• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PROGRAM KEWIRAUSAHAAN BAGI DISABILITAS TULI DI GERAKAN KESEJAHTERAAN TUNARUNGU INDONESIA (GERKATIN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS PROGRAM KEWIRAUSAHAAN BAGI DISABILITAS TULI DI GERAKAN KESEJAHTERAAN TUNARUNGU INDONESIA (GERKATIN)"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

(GERKATIN)

Skripsi in diajukan sebagai syarat dalam meyelesaikan Strata Satu Program Studi Kesejahteraan Sosial (S. Sos)

Oleh:

Fani Ayu Lestari 11150541000064

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/2020 M

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuh Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S. Sos)

Oleh: Fani Ayu Lestari NIM: 11150541000064

Di Bawah Bimbingan:

Dr. Muhtadi. M.Si NIP. 197506012014111001

PROGRAM STUDI KESEJATERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/2020 M

(3)
(4)
(5)

Efektivitas Program Kewirausahaan Bagi Disabilitas Tuli di Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN)

Disabilitas Tuli/Tunarungu adalah seseorang yang

mengalami gangguan atau kerusakan pada sistem pendengaran. Meningkatnya jumlah pengangguran Disabilitas khususnya Tuli/Tunarungu akibat kurangnya wadah pekerjaan membuat mereka memiliki keinginan untuk berdaya bersama dengan berwirausaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dari hasil wawancara , studi dokumentasi, dan observasi untuk mengetahui

dan menarasikan lewat deskriptif efektivitas program

kewirausahaan bagi Tuli/Tunarungu di Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN).

Hasil penelitian ini menunjukkan ada lima aspek efektivitas dalam program kewirausahaan yang di inisiasi oleh GERKATIN, yaitu: pertama, aspek kemampuan menyesuaikan diri terbentuk dari kesamaan latar belakang dan kebutuhan. Kedua, aspek prestasi kerja adalah rasa bangga dari hasil produk atau pekerjaan yang sedang dijalankan. Ketiga, aspek kepuasan kerja dilihat dari rasa puas akan kemampuan mengaktualisasi diri untuk berdaya baik dalam pekerjaan juga berwirausaha. Keempat, aspek penilaian oleh pihak luar dimana hasil pekerjaan dan produk usaha dinilai oleh pemakai jasa kerja dan konsumen produk. Kelima, aspek kualitas bicara mengenai bagaimana cara Tuli/Tunarungu bersaing dalam dunia usaha dan pekerjaan dengan berkualitas sehingga dapat bersaing dengan non Disabilitas.

Kata Kunci: Tuli/Tunarungu, Efektivitas, Kewirausahaan.

(6)

diberikan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat mendaptkan gelar strata satu (S1). Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam melakukan penulisan skripsi, oleh sebab itu peneliti membutuhkan kritik dan saran agar skripsi ini lebih baik lagi.

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyadari tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Dengan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihah yang telah membantu:

1. Suparto M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti Napsiyah, S. Ag, BSW, MSW sebagai Wakil Dekan Akademik. Drs. Sihabudin Noor, MA sebagai Wakil Dekan Bidang III Administrasi Umum. Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Muhtadi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(7)

membimbing penulis selama melaksanakan perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan wawasan keilmuan

dan membimbing penulis selama melaksanakan

perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bambang selaku Ketua DPP GERKATIN yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian.

7. Wilma Sri Rejeki selaku Ketua Program Kewirausahaan GERKATIN.

8. Orang tua terkasih, Ayah Pagaruddin Siregar, Ibu Sulikah sebagai orang yang paling berjasa dalam hidup Saya, Andika Masruri dan M. Syaifuddin.

9. PSAA PU 03 Tebet.

10. Maulia S. Bahri yang selalu memberikan dukungan paling berarti untuk menyelesaikan skripsi.

11. Bani Fauziyyah Jehan dan Rifky Hamdani yang berjasa dalam keberlangsungan penulis selama kuliah.

12. Mentari Putri Ramadhanti dan Dinda Mutiarachmah yang telah bersedia menemani proses pengerjaan skripsi.

13. Chessy, Dea, Icay, Rafika, Gita, Adelia, Alfia, Naufal, Andi M Muzakir Adelia, Alfia dan Fatkhur yang telah meluangkan dan bersedia menjadi teman kuliah paling menyenangkan.

(8)

informasi dan dukungan.

15. HMJ Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

16. DEMA FIDIKOM Masa Bakti 2018.

17. FORKOMKASI Nasional dan Regional Jakarta. 18. Social Work Percussion (SWP).

19. Semua playlist album Akibat Pergaulan Blues milik Jason Ranti yang menemani penulis dikala gundah gulana dalam proses penggarapan skripsi.

20. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. x

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G.Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Disabilitas dan Tuli ... 21

B. Efektivitas ... 30

C. Program Kewirausahaan ... 49

D. Kerangka Berfikir ... 53

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Sejarah GERKATIN ... 54

B. Struktur Organisasi ... 58

C. Program Kerja ... 59

(10)

B. Ukuran Efektivitas Program Kewirausahaan ... 67

BAB V PEMBAHASAN

A. Hasil Program Kewirausahaan di GERKATIN…… 92 B. Ukuran Efektivitas Program……… 96 C. Peningkatan Kesejahteraan……….. 107 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan………...…. .114 B. Saran………. 116 DAFTAR PUSTAKA……….. 117 vi

(11)

Gambar 4.2 Sunyi Coffee ... 79

Gambar 4.3 Instagram Gerkatin Pusat ... 82

Gambar 4.4 instagram @isyarat.id ... 84

Gambar 4.5 Burger King ... 86

Gambar 4.6 Ojek Online ... 88

Gambar 4.7 Toothbag BISINDO ... 89

Gambar 4.8 Baju BISINDO ... 90

Gambar 4.5 Case Handphone BISINDO ... 90

(12)

Tabel 2.1 Penggolongan Tunarungu ... 29

(13)
(14)

Lampiran 2 Transkip Wawancaa Dengan Wilma Redjeki

Lampiran 3 Transkip Wawancara Dengan Andrew E.Z dan

Ahmad Wafai

Lampiran 4 Transkip Wawancara Dengan Andika

Lampiran 5 Transkip Wawancara Dengan Iwan Satryawan

Lampiran 6 Cover Persetujuan Skripsi

Lampiran 7 Surat Permohonan Dosen Pembimbing

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 9 Dokumentasi

(15)

1

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada Pasal 1 yang berbunyi, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama untuk berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh berdasarkan kesamaan hak.

