• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPEKTRUM GELOMBANG OTAK BERBASIS FAST FOURIER TRANSFORM (FFT) PADA STUDI KASUS KEADAAN NORMAL DAN EPILEPSI TUGAS AKHIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SPEKTRUM GELOMBANG OTAK BERBASIS FAST FOURIER TRANSFORM (FFT) PADA STUDI KASUS KEADAAN NORMAL DAN EPILEPSI TUGAS AKHIR."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPEKTRUM GELOMBANG OTAK BERBASIS FAST FOURIER TRANSFORM (FFT) PADA STUDI KASUS KEADAAN NORMAL DAN

EPILEPSI

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tahap sarjana di Program Studi Fisika

oleh

Arierta Pujitresnani / 10208072

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Analisis Spektrum Gelombang Otak Berbasis Fast Fourier Transform (FFT) Pada Studi Kasus Keadaan Normal Dan Epilepsi

Penulis : Arierta Pujitresnani

NIM : 10208072

Pembimbing : Dr.rer.nat. Freddy Haryanto

Dr. Siti Nurul Khotimah M.Sc

Tanggal Sidang : 08 Februari 2013

Telah disetujui dalam Sidang Tugas Akhir Program Studi Fisika Tingkat Sarjana sebagai persyaratan kulikuler untuk menyelesaikan pendidikan pada program Studi Fisika Tingkat Sarjana di Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung.

Telah diperiksa dan disahkan.

Pembimbing Tugas Akhir,

Dr. rer.nat. Freddy Haryanto Dr. Siti Nurul Khotimah M.Sc NIP. 197207141995031002 NIP.196209221986032004

(3)

ABSTRAK

Epilepsi merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh adanya suatu gangguan sistem saraf pusat, yaitu bentuk penyimpangan aktifitas kelistrikan pada otak manusia. Bentuk aktivitas kelistrikan tersebut dapat dilihat dan direkam dengan menggunakan suatu alat yang bernama electroencephalograph (EEG). Hasil rekam EEG yang berupa grafik gelombang otak merupakan alat bantu dokter spesialis saraf dalam mendiagnosis letak penyimpangan aktifitas kelistrikan pada penderita epilepsi. Namun dalam pembacaan hasil rekam EEG, pengetahuan dan faktor kebiasaan sangat yang dimiliki para dokter ahli saraf sangat dibutuhkan. Sehingga pembacaan hasil rekam EEG akan bersifat subyektif karena tidak semua orang dapat mengerti dan melakukannya. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan pengkarakterisasin berdasarkan analisis spectrum FFT dalam membandingkan gelombang otak penderita epilepsi dan normal.

Dalam pengkarakterisasian gelombang otak digunakan suatu software SPTool pada MATLAB. Sampel data yang digunakan merupakan data hasil rekam EEG beberapa penderita epilepsi dan pasien normal yang diperoleh dari poliklinik RSCM Jakarta.

Hasil analisis spectrum FFT tersebut menunjukkan pola yang berbeda pada masing-masing keadaan, yaitu terbentuknya pola segitiga untuk keadaan epilepsi dan persegi untuk keadaan normal pada channel T3 dan O1. Sedangkan nilai frekuensi yang

(4)

paling sering muncul terletak dalam rentang nilai frekuensi yang sama, yaitu dalam rentang nilai frekuensi gamma, alfa, dan delta untuk masing-masing keadaan.

(5)

ABSTRACT

Epilepsi is one of the diseases caused by the presence of a central nervous system disorders, forms of deviance electrical activity in the human brain. Forms of electrical activity can be seen and recorded by using a device called electroencephalograph (EEG). Record the results in the form of EEG brainwave chart is an invaluable tool in the diagnosis of neurological specialists deviation lies electrical activity in patients with epilepsi. But in reading the record of the EEG, the knowledge and the habit greatly from that of the neurologist is needed. So that the record of the EEG readings will be subjective because not everyone can understand and do. Therefore, this study will be conducted pengkarakterisasin FFT spectrum analysis in comparing brain wave epilepsi and normal.

The characterization of brain waves using a SPTool on MATLAB software. Sample data used was recorded EEG data from some patients with epilepsi and normal obtained from RSCM Jakarta clinic.

FFT spectrum analysis of the results showed a different pattern in each state, the formation of a triangle pattern for the state of epilepsi and square to the normal state at the channel T3 and O1. While the frequency value that appears most frequently is located within the range of values of the same frequency, which is in the range frequency gamma, alpha, and delta for each state.

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah SWT atas izin dan kehendakNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini penulis susun sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan sarjana S1 pada Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak terkait antara lain :

1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan semangat dengan penuh kasih sayang.

2. Dr.rer.nat Freddy Haryanto dan Dr. Siti Nurul Khotimah, selaku pembimbing yang senantiasa memberi masukan dan dorongan selama pengerjaan tugas akhir ini.

3. Dr. Sparisoma Viridi dan Dr. Wahyu Srigutomo selaku penguji pada saat sidang tugas akhir.

4. Dr.dr. Andri Maruli Tua Lubis.Sp.OT(K), selaku kepala bagian penelitian RSCM.

(7)

5. dr. Manfaluthy.Sp.S. ; dr. Gayatri.Sp.S ; dr. Astri.Sp.S ; dan seluruh perawat di unit EEG poloklinik RSCM atas bimbingan dan bantuannya selama pengambilan data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

6. Paramitha Budiarini dan Anna Annisa, selaku sahabat tercinta yang tak pernah lelah dalam menerima keluh kesah dan memberikan dorongan semangatnya sampai penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Daniel, Shabrina, Dita, Radit, Pia, Taufik, Ryan, Irwan, Abgi, Riri, Veda, dan seluruh teman-teman HIMAFI 2008 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan yang selalu diberikan dan kenangan suka duka yang tak terlupakan selama pendidikan sarjana di Fisika ITB.

8. Ratri Vibuthi, Teja Kesuma, Tim Futsal Putri HIMAFI, teman-teman KK Biofosika, seluruh junior dan senior HIMAFI ITB atas bimbingan, pengalaman, dan bantuan yang selalu diberikan selama ini.

9. Genggong 13, kelompok baby, partner in crime (Malisa dan Mela) yaitu suatu kumpulan orang-orang hebat tempat dimana penulis dapat bertukar pikiran dan informasi.

10. Brahmanda Pandya Dhipta selaku pendorong nomor satu bagi penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga kepada semua pihak yang telah

(8)

membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 12 Maret 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………...……. 1

1.2 Rumusan Masalah ……... 3

1.3 Ruang Lingkup Kajian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian Dan Teknik Pengumpulan Data ... 5

1.6 Hipotesis ……….… 5

1.7 Sistematika Penulisan ………... 6

BAB 2 TEORI DASAR

2.1 Epilepsi …... 7

(10)

2.1.2 Klasifikasi Epilepsi ... 8

2.2 Elektroensafalogram (EEG) ... 10

2.2.1 Prinsip Kerja EEG ………... 12

2.2.2 Karakteristik Gelombang EEG ……… 16

2.3 Karakteristik Otak Abnormal Penderita Epilepsi Pada EEG…………... 19

2.4 Fast Fourier Transform (FFT) ………. 21

BAB 3 METODE PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Prosedur Pengumpulan Data …………... 26

3.2 Prosedur Pemberian Kode Pasien Dalam Pengolahan Data ... 26

3.3 Pengolahan Data ………. 30

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.1 Hasil Pengolahan Data ... 34

4.1.1 Spektrum FFT Gelombang Otak Normal Dan Epilepsi Pada Channel T3... 35

4.1.2 Normalisasi Hasil Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal dan Epilepsi Pada Channel T3 ………... 36

4.1.3 Normalisasi Hasil Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal dan Epilepsi Pada Channel O1………...………. 48

4.1.4 Normalisasi Hasil Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal dan Epilepsi Pada Channel T3……… 59

(11)

