• Tidak ada hasil yang ditemukan

mikro dan kecil didominasi oleh usaha yang dikelola sendiri yang tidak memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "mikro dan kecil didominasi oleh usaha yang dikelola sendiri yang tidak memiliki"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH Kasus: Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

Agusta Ika Prihanti Nugraheni, SE., MBA Magister Manajemen, STIE Widya Wiwaha

email: agusta.nugraheni@gmail.com Dr. John Suprihanto, MIM,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada email: john.soeprihanto@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nunukan yang terletak di Provinsi Kalimantan Utara yang bertujuan untuk mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM di Kabupaten Nunukan dan selanjutnya dikembangkanmateri dan pola pelatihan dan pendampingan untuk lima tahun ke depan. Metode yang digunakan adalah

Participation Action Research dengan analisis diagram fishbone dan Ansoff Matrix atau product-market growth matrix.

Data dikumpulkan dengan metode survei, kuesioner, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kendala yang dihadapi oleh UMKM di Nunukan sebagian besar adalah pengemasan, pemasaran, kualitas produk dan legalitas usaha serta keterbatasan mengolah keunggulan sumberdaya alam yang mereka miliki. Tindak lanjut dari hasil penelitian tersebut adalah implementasi pola pelatihan dan pengembangan UMKM Kabupaten Nunukan, khususnya di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik.Hasil pelatihan dan pendampingan adalah meningkatnya pemahaman para pelaku UMKM atas arti pentingnya merk dan labeling, peningkatan pemahaman mengenai pemasaran online melalui internet, serta tersambungnya jalur pengurusan legalitas usaha.Selain itu, pelaku UMKM peserta pelatihan dan pendampingan telah membuat dan mendapatkan merk dan desain label untuk produk mereka masing masing.

Kata Kunci:Kabupaten Nunukan, UMKM, Kemasan, Merk, Desain Label, Pemasaran offline dan online

Abstract

This study was conducted in Nunukan, located in the province of North Borneo which aims to identify constraints and problems faced by SMEs in Nunukan and then performed the training and mentoring. The method used is the Participation Action Research with fishbone diagram analysis. Data was collected by survey, questionnaire, interview and Focus Group Discussion (FGD). Results of the study found that the constraints faced by SMEs in Nunukan mostly packaging, marketing, product quality and business legality. Follow-up of the results of these studies is the formation of Nunukan SME development and the implementation of training and mentoring in the district and sub-district Nunukan Sebatik. The results of the training and mentoring is the increased understanding of the SMEs on the importance of brand and labeling, increase understanding of online marketing via the internet, as well as the connection between the maintenance track business legality. In addition, SMEs trainee and mentoring have made and get the brand and label design for each of their products. Keyword: Nunukan Regency, SME, Packaging, Merk, Labeling, Offline and online marketing

1. PENDAHULUAN

UMKM di Indonesia merupakan penyumbang sumber lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia, yaitu lebih dari 90% angkatan kerja, khususnya wanita dan angkatan muda. UMKM di Indonesia tersebar secara luas di berbagai daerah pedesaan sehingga memiliki arti penting sebagai cikal bakal perkembangan masyarakat desa untuk menjadi wirausaha.Usaha mikro dan kecil didominasi oleh usaha yang dikelola sendiri yang tidak memiliki

(2)

pekerja(Tambunan, 2008).Studi terdahulu menemukan kontribusi UMKM atas pekerjaan penuh waktu adalah sebesar 20% - 45% dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga

di daerah adalah sekitar 30% - 50% (McPherson & Chuta, 1994 dikutip dalam Okpara &

Wynn, 2007).

Disisi lain UMKM juga mengalami berbagai kendala dalam tumbuh dan

berkembang.Selain kendala permodalan dan akses pada sumber dana (Dia, 1996; Godsell,

1991; Harper, 1996; Hart 1972; dikutip dalam Okpara & Wynn, 2007), terdapat beberapa

kendala lain yang dihadapi oleh UMKM. Kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4

kategori (Okpara & Wynn, 2007) yaitu pertama, kendala administratif antara lain akuntanis,

keuangan, sumber daya manusia dan isu manajemen.Kedua, kendala operasional antara lain

pemasaran, kontrol persediaan, produksi dan operasional.Ketiga, kendala stratejik, yaitu

perencanaan, riset pasar dan analisis finansial.Serta yang keempat, kendala ekstrenal yaitu isu

infrastruktur, korupsi, teknologi dan permintaan yang rendah.Berdasarkan penelitian

terdahulu, ditemukan bahwa penyumbang terbesar bagi kegagalan UMKM adalah masalah

administratif.Studi oleh Kazooba (2006) menemukan bahwa pencatatan yang buruk serta

kurangnya pengalaman dan keahlian manajemen dan bisnis dasar menjadi penyebab terbesar.

