat Bukti 184 KUHAP)”

B. PERMASALAHAN

Apakah rekaman kemera closed circuit television dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah atau sebagai penunjang alat bukti di sidang Pengadilan?

C. METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Yuridis

(4)

173 Normatif.1 Penulis menggunakan bahan

hukum primer, sekunder, dan tersier. Untuk memahami permasalahan dalam penulisan ini, digunakan Metode Pengolahan Data Kualitatif.2 Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaann (library research) dan dianalisis secara yuridis-kualitatif. Kemudian data tersebut diolah dan dicari keterkaitan serta hubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian3.

D. PEMBAHASAN DAN ANALISA 1. Alat Bukti Rekamam Circuit

Closed Television sebagai Alat Bukti yang Sah

Salah satu jenis barang bukti yang sering diterima untuk dianalisis lebih lanjut secara digital forensic adalah barang bukti berupa rekaman video. Rekaman video tersebut bisa berasal dari kamera Closed Circuit Television, handycam, kamera digital yang memiliki fitur video dan handphone. Seiring dengan banyaknya peralatan teknologi tinggi tersebut yang dimiliki oleh masyarakat, maka sangat memungkinkan jenis barang bukti tersebut akan diterima oleh para analis digital forensic untuk diperiksa dan dianalisis lebih lanjut secara digital forensic.

Masyarakat biasanya menggunakan video recorder (misalnya handycam, handphone, atau kamera digital) untuk

1 Soerdjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian

Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,1994) halaman 13.

2

Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian

Hukum, cet.3, (Jakarta, UI Press, 1986) 132.

3 Burhan Ashshofa, Metode penelitian Hukum,

(Jakarta, PT Rineka Cipta, 1996) 20.

mengabadikan momen-momen yang dianggap berharga bagi mereka atau bisa juga menggunakan kamera Closed Circuit Televisionuntuk kepentingan perlindungan keamanan bisnis mereka Closed Circuit Television adalah alat perekaman yang menggunakan satu atau lebih kamera video dan menghasilkan data video atau audio.

Closed Circuit Television memiliki manfaat sebagai alat untuk dapat merekam segala aktifitas dari jarak jauh tanpa batasan jarak, serta dapat memantau dan merekam segala bentuk aktifitas yang terjadi dilokasi pengamatan dengan menggunakan laptop secara real time dari mana saja, disamping itu juga dapat merekam seluruh kejadian secara 24 jam, atau dapat merekam ketika terjadi gerakan dari daerah yang terpantau.

Hukum hanyalah sarana untuk menemukan keadilan, CCTV menjadi alat bukti yang sah untuk menemukan keadilan, hukum tidak boleh digunakan sebagai alat untuk membenarkan kelompok tertentu. Berbagai macam cara digunakan untuk membuktikan perbuatan hukum pada orang yang bertindak melawan hukum. Penegakan hukum sangat didukung dengan alat bukti yang benar dan sah. Kesadaran akan tegaknya keadilan menjadi substansi penegakan hukum. Menurut Baharudin Lopa, yang merupakan faktor yang lebih dominan daripada peraturan hukum dan aparat penegak hukum”, karena peraturan hukum maupun aparat penegak hukum sendiri ditentukan/digerakan juga oleh kesadaran hukum itu.4

4

Baharudin Lopa, Permasalahan dan

Pembinaan dan Penegakan Hukum di

Indonesia, (Jakarta Bulan Bintang 1987)

(5)

174 Proses persidangan suatu perkara

akan melalui tahap pembuktian, hal ini sebuah bukti akan diajukan, dimana alat bukti tersebut dapat menentukan bagaimana isi putusan tersebut, kedudukan sebuah bukti yang diajukan sangat menentukan pertimbangan hakim dalam memberikan keputusannya. Menurut Andi Hamzah mengatakan bahwa barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik.

Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti, yaitu:

a. Merupakan objek materiil; b. Berbicara untuk diri sendiri;

c. Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya;

d. Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa5

Kecenderungan terus

berkembangnya teknologi membawa berbagai implikasi yang harus diantisipasi dan diwaspadai, maka terdapat upaya yang telah melahirkan suatu produk hukum dalam bentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun dengan lahirnya Undang-Undang tersebut belum semua permasalahan menyangkut masalah Informasi dan Transaksi Elektronik dapat ditangani. Persoalan tersebut antara lain dikarenakan:

a. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

5Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana di

Indonesia,(Jakarta, Sinar Grafika 2008) halaman 254.

Informasi dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata Undang-Undang-Undang ini bisa diketahui oleh masyarakat pengguna teknologi informasi dan praktisi hukum;

b. Berbagai bentuk perkembangan teknologi yang menimbulkan penyelenggaraan dan jasa baru harus dapat diidentifikasi dalam rangka antisipasi terhadap pemecahan berbagai persoalan teknis yang dianggap baru sehingga dapat dijadikan bahan untuk penyusunan berbagai peraturan pelaksana

c. Pengayaan akan bidang-bidang hukum yang sifatnya sektoral (rezim hukum baru) akan semangkin menambah semarak dinamika hukum yang akan menjadi bagian sistem hukum nasional.6

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik terdapat perluasan dari pengertian alat bukti yang terdapat dalam KUHAP. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang

melakukan perbuatan hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik berada diwilayah hukum Indonesia maupun luar wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum diwilayah hukum Indonesia atau diluar wilayah hukum Indonesia.

Kedudukan Closed Circuit Television untuk memenuhi kepastian hukum untuk para pelaku kejahatan serta korban kejahatan sehingga asas

6Ahmad M Ramli, “Dinamika Konvergensi

Hukum Telematika Dalam System Hukum Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.5, No 4 (2008) : 2

(6)

175 keadilan terpenuhi. Menurut

Baharuddin Lopa, “pada dasarnya tujuan hukum ialah menegakkan keadilan, sehingga ketertiban ketentraman masyarakat dapat diwujudkan. Dalam hubungan ini, putusan-putusan hakim pun harus mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Rakyat harus ditingkatkan kecintaannya terhadap hukum sekaligus mematuhi hukum itu sendiri.7

Pengaturan tentang alat bukti elektronik memiliki sejarah yang cukup

panjang dan akan terus

berkembang.Selanjutnya peraturan yang saling bersesuaian tersebut jika peraturan perundang-undangan tidak bertentangan. Menurut Bagir Manan, agar pembentukan undang-undang menghasilkan suatu undang-undang yang tangguh dan berkualitas, dapat digunakan tiga landasan dalam menyusun undang-undang, yaitu: pertama landasan yuridis (jurisdische gelding); kedua, landasan sosiologis (sociologis gelding); ketiga landasan filosofis.8

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang telah menjadikan informasi elektronik atau dokumen elektronik menjadi alat bukti. Pada tahun 2008, pemerintah mengeluarkan Undan-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa disebut dengan UU ITE. UU ITE inimenjadi titik terang pengaturan

7Baharuddin Lopa, Seri Tafsir Al-Qur’an

Bil-Ilmi 03, Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta, Bhakti Prima Yasa,

1996) halaman 126

8Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan Yang Baik, (Jakarta, PT

RajaGrafindo Persada, 2010) halaman 29.

tentang alat bukti elektronik. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Pasal ini menjadi landasan hukum bagi para penegak hukum untuk dapat menggunakan berbagai jenis alat bukti elektronik guna kepentingan penegakan hukum di Indonesia.Namun, UU ITE bukanlah peraturanyang pertama kali mengatur penggunaan alat bukti elektronik. Sebelum UU ITE dibentuk, sudah ada beberapa peraturan-peraturan yang memperbolehkan atau mengakui penggunaan alat bukti elektronik. Berikut adalah pengaturan tentang alat bukti elektronik yang terdapat dalam beberapaperaturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

1. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan.

2. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

4. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

5. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 jo

Undang-Undang Republik

(7)

176 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang

6. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Informasi atau dokumen elektronik baru diakui sebagai alat bukti setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 26 (A) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 merumuskan bahwa konsep keadilan telah telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak jaman Yunani kuno dan terus bergulir hingga saat ini.

Tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, informasi serta pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ketiga dari Undang-Undang yakni Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Undang-Undang Nomor. 15 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor. 15 Tahun 2003 telah mengakui legalitas informasi elektronik sebagai alat bukti, akan tetapi keberlakuannya masih terbatas pada tindak pidana dalam lingkup korupsi, pencucian uang dan terorisme saja.

Ketentuan Pasal 188 ayat (3), penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.9Terciptanya

9

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril.

Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek,(Bogor, Ghalia Indonesia 2010) halaman 129-130.

keadilan sangat bergantung pada kekuatan alat bukti untuk mewujudkan tugas utama hukum yang adalah mewujudkan keadilan, untuk mewujudkan keadilan maka pasal 184 KUHAP memang sudah semestinya di perbaharui karena tidak relevan dengan perkembangan teknologi karena hanya menjadikan Closed Circuit Television sebagai alat bukti petunjuk dalam KUHAP, sehingga terbatas untuk menjangkau kejahatan.KUHAP perlu disempurnakan.10

Menetapkannya ke dalam satu putusan hakim, dan putusan itu sendiri pun secara kumulatif harus sekaligus bermakna sebagai pelaksanaan perlindungan yang adil dan berkepastian bagi korban dan atau saksi/pelapor terjadinya perbuatan pidana. Oleh sebab itu, kebenaran yang hendak diputuskan bukanlah sekedar benar, tetapi benar yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai kepastian perlindungan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM).11 Dengan disahkannya UU ITE lebih mengokohkan dasar hukum bahwa pengertian alat bukti menjadi diperluas, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Dan selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan; Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti

10M. Yahya Harahap, Pembahasan

Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyindikan dan Penuntutan, (Jakarta, Sinar

Grafika 2000) halaman 12.

11Nikolas Simanjuntak,Acara Pidana Indonesia

Dalam Sirkus Hukum, (Jakarta, Ghalia Indonesia 2009) halaman 234.

(8)

177 yang sah sesuai dengan hukum acara

yang berlaku di Indonesia.12

2. Urgensi Revisi Terhadap KUHAP

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah tak sesuai dengan kondisi sekarang sehingga perlu direvisi. Jika melihat umur KUHAP. Secara umum KUHAP, adalah peninggalan Belanda. Ada beberapa Pasal tidak relevan dengan keadaan sekarang maka perlu dilakukan revisi. Jadi KUHAP harus disesuaikan dengan keadaan sekarang.

Berdasarkan penjelasan pada Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di atas, telah jelas bahwa KUHAP hanya mengatur tentang 5 (lima) alat bukti yang sah, dan diluar dari alat-alat bukti tersebut tidak dibenarkan untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam membuktikan kesalahan pelaku tindak pidananamun untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang berkenaan dengan alat bukti teknologi informasi, khususnya yang terkait dengan penggunan alat pendeteksi kebohongan (lie detector)sebagai alat bukti petunjuk, hakim dapat melakukan suatu penafsiran ekstensif yang merupakan pemikiran secara meluas dari peraturan perundang-undang yang berlaku positif dalam hal ini, alat bukti petunjuk di perluas, sehingga alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dapat dijadikan alat bukti yang sah pada proses peradilan pidana.

12Penjelasan tentang perluasan alat bukti di

akses

file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/2171 -5907-1-PB.pdf pada 14 Juni 2017 pukul 19.00 wib.

Penafsiran ekstensif yang dilakukan hakim tidak hanya sebatas pada peraturan-peraturan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana melainkan dapat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan dasar hukum dalam penggunan sistem elektronik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini lebih memberikan kepastian hukum karena ruang lingkup berlakunya lebih luas, selain itu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mengakui hasil penggunan sistem elektronik, khususnya mengenai hasil tes penggujian alat pendeteksi kebohongan (lie detector) sebagai alat bukti yang sah, yaitu alat bukti petunjuk.13

Segala upaya dicari untuk menciptakan ketertiban hukum sehingga tidak salah dalam menjatuhkan hukuman. Tujuan hukum adalah menciptakan ketertiban didalam

masyarakat dengan memberi

perlindungan kepentingan kepada orang, atau masyarakat. Oleh karena kepentingan masyarakat tidak terhitung banyaknya dan tidak terhitung pula jenisnya, sistem hukum mempunya fungsi untuk menciptakan atau

mengusahakan dan menjaga

keseimbangan tatanan di dalam masyarakat.14

13Urgensi tentang revisi KUHAP serta sahnya

rekaman CCTV sebagai alat bukti hukum dalam

sidang di Pengadilan

http://www.academia.edu/7228559/Analisa_Per luasan_Alat_Bukti_Dengan_Pengaturan_Huku m_Acara_Di_luar_KUHAP diakses pada 14 juni 2017 pukul 10.15 wib.