4.1.5 Normalisasi Hasil Spektrum FFT Untuk Keadaan Normal Dan Epilepsi Pada

Sampel Data P4E Channel T3………71

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ………. 76

5.2 Saran ………... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Elektroensafalograf Tipe Cadwell ... 11

Gambar 2 : Ssitem Penempatan Elektroda ………... 13

Gambar 3 : Bagian – Bagian Pada Otak ………... 13

Gambar 4 : Diagram Blok Sistem EEG ... 15

Gambar 5 : Gelombang Delta Dalam Rentang 1 Detik ... 16

Gambar 6 : Gelombang Teta Dalam Rentang 1 Detik ... 17

Gambar 7 : Gelombang Alpha Dalam Rentang 1 Detik ... 17

Gambar 8 : Gelombang SMR Dalam Rentang 1 Detik ………. 18

Gambar 9 : Gelombang Beta Dalam Rentang 1 Detik ... 19

Gambar 10 : Gelombang Gamma Dalam Rentang 1 Detik ... 19

Gambar 11 : Gelombang Otak Abnormal Penderita Epilepsi Pada EEG ... 21

Gambar 12 : Ilustrasi Transformasi Fourier ………... 24

Gambar 13 : Bentuk Hasil Sampling Non Aliasing Dan Aliasing ... 25

Gambar 14 : Diagram Blok Langkah Kerja Pengolahan Data …... 30

Gambar 15 : Tampilan Jendela Filter Design Analysis Tools (FDATool)... 31

Gambar 16 : Tampilan Jendela Spektrum Analisis FFT ………..33

Gambar 17 : Bagan Strategi Analisis Spektrum FFT ………...… 35

(13)

Gambar 19 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 …………..……….. 39

Gambar 20 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3 ………... 39

Gambar 21 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 ………...………... 40

Gambar 22 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3…... 41

Gambar 23 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 ………...……….…... 42

Gambar 24 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3…... 42

Gambar 25 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 ………...……….…………... 43

Gambar 26 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3 ... 44

Gambar 27 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 ………...……….…………... 45

Gambar 28 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3 ... 45

Gambar 29 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 ………...……….…… 46

Gambar 30 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3 ... 47

(14)

Gambar 31 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 …………..……….. 50

Gambar 32 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1 ………...………... 51

Gambar 33 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 ………...…………...………... 52

Gambar 34 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1…... 52

Gambar 35 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 ………...……….…...53

Gambar 36 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1…... 54

Gambar 37 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 ………...……….…………...55

Gambar 38 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1 ... 55

Gambar 39 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 ………...……….…………...56

Gambar 40 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1 ... 57

Gambar 41 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Pasien Normal Pada Channel O1 ………...…………....…… 58

Gambar 42 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel O1 ... 58

(15)

Gambar 43 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 …………..………... 61

Gambar 44 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7 ………...………... 62

Gambar 45 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 ………...…………...……….…... 63

Gambar 46 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7…... 63

Gambar 47 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 ………...……….…... 64

Gambar 48 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7…... 65

Gambar 49 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 ………...……….…………... 66

Gambar 50 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7 ... 66

Gambar 51 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 ………...……….…………... 67

Gambar 52 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7 ... 68

Gambar 53 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Pasien Normal Pada Channel F7 ………...…………....……. 69

Gambar 54 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel F7 ... 69

(16)

Gambar 55 : Cuplikan Sampel Data P4E Sebelum, Saat, Dan Setelah Munculnya Bentuk Epileptik ………... 71

Gambar 56 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Secara Keseluruhan Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3………... 72

Gambar 57 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Delta Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3………... 73

Gambar 58 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Teta Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3………... 73

Gambar 59 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Alfa Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3………... 74

Gambar 60 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Beta Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3………... 74

Gambar 61 : Grafik Normalisasi Gelombang Otak Gamma Untuk Sampel Data P4 Pada Channel T3... 75

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I : Daftar Pasien Sebagai Sampel Data ...………... 27

Tabel II : Input Data Pada Filter Design & Analysis Tool ………. 32

Tabel III : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Normal Pada Channel T3………...… 37

Tabel IV : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Epilepsi Pada Channel T3………...… 37

Tabel V : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Normal Pada Channel O1………...…... 48

Tabel VI : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Epilepsi Pada Channel O1………...… 49

Tabel VII : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Normal Pada Channel F7………...… 59

Tabel VIII : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Epilepsi Pada Channel F7………...… 60

Tabel IX : Nilai Maksimum Besaran Dan Frekuensi Sampel Data Epilepsi P4E Pada Channel T3………...…...… 71

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otak manusia merupakan organ yang paling kompleks dan utama. Hal ini disebabkan otak merupakan organ yang berfungsi sebagai pusat kontrol aktivitas dalam tubuh manusia. Tentunya banyak sekali penyakit manusia yang berkaitan dengan organ otak, salah satunya adalah penyakit epilepsi.

Epilepsi merupakan salah satu jenis penyakit yang sudah banyak diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya. Penyakit ini disebabkan oleh adanya suatu gangguan sistem saraf pusat, khususnya otak. Otak bekerja menggunakan sistem kelistrikan, yaitu menghasilkan sinyal listrik kecil dalam pola teratur dan disalurkan melalui jaringan sel-sel saraf yang disebut neuron.

Secara sederhana, sistem saraf kita merupakan jaringan komunikasi yang mengontrol setiap pemikiran, emosi, kesan, memori, dan gerakan pada tubuh. Sistem saraf bekerja seperti saluran telepon yang memungkinkan otak untuk dapat berkomunikasi dengan setiap bagian tubuh melalui sinyal listrik. [1] Pada epilepsi, ritme sinyal listrik otak memiliki kecenderungan untuk menjadi tidak seimbang dan mengakibatkan kejang berulang. Ketidakseimbangan ini yang menimbulkan adanya bentuk penyimpangan aktivitas kelistrikan yang terjadi pada otak manusia. Bentuk aktivitas

(19)

kelistrikan tersebut dapat dilihat dan direkam dengan menggunakan suatu alat yang bernama electroencephalogram (EEG).

EEG merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat aktivitas kelistrikan pada otak manusia. Bentuk keluaran EEG berupa sinyal - sinyal listrik pada otak dalam bentuk grafik tegangan gelombang otak terhadap waktu atau ferekuensi yang dapat dilihat dengan menggunakan personal computer (PC). [2] Grafik gelombang otak pada EEG berubah–ubah tergantung pada kondisi otak manusia saat perekaman. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya rangsangan internal seperti adanya aktivitas mental (epilepsi) dan rangsangan eksternal (stimulus yang diberikan oleh dokter seperti foticstimullation serta instruksi seperti tutup mata, buka mata, tidur dan hyperventilasi).

Bentuk gelombang otak hasil keluaran EEG ini yang kemudian akan digunakan dokter ahli saraf untuk mendiagnosis adanya penyimpangan aktivitas kelistrikan pada otak. Pengetahuan dan faktor kebiasaan yang dimiliki para dokter ahli saraf sangat dibutuhkan dalam melakukan pembacaan dan pengamatan langsung dari hasil keluaran EEG tersebut. Dengan begitu, pembacaan hasil rekam EEG bersifat subyektif karena tidak semua orang dapat mengerti dan melakukannya. Hal tersebut sangat besar kemungkinannya karena disebabkan oleh bentuk gelombang otak yang kompleks dan dalam jumlah data yang sangat banyak.