Data statistik yang dihimpun oleh ILO

(International Labour Organization) bahwa terdapat jumlah penyandang disabilitas sekitar 15% dari jumlah

total penduduk di dunia. Diperkirakan terdapat

11.580.117 penyandang disabilitas yang ada di Indonesia dari 241 juta jiwa dari total penduduk pada tahun 2011 (ILO 2010, 2)

Data yang dihimpun oleh Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial yang tersedia di Perpustakaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menyatakan bahwa jumlah Penyandang Disabilitas berdasarkan jenis gangguan di 24 Provinsi ada 1.648.848 jiwa, sedangkan jumlah klasifikasi penyandang disabilitas Tuli ada 338.672 jiwa (Booklet KEMENSOS 2012, 52)

(16)

Disabilitas Tuli adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya seluruh alat pendengaran atau sebagian,

sehingga Ia tidak dapat menggunakan alat

pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang

berdampak pada kehidupananya secara kompleks

(Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1995, 27). Disabilitas tuli adalah seseorang yang mengalami gangguan atau kerusakan pada organ-organ telinga, seperti organ telinga bagian dalam, organ telinga bagian tengah dan organ telinga bagian luar yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kecelakaan, penyakit atau sebab lain sehingga organ-organ tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik (Murni 2007, 23).

Disablitas Tuli masih akrab dikenal dengan

tunarungu dengan pendefinisian secara medis

menggambarkan keterbatasan dari sebuah fungsi,

sedangkan Tuli merupakan istilah budaya atau cara berkomunikasi yang berbeda. Tuli dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing) (Edja Sadjaah. 2005, 75).

Tuli adalah individu yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah individu yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk

(17)

mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Penyandang disabilitas tuli hanya berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan teman tuli dan teman dengar yang mengerti beberapa pola isyarat atau bahasa isyarat. Teman tuli dan teman dengar adalah sapaan akrab yang sengaja dibuat untuk mengerat penyandang disabilitas dan individu normal sehingga tidak ada celah diantara keduanya. Bahasa isyarat bisa dipelajari oleh teman tuli maupun teman dengar di Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ) yang menyediakan kelas bahas isyarat dan penyedia layanan jasa interpeteur atau yang biasa disebut penerjemah bahasa isyarat.

Ada dua jenis bahasa isyarat yang dikenal oleh penyandang disababilitas tuli di Indonesia yaitu pertama, BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) merupakan bahasa yang berkembang secara alami dikelompok penyandang tuli Indonesia untuk alat berkomunikasi sehari-hari, SIBI bisa dipelajari langsung oleh teman tuli maupun teman dengar. Kedua, SIBI (Sistem Bahasa Isyarat Indonesia) adalah tata cara mempresentasikan Bahasa lisan Indonesia ke dalam gerakan isyarat tertentu dan biasanya dipelajari di bangku Sekolah Luar Biasa (SLB) atau komunitas

belajar yang diselenggarakan untuk menunjang

pengetahuam kosakata sempurna Bahasa Indonesia sesuai dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) untuk penyandang tuli. Selain itu, peyandag disabilitas tuli juga

(18)

bisa menggunakan smart phone dengan memanfaatkan fitur video call sehingga penyandang disabilitas tuli bisa mentransfer pesan melalui isyarat atau gestur ke penerima pesan.

Semangat juang teman tuli sangat dipengaruhi oleh kepercayaan keluarga masing-masing teman tuli dan lingkungan yang mendorong dan mengaktualisasi kekurangan mereka menjadi kelebihan, mengaktifkan keberfungsian secara independen maupun sosial. Teman tuli pada dasarnya bisa mengikuti aktifitas selayaknya orang normal. Teman tuli hanya tidak mampu untuk mendengar dan berbicara, walaupun ada pula yang dapat berbicara dengan pelafalan kosa kata penuh maupun tidak, membuktikan bahwa teman tuli mampu melakukan kegiatan seperti orang normal lainnya. Bisa dilihat dari teman tuli yang bersekolah regular, menjalin pertemanan dengan komunikasi isyarat, belajar dan bahkan menjadi

guru interpreteur dan berwirausaha. Gerakan

Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN)

mewadahi kebutuhan teman tuli untuk bisa mendorong minat bakat melalui beberapa program kerja seperti, pelatihan Bahasa isyarat, kewirausahaan dan masih banyak lagi.

Istilah pengusaha atau entrepreneur berasal kata dari ”entreprende” dari bahasa Perancis yang berarti

”menjalankan”. Sedangkan Kewirausahaan atau

(19)

dibangun untuk menyatukan ilmu dengan kemampuan pasar (Hisrich dkk 2012, 12), sementara entrepreneurial merupakan kegiatan dalam menjalankan usaha atau berwirausaha (Helmi & Megasari, 2006). Berwirausaha adalah salah satu cara mendongkrak perekonomian masyarakat untuk menyambung tali temali masa depan dengan mengoptimalisasi sumber daya dan mengolah ide kreatif atau inovasi dengan sedemikian rupa untuk menghasilkan suatu nilai.

Kao (1989) yang mengartikan kewirausahaan sebagai kegiatan yang berspekulasi bahwa pengambilan risiko sering dijadikan pilihan yang paling efektif dalam proses peningkatan perekonomian dan merubah nasib individu maupun kelompok. Kewirausahaan sendiri diperuntukan oleh individu yang mampu berjiwa terampil dalam berniaga dengan ulet mempelajari dan mengasah diri. Pengembangan berwirausaha pun sangat membantu kemandirian diri serta membantu perekonomian negara dengan mengurangi angka pengangguran yang sering disebabkan dari kecilnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas tuli yang memiliki batasan kemampuan dalam indra pendengaran sehingga mengurangi efisiensi dalam berkomunikasi.

Walaupun demikian, hambatan berkomunikasi secara lisan tidak melunturkan semangat mereka untuk belajar dan berinovasi menjadi wirausahawan sukses

(20)

sehingga mampu turut serta dalam membantu negara mengurangi frekuensi pengangguran Ibu Kota dengan membuka lapangan pekerjaan terutama bagi masyarakat penyandang disabilitas maupun normal.