Penelitian lain juga menemukan bahwa kegagalan UMKM juga dikarenakan kurangnya

pengalaman dalam bidang bisnis, khususnya rendahnya pengetahuan teknis, keahlian

manajemen yang kurang memadai, kurangnya perencanaan dan kurangnya riset pasar

(Lussier, 1996; Mahadea, 1996, Murphy, 1996;, van Eeden et al., 2004 dikutip dalam Okpara

& Wynn, 2007). Namun, penelitian tersebut belum mengidentifikasi kelompok permasalahan

mana yang dialami oleh UMKM di Indonesia. Selain itu, faktor lain penyumbang kegagalan

bagi UMKM yang telah diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya adalah korupsi,

(3)

ekonomi (Kazooba, 2006; Mambula, 2002; van Eeden et. al., 2004 dikutip dalam Okpara &

Wynn, 2007)

UMKM di Indonesia tidak dipungkiri menghadapi berbagai hambatan dan kendala walaupun kendala tersebut berbeda-beda antar satu dareah dengan daerah yang lain atau antar sektor. Namun, terdapat beberapa kendala yang hampir sama yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia, antara lain keterbatasan modal, kesulitan mendapatkan bahan baku, keterbatasan akses atas informasi bisnis yang relevan, kesulitan dalam pemasaran dan distribusi, penguasaan teknologi yang rendah, tingginya biaya transportasi dan infrastruktur yang tidak memadai (Lawrence & Tar, 2010; Olawale & Garwe, 2010; Siringoringo et al., 2009), masalah komunikasi, masalah perijinan dan legalitas, serta peraturan dan perundangan yang tidak mendukung (Tambunan 2008). Kendala yang dihadapi oleh UMKM seringkali berasal dari aturan perundangan dan birokrasi yang tidak mendukung iklim usaha bagi UMKM tersebut (Pribadi& Kanai, 2011). Aspek legal bahkan menghalangi UMKM mengambil peluang yang ada karena peraturan yang buruk cenderung memiliki proses yang kompleks, sulit dan mahal (Tambunan, 2009, Al-Hyari et al., 2011; Olawale & Garwe, 2010). Pada akhirnya, proses yang lama dapat menghambat proses distribusi ke pasar (Siringoringo et al., 2009) yang mempengaruhi brand image UMKM Indonesia dan tertinggalnya produk Indonesia dalam persaingan global (Siringoringo et al., 2009; Irjayanti & Aziz, 2012).

Dalam kaitannya dengan infrastruktur yang menjadi masalah adalah buruknya dan atau mahalnya infrastruktur seperti transportasi, fasilitas penyimpanan, air, listrik dan telekomunikasi, kurangnya lokasi kerja dan pasar fisik yang masih buruk. Masalah lain adalah tidak ada akses terhadap pelatihan formal sehingga banyak SDM UMKM yang memiliki keahlian yang rendah baik dalam hal ekonomi dan manajerial, bahkan buta aksara, memiliki akses yang terbatas atas hak kepemilikan, kurangnya akses atas permodalan resmi dan institusi keuangan, regulasi pemerintah yang terlalu banyak, biaya dan waktu yang tinggi

(4)

dalam pengurusan ijin dan legalitas, produk yang tidak memenuhi standar pasar. Kendala ketiga adalah terkait dengan biaya registrasi dan transaksi pendirian bisnis yang tinggi, keterbatasan akses teknologi, kurannya peluang pembelian dalam jumlah besar, kurangnya modal kerja, pinjaman yang didapat dari sumber informal seperti teman atau keluarga atau rentenir serta dana yang tidak cukup untuk melakukan investasi lebih jauh (UN, 2001 dalam Tambunan, 2006).

Untuk itu, pemerintah memiliki peran penting dalam perkembangan UMKM.Pemerintah sendiri telah memberikan berbagai bantuan, pelatihan dan pendampingan kepada UMKM di Indonesia. Penelitian terdahulu menemukan bahwa dilihat berdasarkan lokasinya, mayoritas UMKM yang menerima bantuan dan dukungan dari pemerintah adalah yang berada di Jawa dan Bali (71%) sedangkan Kalimantan hanya sebesar 2% (Tambunan 2008). Namun, jika dilihat dari jumlah UMKM yang menerima bantuan dalam satu daerah maka Nusa Tenggara Timur dan Barat menempati posisi pertama dengan jumlah UMKM penerima bantuan terbanyak, dan Jawa Bali berada diposisi ketiga(Tambunan 2008).Dilihat dari hal tersebut, UMKM di Kalimantan dirasa masih kurang mendapatkan bantuan, khususnya Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.Kabupaten Nunukan yang berada di wilayah perbatasan sangat dipengaruhi oleh aktivitas sosial ekonomi negara tetangganya.Kawasan perbatasan antar negara ini merupakan kawasan strategis, terutama dalam era globalisasi karena pada dasarnya daerah-daerah perbatasan dapat menjadi titik tumbuh bagi perekonomian regional maupun nasional.Daerah-daerah perbatasan ini memiliki

