• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Pengertian Manajemen Operasional

Menurut Richard B. Chase (2004, p6), “Operations management is defined as

the design, operation, and improvement of the system that create and deliver the firm’s primary product and services” dimana “Manajemen operasi didefinisikan

sebagai gambaran, proses operasi, dan perbaikan atau pengawasan dari sistem-sistem yang menghasilkan produk utama atau jasa suatu perusahaan”.

Sedangkan menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006, p4), manajemen operasional adalah serangkaian kegiatan yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Kegiatan menciptakan barang dan jasa ini berlangsung di semua organisasi.

Lalu menurut Menurut James Evans dan David Collier (2007, p5), manajemen operasional adalah ilmu dan seni untuk memastikan bahwa barang dan jasa diciptakan dan berhasil dikirim ke pelanggan. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen operasional memerlukan pemahaman yang kuat tentang orang, proses dan teknologi dalam lingkungan bisnis global saat ini. Manajemen operasional menyediakan prinsip dan alat untuk membantu manajer menghadapi tantangan.

(2)

Sedangkan menurut William J. Stevenson (2009, p4), manajemen operasi adalah sistem manajemen atau rangkaian proses dalam pembuatan produk atau penyediaan jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional adalah suatu rangkaian aktivitas proses operasi dan pengawasan dari proses tersebut agar dapat menghasilkan produk utama atau jasa sesuai keinginan perusahaan.

2.1.1 Sepuluh Keputusan Strategis Manajemen Operasional

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2009, p56-57) diferensiasi, biaya rendah, dan respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan efektif dalam sepuluh wilah Manajemen Operasional. Keputusan ini dikenal sebagai keputusan operasi (operations decisions). Berikut sepuluh keputusan Manajemen Operasional yang mendukung misi dan menerapkan strategi.

1. Perancangan barang dan jasa. Perancangan barang dan jasa menetapkan sebagian besar proses transformasi yang akan dilakukan. Keputusan biaya, kualitas, dan sumber daya manusia bergantung pada keputusan perancangan. Merancang biasanya menetapkan batasan biaya terendah dan kualitas tertinggi.

2. Kualitas. Ekspektasi pelanggan terhadap kualitas harus ditetapkan, peraturan dan prosedur dibakukan untuk mengidentifikasi serta mencapai standar kualitas tersebut.

3. Perancangan proses dan kapasitas. Pilihan-pilihan proses tersedia untuk barang dan jasa. Keputusan proses yang diambil membuat manajemen

(3)

mengambil komitmen dalam hal teknologi, kualitas, penggunaan sumber daya manusia, dan pemeliharaan yang spesifik. Komitmen pengeluaran dan modal ini akan menentukan struktur biaya dasar suatu perusahaan.

4. Pemilihan lokasi. Keputusan lokasi organisasi manufaktur dan jasa menentukan kesuksesan perusahaan. Kesalahan yang dibuat pada langkah ini dapat memengaruhi efisiensi.

5. Perancangan tata letak. Aliran bahan baku, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat karyawan, keputusan teknologi, dan kebutuhan persediaan memengaruhi tata letak.

6. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan. Manusia merupakan bagian yang integral dan mahal dari keseluruhan rancang sistem. Karenanya, kualitas lingkungan kerja diberikan, bakat dan keahlian yang dibutuhkan, dan upah harus ditentukan dengan jelas.

7. Manajemen rantai pasokan. Keputusan ini menjelaskan apa yang harus dibuat dan apa yang harus dibeli. Pertimbangannya terletak pada kualitas, pengiriman, dan inovasi; semuanya harus pada tingkat harga yang memuaskan. Kepercayaan antara pembeli dan penjual sangat dibutuhkan untuk proses pembelian yang efektif.

8. Persediaan. Keputusan persediaan dapat dioptimalkan hanya jika kepuasan pelanggan, pemasok, perencanaan produksi, dan sumber daya manusia dipertimbangkan.

(4)

9. Penjadwalan. Jadwal produksi yang dapat dikerjakan dan efisien harus dikembangkan. Permintaan sumber daya manusia dan fasilitas harus terlebih dahulu ditetapkan dan dikendalikan.

10.Pemeliharaan. Keputusan harus dibuat pada tingkat kehandalan dan stabilitas yang diingikan. Sistem harus dibuat untuk menjaga kehandalan dan stabilitas tersebut.

2.1.2 Strategi Manajemen Operasional

Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2009, p51) perusahaan-perusahaan mencapai misi mereka melalui tiga cara: (1) diferensiasi, (2) kepemimpinan biaya, dan (3) respons yang cepat. Hal ini berarti manajer operasi diminta untuk menciptakan barang dan jasa yang lebih baik, atau paling tidak berbeda dari yang lain, lebih murah dan lebih cepat tanggap. Penjabaran ketiga strategi diatas yaitu:

1. Bersaing dalam Diferensiasi

Diferensiasi berhubungan dengan penyajian sesuatu keunikan. Peluang sebuah perusahaan untuk menciptakan keunikan dapat dilakukan pada semua aktivitas perusahaan. Diferensiasi harus diartikan melampaui ciri fisik dan atribut jasa yang mencakup segala sesuatu mengenai produk atau jasa yang memengaruhi nilai di mana konsumen dapatkan darinya.

2. Bersaing dalam Biaya

Kepemimpinan biaya rendah berarti mencapai nilai maksimum sebagaimana yang diinginkan pelanggan. Hal ini membutuhkan pengujian sepuluh

(5)

keputusan manajemen operasi dengan usaha yang keras untuk menurunkan biaya dan tetap memenuhi nilai harapan pelanggan. Strategi biaya-rendah tidak berarti nilai atau kualitas barang menjadi rendah.