Terbukti, dengan lahirnya Kopi Tuli (KOPTUL) pada awal Mei 2018 yang berada di Cinere, Depok Jawa Barat dan Sunyi House of Coffee and Hope pada 3 April 2019 yang berada di Cipete, Jakarta Selatan seolah menjadi pendongkrak kesetaraan penyandang tuli bagi dunia bisnis. Bukan tanpa maksud, kedua pemilik coffee shop yang sedang naik daun ini adalah korban dari penolakan-penolakan lowongan pekerjaan. Mengantongi ijazah magister tak membuat perusahaan-perusahaan sedikit melonggarkan kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan sebagai pegawai dengan alasan keterbatasan berkomunikasi penyandang tuli. Mereka adalah salah dua orang dari penerima ketidaksetaraan pemenuhan hak sebagai penyandang disabilitas tuli untuk bekerja sesuai kemampuan dan pada akhirnya menggeser

impian tersebut menjadi pengusaha agar dapat

mengimplementasikan kelebihan mereka dengan ekspresif dan mandiri.

Kelompok penyandang disabilitas tuli melalui penyelenggaraan program Kewirausahaan yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) yang beralamat di Jalan Ranco Indah Dalam No. 47 BC, Tanjung Barat, Jakarta Selatan

(21)

ini dilaksanakan secara bertahap dengan menstimulasi kemampuan disabilitas tuli untuk dapat berinovasi serta memupuk keberanian diri untuk terampil dalam mempromosikan produk usaha secara mandiri.

Tidak hanya berlaku untuk menyetak satu-dua wirausahawan penyandang tuli, melainkan seluruh penyandang yang berada di wilayah DKI Jakarta sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 BAB III Pasal 5 tentang Hak Penyandang Disabilitas, bahwa penyandang disabilitas memiliki hak pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi.

Program Kewirausahaan di dalam Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN) menarik perhatian peneliti untuk mengkaji ke efektifan progam tersebut secara dalam bagi penyandang tuli. Dari paparan hasil pemikiran di atas, peneliti memiliki judul

“EFEKTIVITAS PROGRAM EKONOMI

PRODUKTIF DAN KEWIRAUSAHAAN BAGI

DISABILITAS TULI DI GERAKAN

KESEJAHTERAAN TUNA RUNGU INDONESIA (GERKATIN).”

B. Identifikasi Masalah

Dari deskriptif latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektivitas Gerakan Kesejahteraan untuk

(22)

membangun kemandirian serta melatih keterampilan berwirausaha penyandang disabillitas tuli.

C. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah untuk mempermudah ruang lingkup penelitian secara jelas dan terfokus pada pembahasan efektifitas Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN) sebagai wadah belajar berwirausaha penyandang tuli di DKI Jakarta pada program kewirausahaan.

D. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pelaksanaan program Kewirausahaan di GERKATIN dapat membantu diversifikasi usaha penyandang disabilitas Tuli?

b. Bagaimana efektivitas program kewirausahaan

GERKATIN dalam pemberdayaan Disabilitas Tuli?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan disabilitas tuli di GERKATIN dari proses implementasi program Kewirausahaan

dalam kehidupan sehari–hari secara mandiri,

berinovasi dan menjalankan suatu usaha. Melihat data dari fakta lapangan mengenai proses sampai kepada jenis usaha dan peluang membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

(23)

Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi tolak ukur keberhasilan kewirausahaan yang dinahkodai oleh para penyandang disabilitas tuli dari data yang terangkum dalam bentuk data.

a. Manfaat Bagi penyandang disabilitas tuli

Hasil penelitian ini dapat menjadi

informasi serta inspirasi bagi teman tuli lainnya agar mulai berani keluar dari zona nyaman dan mencoba peruntungan sebagai pengusaha untuk dapat menepis stigma lemah yang melekat pada masyarakat umum.

b. Manfaat Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis, lembaga, akademisi juga masyarakat umum. Sebagai referensi penelitian selanjutnya di Program Studi Kesejahteraan Sosial tentang Disabilitas Tuli.

c. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan disabilitas tuli dan lembaga atau komunitas terkait khususnya di Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN).

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini, tinjauan kajian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang peneliti angkat adalah sebagai berikut :

(24)

1. Jurnal dengan judul “Efektivitas Pelatihan Kewirausahaan Dalam Meningkatkan Pengetahuan

dan Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang

Tunarungu” oleh Bambang Raditya Purnomo, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Dr Soetomo Surabaya Tahun 2017. Dalam pembahasan penelitian dari judul di atas, dapat diketahui pengkajian masalah membahas tentang peluang bisnis serta kemampuan penyandang disabilitas tunarungu yang didasari dari kondisi perekonomian masyarakat yang kian hari semakin sulit. Pelatihan kewirausahaan yang intens adalah salah satu jawaban sekaligus jalan untuk mencipktakan bibit-bibit wirausahawan muda dan

berkompeten. Pelatihan diperuntukan untuk

penyandang disabilitas tuli dimaksudkan selain untuk membangun soft skill, juga untuk membangun mental kepercayaan diri untuk menciptakan peluang usaha agar penyandang tuli dapat berdaya di dalam lingkup bermasyarakat.

• Persamaan dari penelitian saya terletak pada

program dan data ke efektifan program

kewirausahaan dengan implementasi kehidupan penyandang disabilitas,

• Perbedaan dari penelitian saya terletak pada implementasi sub program dan target program yang menitik beratkan pada literasi dan fasilitas pendukung disabilitas.

(25)

2. Skripsi dengan judul “Peranan GERKATIN Untuk Kesetaraan Hak Penyandang Disabilitas Tunarungu di Kota Solo” oleh Ranti Rahayu Kinanti NIM : D0311057, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Tahun 2015. Dalam pembahasan penelitian dari judul di atas, membahas tentang GERKATIN. Dimana organisasi ini menjadi alur dan wadah aspirasi serta media belajar penyandang tunarungu dan teman dengar untuk memdalami Bahasa isyarat secara berkala. Selain itu GERKATIN menjadi wadah diskusi untuk edukasi penyandang tunarungu terkait hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara Indonesia.

• Persamaan dari penelitian saya adalah visi dari GERKATIN dan pengaplikasian Bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari

• Perbedaan dari penelitian saya yaitu tujuan dan konsep penelitian

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2006)

(26)

mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahnya.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan metode kualitatif lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah untuk generalisasi dengan teknik analisis mendalam (in-depth-analysis) yaitu mengkaji secara khusus secara kasus per-kasus.