potensi alam yang kaya namun terkendala oleh faktor aksesibilitas fisik wilayah. Disisi lain,

dengan berbatasan langsung dengan negara lain, dalam hal ini Malaysia, menjadikan

penduduk lokal lebih intens berinteraksi dengan penduduk Malaysia dibandingkan dengan

(5)

2014).Kondisi tersebut berimbas pada kurangnya bantuan, baik dana maupun pelatihan dan

pendampingan, yang diterima oleh UMKM di Kabupaten Nunukan.

Sementara itu, keberhasilan UMKM di era globalisasi dan pasar terbuka saat ini

bergantung pada keunggulan kompetitif produk-produknya.Hal tersebut artinya, seluruh

UMKM di Indonesia sudah selayaknya mendapatkan bantuan untuk mengatasi kendala yang

dihadapi.Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada, maka harus terlebih dahulu mengetahui

permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh UMKM di masing-masing daerah, khususnya

di Kabupaten Nunukan. Karena walaupun secara umum kendala yang dihadapi oleh UMKM

adalah sama, namun setiap UMKM di setiap daerah memiliki kendala dan masalah yang

berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan studi untuk mengidentifikasi

kendala yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Nunukan serta membangun pola

pengembangan UMKM di Kabupaten Nunukan.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah participation action

research(PAR) yang menekankan pentingnya keterlibatan (kolaborasi) seluruh pihak

(Wadsworth, 1998). Fokus dari penelitian PAR adalah bagaimana pihak-pihak yang terlibat

dalam penelitian memiliki keinginan untuk mempelajari “sesuatu” dan menerapkan apa yang

telah dipelajarinya. Lebih lanjut lagi, PAR dilaksanakan dalam latar alamiah dengan tujuan

untuk memecahkan masalah (O‟brien, 1998).PAR digunakan untuk mendefinisikan sebuah

masalah maupun menerapkan informasi ke dalam aksi sebagai solusi atas masalah yang telah

terdefinisi.PAR digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa objek kajian

berada dalam tahap awal penerapan serta penelitian ini menghadapi fenomena aplikatif

dengan solusi yang harus dapat diterapkan.PAR sesuai untuk digunakan karena basis PAR

(6)

akan memberikan gambaran fenomena dan masalah yang lebih jelas karena dalam PAR

keterlibatan peneliti dengan obyek sangat besar sehingga dapat ikut merumuskan aksi-aksi

yang harus dilakukan oleh obyek sdengan tujuan untuk merubah dan memperbaiki. Sehingga

hasil penelitian tidak hanya bersifat teoritis namun juga memiliki implikasi manajerial.Selain

itu, PAR juga bersifat fleksibel sehingga saat penelitian dapat dilakukan adaptasi dan

perubahan pada model penelitian (Sankaran, 2001).

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nunukan yang terletak di Provinsi

Kalimantan Utara yang berdiri pada tahun 1999.Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran

Kabupaten Bulungan dengan luas wilayah 14.263,68 km2dan berbatasan langsung dengan

Malaysia.

b. Pengumpulan Data

Penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer.Metode pemetaan lokasi dan

pengumpulan data dalam PAR adalah melalui kegiatan kegiatan kunjungan lapangan

(transect), wawancara mendalam (in-depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus

group discussion/FGD), diskusi partisipatif, observasi (observasi data fisik dan observasi

terlibat), dan survei dengan kuesioner tatap muka kepada responden maupun studi dokumen.

Pemilihan metode FGD didasari oleh beberapa hal, yaitu FGD memiliki keunggulan karena

data dapat diperoleh sebanyak-banyaknya dari informatif, sifatnya kumulatif dan elaboratif

sehingga hasilnya melebihi wawancara informal (Denzin & Lincoln, 2009).Selain itu, dengan

FGD, informasi yang diperoleh merupakan informasi kelompok, pendapat kelompok dan

sikap kelompok sehingga kebenaran informasi menjadi kebenaran intersubjektif dan bukan

kebenaran perorangan atau subyektif.Hal tersebut dikarenakan saat berlangsung diskusi,

setiap orang tidak hanya memperhatikan pendapatnya sendiri namun juga

(7)

metode observasi dan wawancara mendalam kepada beberapa informan dilakukan di semua

kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nunukan.Sedangkan In depth interviewdan focus group

discussion (FGD) dilaksanakan dengan stakeholder yang terkait dengan program

pengembangan UMKM di kabupaten Nunukan.FGD dilakukan pada tahap perencanaan

aksi.Studi dokumen dilakukan pada tahap diagnosis dan perencanaan aksi.Kegiatan

wawancara dilakukan pada tahap diagnosis, perencanaan aksi, maupun penerapan

aksi.Sedangkan, observasi dilakukan pada tahap penerapan aksi dan evaluasi.