Dalam tugas akhir ini, penulis mengacu pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Ratri Vibuthi Widyasari Wismakumara dalam tugas akhirnya yang berjudul

(20)

“Pemetaan Distribusi Potensial Listrik Gelombang Otak Pada Studi Kasus Keadaan Normal Dan Epilepsi” [3]

namun dengan metode yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode analisis spektrum berbasis FFT dalam mengkarakterisasi gelombang otak hasil keluaran EEG untuk menganalisis adanya perbedaan gelombang otak penderita epilepsi jika dibandingkan dengan gelombang otak normal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan penulis dalam tugas akhir ini sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk spektrum FFT serta analisis hasil rekam EEG untuk gelombang otak keseluruhan dan masing-masing jenisnya seperti gelombang otak Delta, Teta, Alfa, Beta, dan Gamma baik untuk penderita epilepsi maupun normal pada channel T3, O1, dan F7?

2. Bagaimana bentuk spektrum FFT serta analisis sampel data P4E jika dicuplik sesaat, sebelum, dan setelah munculnya bentuk epileptik untuk gelombang otak keseluruhan dan masing-masing jenisnya seperti gelombang otak Delta, Teta, Alfa, Beta, dan Gamma pada channel T3?

(21)

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, penulis perlu melakukan kajian terhadap beberapa hal, yaitu

a) karakteristik gelombang otak pada otak normal serta otak penderita epilepsi

b) penerapan sinyal dan frekuensi pada software. Dalam hal ini, software yang digunakan untuk pemodelan pola gelombang otak adalah MATLAB.

Ruang lingkup kajian yang penulis kemukakan adalah pasien laki-laki dan wanita dengan riwayat penyakit epilepsi dan normal sebagai pembanding. Pengamatan yang dilakukan pada beberapa aktivitas gelombang otak, yaitu a) pada otak dalam keadaan normal, b) pada otak dalam keadaan epilepsi saat munculnya cetusan bentuk epileptik.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini adalah

a) mengetahui bentuk spektrum FFT hasil rekam EEG untuk gelombang otak keseluruhan dan masing-masing jenisnya yang terdiri dari gelombang Delta, Teta, Alfa, Beta, dan Gamma bagi penderita epilepsi maupun normal

b) mengetahui perbandingan bentuk spektrum FFT antara gelombang otak pada penderita epilepsi dengan gelombang otak normal

(22)

c) membuat kesimpulan hasil analisis spektrum FFT dengan menentukan nilai frekuensi dominan pada gelombang otak penderita epilepsi dan gelombang otak normal.

1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan empiris dan rasional, yaitu mengumpulkan data hasil pengukuran gelombang otak penderita epilepsi dan normal yang akan diolah serta diproses untuk kemudian dianalisis menggunakan teori hasil studi literatur.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literature dan observasi.

1.6 Hipotesis

Dalam penulisan tugas akhir ini terdapat beberapa hipotesis sementara untuk kemudian dibuktikan kebenarannya melalu penelitian yang dilakukan.

Hipotesis yang diajukan penulis yaitu, bentuk pola spektrum FFT dan nilai frekuensi dominan antar sesama gelombang otak normal tidak jauh berbeda ; namun jika dibandingkan pola spektrum gelombang otak bagi penderita epilepsi dan normal akan menunjukkan adanya perbedaan.

(23)

1.7 Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, hipotesis, serta sistematika penulisan. Bab 2 Teori Dasar dengan sub bab Epilepsi yang terdiri dari definisi epilepsi dan klasifikasi epilepsi ; Electroencephalogram (EEG) yang berisi segala informasi tentang EEG dan hal – hal yang berhubungan dengan EEG seperti karakter gelombang otak, anatomi otak, prosedur standar perekaman EEG ; serta metode Fast Fourier Transform (FFT) yang sedikit menjelaskan mengenai pentingnya metode tersebut untuk menganalisis hasil rekam EEG. Bab 3 Metode Penelitian dan Pengolahan Data, berisi metode yang dilakukan dalam pengambilan data dan pengolahannya. Bab 4 Hasil Pengolahan Data dan Analisis, berisi tentang penjelasan hasil yang diperoleh dan analisa terhadap hasil pengolahan data. Bab 6 Simpulan dan Saran, berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut.

(24)

BAB 2

TEORI DASAR

2.1 Epilepsi

2.1.1 Definisi Epilepsi

Epilepsi didefinisikan sebagai adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang menyebabkan terjadinya bangkitan kejang (seizure) berulang kali. Serangan atau bangkitan epilepsi ini yang sering juga disebut sebagai epileptic seizure adalah manifestasi klinis serupa dan terjadi berulang secara paroksismal yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron – neuron sel saraf di otak secara spontan, dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”). [4][5]

Serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan dengan gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Sedangkan tanda – tanda klinis tersebut sangat bervariasi berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan atonom (vegetative), dan perubahan tingkah laku (psikologis). Hal – hal di atas dapat terjadi masing- masing tergantung dari letak focus epileptogenesis atau keabnormal pada otak dan penjalarannya sehingga dikenal berbagai jenis epilepsi.

(25)

2.1.2 Klasifikasi Epilepsi

Penulisan tugas akhir ini menggunakan data rekam medis pasien penderita epilepsi. Oleh karena itu penulis perlu mengetahui tipe epilepsi dan serangan kejang itu sendiri. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi tebagi menjadi dua macam, yaitu

1) Epilepsi primer atau idiopatik

Pada epilepsi ini tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada jaringan otak yang abnormal.

2) Epilepsi sekunder atau simptomatik

Pada epilepsi ini gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Biasanya dengan pemeriksaan tertentu dapat dilihat adanya kelainan structural pada otak.

International League Against Epilepsi (ILAE) mengklasifikasikan epilepsi berdasarkan jenis serangan atau bangkitan epilepsi pada tahun 1981. Klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis serangannya terdiri dari dua macam sebagai berikut. [6]

1) Serangan parsial

Serangan parsial merupakan bangkitan epilepsi yang dimulai dari focus di bagian tertentu pada otak. Serangan ini terbagi menjadi 3, yaitu

a) serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik) b) serangan pasial kompleks (kesadaran terganggu) c) seangan parsial umum sederhana.

(26)

2) Serangan umum

Serangan umum merupakan bangkitan epilepsi yang terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan otak. Serangan ini terbagi menjadi 6, yaitu a) Absans (lena)

Serangan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5 - 10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi.

b) Mioklonik

Ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat, sinkron, dan bilateral atau kadang hanya mengenai kelompok otot tertentu

c) Klonik

Serangan ini dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal dan multifocal yang berpindah - pindah. Biasanya ridak disertai gangguan kesadaran dan tidak diikuti fase tonik

d) Tonik

Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi

e) Atonik

Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba.

(27)

Dimulai dengan kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot - otot tersebut. Segera sesudah kejang berhenti pasien tertidur.

Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang dapat disaksikan langsung oleh dokter sehingga diagnosa epilepsi dapat dibuat berdasarkan anamnesis. Anamnesis merupakan catatan informasi mengenai yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lama serangan) pada penderita epilepsi. Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dan akurat cukup sulit bagi dokter. Hal ini dikarenakan gejala yang diceritakan oleh orang di sekitar penderita yang menyaksikan terjadinya serangan sering kali tidak memenuhi criteria, sedangkan penderitanya sendiri tidak sadar akan yang terjadi selama serangan epilepsi. Oleh karena itu, untuk membantu menegakkan diagnosis penderita epilepsi adalah dengan melakukan rekam elektroensafalograf (EEG).