14Sudikno Mertokusumo, Teori hukum,

(Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka 2014) halaman 59.

(9)

178 Pengaturan alat bukti Elektronik

dalam Hukum Acara Pidana secara spesifik belum dapat ditemukan dalam KUHAP. Kekuatan alat bukti surat elektronik menurut KUHAP adalah sama dengan alat bukti surat yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP. Meskipun alat bukti surat elektronik tidak diatur dalam KUHAP, namun surat elektronik pada dasarnya ialah surat yang berbentuk elektronik, selain itu surat elektronik dapat dimasukkan kedalam kategori surat lain yang hanya dapatberlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain sesuai dengan Pasal 187 huruf d KUHAP. Jadi kekuatan dari alat bukti surat elektronik adalah sama dengan alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dan nilai kekuatan pembuktian surat elektronik bergantung kepada keyakinan hakim.

Setelah lebih dari 15 tahun sejak berlakunya pasal 26A UU Tipikor, pengadilan tindak pidana korupsi sudah banyak menangani kasus-kasus korupsi dengan menggunakan alat bukti elektronik, termasuk rekaman kamera pengintai atau rekaman Circuid Closed Television. Berikut adalah beberapa kasus korupsi yang menggunakan rekaman Circuid Closed Television dalam proses pembuktiannya. Dalam kasus di bawah ini dapat dilihat bagaimana peranan rekaman Circuid Closed Television dalam tindak pidana korupsi.

a. Kasus Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Rahmat Syahputra Perkara ini telah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Pengadilan Negeri Pekanbaru

dengan Nomor Putusan

29/Pid.Sus/2012/PN.PBR dengan nama

terdakwa Rahmat Syahputra. Rahmat Syahputra adalah seorang karyawan PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk cabang XI. Pembuktian dalam perkara korupsi ini menggunakan rekaman Circuid Closed Televisiondalam pembuktiannya, yaitu BB Nomor 179 satu buah flashdisk bertuliskan “Lifestyle Scheoffel” warna silver dengan bungkus kulit warna hitam bertuliskan pada tanggal 3 April 2012. Rekaman Circuid Closed Television tidak menunjukkan secara langsung tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pelaku. Namun berdasarkan rekaman Circuid Closed Television itu, hakim dapat membangun sebuah alur dengan melihat keterkaitannya dengan alat bukti lain yaitu keterangan saksi satria hendri yang mengakui isinya adalah uang. Rekaman Circuid Closed Television tersebut menunjukkan salah satu orang yang memberikan aliran dana untuk kemudian diberikan kepada DPRD Provinsi Riau sebagai “uang lelah” dalam melakukan revisi peraturan daerah.

b. Kasus Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Musandrian A.Md Bin MustarPerkara ini telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor

Pengadilan Negeri Palembang

dengan nomor putusan

51/Pid.Sus/2013/PN.Plg dengan nama terdakwa Musandrian, A. Md. Bin Mustar. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum memutar rekaman Circuid Closed Televisionsebagai salah satu bukti dalam kasus penambahan kuota impor daging sapi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 1 Mei 2013. Video tersebut memperlihatkan aktivitas di ruang kerja Juard Effendi, selaku

(10)