3. Bersaing dalam Respons

Keseluruhan nilai yang terkait dengan pengembangan dan pengantaran barang yang tepat waktu, penjadwalan yang dapat diandalkan , dan kinerja yang fleksibel. Respons yang fleksibel dapat dianggap sebagai kemampuan memenuhi perubahaan yang terjadi di pasar di mana terjadi pembaruan rancangan dan fluktuasi volume.

Tiga strategi yang ada masing-masing memberikan peluang bagi para manajer operasi untuk meraih keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing berarti menciptakan sistem yang mempunyai keunggulan unik atas pesaing lain. Idenya adalah menciptakan nilai pelanggan (customer value) dengan cara efisien dan langgeng. 2.2 Pengertian Supply Chain Management

Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan– perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, supply chain management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. (I Nyoman Pujawan, 2005)

Menurut James A. dan Mona J. Fitzsimmons, supply chain management adalah sebuah sistem pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk mengkoordinasikan semua

(6)

elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem logistik tradisional (2006, p477).

Sedangkan menurut Chase, Aquilano, Jacobs tentang supply chain

management adalah sistem untuk menerapkan pendekatan secara total untuk

mengelola seluruh aliran informasi, bahan, dan jasa dari bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir (2003, p332).

Lalu menurut Robert J. Vokurka, Gail M. Zank dan Carl M. Lund III supply

chain management adalah, “all the activities involved in delivering a product from raw material through the customer including sourcing raw material and parts, manufacturing and assembly, warehousing and inventory tracking, order entry and order management, distribution across all channels, delivery to the customer, and the information system necessary to monitor all of the activities” (2002, p16).

Menurut Stevenson, supply chain management adalah suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan (2009, p512).

Menurut Russell dan Taylor, supply chain management adalah mengelola arus informasi, produk dan pelayanan di seluruh jaringan baik itu pelanggan, perusahaan hingga pemasok (2009, p8).

Pada berbagai definisi supply chain management di atas maka bisa dikatakan secara umum semua kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang

(7)

di sepanjang supply chain adalah kegiatan-kegiatan dalam cakupan supply chain

management.

Tabel 2.1 Area Cakupan Supply Chain Management

Sumber: I Nyoman Pujawan (2005, p9)

2.2.1 Komponen Supply Chain Management

Komponen dari supply chain management menurut Turban (2004, p301) terdiri dari tiga komponen utama yaitu:

1. Upstream Supply Chain

Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan

manufacturing dengan para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers, assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur

Bagian Cakupan kegiatan antara lain Pengembangan

produk

Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru Pengadaan Memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier,

melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier

Perencanaan & Pengendalian

Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan

kapasitas, perancanaan produksi dan persediaan Operasi /

Produksi

Eksekusi produksi, pengendalian kualitas

Pengiriman / Distribusi

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor

(8)

mereka (para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.

2. Internal Supply Chain

Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan ke dalam organisasi. Di dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi dan pengendalian persediaan.

3. Downstream supply chain

Downstream (hilir) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan

pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply

chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan transportasi dan after-sale service.

2.2.2 Tujuan Strategis Supply Chain Management

Rantai pasokan bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan pemasok, produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan dan pengiriman barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu proses yaitu, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai pasokan.

(9)

Tujuan manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan dan penawaran seefektif dan seefisien mungkin. Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan (Stevenson, 2009, p513-514):

1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat 2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang 3. Mengelola pemasok

4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan

5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat 6. Mengelola risiko

Sedangkan menurut I Nyoman Pujawan, supply chain memiliki tujuan strategis yang perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply

chain harus bisa menyediakan produk yang,

1. Murah 2. Berkualitas 3. Tepat waktu 4. Bervariasi

Menurut Hitt, Ireland dan Hoskisson (2001, p5), semua tindakan yang diambil oleh perusahaan ini dimaksudkan untuk membantu perusahaan mencapai daya saing strategisnya dan menghasilkan laba di atas rata-rata. Daya saing strategis dicapai ketika sebuah perusahaan berhasil memformulasikan dan menerapkan strategi

(10)

penciptaan nilai. Ketika perusahaan mengimplementasikan suatu strategi yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain atau terlalu mahal untuk menirunya, perusahaan ini memiliki keunggulan persaingan bertahan atau dapat bertahan (sustained atau

sustainable competitive advantage, selanjutnya disebut sebagai keunggulan

persaingan).

Setelah perusahaan mendapatkan daya saing strategis dan sukses mengeksploitasi keunggulan persaingannya, suatu perusahaan mampu mencapai tujuan utamanya: mendapatkan laba diatas rata-rata, yaitu kelebihan penghasilan yang diharapkan oleh seorang investor dari investasi.

2.2.3 Proses Supply Chain Management

Proses supply chain management adalah proses saat produk masih berbahan mentah, produk setengah jadi dan produk jadi diperoleh, diubah dan dijual melalui berbagai fasilitas yang terhubung oleh rantai sepanjang arus produk dan material.

Gambar 2.1 Proses Supply Chain Sumber: I Nyoman Pujawan (2005, p5)

(11)

Pada gambar diatas, terlihat bahwa supply chain management adalah koordinasi dari material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang berpartisipasi.

• Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan

• Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan

• Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran, penetapan kepemilikan dan pengiriman

Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pelanggan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003, p9).

Dengan tercapainya koordinasi dari rantai supply perusahaan, maka tiap

channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami kekurangan barang juga

tidak kelebihan barang terlalu banyak.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003, p6-8) dalam supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan didalam arus barang, para pemain utama itu adalah:

(12)

1. Supplier

2. Manufacturer

3. Distributor / wholesaler 4. Retail outlets

5. Customers

Proses mata rantai yang terjadi antar pemain utama itu adalah sebagai berikut: Chain 1: Supplier

Jaringan yang bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan,

subassemblies, suku cadang dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni, ini termasuk juga supplier’s suppliers atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi supplier’s suppliers

biasanya berjumlah banyak sekali.