2.2 Elektroensafalogram (EEG)

Elektroensafalografi adalah sebuah teknik dalam kedokteran yang digunakan untuk mendeteksi aktifitas kelistrikan pada otak manusia. Dengan menggunakan teknik ini akan dihasilkan sebuah rekaman aktifitas kelistrikan dalam bentuk sinyal gelombang otak yang dinamakan elektroensafalogram atau EEG. Rekaman EEG berupa grafik

(28)

tegangan terhadap waktu di mana sumbu y (vertikal) adalah tegangan dan sumbu x (horisontal) axis adalah waktu. Tegangan yang diperoleh merupakan perbedaan tegangan antara dua elektroda pada tubuh, dengan salah satunya ditempatkan pada kulit kepala. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa definisi operasional dari EEG adalah perbedaan tegangan antara dua lokasi yang berbeda perekaman diplot dari waktu ke waktu. [2]

Gambar 1 merupakan contoh seperangkat alat instrumentasi EEG tipe Cadwell yang digunakan pada rekam EEG di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. EEG tipe Cadwell menggunakan 28 channel elektroda dan menghasilkan 250 data sampling rate dalam perekaman 1 detiknya. Selain itu juga menggunakan software Cadwell Easy III sebagai alat pembacaan hasil rekam EEG.

(29)

2.2.1 Prinsip Kerja EEG

Rekaman EEG umumnya melalui elektroda yang diletakkan di kulit kepala atau dapat juga ditanam intra kranial. Untuk meningkatkan kontak listrik antara elektroda dan kulit kepala digunakan elektrolit jelly atau pasta. Elektroda yang digunakan pada umumnya terbuat dari bahan perak klorida berukuran 1 - 3 mm. Penempatan elektroda yang tepat dan baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil rekaman EEG yang baik dan akurat. Selain itu kebersihan kulit kepala, kondisi elektroda, mesin EEG dan kepatuhan pasien saat perekaman juga sangat berpengaruh untuk mendapatkan hasil yang baik

Sistem penempatan elektroda yang digunakan di RSCM mengikuti sistem penempatan elektroda di kepala yang sudah ditetapkan secara internasional oleh International Federation of Societes of Electroencephalogram yang dikenal dengan istilah “International Electrode Placement System” atau disebut juga sebagai sistem 10 - 20. [8] Sistem penempatan elektroda 10 - 20 mengatur letak titik – titik penempatan elektroda pada kulit kepala dengan menggunakan perbandingan jarak 10% pada elektroda pertama dan terakhir serta interval 20% untuk elektroda lainnya di sepanjang garis utama yang dimulai dari pangkal hidung (nasion) hingga benjolan di belakang kepala tepat di atas leher (inion). Hal serupa juga dilakukan pada garis di antara auricular (telinga) dan garis di sekeliling lingkar kepala.

(30)

Gambar 2 : Sistem Penempatan Elektoda 10 – 20 [8]

Untuk lebih jelasnya mengenai sistem penempatan elektroda 10 - 20 dapat dilihat pada gambar 2 yang ditunjukkan dengan gambar tampak atas kepala (kiri) dan gambar tampak samping kepala (kanan). Sedangkan kode huruf dan angka pada sistem ini menyatakan letak bagian otak manusia yang ditunjukkan pada gambar 3.

(31)

Bagian frontal ditandai dengan huruf F, bagian temporal ditandai dengan huruf T, bagian parietal ditandai dengan huruf P, bagian occipital ditandai dengan huruf O, bagian prefrontal/frontopolar ditandai dengan huruf Fp, bagian central ditandai dengan huruf C, dan huruf Z menandakan bahwa elektroda tersebut diletakkan di area tengah (midline) bagian kepala. Sedangkan untuk angka ganjil (1, 3, 5, dst) menyatakan bagian otak sebelah kiri dan angka genap (2, 4, 6, dst) menyatakan bagian otak sebelah kanan. Semakin dekat posisi dengan bagian tengah (midline), maka angka akan semakin kecil. Dengan memilih titik elektroda Cz sebagai sumbu pusat (x=0 dan y=0) dan posisi elektroda lainnya yang ditentukan secara umum sesuai dengan bentuk kepala.

Setelah penempatan pada titik – titik di kulit kepala, maka elektroda akan menangkap nilai beda potensial atau tegangan diantara titik – titik tersebut. Suatu cara untuk mendapatkan nilai beda potensial antara dua elektoda yang akan ditampilkan pada display disebut sebagai montase. Pada umumnya terdapat dua tipe montase [10], yaitu

Montase Bipolar

Dalam sebuah montase bipolar, masing – masing elektroda dihubungkan secara merantai kemudian diambil nilai beda potensial antara dua elektroda yang berdekatan satu sama lain. Untuk tipe longitudinal bipolar atau sering juga disebut “double banana” menghubungkan elektroda secara vertical, yaitu arah depan-belakang kepala. Sedangkan tipe transversal bipolar menghubungkan elektroda secara horizontal, yaitu melintang dari kiri-kanan kepala.

(32)

Montase Referensial

Dalam montase referensial atau sering juga disebut sebagai montase monopolar, setiap elektroda dihubungkan dengan satu nilai acuan yang sama. Nilai acuan tersebut dapat berupa nilai rata-rata seluruh elektroda di kepala (average

reference), atau nilai acuan satu elektroda tertentu (umumnya elektroda yang

terletak pada midline kepala) sebagai grounding.

Beda potensial yang tertangkap elektroda akan membentuk sinyal gelombang otak untuk kemudian ditransimisikan ke dalam sistem EEG dan mengalami proses seperti pada gambar 4.

Gambar 4 : Diagram Blok Sstem EEG

Secara umum gambar 4 menjelaskan bahwa gelombang otak yang ditangkap oleh elektroda akan mengalami penguatan yang dilakukan oleh amplifier dikarenakan sinyal gelombang yang dihasilkan otak sangat kecil yaitu dalam orde microvolt (μV).

(33)

bentuk keluaran gelombang yang dihasilkan cukup dapat mempresentasikan gelombang otak. Setelah itu gelombang ini dikonversi dalam bentuk digital untuk kemudian diolah menggunakan software dan ditampilkan pada layar monitor.

2.2.2 Karakteristik Gelombang EEG

Sinyal gelombang yang dihasilkan EEG memiliki amplitudo tegangan yang rendah, yaitu pada orde microvolt dalam rentang 100 μV – 1 mV. Aktivitas pasien pada saat

proses perekaman EEG seperti tidur dan berfikir juga sangat mempengaruhi pola gelombang EEG yang terbentuk.

Gelombang otak manusia memiliki rentang frekuensi dan amplitude berbeda – beda sehingga terbagi menjadi beberapa jenis gelombang seperti di bawah ini : [11]

a) Gelombang Delta

Bentuk gelombang delta yang dapat dilihat pada gambar 5 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai < 4 Hz dengan amplitude tegangan mencapai 10 mV. Gelombang ini dihasilkan ketika seseorang tertidur lelap, tanpa mimpi.

(34)

b) Gelombang Teta

Bentuk gelombang teta yang dapat dilihat pada gambar 6 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai antara 4 – 8 Hz dengan amplitude tegangan mencapai 10 μV. Gelombang ini dihasilkan ketika seseorang mengalami tidur ringan atau

mengantuk atau tengah melakukan ritual agama yang khusyu.

Gambar 6 : Gelombang Teta Dalam Rentang 1 Detik

c) Gelombang Alfa

Bentuk gelombang Alfa yang dapat dilihat pada gambar 7 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai antara 8 – 12 Hz dengan amplitude tegangan mencapai 50 μV. Gelombang ini dihasilkan ketika seseorang sedang melakukan relaksasi atau berupa peralihan antara keadaan sadar dan tidak sadar.

(35)

d) Sensory Motor Rhytm

Bentuk gelombang SMR seperti pada gambar 7 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai antara 12 – 16 Hz. SMR sebenarnya masih termasuk dalam kelompok gelombang lowbeta, namun mendapatkan perhatian khusus dan juga baru dipelajari secara mendalam akhir-akhir ini oleh para ahli, karena penderita epilepsi, ADHD ( Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) dan autism ternyata tidak menghasilkan gelombang jenis ini. Para penderita gangguan di atas tidak tidak mampu berkonsentrasi atau fokus pada suatu hal yang dianggap penting.