Terdapat tiga macam kelompok informan dalam penelitian ini, yaitu pelaku UMKM,

petugas penyuluh lapangan dan pemerintah daerah.Informan yang ditunjuk adalah informan

yang berkaitan langsung dan memiliki informasi relatif lengkap atas kondisi

UMKM.Informan untuk kelompok pelaku UMKM diambil beberapa di wilayah

kajian.Sedangkan informan untuk petugas penyuluh lapangan dan pemerintah daerah diambil

dari berbagai unsur dari dinas/instansi sektoral, tenaga pendidik serta petugas Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat.

c. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan Content Analysis, diagram

fishbonedan Ansoff matrix atau product market growth matrix. Content analysis, yaitu teknik

penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang replicable dan valid dari teks dengan tetap

memperhatikan konteksnya serta digunakan untuk memahami manifest dan latent dari teks.

Teks tersebut dapat berupa transkrip wawancara dan diskusi kelompok, foto, isi editorial,

film, program TV dan iklan surat kabar (Krippendorff, 2004; Macnamara, 2005). Unit

analisis yang akan digunakan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan content

analysis (Krippendorff, 2004), untuk itu unit analisis dalam penelitian ini adalah transkrip

FGD. Content analysis didahului dengan melakukan coding terhadap istilah, kata, kalimat

(8)

selanjutnya adalah melakukan klasifikasi dengan tujuan membangun kategori dengan melihat

sejauh mana satuan makna yang muncul dan berkaitan dengan penelitian (Bungin,

2011).Kategori sendiri dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti, berasal dari responden, dari

penelitian terdahulu atau gabungan dari ketiganya (Alwasilah, 2002).Dalam penelitian ini,

kategori dikembangkan oleh peneliti.Dasar penentuan kategori adalah dari hasil wawancara

atau informasi dan jawaban dari informan yang telah di-coding sebelumnya.

Fishbonediagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang digunakan

untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik dan sistimatis menggambarkan

secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan.Penyebab

permasalahan digambarkan pada sirip/duri besar dan duri/duri kecil dimana pada bagian

kanan diagram atau kepala ikan diletakkan permasalahan utama dan pada sirip dan duri

diletakkan penyebab permasalahan. Sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi penyebab

permasalahan, pengelompokan yang sering digunakan meliputi materials (bahan baku),

manpower (sumber daya manusia), money (uang atau dana), machines and equipment (mesin

dan peralatan atau barang modal), methods (metode atau teknik), mother nature/environment

(lingkungan) danmeasurement (pengukuran) (Scavarda, Bouzdine-Chameera, Goldstein,

Hays & Hill, 2004). Selanjutnya Fishbone diagram tersebut digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dan penyebab yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten

Nunukan.

Analisis selanjutnya digunakanMatriks Ansoff yaitu sebuah matriks alternatif untuk

menggambarkan dan menentukan salah satu atau kombinasi pilihan strategi yaitu strategi

penetrasi pasar, strategi pengembangan produk, strategi pengembangan pasar dan strategi

diversifikasi bagi perusahaan. Analisis Ansoff matriks merupakan instrument yang membantu

para pelaku bisnis mengembangkan produk dan pasar untuk menentukan langkah strategis

(9)

bahwa kumpulan langkah strategis menjadi tergantung pada apakah pasar baru atau yang

sudah ada atau produk baru yang ada di pasar.Atau dengan kata lain, matrix Ansoff‟s

merupakanmatrikuntuk membantu pengambilan keputusan yang kreatif dan strategis dalam

bisnis dengan mempertimbangkan pengembangan melalui produk lama, produk baru, pasar

lama dan pasar baru. Secara lebih terperinci, gambar 1 berikut ini, garis horizontal

menggambarkan produk lama dan produk baru, dan garis vertical menunjukkan pasar yang

lama dan pasar yang baru. Dari kombinasi garis horizontal dan vertical tersebut menghasilkan

empat alternative strategi yaitu: Market Penetration Strategy (produk lama dan pasar lama),

Market Development Strategy (produk lama dan pasar baru), Product Developement Strategy

(produk baru dan pasar lama), dan Diversification Strategy (produk baru dan pasar lama).