Chain 1 – 2: Supplier – Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers,

(13)

manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak

jarang penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory

carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep supplier partnering

misalnya, penghematan tersebut dapat diperoleh.

Chain 1 – 2 – 3: Supplier – Manufactures – Distributor

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang dalam jumlah yang besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada

retailer atau pengecer.

Chain 1 – 2 – 3 – 4: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan ke pihak pengecer. Sekali lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang

manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlet).

Chain 1 – 2 – 3 – 4 – 5: Supplier – Manufacturer – Distributor – Retail Outlet – Customer

(14)

Dari rak-raknya, para pengecer atau retailer ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan, pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlet adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swayalan, atau koperasi dimana konsumen melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan ini adalah mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet) ke real customer dan real user, karena pembeli belum tentu pengguna akhir. Mata rantai supply baru benar-benar berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di real customers dan real user.

2.2.4 Model Supply Chain Management

Indrajit dan Djokopranoto menjelaskan mengenai pelaku utama yang mempunyai kepentingan didalam arus barang dapat dikembangkan suatu model

supply chain, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari

pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain.

Supplier’s suppliers telah dimasukkan untuk menunjukan hubungan yang

lengkap dari sejumlah perusahaan atau organisasi yang bersama-sama mengumpulkan atau mencari, mengubah, dan mendistribusikan barang dan jasa kepada pelanggan terakhir. Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat antara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal (Indrajit dan Djokopranoto, 2002, p8-9).

(15)

Gambar 2.2 Model Supply Chain Sumber: Indrajit dan Djokopranoto (2002, p8)

Sedangkan menurut James A. dan Mona J. Fitzsimmons (2006, p479), bentuk fisik dari suatu barang dalam supply chain dapat dilihat sebagai tahapan jaringan nilai tambah bahan pengolahan yang masing-masing didefinisikan dengan pasokan input, transformasi material dan output permintaan.

Gambar 2.3 Supply Chain for Physical Goods Sumber: James A. dan Mona J. Fitzsimmons (2006, p479)

(16)

Seperti pada Gambar 2.3, tahap ini (supplier, manufacturing, distribution,

retailing, dan recycling/remanufacturing) yang terhubung dengan tanda panah

menggambarkan aliran material dengan saham persediaan antara tiap tahap. Pengiriman informasi ke arah yang berlawanan ditampilkan sebagai garis putus-putus dan termasuk kegiatan yang dilakukan oleh supplier, proses desain produk, dan layanan pelanggan. Tahap pada manufacturing mewakili operasi tradisional yang dimana bahan baku tiba dari pemasok eksternal; material berubah dalam beberapa cara untuk menambah nilai, menciptakan persediaan barang jadi. Tahap pada bagian hilir lainnya seperti distribusi dan ritel juga menambah suatu nilai terhadap material. 2.2.5 Tantangan Dalam Mengelola Supply Chain Management

Menurut I Nyoman Pujawan (2005, p17), terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola suppy chain, yaitu:

1. Kompleksitas struktur supply chain

• Melibatkan banyak pihak dengan kepentingan yang berbeda-beda • Perbedaan bahasa, zona waktu dan budaya antar perusahaan 2. Ketidakpastiaan

• Ketidakpastian permintaan

Ketidakpastian pasokan: lead time pengiriman, harga dan kualitas bahan baku, dll.

• Ketidakpastian internal: kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian kualitas produksi dll.

(17)

Gambar 2.4 Ketidakpastian Dalam Supply Chain Sumber: I Nyoman Pujawan (2005, p19)

Untuk menghadapi masalah ketidakpastian pemesanan dalam rantai pasokan atau bullwhip effect, diperlukan sharing informasi di sepanjang rantai pasokan, optimalisasi tingkat persediaan, penciptaan tim rantai pasokan, pengukuran kinerja rantai pasokan, maupun membangun koordinasi dan kolaborasi di antara mitra bisnis sehingga proses pengiriman produk dari pemasok ke perusahaan dan ke konsumen dapat berjalan lancar dan memungkinkan perusahaan untuk mencapai biaya persediaan yang rendah.

Sedangkan menurut James A. dan Mona J. Fitzsimmons (2006, p478), tantangan dalam supply chain management adalah untuk menyeimbangkan kebutuhan pengiriman pelanggan secara tepat dengan mendorong biaya produksi dan biaya persediaan. Pemodelan rantai supply chain management memungkinkan manajer untuk mengevaluasi pilihan yang akan memberikan peningkatan terbesar dalam kepuasan pelanggan dengan biaya yang terjangkau.

(18)

2.2.6 Mengukur Performa Supply Chain Management

Menurut Schroeder, mengukur performa supply chain adalah langkah pertama menuju perbaikan. Sebuah tahapan awal yang perlu ditetapkan dan ditentukan untuk dapat mencapai tujuan perbaikan tersebut. Schroeder mengemukakan bahwa pada umumnya ada lima poin penting yang dapat diukur dalam performa supply chain

management, yaitu (Shcroeder, 2007, p197):

1. Pengiriman

Mengacu pada ketepatan waktu pengiriman: persentase pesanan dikirimkan secara lengkap dan tidak melewati pada tanggal yang diminta oleh pelanggan. 2. Kualitas

Ukuran langsung dari kualitas adalah kepuasan pelanggan dan dapat diukur melalui beberapa cara. Salah satunya, dapat diukur terhadap apa yang pelanggan harapkan. Pengukuran ini erat kaitannya dengan loyalitas pelanggan.