Gambar 8: Gelombang SMR Dalam Rentang 1 Detik

e) Gelombang Beta

Bentuk gelombang beta seperti pada gambar 6 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai antara 13 – 19 Hz dengan amplitude tegangan bernilai antara 10 – 20 μV.

Gelombang ini dihasilkan ketika seseorang sedang berada dalam kondisi berpikir atau sedang melakukan aktivitas sehari - hari. Gelombang beta dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu high beta (> 19 Hz), beta (15 – 18 Hz), dan low beta (12 - 15 Hz).

(36)

Gambar 9 : Gelombang Beta Dalam Rentang 1 Detik

f) Gelombang Gamma

Bentuk gelombang gamma yang dapat dilihat pada gambar 6 memiliki frekuensi gelombang yang bernilai antara 19 – 100 Hz. Gelombang ini dihasilkan ketika seseorang sedang mengalami aktivitas mental yang sangat tinggi seperti ketakutan, sangat panik, tampil di muka umum dan sebagainya.

Gambar 10 : Gelombang Gamma Dalam Rentang 1 Detik

2.3 Karakteristik Gelombang Otak Abnormal Penderita Epilepsi Pada EEG

Selain gelombang otak normal ada pula gelombang otak abnormal untuk pendertia epilepsi yang dapat tedeteksi pada perekaman EEG. Gelombang otak hasil rekam EEG dikatakan abnormal jika mengandung beberapa hal sebagai berikut. [12]

(37)

(a) Aktivitas bentuk epileptik menyerupai gelombang tajam (sharp waves), gelombang paku (spikes wave), gelombang paku-ombak, gelombang paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, seperti contoh epilepsi petit mal mempunyai gambaran EEG gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang muncul secara serentak (sinkron).

(b) Gelombang lambat terjadi pada saat irama gelombang tidak teratur atau irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya.

(c) Kelainan amplitude terjadi pada saat besar tegangan gelombang otak pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak tidak simetris.

(d) Pola-pola tertentu yang menyerupai pola gelombang normal tetapi terdapat penyimpangan nilai frekuensi, reaktivitas, dan distribusi.

Pada rekam EEG umumnya pola gelombang abnormal tidak sepenuhnya menggantikan pola gelombang normal melainkan muncul dengan berlatar belakang pola gelombang normal.

(38)

Gambar 11 : Gelombang Otak Abnormal Penderita Epilepsi pada EEG [3]

Gambar 11 merupakan bentuk gelombang otak abnormal penderita epilepsi hasil rekam EEG yang diperoleh dari penelitian tugas akhir yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ratri Vibuthi. Bentuk gelombang otak abnormal ditandai dengan munculnya bentuk epileptik yang ditunjukkan dalam lingkaran hitam dan merupakan gelombang tajam yang diikuti lambat pada channel T3 dan T5.

2.4 Fast Fourier Transform (FFT)

FFT merupakan suatu metode transformasi untuk mengubah suatu fungsi dalam domain waktu menjadi fungsi dalam domain frekuensi khususnya untuk bentuk fungsi suatu sinyal yang kontinyu dan tidak mempunyai perulangan secara periodik. Secara umum dapat dirumuskan pada persamaan di bawah ini.

(39)

Transformasi fourier menggambarkan suatu sinyal x(t) sebagai superposisi linier fungsi sinus dan cosinus yang ditandai dengan nilai frekuensi f dimana X(f) merupakan fungsi kompleks sinusoidal e-2πft yaitu invers transformasi yang diberikan oleh persamaan x(t). [13]

Transformasi fourier ini memiliki kelebihan antara lain

1. mampu menunjukkan kandungan frekuensi yang terkandung dalam suatu fungsi

2. mampu menunjukkan beberapa banyak komponen frekuensi yang terkandung dalam suatu fungsi.

Dibalik kelebihan yang dimiliki tersebut, transformasi fourier juga memiliki keterbatasan yang menjadi kekurangannya, yaitu :

1. Transformasi fourier hanya mampu menganalisis fungsi stasioner yang memiliki beberapa sifat sebagai berikut

(a) kandungan frekuensi dalam fungsi tidak berubah terhadap perubahan waktu, dan

(40)

Hal ini menjelaskan apabila transformasi fourier diterapkan dalam suatu fungsi, maka kandungan frekuensi yang ditunjukkan tidak akan berubah walaupun berupa cuplikan pada waktu-waktu tertentu.

2. Tidak mampu menunjukkan kapan (waktu) komponen frekuensi tersebut terjadi. [14]

Analisis spektrum berbasis FFT merupakan metode kuantitatif yang sejauh ini sering digunakan untuk mengkarakterisasi hasil rekam EEG. Hal ini dikarenakan FFT merupakan diagnostic tools yang sangat penting dalam menentukan irama atau nilai-nilai frekuensi yang terdapat pada rekam EEG. Namun dalam kasus ini, terdapat hambatan menggunakan metode FFT dengan adanya kesulitan secara visual untuk menentukan nilai dominan jika bermacam-macam frekuensi muncul pada saat yang bersamaan, sehingga diperlukan proses filterisasi yang dilakukan sebelumnya.

Sebagai ilustrasi proses transformasi fourier dapat dilihat pada gambar 12 yang menunjukkan suatu bentuk kurva dari fungsi dalam domain waktu (sebelah kiri) dan bentuk kurva transformasi fourier dari fungsi dalam frekuensi (sebelah kanan). Kurva transformasi fourier ini sering juga disebut sebagai spektrum. Spektrum yang tampak pada kurva hasil transformasi fourier menunjukkan nilai-nilai frekuensi yang dimiliki fungsi tersebut.

(41)

Gambar 12 : Ilustrasi Transformasi Fourier [15]

Dalam transformasi fourier terdapat nilai frekuensi yang berperan penting dalam proses transformasi sinyal itu sendiri, yaitu nilai frekuensi sampling fs dan nilai frequensi Nyquist. Nilai frekuensi tersebut diatur dalam The Nyquist Sampling Theoroma. Teori ini menyatakan bahwa dalam digital sinyal processing, nilai frekuensi sampling harus minimal dua kali frekuensi tertinggi dari komponen yang membentuk sinyal. Frekuensi Nyquist kemudian bernilai 2f. [16] Jika frekuensi sampling bernilai di bawah frekuensi Nyquist, maka sinyal digital akan menunjukkan

(42)

komponen-komponen frekuensi yang berbeda dari aslinya, efek ini yang sering dikenal sebagai aliasing seperti yang ditunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13 : Bentuk Hasil Sampling (Kiri) Non Aliasing (Kanan) Aliasing [17]

Diketahui bahwa nilai frekuensi sampling untuk masing-masing sampel data adalah 250 Hz. Oleh karena itu, sesuai dengan terema Nyquist maka nilai frekuensi maksimum yang akan muncul pada hasil spektrum adalah 125 Hz.

Sedangkan nilai Nfft merupakan banyak titik yang mempengaruhi panjang data FFT. Besar nilai Nfft akan lebih baik jika merupakan kelipatan dua atau bernilai 2n karena jika tidak akan ditambahkan data-data nol untuk melengkapi jumlah data menjadi bentuk 2n pada spektrum yang dihasilkan, proses ini disebut sebagai zero padding. [18]

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Pada penulisan tugas akhir ini, data – data yang digunakan diperoleh dari poli klinik saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data yang diambil berupa data gelombang otak dalam format .edf (European Data Format) hasil rekam EEG pada pasien normal dan penderita epilepsi berserta diagnosis yang diberikan dokter.

Lama perekaman EEG masing-masing pasien berbeda – beda tergantung pada kebutuhan klinis. Bagi pasien yang melakukan rekam EEG untuk kebutuhan pemeriksaan yang hanya ingin mengetahui ada / tidaknya keabnormalan pada gelombang otak biasanya perekaman berlangsung ± 30 menit. Sedangkan bagi pasien yang melakukan rekam EEG untuk kebutuhan pra-operasi bedah otak akan berlangsung lebih lama sampai pada keadaan serangan kejang dapat terekam EEG.