2. Jenis Penelitian

Peneliti memakai jenis penelitian deskriptif (Descriptive Reasearch) untuk memberi gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar fenomena. Penelitian ini bersifat deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dari pendekatan penelitian kualitatif berdasarkan tujuan penelitian yang ingin melihat bagaimana peran dan ke-efektivitasan Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) melaksanakan program kewirausahaan untuk penyandang disabilitas tuli di DKI Jakarta.

(27)

Dalam Penelitian ini terdapat dua jenis sumber data yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian.

a. Data primer yang diperoleh dari partisipan atau sasaran penelitian dengan menggunakan teknik observasi dengan datang dan melihat langsung proses pelaksanaan program yang dicanangkan dan interview atau wawancara secara langsung kepada pengurus Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia

(GERKATIN) untuk mengetahui dan

mengulik informasi lebih akurat.

b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, buku-buku, jurnal, berita, internet juga beragam sumber atau tulisan-tulisan lainnya.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian berlokasi di Sekretariat Dewan Pengurus Pusat Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (DPP GERKATIN) yang beralamat di Jalan Ranco Indah Dalam No. 47 BC, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menemukan dan mendapatkan berbagai

(28)

pengumpulan dapat dipakai guna menjelaskan

permasalahan sesuai dengan identifikasi

penelitian. Ada beberapa teknik dalam

pengumpulan data, yaitu :

a. Observasi

Observasi ialah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung, Peneliti akan melakukan observasi untuk melihat fakta lapangan secara langsung ketika program sedang berlangsung.

b. Wawancara

Wawancara ialah teknik pengumpulan

data cara membangun interaksi dan

komunikasi antar dua orang atau lebih untuk mendapatkan fokus masalah dengan konkret

yang terangkum dalam transkip data.

Wawancara akan dilaksanakan oleh peneliti, pengurus Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna

Rungu Indonesia (GERKATIN) dan

penyandang disabilitas tuli lainnya yang mengikuti program kewirausahaan di tempat observasi sesuai dengan theoretical signifance.

(29)

Tabel 1.1 Theoritical Signifance No Informan Informasi yang

dicari Jumlah 1. Kepala Dewan Pengurus Pusat Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia (DPP GERKATIN) Wawancara ke kepala DPP GERKATIN untuk memperoleh data

mengenai peran dan fungsi lembaga dari pencanangan program Kewirausahaan bagi penyandang disabilitas tuli di DKI Jakarta. 1 orang 2. Kepala Program Kewirausahaan Wawancara ke bagian penanggung jawab program mengenai progres dari adanya program Keirausahaan. 1 orang

(30)

3. Anggota penyandang disabilitas tuli yang mengikuti program Kewirausahaan Wawancara ke penyandang

disabilitas tuli yang mengikuti program Kewirausahaan untuk mengetahui dampak yang dirasakan penyandang tuli saat menjalankan program tersebut. 4 orang 4. Konsumen produk teman Tuli Wawancara ke konsumen yang membeli produk

dan memakai jasa teman Tuli.

2 orang

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi berupa buku-buku, data kepustakaan, brosur, artikel-artikel baik tertulis maupun melalui internet, catatan, foto-foto dan lain sebagainya

(31)

cenderung merupakan data sekunder (Usman dan Akbar,2009).

6. Teknik Analisis Data

Analisis merupakan proses pemecahan data menjadi komponen-komponen yang lebih kecil berdasarkan elemen dan struktur tertentu. Menurut Bogdan dan Biglen dalam Moleong, Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang datapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dengan cara:

1. Mencatat hasil lapangan selama program berlangsung saat observasi

2. Mengumpulkan, mengklasifikasi dan memilah data yang dibutuhkan dan yang tidak guna mempermudah pegumpulan hasil yang akan disimpulkan.

3. Menuliskan temuan secara umum dan khusus untuk menentukan penelitian

mengenai efektifitas program

kewirausahaan untuk Disabilitas Tuli oleh GERKATIN.

(32)

7. Keabsahan Data

Keabsahan data adalah, data yang diperoleh dan telah teruji dan valid, diartikan sebagai tingkat derajat kepercayaan terhadap data hasil peneitian yang dilakukan peneliti (Thomas Schwit, 2001). Keabsahan data atau validitas dapat dilakuan dengan cara melakukan triangulasi yang diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan teknik yang bervariasi seperti, tiangulasi sumber, triangulasi teknik, triangulasi waktu.

Peneliti menggunakan 2 teknik yaitu pengamatan dan kecukupan referensial. Teknik pengamatan yang dimaksud adalah meningkatkan keseriusan dan ketekunan untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang akurat dari data-data penelitian. Dan yang kedua kecukupan referensial. Peneliti memaksimalkan referensi-referensi yang ada dan menelaah lebih lanjut sebagai rujukan dalam melakukan pemeriksaan keabsahan sesuai dengan data penelitian.

8. Pedoman Penulisan Skripsi

Pedoman penulisan penelitian mengacu pada Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(33)

9. Teknik Pemilihan Informasi

Adapun jenis sampel yang dipakai dalam

penggunaan metode penelitian kualitatif

merupakan sampel yang kecil, tidak representatif, purposive, serta dapat berkembang selama proses penelitian berlangsung (Nasution 1992). Teknik yang digunakan untuk subjek penelitian ini adalah teknik purposive sampling (bertujuan), yaitu pengambilan sampel yang berdasrkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodja : 2010)

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan kali ini disajikan dalam enam bab, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfat penelitian, kajian terdahulu, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berisi tentang landasan teori apa yang akan digunakan dalam membahas peran an ke-efektifitasan

(34)

program Kewirausahaan untuk disabilitas penyandang tuli di DKI Jakarta, kajian pustaka, dan kerangka berpikir.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR

PENELITIAN

Berisi tentang Peneliti menuliskan gambaran tempat penelitian baik profil, serta struktur organisasi di “Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia”.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Berisi tentang uraian penyajian dan data temuan penelitian yang dilakukan di lapangan sesuai dengan judul “Efektivitas Program Kewirausahaan Bagi Disablitas Tuli di Geraa Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia”.

BAB V PEMBAHASAN

Membahasa tentang apa saja dampak positif yang dterima disabilitas penyandang tuli dari program kewirausahaan, perubahan diri penyandang dan macam-macam jenis usaha yang mereka geluti.