3. Waktu

Waktu pengisian total dapat dihitung langsung dari tingkat persediaan. Jika kita mengasumsikan ada tingkat penggunaan konstan dari persediaan, maka waktu dalam persediaan hanya tingkat persediaan dibagi dengan tingkat penggunaan. 4. Fleksibilitas

Fleksibilitas adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah volume atau bauran produk dengan persentase tertentu atau jumlah.

(19)

5. Biaya

Ada dua cara untuk mengukur biaya. Pertama, perusahaan dapat mengukur total biaya pengiriman, termasuk manufacture, distribusi, biaya persediaan tercatat, dan biaya rekening membawa piutang.

2.2.7 Penggerak Supply Chain

Supply chain memiliki penggerak yang sangat berpengaruh terhadap performa supply chain itu sendiri. Menurut Chopra dan Meindl (2004, p51-64) penggerak supply chain adalah sebagai berikut:

1. Inventory

Adalah semua bahan mentah, dalam proses dan barang-barang yang telah diselesaikan. Inventory merupakan salah satu penggerak supply chain yang penting karena perubahan kebijakan inventory dapat mengubah secara drastis tingkat responsivitas dan efisiensi supply chain. Komponen dari keputusan mengenai inventory adalah (Chopra dan Meindl, 2004, p57-58):

a. Cycle inventory

Cycle inventory adalah jumlah rata-rata dari inventory yang digunakan untuk

memenuhi permintaan dalam suatu waktu. Misalnya dalam sebulan memerlukan 10 buah truk bahan baku, perusahaan bisa saja memesan 10 truk bahan baku dalam sekali pesan atau bisa memesan 1 truk bahan baku yang dipesan tiap 3 hari. Ini tergantung dari strategi supply chain apa yang mereka

(20)

terapkan (responsif atau efisiensi) dengan memperhitungkan ordering cost (biaya pesan) dan holding cost (biaya penyimpanan).

b. Safety Inventory

Safety inventory adalah inventory yang dibuat untuk berjaga-jaga terhadap

perkiraan akan kelebihan permintaan. Ini digunakan untuk mengatasi ketidakpastian atas permintaan yang tinggi.

c. Seasonal Inventory

Seasonal inventory adalah inventory yang dibuat untuk mengatasi keragaman

yang dapat diprediksi dalam permintaan. Perusahaan yang menggunakan

seasonal inventory akan membangun persediaan mereka pada periode

permintaan barang rendah dan menyimpannya untuk periode permintaan barang menjadi tinggi, dimana pada saat permintaan tinggi mereka tidak dapat memproduksi semua barang untuk memenuhi permintaan.

2. Transportation

Transportasi adalah memindahkan persediaan dari titik ke titik dalam supply

chain. Transportasi terdiri atas banyak kombinasi dari model dan bentuk yang

memiliki keunggulan masing-masing. Pemilihan transportasi juga mempunyai dampak besar dalam tingkat responsifitas dan efisiensi supply chain. Komponen dari keputusan mengenai transportasi menurut Chopra dan Meindl (2004, p59-60) adalah sebagai berikut :

(21)

Modes of transportation adalah cara-cara dimana sebuah produk

dipindahkan dari saru lokasi dalam jaringan supply chain ke tempat lainnya. Terdapat 5 cara dasar transportasi yang dapat dipilih yaitu:

1. Pesawat Udara

Udara merupakan cara transportasi yang paling cepat, tetapi memiliki biaya yang mahal.

2. Truk

Truk adalah cara yang relatif cepat dan murah dengan fleksibilitas tinggi.

3. Kereta

Kereta cara yang mudah yang digunakan untuk jumlah barang yang besar.

4. Kapal laut

Kapal cara yang paling lambat tetapi sering menjadi pilihan yang paling ekonomis untuk pengiriman dalam jumlah yang besar ke luar negeri.

5. Pipa saluran

Pipa saluran biasanya digunakan untuk menyalurkan minyak dan gas.

b. Route and network selection

Route adalah jalur jalan dimana sebuah produk dikirimkan dan network

(22)

Perusahaan membuat beberapa keputusan mengenai rute pada tahap desain supply chain.

c. In house or outsource

Secara tradisional, banyak fungsi transportasi dilakukan oleh perusahaan sendiri, namun pada saat ini banyak yang telah dilimpahkan ke perusahaan lain (outsourced).

3. Fasilitas

Fasilitas adalah tempat-tempat dalam jaringan supply chain dimana inventory disimpan, dirakit, atau diproduksi. Dua jenis umum dari fasilitas adalah tempat produksi dan tempat penyimpanan. Bila perusahaan memilih tingkat efisiensi tinggi, maka memiliki lebih sedikit gudang. Jadi penentuan fasilitas mempunyai dampak yang besar dalam tingkat responsifitas dan efisiensi

supply chain. Komponen dari keputusan mengenai fasilitas menurut Chopra

dan Meindl (2004, p55-56) adalah sebagai berikut :

a. Location

Penentuan keputusan dimana suatu perusahaan menentukan lokasi fasilitasnya merupakan bagian yang sangat besar dalam langkah desain

supply chain. Penentuan lokasi secara ekonomis, sedangkan penentuan

lokasi secara desentralisasi akan menjadi lebih responsif dalam permintaan konsumen.

(23)

Perusahaan juga harus menentukan seberapa kapasitas dari fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Sejumlah besar kapasitas akan menjadikan perusahaan tersebut menjadi lebih responsif, demikian pula sebaliknya.

c. Operation methodology

Disini digambarkan bagaimana metode perusahaan dalam memproduksi barang, apakah mesin yang dipakai untuk membuat produk itu bersifat fleksibel maksudnya adalah mesin tersebut juga dapat pula digunakan untuk membuat produk lain yang biasanya mesin itu relatif mahal atau menggunakan mesin yang dapat membuat satu macam produk saja (efisien).

d. Warehouse methodology

Stock Keeping Unit (SKU) Storage

Gudang tradisional yang menyimpan segala macam produk dalam suatu tempat.