PRODUCT

CURRENT New

MARKET

CURRENT Market Penetration Strategy

Product development Strategy

NEW

Market development Strategy Diversification Strategy

Gambar 1. Product-Market Growth Matrix (Igor Ansoff’s Generic Strategies)

Sumber:I. Ansoff, Corporate strategy, McGraw Hill, New York, 1965 dikutip dalam Mãlina & Alina-Daniela, 2008

3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian

Pengumpulan data diawali dengan kegiatan sosialisasi di BAPPEDA yang diikuti

peserta berjumlah 50 orang yang terdiri atas aparatur pemda, pengusaha UMKM, dan

LSM.Selanjutnya kegiatan FGD dilaksanakan dengan dua kelompok yaitu FGD dengan

anggota dari aparatur pemda (pembuat kebijakan) dan FGD dengan anggota dari pihak

(10)

dilaksanakan dengan mencari data langsung (wawancara) ke Pulau Sebatik

sebanyak5kecamatan dan ke Kecamatan Krayan. Untuk data sekunder dicari oleh timdengan

dibantu oleh tim Bappeda. Kuesioner dibagikan kepada pelaku UMKM pada saat sosialisasi

kegiatan di BAPPEDA dengan jumlah responden 17 orang.Responden tersebut terdiri dari 6

orang laki-laki dan 11 orang wanita. Sebagian besar responden merupakan pelaku usaha

mikro dengan omset/penjualan perhari kurang dari Rp.900.000,00. Jenis usaha yang mereka

tekuni sebagian besar bergerak di industri makanan atau industri pengolahan makanan, yaitu

7 orang responden memiliki usaha pengolahan buah-buahan menjadi kripik buah dan 1 orang

responden dari UKM Center. Sejumlah 7 orang responden memiliki usaha membuat

panganan/camilan dan katering seperti kue kering, kerupuk udang, nugget ikan, dodol dan

selai. Sedangkan 2 responden memiliki usaha pembuatan tas, celemek, sandal dan dompet.

Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam hal

pemasaran, kemasan produk, legalitas usaha dan teknologi pendukung

produksi.Permasalahan tersebut dikemukakan lagi oleh beberapa informan dari pelaku

UMKM saat dilakukan wawancara dan FGD. Berikut ini dijelaskan secara ringkas

masing-masing kondisi dan situasi seperti berikut:

FGDdengan Kepala Desa Maspul dan Penyuluh Lapangan Kecamatan Ajikuning serta

dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM di Desa

Maspul.Kendala pertama yang mereka utarakan adalah masalah pengemasan

(packaging).Produk keripik buah dikemas dengan kemasan alumunium foil yang didatangkan

langsung dari Malang sedangkan ongkos kirim dari Malang sampai ke Pulau Sebatik cukup

mahal. Akibatnya, harga jual keripik yang dihasilkan pun menjadi lebih mahal dibandingkan

dengan harga keripik dari daerah lain. Kendala kedua adalah pemasaran.Kembali lagi pada

permasalahan tingginya ongkos kirim karena letak geografis Pulau Sebatik yang berada di

(11)

ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau Sebatik.Sehingga, walaupun keripik hasil

dari UMKM di Pulau Sebatik sisi kualitas dapat bersaing, namun dari segi harga mereka

tidak dapat bersaing.Key Person yang kedua ialah Ibu Salmiyah di Pulau Sebatik yang

mengelola usaha peningkatan pendapatan keluarga Kecamatan Sebatik Tengah.Usaha

tersebut menampung hasil produksi ibu-ibu rumah tangga pelaku UMKM di wilayah

Kecamatan Sebatik. Berdasar hasil identifikasi tim diperoleh informasi bahwa kendala yang

dihadapi oleh usaha ini hampir sama dengan pelaku UMKM di Desa Maspul, yaitu

pemasaran. Mereka hanya dapat menjual hasil produksi UMKM kepada orang-orang yang

sedang mengunjungi Pulau Sebatik dan mampir ke outlet.Ketiadaan akses pasar keluar Pulau

Sebatik karena masih kurangnya penggunaan teknologi dan masalah ongkos pengiriman

barang yang besar menjadi kendala.

Dipulau Sebatik juga terdapat kelompok ibu-ibu dari beberapa RT yang

beranggotakan 30 orang di Desa Vokasi yang mengolah berbagai panganan dari bahan baku

pisang karena di desa tersebut kaya akan tanaman pisang. Pada umumnya buah pisang hasil

kebun mereka hanya dijual ke Tawau, Malaysia tanpa diolah terlebih dahulu sehingga

harganya menjadi murah.Sejak dibentuk kelompok tersebut, harga pisang menjadi naik.