BAB VI PENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian serta saran sebagai bentuk hasil penelitian penulis untuk lembaga atau untuk prodi Kesejahteraan Sosial kedepannya.

(35)

21

A. Disabilitas dan Tuli

1. Disabilitas a. Pengertian

Definisi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari serapan bahasa Inggris yaitu, disability/disabilities yang berarti cacat atau ketidakmampuan (Nasional D. P., 2008).

Pengertian Disabilitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997, dijelaskan mengenai penyandang cacat adalah:

“Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi yang melakukan. Penyandang cacat ini terdiri dari”:

a) penyandang cacat fisik; b) penyandang cacat mental;

c) penyandang cacat fisik dan mental.

Menurut Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention On The Rights Of Persons With Disabilities), pengertian penyandang disabilitas adalah mencakupi mereka yang mempunyai penderitaan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu yang lama dimana sulit

(36)

melakukan interaksi dan pula melakukan partisipasi penuh serta efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya (non-disabilitas).

Undang-Undang pembaharuan mengatur mengenai pengertian disabilitas. Undang-Undang Nomor 8 Tahun, berbunyi:

“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”

b. Jenis-jenis Disabilitas

Ada beberapa jenis disabilitas yang dimiliki penyandang berkebutuhan khusus dengan definisi sesuai masing-masing jenis disabilitas. Disabilitas terbagi antara disabilitas mental, disabilitas fisik, dan disabilitas ganda (Reefani, 2013). Antar lain :

a. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari 6 (enam) tingkatan:

a) Mental Tinggi. Penyandang mental tinggi sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, selain memiliki kemampuan intelektual di atas

rata-rata, juga memiliki kreativitas dan

(37)

b) Mental Rendah. Kemampuan mental rendah dengan kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c) Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.

b. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:

a) Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Penyandang tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh. b) Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra).

Penyandang tunanetra adalah individu yang

memiliki hambatan dalam penglihatan.

Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.

(38)

c) Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

d) Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang

yang mengalami kesulitan dalam

mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik

yang memang disebabkan adanya

ketidaksempurnaan organ bicara maupun

adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.

e) Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental).

2. Pengertian Tuli atau Tunarungu

Tunarungu atau tuli adalah penyandang yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat

(39)

mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada porsi pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada penyandang tunarungu tersebut. Tentang pengertian tunarungu atau tuli terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan posisi masing-masing.

Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) (Edja Sadjaah. 2005, 76).

Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut menyandang tunarungu atau tuli.

Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar (Murni 2007, 22). Tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar

(40)

sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi Bahasa melalui pendengaran. mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran (Tini Suharmni, 2009).

Tuli menurut adalah istilah yang mengacu pada arti hilangnya fungsi pendengaran. Kebanyakan yang mewakili kelompom tersebut adalah mereka yang memiliki gangguan pendengaran daripada yang tuli. Tuli disini diartikan sebagai orang-orang yang tidak memiliki pendengaran yang cukup untuk melaksanakan peran dalam sehari-hari. Sementara itu, gangguan pendengaran adalah seseorang yang tidak cukup bisa mendengar namun masih memiliki sisa pendengaran sehingga bisa dibantu dengan alat bantu pendengaran.

a. Klasifikasi Tunarungu dan Tuli

Klasifikasi diperlukan sebagai penentu dalam pemilihan alat bantu dengar yang sesuai dengan kelompok klasifikasi pendengaran dan untuk menunjang kelancaran dalam berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungan agar lebih efektif serta komunikatif dalam penerimaan dan pemberian informasi. Menurut Boothroyd (dalam Murni

(41)

Winarsih 2007, 23) klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut.

1. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

2. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

3. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada

4. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

5. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih 2007, 26) membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa.

(42)

a. Berdasarkan sifat terjadinya

a) Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah

mengalami/menyandang tunarungu dan indera

pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.

b) Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.

b. Berdasarkan tempat kerusakan

a) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli Konduktif.

b) Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris. c. Berdasarkan taraf penguasaan Bahasa

a) Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum membentuk system lambang. b) Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka

yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami system lambang yang berlaku di lingkungan.

(43)

Klasifikasi di atas merupakan jenis klasifikasi yang membagi tunarungu menjadi beberapa kelompok sesuai dengan taraf kehilangan pendengaran dan tempat terjadi kerusakan.

Sedangkan klasifikasi ketunarunguan menurut Arthur

Boothroyd (1982) dalam (Bunawan & Yuwati, 2000), sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penggolongan Tunarungu

Kel Rentang Ambang Tingkat

Ketulian

Daya Tangkap Suara

Daya Mengenali Suara

I 15-30 db Ringan Normal Normal

II 31-60 db Sedang Sebagian Hampir Normal

III 61-90 db Berat Tidak ada Tidak berarti

IV 91-120 db Sangat Berat Tidak ada Tidak berarti

V 121 db atau lebih Total Tidak ada Tidak berarti

Arthur Boothroyd juga menggolongkan tiga kelompok-kelompok besar yang didasarkan oleh kemampuan menyimak suara, yaitu:

1. Kurang Dengar. Kelompok pertama adalah orang yang mengalami gangguan pendengaran tetapi masih bisa menggunakan alat pendengarannya untuk menyimak suara

(44)

dengan cukup jelas dan mengembangkan kemampuan berbicaranya.

2. Tuli. Dalam kelompok ini alat pendengaran orang tersebut sudah tidak mampu dipakai untuk menyimak atau mengenali suara. Tetapi mereka bisa menangkap suara dengan alat bantu pendengaran.

3. Tuli Total. Pada kelompok yang terakhir adalah orang yang alat pendengarannya sudah tidak mampu dipakai untuk menangkap dan menyimak suara walaupun dibantu dengan alat bantu pendengaran.

B. Efektifitas

1. Pengertian Efektifitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. SP. Siagian berpendapat bahwa efektif adalah tercapainya berbagai sasaran yang ditentukan tepat pada waktunya dengan

menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah

dialokasikan untuk melakukan kegiatan tertentu (T. Hani Handoko, 2000).

Kurniawan menjelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya ketegangan dan tekanan diantara

(45)

pelaksanaannya. Pengertian tersebut mengartikan bahwa efektivitas merupakan tahap dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Berbeda dengan pendapat Susanto, yang memberikan definisi tentang Efektivitas merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi. Dapat diartikan bahwan efektifitas adalah sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang (Asnawi, 2002).

Dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dikehendaki. Misalkan saja jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendakinya, maka perbuatan orang itu dikatakan efektif jika hasil yang dicapai

sesuai dengan apa yang dikehendakinya dan telah

direncanakan sebelumnya.

2. Ukuran Efektifitas

Pengukuran efektivitas dapat dilakukan dengan melihat hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi. Efektivitas dapat diukur melalui berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting adalah efektifitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk

(46)

mencapai tujuan tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah proses program atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ulum Ihyaul, 2010).

Untuk itu perlu diketahui alat ukur efektivitas kinerja, menurut Richard dan M. Steers (1985) yang meliputi :

1. Kemampuan Menyesuaikan Diri

Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan

manusia tidak dapat mencapai pemenuhan

kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap orang yang masuk dalam organisasi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut maupun dengan pekerjaan di dalamnya.

2. Prestasi Kerja

Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada seseorang yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu yang dimiliki oleh seorang pegawai maka tugas yang diberikan dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

(47)

Kepuasan kerja yang dimaksud adalah tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang

setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi

pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada. 4. Kualitas

Kualitas dari jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi menentukan efektivitas

kinerja dari organisasi itu. Kualitas mungkin

mempunyai banyak bentuk operasional, terutama ditentukan oleh jenis produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi tersebut.

5. Penilaian Oleh Pihak Luar

Penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi diberikan oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan organisasi itu sendiri, yaitu pihak-pihak dengan siapa organisasi ini berhubungan. Kesetiaan, kepercayaan dan dukungan yang diberikan kepada organisasi oleh kelompok-kelompok seperti para petugas dan masyarakat umum.

Sedangkan menurut Duncan yang dikutip Richards M. Steers dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:

(48)

Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit.

2. Integrasi

Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pegisian tenaga kerja.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas

Ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti yang dikemukakan oleh Richard M. Steers dalam bukunya yang berjudul Efektivitas Organisasi, yaitu:

a. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi yang dapat mempengaruhi

(49)

segi-segi tertentu dari efektivitas dengan berbagai cara. Yang dimaksud struktur adalah hubungan yang relatif tepat sifatnya, seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia, struktur meliputi bagaimana cara organisasi menyusun

orang-orangnya dalam menyelesaikan pekerjaan,

sedangkan yang dimaksud teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran (output).

b. Karakteristik Lingkungan

Aspek lingkungan luar dan lingkungan dalam juga mempunyai pengaruh terhadap efektivitas kerja. Kedua aspek tersebut saling berhubungan tetapi ada sedikit perbedaan. Lingkungan luar yaitu semua kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi.

Pengaruh faktor semacam ini terhadap dinamika organisasi pada umumnya dianggap meliputi derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat ketidak pastian lingkungan. Sedangkan lingkungan dalam yang pada umumnya disebut iklim organisasi, meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja yang mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektivitas,

(50)

khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat individual.

Keberhasilan hubungan organisasi dengan

lingkungan tampaknya amat tergantung pada tingkat variabel kunci yaitu tingkat keterdugaan keadaan

lingkungan, ketepatan persepsi atas keadaan

lingkungan dan tingkat rasionalisme organisasi. Ketiga

faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan

organisasi terhadap perubahan lingkungan.

c. Karakteristik Pekerja

Pada kenyataannya para anggota organisasi merupakan faktor pengaruh yang paling penting karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memperlancar atau menjembatani tercapainya tujuan organisasi.

Pekerja merupakan sumber daya yang langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam organisasi, oleh sebab itu perilaku pekerja sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun teknologi yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada gunanya.

(51)

d. Kebijaksanaan dan Praktek Manajemen

Secara umum, para pemimpin memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditunjukan kearah sasaran. Kewajiban mereka para pemimpin untuk menjamin bahwa struktur organisasi konsisten dengan dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada.

Sudah menjadi tanggung jawab dari para pemimpin untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejartujuan dan sasaran organisasi. Peranan pemimpin ini mungkin merupakan fungsi yang paling penting.

Dengan makin rumitnya proses teknologi dan makin rumit dan kejamnya keadaan lingkungan, peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan organisasi tidak hanya bertambah sulit, tapi juga menjadi semakin penting artinya.

C. Program Kewirausahaan

1. Pengertian Program Kewirausahaan a. Pengertian Program

(52)

Terdapat dua pengertian untuk stilah “program”, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Secara pengertian umum, “program” dapat diartikan sebagai rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seseorang pada waktu pelaksanaan yang sudah ditentukan. Sedangkan pengertian khusus dari “program” bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses berkesinambungan dan akan terjadi di dalam satu organisasi yang melibatkan sekelompok orang (Suharmini dan Cepi S. A. J, 2009).

Suatu program merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan karena merupakan kebijakan dan bukan hanya program kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan secara tunggal. Oleh karerannya, suatu program dapat berlangsung dalam kurun waktu relative lama. Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi bersinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi di dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.

Program adalah suatu jenis rencana yang jelas dan konret karena di dalamnya sudah tercantum sasaran, kebjakan prosedur , anggaran dan waktu pelaksanaan yang ditetapkan (Hasibuan, 2010) selain itu menurut Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem

(53)

perencanaan pembangunan nasional, menyatakan bahwa: Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau

lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan

masyarakat yang di koordinasikan oleh instansi

masyarakat.

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dbuat beberapa aspek sebagai rincian pelaksanaan suatu program yaitu (Sudjana, 2006):

1) Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2) Kegiatan yang dicapai dalam mencapai tujuan. 3) Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang

harus dilalui.

4) Perkiraan anggaran yang diperlukan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasikan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah program adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan waktu pelaksanaan umumya berjangka panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak hanya terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk satu sistem

(54)

yang saling terkait satu dengan melibatkan lebih dari satu orang untuk melaksanakannya.

b. Pengertian Kewirausahaan

Kewirausahaan atau yang sering disebut

entrepreneurship berasal dari kata “wirausaha” dari awalan “ke” dan akhiran “an”. Menurut Reymond W.Y. Kau menyatakan bahwa yang dimaksud kewirausahaan adalah suatu proses menciptakan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi).Tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat (Sudrajat, 2011). Wirausaha atau entrepreneur berasal dari Bahasa Prancis entrependre yang berarti melakukan (to undertake) atau mencoba (between-taker) atau perantara (go-between) (Z. Heflin Frinces, 2011).