Job Lot Storage

Yaitu suatu metode penyimpanan persediaan dimana semua produk-produk yang berbeda dibutuhkan untuk suatu pekerjaan khusus atau memuaskan konsumen tipe khusus, disimpan bersama-sama.

(24)

Yaitu sebuah metode, dimana barang sebenarnya tidak disimpan dalam fasilitas (gudang) perusahaan. Truk dari pemasok barang, tiap-tiap hari truk tersebut membawa jenis-jenis yang berbeda dari barang yang dipesan diangkut menuju fasilitas perusahan, kemudian dari sana dipecah menjadi bagian-bagian kecil dan dengan cepat diangkut ke

retailer menggunakan truk-truk yang berisi barang-barang yang

beragam dari truk-truk sebelumnya.

4. Information

Informasi terdiri dari data dan analisis yang berkaitan dengan inventory, transportasi, fasilitas dan pelanggan diseluruh supply chain. Informasi menyajikan pihak manajemen kesempatan untuk membuat supply chain lebih responsif dan efisien. Informasi secara potensial adalah penggerak terbesar performa supply chain. Komponen dari keputusan mengenai informasi adalah (Chopra dan Meindl, 2004, p62-64):

a. Push versus Pull

Sistem push biasanya menggunakan MRP untuk jadwal produksi, jadwal kepada pemasoknya untuk menentukan kapan, jenis dan banyak barang yang dikirimkan ke perusahaan, sedangkan tipe pull menggunakan informasi atas permintaan aktual konsumen, sehingga perusahaan dapat dengan tepat memenuhi permintaan tersebut.

(25)

Koordinasi dari supply chain terjadi ketika semua tingkatan dari supply

chain bekerja menuju tujuan yang memaksimalkan keuntungan total supply chain dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri. Kekurangan

koordinasi berpengaruh pada kerugian yang besar atau keuntungan supply

chain. Ini bisa dilakukan dengan pertukaran data antara tiap-tiap bagian

dalam supply chain itu sendiri.

c. Forecasting and Aggregate Planning

Peramalan adalah ilmu pengetahuan dan seni untuk membuat rencana mengenai kebutuhan masa depan dan kondisinya. Peramalan digunakan dalam pengambilan keputusan. Setelah menciptakan peramalan, maka perusahaan mengubah menjadi rencana aktivitas untuk memenuhi permintaan yang telah diperhitungkan.

d. Enabling Technologies

Untuk mencapai komunikasi yang terintregasi dalam supply chain, maka terdapat teknologi-teknologi yang digunakan yaitu:

 Electronic Data Interchange (EDI)

EDI memungkinkan perusahaan menjadi lebih efisien, juga menurunkan waktu yang dibutuhkan produk untuk sampai ke konsumen, transaksi menjadi lebih akurat dan lebih cepat dibandingkan tanpa EDI.

(26)

Internet sendiri mendukung penggunaan EDI. Dengan internet maka akan menjadi sebuah faktor penting dalam supply chain.

 Entreprise Resources Planning (ERP)

Sistem ERP ini menyediakan pelacakan transaksi dan kemampuan melihat secara keseluruhan atas informasi dari tiap-tiap bagian perusahaan dan memungkinkan supply chain membuat keputusan yang ‘cerdas’.

 Supply Chain Management (SCM) Software

Yaitu program yang menyediakan dukungan terhadap analisis keputusan dalam penambahan kemampuan melihat secara keseluruhan terhadap informasi.

2.3 Pengertian Manajemen Strategis

Menurut Fred R. David (2009, p5), manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi keputusan–keputusan lintas-fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya.

Manajemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produk/operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional. Manajemen strategis digunakan untuk merujuk pada perumusan, implementasi, dan evaluasi strategi, sedangkan perencanaan strategis menunjuk hanya pada perumusan strategi. Tujuan manajemen strategis adalah untuk

(27)

mengeksploitasi serta menciptakan berbagai peluang baru dan berbeda untuk esok; perencanaan jangka panjang, sebaliknya, berusaha untuk mengoptimalkan tren-tren dewasa ini untuk esok.

Lalu menurut Pearce dan Robinson (2008, p5), manajemen strategis didefinisikan sebagai satu set keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk meraih tujuan suatu perusahaan. Manajemen strategis terdiri atas sembilan tugas penting, yaitu:

1. Merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai maksud, filosofi dan sasaran perusahaan.

2. Melakukan suatu analisis yang mencerminkan kondisi dan kapabilitas internal perusahaan.

3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, termasuk faktor persaingan dan faktor konstekstual umum lainnya.

4. Menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh perusahaan dengan cara menyesuaikan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal.

5. Mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara mengavaluasi setiap pilihan berdasarkan misi perusahaan.

6. Memilih satu set tujuan jangka panjang dan strategi utama yang akan menghasilkan pilihan paling menguntungkan tersebut.

7. Mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan.

(28)

8. Mengimplementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumber daya yang dianggarkan, di mana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur, teknologi dan sistem penghargaan ditekankan.

9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai masukan pengambilan keputusan di masa mendatang.

2.3.1 Pengertian Strategi

Pengertian strategi ada beberapa macam. Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti "seni berperang". Masih ada beberapa pengertian lain mengenai strategi sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing.

Menurut Iwan Purwanto (2008, p74), strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.

Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (2008, p6), strategi adalah rencana berskala besar, bertujuan ke masa depan untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan demi mencapai tujuan perusahaan.