3.2 Prosedur Pemberian Kode Pasien dalam Pengolahan Data

Melihat banyaknya daftar pasien yang dijadikan sampel data, maka dalam proses pengolahan data perlu dilakukan suatu prosedur pemberian kode sebagai berikut.

(44)

Jumlah pasien pria adalah 11 orang sehingga pasien pria akan menggunakan kode huruf P dan angka 1-11. Sedangkan jumlah pasien wanita adalah 4 orang sehingga pasien wanita akan menggunakan kode huruf W dan angka 1-4.

2. Digit ketiga pada kode menunjukkan pasien menderita epilepsi atau pasien normal.

Pasien penderita epilepsi akan menggunakan kode huruf E dan pasien normal dengan huruf N.

3. Digit keempat dan kelima pada kode menunjukkan channel elektroda.

Kode ini menggunakan aturan yang sama seperti sistem penempatan elektroda 10-20.

Sebagai contoh kode P3ET5 akan mendefinisikan data pasien pria yang menderita epilepsi pada channel T5 (temporal bagian kiri).

Berikut ini pada tabel I merupakan daftar pasien beserta informasi lainnya yang dijadikan sampel data untuk penelitian tugas akhir.

TABEL I : DAFTAR PASIEN SEBAGAI SAMPEL DATA

No Kode Data Usia (tahun) Klasifikasi Gelombang Otak Tipe Montage Diagnosis Dokter

1 P1N 3 Normal Reference Gelombang otak dalam batas normal 2 P2N 14 Normal Reference Gelombang otak dalam batas normal 3 P3N 17 Normal Reference Gelombang otak dalam batas normal

4 P4E 33 Bentuk

epileptik

Longitudinal Bipolar

Gelombang otak abnormal berupa perlambatan umum dan fokal serta aktifitas bentuk epileptik di temporal bilateral

(45)

frekuensi 2-3 spd dan amplitude s/d 98,07 μV di F8-T4-T2-Ch2-T6-A2 serta di F7-T3-T5-T1-A1 Sering terdapat gelombang tajam diikuti lambat di

T4-T6-T2-F8 dengan fase reversal di T4

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat di T5-T3-T1 dengan fase reversal di T5

5 P5E 37 Serangan

Kejang

Reference Gelombang otak abnormal berupa EEG iktal sesuai dengan focus di temporal depan kiri dan EEG interiktal abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di temporal depan kiri

Latar belakang irama gelombang alfa 10-11 spd dan amplitude s/d 56,09 μV

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat 4-5 spd di F3-C3-Fp1-F7 dengan fase reversal di F3 selama 6 detik

6 P6E 38 Bentuk

epileptik

Reference Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di temporal tengah depan kanan

Latar belakang irama gelombang alfa 10-11 spd dan amplitude s/d 38,54 μV

Terdapat gelombang paku di channel T4-T2-F8-T6 dengan fase reversal di T4

7 P7E 39 Bentuk

epileptik

Reference Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di temporal kiri dan perlambatan fokal di temporal depan kiri

Latar belakang irama gelombang alfa 10-11 spd dan amplitude s/d 50 μV

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat di T3-T5-T1-F7 dengan fase reversal di T1-T3-T5

Terdapat gelombang lambat delta-teta 3-5 spd dan amplitude s/d 50 μV di F7-T3

8 P8E 42 Serangan

Kejang

Average Gelombang otak abnormal berupa EEG iktal dengan focus di temporal belakang kiri dan EEG interiktal berupa perlambatan fokal diikuti aktifitas bentuk epileptik (gelombang tajam dan lambat) di temporal belakang kiri

Latar belakang irama gelombang alfa 9-10 spd dan amplitude s/d 61,01 μV

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat 1 spd dan amplitude 162,91 μV di T5-O1-T3 dengan fase reversal di T5 kadang menyebar ke F7-Fp1

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat di F7-T1-T3 dengan fase reversal di F7-T1

9 P9N 55 Normal Reference Gelombang otak dalam batas normal

10 P10E 64 Bentuk

epileptik

Reference Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di frontal kiri dan perlambatan fokal di frontal kiri

(46)

amplitude s/d 44,75 μV

Terdapat gelombang lambat delta 1-2 spd dan amplitude s/d 69,54 μV, serta gelombang ritmik dan intermitten di temporal depan kiri (F7-T3-Ch1) Terdapat gelombang tajam diikuti lambat dan

amplitude s/d 83,04 μV di frontal kiri (Fp1-F3-F7-T3) dengan fase reversal di F7

11 P11N 77 Normal Reference Gelombang otak dalam batas normal 12 W1E 16 Serangan

Kejang

Reference Gelombang otak abnormal berupa EEG iktal dengan focus di oksipital kiri

Latar belakang irama gelombang alfa 8-9 spd dan amplitude s/d 35 μV

Tampak gelombang tajam diikuti lambat di O1-T5-P3-OZ-O2

13 W2E 17 Bentuk

epileptik

Reference Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik generalized spike dan wave complex di kedua hemisfer yang ditemukan pada IGE, dd/FLE Latar belakang irama gelombang alfa 11-12 spd dan

amplitude s/d 36,10 μV

Terdapat gelombang paku dan lambat 3-4 spd dan amplitude s/d 208 μV di kedua hemisfer sinkron abrupt onset selama 2-3 detik kembali dengan frekuensi 11-12 spd

14 W3E 23 Bentuk

epileptik

Longitudinal Bipolar

Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di frontal bilateral

Latar belakang irama gelombang alfa 8-9 spd dan amplitude s/d 56 μV

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat delta 103 spd dan amplitude s/d 99 μV di Fp2-F8-T4-F4 dengan fase reversal di F4

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat delta 2-3 spd dan amplitude s/d 107 μV di Fp1-F7-T3-T1-F3 dengan fase reversal di F3

15 W4E 44 Bentuk

epileptik

Average Gelombang otak abnormal berupa aktifitas bentuk epileptik di temporal anterior terutama kanan disertai perlambatan di temporal bilateral

Latar belakang irama gelombang alfa 10-11 spd dan amplitude s/d 40 μV

Terdapat gelombang tajam diikuti lambat di F8-T2-Ch2-F4-Fp2-T4 dengan fase reversal di F8-T2 Terdapat gelombang lambat 3-4 spd di

(47)

3.3 Pengolahan Data

Langkah – langkah pengolahan data yang dilakukan dapat digambarkan dalam diagram blok pada gambar 14.

Gambar 14 : Diagram Blok Langkah Kerja Pengolahan Data

Data sinyal .edf merupakan sinyal EEG dalam bentuk digital. Bentuk sinyal berupa grafik tegangan (μV) gelombang otak terhadap waktu (s). Dari data .edf ini akan

dikonversi menjadi data ASCII atau disebut juga rho data. Konverter yang digunakan adalah software Polyman, yaitu suatu program bebas yang berfungsi sebagai EDF browser. Setelah mengetahui rho data maka dengan mudah dapat dilakukan pengolahan menggunakan software MATLAB.

Data sinyal EEG .edf Konversi data menjadi ASCII menggunakan software polyman Filterisasi untuk menentukan jenis gelombang menggunakan

SPTool pada MATLAB

Membentuk spektrum analisis FFT menggunakan SPTool

(48)

Langkah pengolahan selanjutnya untuk filterisasi gelombang mengacu pada penelitian tugas akhir yang telah dilakukan oleh Ratri Vibuthi Widyasari Wismakumara.