Produk mereka antara lain tepung pisang, nasi pisang, keripik pisang. Namun kendala yang

dihadapi hampir sama dengan UMKM lain, yaitu pengemasan yang belum maksimal karena

terlalu mahal. Dikarenakan listrik hanya ada pada malam hari, maka pengemasan juga hanya

dapat dilakukan pada malam hari.Selain itu, mereka tidak dapat membuat label sendiri.

Kendala lain yang mereka utarakan adalah kurangnya pengetahuan tentang manajemen,

khususnya bagaimana mengelola kelompok dan memasarkan produk. Produk hanya dijual ke

pasar dan walaupun sudah dijual sampai ke Tawau Malaysia, namun tidak dapat menjual

(12)

Wawancara dan FGD dengan Bapak Daud selaku Camat Lumbis Ogong dan para

pengrajin diperoleh informasi mengenai kendala yang ditemui oleh para pengrajin yang

mengerucut pada permasalahan pemasaran barang.Para pengrajin mengeluhkan bagaimana

caranya agar hasil kerajinan mereka dapat dijual ke luar daerah.Selain itu mereka pun

meminta masukan terkait bagaimana menyetarakan hasil produksi kerajinan mereka agar

dapat bersaing di pasar. Beberapa kerajinan yang dihasilkan pengrajin disini antara lain

berbagai anyaman dari rotan berupa tas, tikar, dan kipas.

Hasil produksi UMKM di Kecamatan Sebuku memiliki bentuk yang hampir sama

dengan yang ada di Kecamatan Lumbis Ogong, antara lain berbagai anyaman tas dari rotan,

tikar, dan kipas dengan Proses produksi masih menggunakan alat-alat manual, seperti pisau

serut. Selanjutnya, menurut Kepala TU Kecamatan Sebuku hambatan yang dihadapi oleh

para pelaku UMKM wilayahnya adalah masalah pemasaran.Sebagian besar pelaku UMKM

menjual hasil produksi ke wilayah sekitar atau bahkan hanya dipakai sendiri.Kendala yang

dihadapi oleh pelaku UMKM di Kecamatan Sebuku adalah masalah pengiriman karena letak

geografis Kecamatan Sebuku yang jauh dari pusat Kabupaten Nunukan.

Kecamatan Sembakung menghasilkan madu.Dari hasil FGD dengan Kepala TU

Kecamatan Sembakung diketahui bahwa masalah pengemasam memang menjadi

permasalahan utama yang dihadapi para pelaku UMKM Kecamatan Sebakung.Pengemasan

(packaging) madu masih tradisional, yaitu dimasukkan botol plastik kemudian ditutup

memakai plastik dan diikat dengan karet gelangApabila madu dikemas lebih rapi dan menarik

mungkin akan memberikan nilai jual yang lebih tinggi di pasaran. Selain itu, ketika tim

membeli madu dari penduduk lokal, tim berusaha mengetahui bagaimana kualitas dan

kemurnian madu, tapi botol pertama yang dibeli ternyata campuran dan tidak murni.

(13)

Hasil studi awal di tahun 2013 menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM di

Nunukan yang menjadi respondenbergerak di usaha makanan.Metode analisis yang

digunakan dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi UMKM pangan di Kabupaten

Nunukan adalah dengan menggunakancontent analysis dan diagram fishbone. Dari hasil

pencarian data, baik melalui FGD, wawancara dan observasi maka dapat dikonstruksikan

lima kategori yaitu kemasan dan label, pemasaran, perijinan dan legalitas, transportasi dan

infrastruktur, mesin dan peralatan. Lima kategori tersebut kemudian dijabarkan dengan

diagram fishboneyang digunakan untuk mengidentifikasi,mengeksplorasi, dan secara grafik

menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu

permasalahan, khususnya dalam hal ini adalah permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di

Kabupaten Nunukan., maka kendala yang dihadapi oleh mereka adalah kemasan dan label,

pemasaran, perijinan dan legalitas, transportasi dan infrastruktur, mesin dan peralatanyang

tergambar dalam diagram dibawah ini:

Gambar. 2. Diagram Fishbone Kendala yang dihadapi UMKM Kabupaten Nunukan

Kendala-kendala yang dihadapi oleh sebagian besar pelaku UMKMjika dijelaskan

lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Pemasaran. Tingginya ongkos kirim karena letak geografis Pulau Sebatik yang berada

di ujung NKRI membuat harga jual keripik menjadi lebih mahal karena terbebani oleh