Dari berbagai definisi yang ada di atas, dapat terlihat bahwa belum ada kesatuan definisi yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Namun dari berbagai macam definisi strategi perusahaan tersebut diatas, menurut peneliti dapat ditarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut :

(29)

1. Strategi perusahaan adalah satu kesatuan rencana perusahaan yang komprehensif dan terpadu yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

2. Dalam menyusun strategi perlu dihubungkan dengan lingkungan perusahaan karena lingkungan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan, serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan..

3. Dalam pencapaian tujuan perusahaan terdapat berbagai macam cara atau alternatif strategi yang perlu dipertimbangkan dan harus dipilih.

4. Strategi yang dipilih akan diimplementasikan oleh perusahaan dan akhirnya diperlukan evaluasi terhadap strategi tersebut.

2.3.2 Tahap-Tahap Manajemen Strategis

Menurut David (2009, pp6-7) proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap: perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi. Tiga tahapan tersebut, yaitu:

1. Perumusan strategi (strategy formulation)

Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu perusahaan, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Isu-isu perumusan strategi mencangkup penentuan bisnis apa yang akan dimasuki, bisnia apa yang tidak akan dijalankan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, perlukah ekspansi atau diversifikasi operasi dilakukan, perlukah perusahaan

(30)

terjun ke pasar internasional perlukah merger atau penggabungan usaha dibuat, dan bagaimana menghindari pengambilalihan yang merugikan. Karena tidak ada organisasi yang memiliki sumber daya yang tak terbatas, para penyusun strategi harus memutuskan strategi alternatif mana yang akan paling menguntungkan perusahaan.

2. Penerapan strategi

Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Penerapan strategi sering kali disebut “tahap aksi” dari manajemen strategis.

3. Penilaian strategi

Tahap terakhir dalam manajemen strategis. Manajer mesti tahu kapan ketika strategi tertentu tidak berjalan dengan baik. Penilaian atau evaluasi strategi merupakan cara utama untuk memperoleh informasi semacam ini. Semua strategi terbuka untuk dimodifikasi di masa yang akan datang karena berbagai faktor eksternal dan internal terus menerus berubah. Tiga aktifitas penilaian strategi yang mendasar adalah (1) peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal

(31)

yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, (2) pengukuran kinerja, dan (3) pengambilan langkah korektif.

2.3.3 Model Manajemen Strategis

Menurut Fred R. David, proses Perencanaan Strategis dapat dijelaskan melalui sebuah model sebagai berikut:

Gambar 2.5 Model Perencanaan Strategis menurut Fred R. David Sumber: Fred R. David (2009, p84)

Penjelasan Model: a. Visi

Menurut Iwan Purwanto (2006, p77), visi merupakan wawasan luas ke masa depan dari manajemen dan merupakan kondisi ideal yang hendak dicapai oleh perusahaan di masa yang akan datang. Visi memberi arah dan ide yang aktual kepada manajemen

Perform External Audit Develop Vision and Mission Statement Establish Longterm Objectives Perform Internal Audit Generate, evaluate, select strategies Establish policies and annual objectives Allocate Resources Measure & Evaluate Performance

Strategy Formulation Strategy Implementation

Strategy Evaluation Feedback

(32)

dalam proses pembuatan keputusan, agar setiap tindakan yang akan dilakukan senantiasa berlandaskan visi perusahaan dan memungkinkan untuk mewujudkannya. b. Misi

Menurut Fred R. David (2009, p87), pernyataan Misi dapat dan nyatanya berbeda dalam panjang, isi, bentuk, dan kespesifikan. Meskipun begitu, para praktisi dan akademisi Manajemen Strategis merasa bahwa pernyataan Misi yang efektif menunjukkan sembilan komponen, yaitu; pelanggan, produk/jasa, pasar, teknologi, perhatian akan keberlangsungan, pertumbuhan, dan profitabilitas, filosofi, konsep diri (perusahaan), perhatian akan citra public, perhatian akan karyawan.

c. Audit Eksternal

Menurut Fred R. David (2009, p120), Audit eksternal merupakan upaya untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Faktor-faktor dalam audit eksternal ini akan digunakan dalam proses formulasi strategi.

d. Audit Internal

Menurut Fred R. David (2009, p176), Audit Internal merupakan upaya untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.. Faktor-faktor dalam audit internal ini akan digunakan dalam proses formulasi strategi.

(33)

Tujuan jangka panjang menurut Fred R. David (2009, p18), adalah hasil yang spesifik yang ingin dicapai suatu organisasi untuk menjalankan Misi dasarnya, dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.

f. Strategi

Mengingat fokus utama penelitian ini adalah mengenai strategi perusahaan, maka penjelasan strategi secara lengkap akan dibahas dalam pembahasan khusus pada subbab berikut.

g. Tujuan Tahunan

Menurut Fred R. David (2009, p20), Tujuan tahunan (annual objectives) adalah tonggak jangka pendek yang harus dicapai organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjangnya. Tujuan tahunan harus dinyatakan dalam bentuk pencapaian manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Seperangkat tujuan tahunan dibutuhkan untuk setiap tujuan jangka panjang. Tujuan tahunan penting dalam implementasi strategi, yakni menjadi dasar dalam mengalokasikan sumber daya.

h. Kebijakan

Menurut Fred R. David (2009, p20), Kebijakan (policy) adalah sarana untuk mencapai tujuan tahunan. Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, dan prosedur yang dibuat untuk mendukung usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas situasi yang rutin dan berulang.