Sedangkan kewirausahaan adalah proses dinamis untuk

menciptakan tambahan kemakmuran. Tambahan

kemakmuran ini diciptakan oleh individu wirausaha yang

menanggung resiko, menghabiskan waktu, dan

menyediakan berbagai produk barang dan jasa. Barang dan jasa yang dihasilkannya boleh saja bukan merupakan barang baru tetapi mesti mempunyai nilai yang mampu dan berguna dengan memafaatkan skill dan resources yang ada.

(55)

Kewirausahaan dalam arti proses yang dinamis adalah kewirausahaan merupakan sebuah proses mengkreasikan dengan menambahkan nilai sesuatu yang dicapai melalui usaha keras dan waktu yang tepat denganmemperkirakan dana pendukung, fisik, dan risiko sosial, dan akan menerima reward yang berupa keuangan dan kepuasan serta kemandirian personal.

Pengertian tersebut terdapat empat hal yang dimiliki oleh seseorang wirausaha, yakni:

1) Proses berkreasi yakni membuat sesuatu yang baru dengan menambahkan nilainya. Pertambahan nilai ini tidak hanya diakui oleh wirausahawan semata namun juga audiens yang akan menggunakan hasil ide kreasi tersebut.

2) Komitmen yang tinggi terhadap penggunaan waktu dan usaha yang diberikan. Semakin besar fokus dan perhatiin yang diberikan dalam usaha ini maka aka mendukung proses kreasi yang akan timbul dalam kewirausahaan.

3) Memperkirakan resiko yang mungkin timbul. Dalam hal ini resiko yang mungkin terjadi berkisar pada resiko keuangan, fisik dan resiko sosial. 4) Memperoleh reward. Dalam hal ini reward yang

terpenting adalah indpendensi atau keabsahan yang diikuti dengan kepuasan pribadi. Sedangkan reward

(56)

berupa uang biasanya dianggap sebagai suatu bentuk derajat kesuksesan usahanya.

Kewirusahaan dilihat dari sumber daya yang ada di dalamnya adalah seseorang yang membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan asset lainnya pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar dari pada sebelumnya dan juga diematkan kepada orang yang membawa perubahan, inovasi atau aturan baru.

Seorang wirausaha adalah orang kreatif dan inovatif serta mampu mewujudkannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, kesejahteraan masyarakat dan lingkungannya. Kreatif adalah kemampuan seseorang

untuk menciptakan sesuatu yang baru atau

mengembangkan ide dengan cara baru. Sedangkan inovatif adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada.

Sifat yang perlu dimiliki seorang wirausah adalah: percaya diri: berorientasi dan fokus pada tugas serta hasil, berani mengambil resiko, mempunyai jiwa kepemimpinan, berorientasi ke masa depan; kreatif dan inovatif; mempunyai sifat kemandirian; memiliki tanggung jawab; selalu mencari peluang usaha; dan memiliki kemampuan personal.

c. Tahap Pengembangan Kewirausahaan

(57)

Pada tahap ini, para wirausaha meniru ide-ide orang lain, baik dari segi teknik produksi, desain, proses, organisasi usaha dan pola pemasarannya.

2) Tahap duplikasi dan pengembangan (duplicating & developing).

Pada tahap ini, para wirausaha mulai

mengembangkan ide-ide barunya, walaupun masih dalam perkembangan yang lambat dan cenderung kurang dinamis.

3) Tahap menciptakan sendiri produk baru yang berbeda (creating new and different).

Pada tahap ini, para wirausaha sudah mulai berfikir untuk menciptakan hasil yang lebih baik lagi, dengan cara menciptakan produk yang baru dan berbeda. Hal ini didasarkan karena wirausaha sudah mulai bosan dengan produksi yang ada, keingintahuan dan ketidakpuasan terhadap hasil yang

sudah ada (Daryanto, 2012).

d. Ruang lingkup Program Kewirausahaan

Kewirausahaan mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Ruang lingkup kewirausahaan adalah kemampuan yang merumuskan tujuan hidup, kemampuan membentuk modal, mengatur waktu memotivasi diri, berinovasi daxn membiasakan diri untuk belajar dari pengalaman.

(58)

Kewirausahaan pula merupakan praktek kerja yang bertumpu pada konsep atau teori dengan cara dipelajari dan dikuasai secara sistematis.

Ruang lingkup kewirausahaan meliputi kemampuan seseorang dalam hal-hal sebagai berikut (Suryana, 2013):

1) Melihat harga pasar. 2) Memotivasi diri. 3) Inisiatif.

4) Inovasi.

5) Menyusun atau mempersiapkan tim manajemen. 6) Mengatur waktu.

7) Antisipasi kebutuhan keuangan. 8) Mental yang kuat.

2. Proses Perkembangan Kewirausahaan

Proses perkembangan kewirausahaan menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996, 3), diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik internal maupun eksternal seperti aspek lingkungan, sosiologi, organisasi dan kebudayaan. Faktor tersebut membentuk locus of control, kreativitas, inovasi, implementasi dan pertumbuhan sehingga dapat membuat

seseorang berkembang menjadi wirausahawan yang

(59)

Faktor-faktor pemicu kewirausahaan dan model proses kewirausahaan ke dalam empat fase, dengan:

a. Fase Inovasi

Kewirausahaan berkembang dan diawali dengan adanya inovasi oleh faktor internal dan eksternal. Dari pribadi dan lingkungan, model peran dan aktivitas. b. Fase Kejadian Pemicu

Kejadian pemicu dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosiologi dan lingkungan. Faktor pribadi terdiri dari apa saja yang mempengaruhi kejadian pemicu meliputi locus of control, toleransi, pengalaman, kepribadian dan menghadapi resiko. Sementara itu faktor sosiologi dipicu dari jaringan, kelompok, dan model peran. Faktor lingkungan dipicu dari peluang, model peran, aktivitas, persaingan sumber daya dan kebijakan pemerintah.

c. Fase Implementasi

Faktor pribadi mempengaruhi implementasi dengan

atas visi, komitmen, manajer, pemimpin dan

wirausahawan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi implementasi terdiri atas pesaing, pelanggan, pemasok, sumber daya dan kebijakan pemerintah. Faktor sosiologi yang mempengaruhi meliputi jaringan, kelompok, dan model peran.

d. Faktor Pertumbuhan

Fase pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor pribadi,

(60)

mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan. Faktor organisasi mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan yang meliputi kelompok, strategi dan struktur. Faktor lingkungan mempengaruhi pesaing, pelanggan dan investor.