Untuk menentukan jenis gelombang otak Alfa, Beta, Delta, Teta, dan Gamma dari sinyal otak keseluruhan dilakukan filterisasi menggunakan Signal Processing Tools (SPTool) pada MATLAB. Dengan input data pada Filter Design Analysis Tools (FDATool) yang ditunjukkan dengan gambar 15 untuk filter jenis bandpass, equiripple FIR Filter Methods, serta nilai frekuensi dari jenis-jenis gelombang seperti pada tabel II maka akan didapatkan keluaran bentuk sinyal masing-masing jenis gelombang otak.

(49)

TABEL II : INPUT DATA PADA FILTER DESIGN & ANALYSIS TOOL [10] Jenis Gelombang Response Types Design Method Filter Order Magnitudo Specification Frequency Specification Astop1 Apas s Astop2 Fs Fstop 1 Fpass 1 Fpass 2 Fstop 2 Delta Bandpass FIR –

equiripple Minimum 60 1 80 250 1 2 4 5

Teta Bandpass FIR –

equiripple Minimum 60 1 80 250 3 4 8 9

Alfa Bandpass FIR –

equiripple Minimum 60 1 80 250 7 8 12 13

Beta Bandpass FIR –

equiripple Minimum 60 1 80 250 12 13 19 20

Gamma Bandpass FIR –

equiripple Minimum 60 1 80 250 18 19 100 101

Hasil filterisasi gelombang kemudian dibentuk menjadi spektrum dengan menggunakan metode FFT pada SPTool di MATLAB. Spektrum FFT terbentuk dari masing-masing jenis gelombang otak setelah filterisasi yang terdiri dari Delta, Teta, Alfa, Beta, Gamma dan gelombang otak keseluruhan sebelum filterisasi. Dengan input data sebelum dan setelah filterisasi ; frekuensi sampling fs 250 Hz ; dan Nfft 1024, maka didapatkan hasil seperti pada gambar 16.

(50)

Gambar 16 : Tampilan Jendela Spektrum Analisis FFT

Langkah pengolahan yang terakhir adalah melakukan normalisasi dari spektrum FFT yang terbentuk. Normalisasi dilakukan dengan membuat nilai maksimum dari magnitudo/besaran menjadi nilai satu. Dalam hal ini nilai frekuensi sebagai faktor normalisasi. Tujuan dari normalisasi ini adalah mengelompokkan interval dari nilai-nilai yang berbeda ke dalam skala yang sama. Sehingga pola spektrum FFT yang terbentuk dapat lebih mudah untuk dianalisis.

(51)

BAB 4

HASIL PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.1 Hasil Pengolahan Data

Seluruh hasil pengolahan data ini merupakan bentuk spektrum FFT dari sampel data yang terdiri dari 5 sampel data normal dan 9 sampel data epilepsi. Pengolahan data mengambil seluruh waktu total rekaman EEG dari pasien. Lama rekam EEG yang dilakukan masing-masing pasien bervariasi, yaitu ± 30 menit dengan frekuensi sampling fs 250 Hz atau 250 data untuk satu detiknya.

Bentuk spektrum FFT yang ditampilkan merupakan data keseluruhan dari setiap sampel data sebelum mengalami filterisasi dan setelah mengalami filterisasi menjadi masing-masing jenis gelombang otak seperti Delta, Teta, Alfa, Beta, Gamma pada elektroda channel T3 (temporal kiri), O1 (oksipital kiri), dan F7 (frontal kiri) untuk sampel data normal dan channel T3, O1, atau F7 untuk sampel data epilepsi. Channel-channel tersebut dipilih berdasarkan statistik tertinggi letak dimana sering munculnya bentuk epileptik pada otak khususnya bagian temporal.

Melalui bentuk spektrum FFT tersebut maka dapat ditentukan nilai frekuensi dominan yang muncul untuk setiap sampel data baik secara keseluruhan maupun untuk masing-masing jenis gelombang otak. Strategi analisis spektrum FFT secara jelasnya ditunjukkan dengan bagan pada gambar 17.

(52)

Gambar 17 : Bagan Strategi Analisis Spektrum FFT

4.1.1 Spektrum FFT Gelombang Otak Normal Dan Epilepsi Pada Channel T3

Gambar 18 : Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal Dan Gelombang Otak Epilepsi Keseluruhan

Gelombang otak epilepsi pada channel T3, O1 atau F7 dimana ditemukannya bentuk epileptik Gelombang otak normal untuk channel T3, O1 dan F7

Keseluruhan Delta Teta Alfa Beta Gamma

(53)

Gambar 18 menunjukkan bentuk spektrum FFT untuk sampel data gelombang otak normal (warna biru) dan epilepsi (warna-warni) sebelum filterisasi dan setelah filterisasi pada channel T3. Sumbu X menyatakan nilai frekuensi (Hz) yang bernilai maksimum 125 Hz sesuai dengan teorema Nyquist, dimana fs = 250 Hz merupakan nilai 2f dengan f = 125 Hz. Sedangkan sumbu Y menyatakan magnitudo/besaran.

Dapat dilihat secara garis besar dari hasil spektrum pada gambar 18 pola yang terbentuk sama pada nilai frekuensi dengan besaran tertinggi sekitar 50 Hz dan diikuti dengan beberapa pola yang berbeda pada nilai frekuensi dengan besaran kecil. Selain itu besaran masing-masing sampel data memiliki orde berbeda-beda yang menimbulkan pola spektrum dengan orde besar akan menutupi pola spektrum dengan orde kecil sehingga sulit untuk dibedakan dan dinalisis kembali. Oleh karena itu dilakukan normalisasi nilai maksimum agar spektrum dapat terlihat jelas dan mudah untuk dideskripsikan. Grafik normalisasi ditampilkan dalam bentuk grafik batangan dengan nilai pada sumbu X merupakan nilai frekuensi komulatif dalam rentang nilai tertentu.

4.1.2 Normalisasi Hasil Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal Dan Epilepsi Pada Channel T3

Hasil pengolahan data berikut ini menggunakan sampel data yang terdiri dari 5 sampel data normal (P1N, P2N, P3N, P9N, P11N) dan 3 sampel data penderita epilepsi (P7E, P4E, W2E) yang ditemukan adanya bentuk epiliptik pada channel T3

(54)

(temporal kiri). Sumbu X menunjukkan besar frekuensi (Hz) dan sumbu Y menunjukkan magnitudo/besaran yang sebelumnya sudah dilakukan normalisasi terhadap nilai maksimum masing-masing sampel data dan jenis gelombang seperti pada tabel III dan IV.

TABEL III : NILAI MAKSIMUM BESARAN DAN FREKUENSI SAMPEL DATA NORMAL PADA CHANNEL T3

TABEL IV : NILAI MAKSIMUM BESARAN DAN FREKUENSI SAMPEL DATA EPILEPSI PADA CHANNEL T3

P4E P7E W2E

Mmax f Mmax f Mmax F

Keseluruhan 1.03E+00 2.68 2.35E-01 7.81 7.80E-01 50.04 Delta 1.27E+00 2.68 4.61E-03 3.90 3.90E-02 3.90

Teta 1.06E-01 4.15 2.46E-02 7.81 2.45E-02 4.15

P1N P2N P3N P9N P11N

Mmax f Mmax f Mmax F Mmax f Mmax f

Keseluruhan 2.72E+00 49.80 6.10E-02 9.52 5.21E-02 1.22 3.88E-02 9.52 8.68E-02 49.8 Delta 7.58E-02 1.95 6.54E-03 1.95 2.71E-02 2.92 2.25E-02 2.44 3.04E-03 1.95 Teta 6.29E-02 5.85 6.17E-03 7.81 1.33E-02 5.37 1.84E-02 7.56 5.72E-03 7.81 Alfa 2.57E-03 8.05 9.13E-04 10.74 2.22E-02 8.05 3.01E-03 9.52 1.00E-02 8.78 Beta 2.57E-03 14.64 9.13E-04 13.18 2.22E-02 13.42 3.01E-03 13.42 1.00E-02 16.35 Gamma 1.38E+00 49.80 1.98E-03 21.48 7.03E-03 21.97 5.86E-03 23.43 4.65E-02 49.80