(34)

i. Formulasi Strategi

Mengingat fokus utama penelitian ini adalah mengenai formulasi strategi perusahaan, maka penjelasan formulasi strategi secara lengkap akan dibahas dalam pembahasan khusus pada subbab berikut.

j. Implementasi Strategi

Menurut Fred R. David (2009, p7), Implementasi strategi adalah penugasan atau penugasan kembali kepada para pemimpin perusahaan, baik pada tingkat korporat maupun tingkat unit bisnis, untuk mengkomunikasikan dan mengimplementasikan strategi bersama-sama para karyawan. Implementasi strategi juga melibatkan pengembangan kebijaksanaan fungsional, struktur organisasi, iklim yang mendukung strategi, dan membantu tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Proses implementasi memerlukan komunikasi yang efektif dan negosiasi-negosiasi diantara semua penyusun strategi atau manajemen puncak yang berhubungan.

k. Evaluasi Strategi

Menurut Fred R. David (2009, p8), Evaluasi strategi adalah tahapan proses manajemen strategi dimana manajer puncak menentukan apakah implementasi dari strategi yang dipilihnya berhasil mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Evaluasi adalah proses dimana manajer membandingkan hasil-hasil strategi dengan tingkat pencapaian tujuan. Ada kemungkinan, tujuan tidak dapat dicapai sebab strategi yang dipilih tidak dapat diimplementasikan. Tidak dapat dicapainya tujuan mungkin juga disebabkan strategi yang dipilih tidak tepat. Oleh karena itu, manajemen puncak

(35)

harus mengembangkan suatu sistem umpan balik dan membandingkan strateginya dengan pencapaian tujuan serta menyimpulkan apakah strategi yang diimplementasikan telah gagal atau berhasil mencapai tujuan.

2.4 Proses Formulasi 2.4.1 Input Stage

Menurut Fred R. David (2009, p325), cara menentukan strategi utama adalah dengan melakukan tiga tahapan (three stage) kerangka kerja dengan matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk matriks–matriks itu telah sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi perusahaan, sehingga alat tersebut dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi–strategi yang paling tepat. Berikut adalah penjelasan tahapan tersebut:

a. Input Stage

Tahap 1 dari kerangka kerja perumusan strategi ini terdiri dari tiga macam matriks, yaitu EFE Matrix, IFE Matrix, dan CP Matrix. Ketiga matrix ini disebut juga sebagai

Input Stage karena ia bertugas menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk

merumuskan strategi-strategi. Informasi dasar ini mencakup informasi yang didapat dari lingkungan bisnis. Para peneliti strategi bisnis perlu untuk menganalisis lingkungan bisnis di mana perusahaan berada.

(36)

Matrik EFE disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis eksternal tersebut dalam kerangka Opportunity dan Threat perusahaan.

(b) Matrik Evaluasi Faktor Internal

Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, matrik IFE disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka

Strength dan Weakness perusahaan.

(c) Matrik Competitive Profile (CPM)

CPM digunakan untuk mengidentifikasi para pesaing utama perusahaan mengenai kekuatan dan kelemahan utama mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis perusahaan.

2.4.2 Matching Stage

Tahap 2, disebut sebagai Matching Stage, berfokus pada pengembangan strategi-strategi alternatif yang dapat dilaksanakan. Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, maka yang harus dilakukan pada tahap ini adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Matrik-matrik pada tahap 2 ini meliputi: TOWS/SWOT Matrix, SPACE Matrix, BCG Matrix, IE Matrix, dan Grand Strategy Matrix.

(a) Matrik SWOT

Menurut Freddy Rangkuti, analisis SWOT adalah identifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasari pada logika

(37)

yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat) (2004, p18).

Sedangkan menurut Fred R. David analisis SWOT adalah sebuah alat pencocokan penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi: strategi SO (Strength – Opportunity), strategi WO (Weakness – Opportunity), strategi ST (Strength – Threat) dan strategi WT (Weakness – Threat). (b) Matrik Internal-Eksternal (IE)

Parameter yang digunakan dalam matrik internal-eksternal ini meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.

(d) Grand Strategy Matrix

Dengan menggunakan matrik ini, semua perusahaan yang diteliti dapat ditempatkan pada salah satu dari empat kuadran yang ada pada matrik ini. Bentuk umum Grand

Strategy Matrix terdiri atas dua dimensi. Pertama adalah dimensi Posisi Persaingan,

dan kedua adalah dimensi Pertumbuhan Pasar. Matrik ini terdiri atas empat kuadran dengan masing–masing kuadran memiliki alternatif–alternatif strategi.

2.4.3 Decision Stage

Tahap 3 disebut sebagai Decision Stage, hanya terdiri dari satu teknik yaitu

(38)

tahap 1 untuk mengevaluasikan secara objektif strategi–strategi alternatif hasil dari Tahap 2 yang dapat diimplementasikan, sehingga ia memberikan suatu basis objektif bagi pemilihan strategi–strategi yang paling tepat.

(a) Quantitative Strategic Planning Matrix

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang secara

obyektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan good intuitive judgement.

2.4.4 Analisis Porter (Five Competitive Forces)

Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s Five Forces Model) adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi di banyak industri. Model Porter membantu perusahaan mengidentifikasikan ancaman dalam perusahaan dan membantu perusahaan dalam menyiapkan rencana strategi perusahaan. Menurut Porter, hakikat persaingan di suatu industri tertentu dapat dipandang sebagai perpaduan dari lima kekuatan (Fred R. David, 2009, p145-155):

1. Persaingan antar perusahaan saingan

Persaingan ini dinilai paling hebat dari lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh sebuah perusahaan dapat berhasil hanya sejauh ia menghasilkan keunggulan kompetitif atas strategi yang dijalankan perusahaan pesaing. Perubahan dalam strategi oleh satu perusahaan bisa jadi ditanggapi dengan langkah balasan, seperti penurunan harga, peningkatan kualitas dan pengintesifan iklan. Intensitas persaingan antarperusahaan saingan cenderung meningkatkan ketika jumlah pesaing bertambah, ketika pesaing lebih setara

(39)

dalam hal ukuran dan kapabilitas, ketika permintaan akan produk industri itu menurun dan ketika potongan harga menjadi lazim.