Kendala yang dihadapi UMKM Nunukan

Pemasaran

Perijinan dan legalitas

Mesin dan Peralatan Kemasan dan Label

Transportasi dan infrastruktur

Dikirim keluar Nunukan ongkos nya mahal – kalah

bersaing

Kurang luas Sering berganti merk dan

label

Belum memiliki P-IRT dan Label Halal Sering luntur – kertas

dan print biasa

Sparepart sulit diapatkan

Banyak yang masih manual Adanya pungli Pengiriman mahal Distribusi penjualan mahal Listrik terbatas Kemasan Mahal

(14)

tingginya ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau Sebatik. Pelaku UMKM

juga belum memahami pasar sasaran dan pasar potensial mereka. Selain itu, posisi

Pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, dalam hal ini

Tawau, sehingga banyak produk-produk makanan Malaysia yang masuk ke Nunukan

(Sebatik) dimana produk-produk tersebut memiliki kemasan dan label yang menarik

dengan harga terjangkau. Kondisi tersebut menjadi ancaman bagi produk lokal. Selain

itu, potensi pemasaran melalui internet (online) belum dipahami dan digunakan oleh

UMKM tersebut.

2. Mesin dan Peralatan. Mesin dan peralatan yang dimiliki oleh UMKM rata-rata masih

sederhana dan manual. Kalaupun ada mesin yang bisa memproduksi produk dalam

kapasitas yang tinggi, maka kendalanya adalah pada saat rusak mereka tidak dapat

memperbaikinya karena kurang pengetahuan teknis mesin dan tidak adanya suku

cadang.

3. Kemasan dan label. Banyak produk terutama makanan yang masih dikemas dengan

seadanya, semisal keripik pisang dan madu hutan. Walaupun ada beberapa produk

yang kemasannya telah memadai, misalnya dengan menggunakan kemasan berbahan

alumunium, namun labeling-nya masih sangat sederhana dan kurang menarik dan

biayanya tinggi. Label hanya diprint di kertas biasa, sehingga cepat luntur. Selain itu,

pelaku UMKM masih sering mengganti-ganti label sehingga tidak ada ciri khusus

bagi produk mereka sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kebingungan oleh

konsumen.

4. Perijinan dan legalitas. Sebagian besar UKM belum memiliki ijin usaha, P-IRT,

sertifikat Halal dan kelengkapan hukum lainnya. Bahkan, terdapat beberapa pungutan

liar yang tinggi yang dikeluhkan oleh UMKM sehingga mereka lebih memilih tidak

(15)

5. Transportasi dan infrastruktur. Letak geografis Pulau Sebatik yang berada di ujung

NKRI serta terbatasnya moda transportasi menyebabkan ongkos atau biaya perjalanan

dan pengiriman keluar Kabupaten Nunukan menjadi lebih mahal. Oleh karena itu,

UMKM terbebani tingginya ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau

Sebatik. Selain itu, dibeberapa tempat di Pulau Sebatik, ketersediaan listrik sangat

terbatas, sehingga mereka hanya dapat berproduksi pada saat-saat tertentu saja.

Kendala tersebut sejalan dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu sebagian besar kendala yang dihadapi oleh UMKM adalah kesulitan mendapatkan bahan baku, keterbatasan akses atas informasi bisnis yang relevan, kesulitan dalam pemasaran dan distribusi, penguasaan teknologi yang rendah, tingginya biaya transportasi dan infrastruktur yang tidak memadai (Lawrence & Tar, 2010; Olawale & Garwe, 2010; Siringoringo et al., 2009), masalah komunikasi, masalah perijinan dan legalitas, serta peraturan dan perundangan yang tidak mendukung (Tambunan 2008).

Hal pertama yang dilihat oleh konsumen saat melihat suatu produk adalah kemasan

produk.Untuk itudaya tarik kemasan sangat penting guna tertangkapnya stimulus oleh

konsumen yang di sampaikan ke produsen sehingga diharapkan konsumen tertarik pada

produk tersebut.Kemasan juga merupakan alat promosi iklan dimana produsen dapat

memberi informasi dan membujuk konsumen melalui merek dan desain kemasan. Bahkan,

melalui kemasan, produsen dapat langsung mempromosikan produknya.Namun saat ini

banyak UMKM yang tidak memperhatikan pentingnya kemasan produk, sehingga banyak

produk UMKM dikemas sekedarnya sehingga selain tidak menarik, kemasan produk UMKM

belum sesuai standar, seperti aspek keindahan, keamanan, dan menggunakan bahan-bahan

yang aman bagi kesehatan. Pada umumnya mereka kurang menyadari atau kurang memahami

bahwa kemasan yang baik dan menarik dapat mendatangkan nilai lebih dari produk yang

(16)

label dan merk bagi produk mereka. Bahkan mereka akan mengganti desain label dan merk

produk mereka sesuka mereka. Selain itu mereka terkendala biaya untuk dapat membuat

kemasan produk yang menarik dan sesuai dengan standar yang tentunya mempengaruhi

penjualan dan pemasaran.Hal tersebut juga terjadi pada UMKM di Kabupaten Nunukan,

seluruh responden UMKM yang diwawancarai mengatakan bahwa untuk mendapatkan

kemasan yang bagus dan murah sangatlah sulit. Bahkan mereka sudah memesan dari kota

lain di Jawa (Malang dan Surabaya), namun pengirimannya memakan waktu yang sangat

lama.