179 Direktur PT Indoguna Utama pada 29

Januari 2013. Dalam rekaman tampak seorang laki-laki masuk ke dalam ruang kerja Juard.15Rekaman Circuid Closed Televisionyang digunakan Jaksa Penuntut Umum tersebut bila berdiri sendiri tidak dapat dinilai sebagai suatu tindak pidana korupsi, namun bila dikaitkan dengan alat bukti lainnya seperti keterangan saksi diatas maka akan diketahui bahwa tindakan yang terekam dalam rekaman Circuid Closed Televisiontersebut adalah merupakan salah satu tindakan dari rangkaian tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kasus korupsi impor daging sapi yang dilakukan oleh Lufhfi Hasan Ishaaq.16

c. Kasus Jessica Kumala Wongso Kopi bersianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso menarik perhatian berbagai kalangan. Tidak terkecuali kalangan pengacara atau kuasa hukum. Saling beda pandangan terhadap proses persidangan yang berlangsung hingga 27 kali tersebut terjadi. Salah satunya terkait penggunaan CCTV yang menjadi alat bukti dalam menvonis Jessica.17

Menurut Mudzakkir, alat bukti yang bagus dalam kasus tindak pidana adalah alat bukti primer. CCTV yang diajukan oleh Jaksa penuntut Umum

dalam Perkara Nomor

15http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/

01/arya-abdi-effendy-dan-juard-effendidivonis-2-tahun-3-bulan diakses pada tanggal 25 Juni 2017, pukul 04.25 Wib.

16130http://nasional.news.viva.co.id/news/read/4

09487-jaksa-putar-rekaman-cctvpenyerahan-suap-impor-daging diakses pada tanggal 25 Juni 2017 jam 05.00 wib.

17

http://poskotanews.com/2016/10/09/kasus-jessica-cctv-sah-jadi-alat-bukti/ diakses pada 25 Juni 2017 jam 19.00 wib.

777/PID/2016/PN.JKTPST dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso dipertimbangkan oleh Majelis Hakim baik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, selanjutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung resmi.

E. PENUTUP 1. Kesimpulan

Rekaman Kamera Closed Circuit Televisiondapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah di sidang pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, selanjutnya rekaman kamera Closed Circuit Televisionmerupakan perluasan dari pasal 184 ayat (1) Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengenai alat bukti yang sah. Perkembangan teknologi saat ini, ternyata pasal-pasal di KUHAP tidak mampu melindungi hak warga secara maksimal jadi sudah waktunya KUHAP di revisi. Melalui putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor

20/PUU-XIV/2016 Mahkamah

Konstitusi telah memutuskan memperluas objek Putusan tersebut telah mereduksi ketentuan dalam UU ITE yang menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan memperluas jenis alat bukti hukum yang selama ini dikenal dalam hukum acara yang berlaku.

(11)

180

2. Saran

Sebaiknya Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam revisi terhadap KUHAP, Pemerintah harus memasukan mengenai intersepsi atau penyadapan mengunakan rekamam closed circuit television agar prosedur mengenai intersepsi atau penyadapan ini jelas dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang oleh pihak-pihak tertentu baik yang berwenang maupun yang tidak berwenang. Mengingat bahwa pembatasan hak privasi hanya boleh dilakukan dengan Undang-Undang, sehingga ada landasan yang jelas dan teratur mengenai intersepsi atau penyadapan mengunakan rekaman Closed Circuit Televisionyang tidak lain untuk menjamin hak asasi tiap-tiap warga negara Republik Indonesia. Disamping itu, mengingat penggunaan perangkat kamera Closed Circuit Television yang semakin meningkat dan jenis perangkat Closed Circuit Television semakin beragam, maka pemerintah secepatnya membuat peraturan mengenai penggunaan atau pengawasan menggunakan kamera Closed Circuit Television dalam revisi KUHAP.

Para penegak hukum dalam melakukan intersepsi mengunakan

rekamam Closed Circuit

Televisionharus tetap mematuhi aturan-aturan tentang intersepsi atau penyadapan yang ada dan berlaku. Selain itu, apabila dalam mengungkap tindak pidana yang berhubungan dengan menggunakan alat bukti rekaman Closed Circuit Television, sangat baik jika tidak menunjukkan rekaman yang telah dipotong-potong atau hanya menunjukkan hasil cetaknya, karena hal

tersebut akan mengurangi keotentikan informasi yang terdapat dalam alat bukti rekaman Closed Circuit Television tersebut.