2. Potensi masuknya pesaing baru

Bila perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke suatu industi tertentu, intensitas persaingan antarperusahaan akan meningkat. Hambatan bagi masuknya perusahaan baru dapat mencakup preferensi merk yang kuat, kurangnya saluran distribusi yang memadai, lokasi yang kurang menguntungkan, dan serangan balik dari perusahaan yang diam-diam berkubu. Ketika ancaman perusahaan baru yang masuk ke pasar kuat, perusahaan yang telah ada umumnya memperkuat posisi mereka dan mengambil tindakan untuk menghambat perusahaan baru tersebut.

3. Potensi pengembangan produk-produk pengganti

Di banyak industri, perusahaan berkompetisi ketat dengan produsen produk-produk pengganti di industri lain. Contohnya adalah produsen wadah plastik yang bersaing dengan dengan produsen dari kaca. Hadirnya produk-produk pengganti itu meletakkan batas tertinggi untuk harga yang dapat dibebankan sebelum konsumen beralih ke produk pengganti. Tekanan kompetitif yang meningkat dari produk pengganti bertambah ketika harga relatif produk pengganti tersebut turun dan manakala biaya peralihan konsumen juga turun. 4. Daya tawar pemasok

(40)

Daya tawar pemasok memengaruhi intensitas persaingan di suatu industri, khususnya ketika terdapat sejumlah besar pemasok, atau ketika hanya terdapat sedikit bahan mentah pengganti yang bagus, atau ketika biaya peralihan ke bahan mentah lain sangat tinggi. Namun, banyak pula perusahaan yang menggunakan pemasok komponen dari luar daripada memproduksi sendiri. Perusahaan menjalin kemitraan strategis dengan pemasok terpilih dalam upaya untuk (1) mengurangi biaya persediaan dan logistik (melalui pengiriman tepat waktu); (2) mempercepat ketersediaan komponen generasi selanjutnya; (3) meningkatkan kualitas komponen yang dipasok serta mengurangi tingkat kecacatannya; dan (4) menekan pengeluaran baik bagi diri mereka sendiri maupun pemasok mereka.

5. Daya tawar konsumen

Ketika konsumen membeli dalam volume besar, daya tawar mereka dapat mempresentasikan kekuatan besar yang memengaruhi intensitas persaingan di suatu industri. Daya tawar konsumen dapat menjadi kekuatan terpenting yang memengaruhi keunggulan kompetitif. Konsumen memiliki daya tawar yang semakin besar dalam kondisi-kondisi berikut:

1) Jika mereka dapat dengan mudah dan murah beralih ke merk atau pengganti pesaing

2) Jika mereka menduduki tempat yang sangat penting bagi penjual 3) Jika penjual menghadapi masalah menurunnya permintaan konsumen

(41)

4) Jika mereka memegang informasi tentang produk, harga, dan biaya penjual

5) Jika mereka memegang kendali mengenai apa dan kapan mereka bisa membeli produk

Gambar 2.6 Model Lima Kekuatan dari Kompetisi Sumber: Fred R. David (2009, p146)

Konsep ini memberikan tuntunan dalam menganalisa suatu perusahaan secara struktural berdasarkan lima kekuatan, yaitu kemampuan penawaran pemasok, kemampuan penawaran pembeli, ancaman produk, ancaman produk subtitusi, dan ancaman masuk perusahaan lain (Lena Ellitan & Lina Anatan, 2006, p87).

2.5 Keunggulan Kompetitif

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002, p29), salah satu kunci keberhasilan suatu perusahaan adalah kemampuannya untuk memiliki dan mempertahankan satu atau

(42)

beberapa keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang didefinisikan sebagai berikut:

Competitive advantage is a position of enduring superiority over competitors in terms of customer preference.

Sumber dari keunggulan kompetitif tersebut terletak pertama-tama pada kemampuan perusahaan untuk membedakan dirinya sendiri di depan mata konsumen dari para pesaingnya (value advantage) dan yang kedua adalah pada cara bekerja dengan biaya rendah, atau dengan kata lain memperoleh laba yang lebih tinggi (productivity atau cost advantage).

Gambar 2.7 Keunggulan Kompetitif Sumber: Indrajit dan Djokopranoto (2002, p30)

(43)

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2012

Gambar

Tabel 2.1 Area Cakupan Supply Chain Management
Gambar 2.1 Proses Supply Chain  Sumber: I Nyoman Pujawan (2005, p5)
Gambar 2.3 Supply Chain for Physical Goods  Sumber: James A. dan Mona J. Fitzsimmons (2006, p479)
Gambar 2.4 Ketidakpastian Dalam Supply Chain  Sumber: I Nyoman Pujawan (2005, p19)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.3), wirausaha adalah orang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan

a) Informasi harus mudah dipahami oleh pemakai. b) Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan, relevansi informasi dipengaruhi

Diagram jaringan ini merupakan metode yang dianggap mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan, yang pada giliran selanjutnya dapat

2.. Teknik ini sederhana dan mudah untuk dilakukan. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur citra sebuah objek. Namun demikian, agar lebih bermanfaat, maka citra

Sedangkan supply chain management merupakan sebuah perencanaan , desain, dan pengendalian terhadap aliran informasi dan materi yang terdapat pada supply chain

Pelanggan rumah tangga lebih mudah dipikat dengan iklan, karena untuk mencapai mereka metode tersebut paling murah, sedangkan jika sasaran yang dituju adalah pelanggan industri, maka

Menurut Porter (1998), analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menciptakan

Menentukan apa yang akan diukur dan diawasi untuk menciptakan kesesuaian antara strategi supply chain dengan metrik pengukuran, setiap berapa periode pengukuran dilakukan,