(55)

Alfa 2.02E-03 9.27 1.43E-03 9.52 1.01E-02 9.52 Beta 2.02E-03 13.18 1.43E-03 15.38 1.01E-02 14.40 Gamma 1.40E-01 49.80 1.18E-03 19.53 6.19E-01 50.04

Untuk nilai frekuensi dominan pada pola normal secara keseluruhan terlihat bahwa beberapa sampel data memiiliki tiga rentang nilai yang berbeda. Sampel data P2N, W2E, dan P11N dengan nilai frekuensi dominan 49,8 Hz dan 50,04 Hz menunjukkan bahwa gelombang gamma dominan muncul yang berarti pasien dalam kondisi berfikir keras selama perekaman EEG. Sampel data P7E, P2N, dan P9N mempunyai nilai frekuensi dominan 7.81 Hz dan 9,52 Hz yang menunjukkan bahwa gelombang Alfa dominan muncul yang berarti pasien dalam kondisi relaksasi saat perekaman EEG. Sedangkan sampel data P3N dan P4E dengan nilai frekuensi dominan 1,22 Hz dan 2,68 Hz menunjukkan bahwa gelombang delta dominan muncul yang menandakan pasien dalam kondisi tertidur lelap saat perekaman EEG.

Nilai maksimum besaran nilai frekuensi untuk gelombang keseluruhan, delta, dan gamma adalah 2,72 ; 1,27 ; 1,38. Sedangkan nilai maksimum besaran nilai frekuensi untuk gelombang teta, alfa, beta adalah 6.29E-02 dan 2.22E-02. Dapat dilihat perbandingan nilai maksimum ini dalam orde yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan pola grafik normalisasi yang terbentuk akan timbul ketidaksesuaian. Pada grafik normalisasi keseluruhan, delta, gamma yang mempunyai nilai maksimum besaran nilai frekuensi yang besar akan menghilangkan pola grafik pada nilai besaran yang kecil. Sedangkan pada grafik normalisasi teta, alfa, beta dengan nilai

(56)

masksimum besaran nilai frekuensi yang lebih kecil akan memunculkan kembali pola grafik yang hilang pada grafik normalisasi keseluruhan, delta, gamma.

Gambar 19 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Pasien Normal Pada Channel T3

Gambar 20 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Channel T3 Normal

P2N P1N P9N P3N P11N 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 M a gn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Channel T3 Epilepsi

P7E P4E W2E

(57)

Gambar 19 merupakan grafik normalisasi sinyal keseluruhan sebelum mengalami filterisasi untuk sampel data normal dan gambar 20 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Dapat dilihat pada pola grafik menunjukkan bahwa sampel data memiliki ciri khas masing-masing ditandai dengan besar magnitudo yang berbeda-beda. Pola epilepsi menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi sekitar 3Hz dan 49-50 Hz, sedangkan untuk nilai frekuensi lainnya mempunyai besaran yang sangat kecil dan dapat dianggap sebagai noise. Sedangkan pola normal menunjukkan nilai frekuensi yang lebih bervariasi dengan besaran tinggi dalam rentang 1-3 Hz, 9 Hz dan 49-51 Hz.

Gambar 21 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 0 1 2 3 4 5 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Delta Channel T3 Normal

P3N P11N P1N P2N P9N

(58)

Gambar 22 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3

Gambar 21 merupakan grafik normalisasi gelombang delta yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi < 4 Hz untuk sampel data normal dan gambar 22 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Pola epilepsi menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi umumnya sekitar 2-3 Hz yang terletak pada batas atas gelombang delta. Sedangkan pola normal menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi umumnya dalam rentang 1-2 Hz yang terletak pada batas bawah gelombang delta.

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 0 1 2 3 4 5 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Delta Channel T3 Untuk Epilepsi

P4E P7E W2E

(59)

Gambar 23 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3

Gambar 24 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Teta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 3 4 5 6 7 8 9 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Teta Channel T3 Normal

P2N P1N P3N P11N P9N 0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 3 4 5 6 7 8 9 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Teta Channel T3 Epilepsi

P4E P7E W2E

(60)

Gambar 23 merupakan grafik normalisasi gelombang teta yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 4-8 Hz untuk sampel data normal dan gambar 24 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Pola epilepsi menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi umumnya sekitar 4 Hz dan 7 Hz. Sedangkan pola normal menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi umumnya dalam rentang 5-8 Hz.

Gambar 25 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Pasien Normal Pada Channel T3 0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Alfa Channel T3 Normal

P3N P9N P2N P1N P11N

(61)

Gambar 26 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Alfa Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel

Gambar 25 merupakan grafik normalisasi gelombang alfa yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 8-13 Hz untuk sampel data normal dan gambar 26 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Pola normal menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi sangat bervariasi karena terletak pada nilai frekuensi yang berbeda-beda, yaitu menyebar dalam rentang 8-10 Hz. Selain itu untuk nilai frekuensi lainnya juga mempunyai besaran yang cukup tinggi. Sedangkan pola epilepsi menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi umumnya pada nilai 9 Hz yang terpusat pada batas tengah gelombang alfa.

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Alfa Channel T3 Epilepsi

P4E P7E W2E

(62)

Gambar 27 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Pasien Normal Pada Channel T3

Gambar 28 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Beta Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3

Gambar 27 merupakan grafik normalisasi gelombang beta yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 13-19 Hz untuk sampel data normal

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Beta Channel T3 Normal

P11N P1N P2N P3N P9N 0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Beta Channel T3 Epilepsi

P4E P7E W2E

(63)

dan gambar 28 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Pola normal dan epilepsi menunjukkan nilai frekuensi dengan besaran tertinggi sangat bervariasi karena terletak pada nilai frekuensi yang berbeda-beda, selain itu untuk nilai frekuensi lainnya juga mempunyai besaran yang cukup tinggi.

Gambar 29 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Pasien Normal Pada Channel T3

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 17 20 23 26 29 32 35 38 41 44 47 50 53 56 M agi n tu d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Gamma Channel T3 Normal P1N P2N P11N P3N P9N

(64)

Gambar 30 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Gamma Bagi Penderita Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3

Gambar 29 merupakan grafik normalisasi gelombang gamma yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 19-100 Hz untuk sampel data normal dan gambar 30 untuk sampel data epilepsi pada channel T3. Gelombang gamma mempunyai rentang frekuensi yang cukup panjang, sehingga pola yang terbentuk menyerupai pola gelombang keseluruhan sebelum mengalami filterisasi. Pola normal dan epilepsi hampir serupa, yaitu memiliki nilai frekuensi dengan besaran tertinggi pada rentang 18-22 Hz dan sekitar 50 Hz. Sedangkan nilai frekuensi lainnya hanya mempunyai besaran yang rendah.

0.00E+00 2.00E-01 4.00E-01 6.00E-01 8.00E-01 1.00E+00 1.20E+00 17 20 23 26 29 32 35 38 41 44 47 50 53 56 M agn it u d o Frekuensi (Hz)

Grafik Normalisasi Gelombang Gamma Channel T3 Epilepsi

P4E P7E W2E

Gambar

Gambar 18 : Spektrum FFT Untuk Gelombang Otak Normal Dan Gelombang Otak  Epilepsi Keseluruhan
TABEL III : NILAI MAKSIMUM BESARAN DAN FREKUENSI SAMPEL DATA  NORMAL PADA CHANNEL T3
Gambar 19 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Secara Keseluruhan Bagi  Pasien Normal Pada Channel T3
Gambar 22 : Grafik Normalisasi Untuk Gelombang Otak Delta Bagi Penderita  Epilepsi Yang Memiliki Bentuk Epileptik Pada Channel T3
+7

Referensi

Dokumen terkait