3. Faktor Pendukung Kewirausahaan

Dasar fundamental dari proses kewirausahaan menurut Timmons yaitu adanya variasi bisnis, wirausahawan, faktor geografi dan teknologi. Faktor pendukung utama mendominasi prose kewirausahaan yang dinamis. Sehubungan dengan itu, ada lima faktor pendorong proses kewirausahaan sebagai berikut:

a. Digerakkan oleh semangat meraih peluang bisnis. b. Digerakkan oleh wirausahawan terkemuka dan tim

kewirausahaannya.

c. Hemat dan kreatif dalam menggunakan sumber daya. d. Sadar akan perlunya kesesuaian dan keseimbangan. e. Terintegrasi dan holistik.

Komponen di atas merupakan proses kewirausahaan terkontrol yang dapat di ukur, dipengaruhi dan diubah. Pendiri dan investor memfokuskan diri pada faktor ini saat melakukan proses analisis risiko dan menentukan upaya perubahan untuk meningkatkan peluang sukses.

(61)

Menurut Kuncara, faktor pendukung kewirausahaan terdiri atas faktor internal dan eksternal (Eman Suherman, 2010), sebagai berikut:

a. Faktor Internal, yaitu kecakapan pribadi yang menyangkut soal bagaimana kita mengelola diri sendiri dengan tiga unsur terpenting, yaitu:

1. Kesadaran diri. Mengetahui batas-batas diri, mengontrol emosi dan paham efeknya, serta yakin atas diri sendiri.

2. Pengaturan diri. Mengelola emosi dan desakan-desakan yang merusak, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, keluwesan, muah menerima gagasan dan kritik, update terhadap informasi terkini.

3. Motivasi. Mengembangkan diri untuk lebih baik,

komitmen, inisiatif untuk memanfaatka

kesempatan dan optimism dalam menghadapi tantangan, halangan dan kegagalan.

b. Faktor Eksternal, yaitu kecakapan sosial yang menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. Kecakapan sosial terdiri atas 2 unsur, yaitu:

1. Empati. Kemampuan memahami orang lain, perspektif orang lain, dan berminat terhadap

kepentingan orang lain. Juga mampu

(62)

memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengatasi

keragaman dalam membina pergaulan,

mengembangkan orang lain dan kemampuan membaca arus emosi sebuah kelompok yang berhubungan dengan organisasi kewirausahaan yang diemban.

2. Keteramplan sosial. Taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan

meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan

memandu kelompok, memulai dan mengelola perubahan, bernegosiasi dan mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama dan menciptakan sinergi kelompok untuk kepentingan bersama.

Dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif, inovatif, memimpin, berkomitmen dan memperhitungkan risiko yang dijadikan dasar dan sumber daya untuk mencari peluang membuka usaha secara mandiri. Untuk menunjang kebutuhan dan sebagai bekal ilmu usaha, Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia (GERKATIN) hadir dalam program Kewirausahaan untuk Disabilitas Tuli dengan membina dan praktek produksi seperti pembuatan baju, botol minum, tas dan beberapa produk lainnya dengan menggunakan lambang Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).

(63)

D. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai hal yang penting. Jadi, kerangka berfikir adalah sebuah pembaharuan yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan (Sugiyono, 2011).

Kerangka berfikir dalam skripsi ini didasari dari alat ukur efektivitas kinerja, program kewirausahaan (Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia) GERKATIN untuk disabilitas tunarungu/tuli dan indikator kesejahteraan disabilitas tuna rungu/tuli dalam teori kesejahteraan dan teori kemandirian.

a. Program Kewirausahaan di GERKATIN

Program Kewirausahaan dicanangkan oleh GERKATIN untuk mewadahi dan menunjang kemandirian disabilitas tuli dalam membuka usaha dan menjembatani lowongan pekerjaan untuk memberdayakan diri. Setiap orang memiliki hak untuk berproses guna mengembangkan kemampuan dan nilai diri dengan banyak cara, salah satunya dengan berwirausaha.

b. Ukuran Efektivitas Program

Efektifitas dapat diukur dari berhasil tidaknya GERKATIN menjalankan program-program lembaga untuk disabilitas tuli, bisa diketahui dari hasil kerja yang dicapai GERKATIN selama periode program berlangsung sesuai dengan waktu yang ditetapkan

(64)

lembaga. Aspek dari alat ukur yang dipakai dalam efektivitas kinerja menurut Richard dan M. Steers (1985) adalah :

1. Kemampuan Menyesuaikan Diri

Individu disabilitas tuli dapat menyesuaikan diri dan berbaur dengan disabilitas tuli lainnya dalam membangun

kerjasama dan berproses di GERKATIN untuk

keberlangsungan program dalam mencapai keberhasilan bersama dengan melakukan:

a. Berproses; belajar dan mempraktikkan ilmu b. Mengikuti pelatihan kelompok kerja

c. Bekerjasama dalam kinerja kelompok kerja 2. Prestasi Kerja

Disablitas tuli mampu mempraktikkan ilmu dan

menjalankan praktik kerja dari lembaga dengan menyesuaikan jenis kerja untuk mengetahui tingkat keberhasilan kinerja disabilitas tuli dalam melaksanakan program kerja. Aspek-aspek untuk mencapai prestasi kerja, dapat diketahui dengan: a. Totalitas pelaksanaan kerja

b. Keseriusan pelaksanaan kerja c. Kreativitas

d. Efisiensi implementasi kerja 3. Kepuasan Kerja

Disabilitas tuli yang mengimplementasi ilmu lembaga secara sistematis melalui produksi usaha atau bekerja dalam lingkup kelompok kerja, secara otomatis personal diri akan terbentuk dengan kepuasaan kerja akan kinerja yang telah

Gambar

Tabel 2.1 Penggolongan Tunarungu ............................  29
Tabel 1.1 Theoritical Signifance  No  Informan  Informasi  yang
Tabel 2.1 Penggolongan Tunarungu

Referensi

Dokumen terkait