Saran penulis kepada masyarakat, apabila hendak memasang kamera pengintai atau rekamam kamera Closed Circuit Television untuk kepentingan pengawasan, baik secara terang terangan ataupun sembunyi-sembunyi di tempat umum atau publik ataupun di tempat atau ruangan yang bersifat privat, sebaiknya memasang pengumuman atau pemberitahuan bahwa ruangan tersebut telah dipasangi atau dilengkapi kamera Closed Circuit Television. Cara ini dapat digunakan untuk menghindari pelanggaran terhadap hak privasi orang lain. Selain itu, masyarakat terutama kaum muda, dalam memanfaatkan teknologi jangan sampai mengganggu hak asasi orang lain dan jangan sampai melakukan tindakan yang termasuk ke dalam tindakan intersepsi atau penyadapan yang tidak sah, karena hal tersebut secara jelas diatur dalam UU ITE adalah perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman pidana.

Saran penulis kepada mahasiswa ilmu hukum, sebaiknya penelitian dalambidang alat bukti, terutama alat bukti elektronik seperti ini terus dilakukan dan dikembangkan. Hal ini perlu dilakukan karena akan sangat membantu dalam proses penegakan

hukum dan akan menambah

pemahaman mahasiswa ilmu hukum dalam bidang pembuktian suatu tindak pidana, atau dalam kasus hukum lainnya yang membutuhkan alat bukti rekaman CCTV. Globalisasi yang membawa perkembangan teknologi tentu membawa efek yang positif dan negatif, dan penulis berharap efek positif tersebut, terutama dalam bidang

(12)

181 penegakan hukum dapat terus

dirasakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Ahmad M. 2008. Dinamika Konvergensi Hukum Telematika Dalam System Hukum Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 5 No. 4 2008.

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Lopa, Baharudin. 1987. Permasalahan dan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.

, 1996. Seri Tafsir Al-Qur’an Bil-Ilmi 03, Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Bhakti Prima Yasa.

Ashshofa, Burhan. 1996. Metode penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta. http://www.academia.edu/7228559/Ana lisa_Perluasan_Alat_Bukti_Dengan _Pengaturan_Hukum_Acara_Di_lu ar_KUHAP http://www.tribunnews.com/nasional/20 13/07/01/arya-abdi-effendy-dan- juard-effendidivonis-2-tahun-3-bulan http://nasional.news.viva.co.id/news/rea d/409487-jaksa-putar-rekaman-cctvpenyerahan-suap-impor-daging http://poskotanews.com/2016/10/09/kas us-jessica-cctv-sah-jadi-alat-bukti/ Makarao, Mohammad Taufik dan

Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.

Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan

KUHAP Penyindikan dan

Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. Simanjuntak, Nikolas. 2009. Acara

Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono. 2004.

Faktor-Faktor Yang Mempergaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mertokusumo, Sudikno. 2004. Teori hukum. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Yuliandri. 2010. Asas-Asas

Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan Yang Baik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) perencanaan keuangan sekolah, 2) pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan sekolah, 3) evaluasi pelaksanaan pengelolaan

[r]

Pengaruh lama induksi siplo dan penyemprotan giberelin terhadap produksi buah perhektar ditunjukkan dengan nilai determinasi regresi (R 2 ) sebesar 0,9542 pada

Berlari adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia untuk bergerak lebih cepat dengan menggunakan kaki, seperti yang terlihat padea Gambar 3.37. Berlari dapat dikatakan

Pada tampilan menu terdapat tombol pilih level untuk menampilkan pilih level, tombol lihat album untuk menampilkan album ikan, tombol naik level untuk menampilkan

Salah satu elemen jendela asli yang dimiliki oleh Stasiun Jember terdapat pada bagian atas dinding gevel fasade depan.. Jendela ini merupakan sebuah bouvenlicht yang

Beberapa startegi penanaman nilai-nilai agama pada anak tersebut diharapkan mampu dilaksanakan oleh orangtu secara konsisten sehingga orangtua dapat mendampingi

WHO mempunyai tangga untuk meredakan nyeri yang digunakan untuk tatalaksana nyeri pada kanker yang dapat digunakan juga pada pasien dengan nyeri akut dan kronis dan nyeri