Untuk itu, pola pengembangan UMKM yang dihasilkan merupakan pola yang dapat

digunakan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu pengurusan legalitas usaha UMKM secara

bersama, perbaikan kualitas kemasan dan desain label produk serta pemasaran offline dan

online yang dijabarkan ke dalam program dan kegiatan selama 5 tahun. Tentunya,

keterlibatan dan komitmen penuh dari setiap pihak yang terlibat akan menentukan kesuksesan

implementasi program-program pengembangan UMKM.

Di tahun 2014, dilakukan tindak lanjut dari studi sebelumnya, yaitu pelatihan dan

pendampingan pelaku UMKM di Kabupaten Nunukan untuk melatih dan mendampingi

pelaku UMKM dalam proses pengemasan produk dimana pengemasan merupakan salah satu

variabel dalam strategi pemasaran dan peningkatan mutu produk. Selain itu, tujuan

berikutnya adalah untuk membangun sistem e-commerce bagi UKM di Kabupaten Nunukan

sehingga dapat menunjang pemasaran produk UKM.Pengembangan UMKM di Kabupaten

Nunukan dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan melibatkan implementor

dari dinas/instansi terkait, yaitu Disperindakop Kabupaten Nunukan, tenaga ahli dari UGM

dan aktor-aktor diluar birokrasi serta pelaku usaha mikro.

Peserta pelatihan dan pendampingan dalam kegiatan ini adalah pelaku UMKM

(17)

Sebatik.Pendampingan dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 03 s.d 18 Maret

2014 di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik dan 02 s.d 09 Juni 2014 di Kecamatan

Nunukan dan Kecamatan Sebatik. Materi Pendampinganyang diberikan dalam pendampingan

kepada pelaku UMKM adalah label kemasan produk, kemasan produk, terutama kemasan

produk makanan dan konsep pemasaran online. Sedangkan materi yang diberikan kepada

pendamping UMKM adalah label kemasan produk, kemasan produk, terutama kemasan

produk makanan serta konsep dan teknis pemasaran online.

Pendampingan dilaksanakan langsung di tempat produksi masing-masing UMKM

dengan tujuan langsung melihat proses produksi dan langsung memberikan pendampingan

sesuai dengan kebutuhan masing-masing UMKM. Hasil dari pendampingan tersebut adalah

peningkatan pemahaman pentingnya merk dan labeling, peningkatan pemahaman mengenai

pemasaran online melalui internet, terciptanya merk dan desain label untuk produk keripik

buah setiap pelaku UMKM serta tersambungnya jalur pengurusan legalitas usaha.

Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok-kelompok di

masing-masing kecamatan dapat diidentifikasi keunggulan local konten, bidang usaha, beberapa

masalah atau kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM di masing-masing kecamatan (lihat

table 1).Selanjutnya, berdasarkan keunggulan dan masalah yang dihadapi mereka; terhadap

masing masing komoditi dikaitpadankan dengan peluang serta ancaman atau hambatan,

selanjutnya ditentukan strategi yang sesuai melalui matrik Ansoff atau product-market

growth matrix yang dikembangkan oleh Ansoff.

Melalui FGD, selain diketahui permasalahan yang merkeka hadapi; berikut ini

diperoleh dari masing-masing kecamatan informasi tentang keunggulan sumberdaya

local.Kecamatan Sebatik Tengah penghasil pisang dan berbagai buah-buahan lainnya, kakao,

dan kelapa sawit.Kecamatan Lumbis Ogong menghasilkan rotan dan ubi kayu yang sangat

(18)

Sembakung selain penghasil rotan, dikenal memiliki produk khas yaitu madu hutan.Madu ini

didapatkan dari lebah yang membuat sarang pada Pohon Manggeris.Pohon Manggeris

merupakan salah satu pohon yang dikeramatkan di Kecamatan Sebakung.Batang Pohon

Manggeris lurus menjulang keatas dan kulit pohonnya berwarna putih.Madu diambil dari

sarang yang ada pada tangkai-tangkai Pohon Manggeris.Kecamatan Krayan memiliki

beberapa keunggulan, yaitu sektor pertanian menjadi pekerjaan utama bagi sebagian besar

masyarakat kecamatan Krayan dan dikenal dengan swasembada beras organic dan dijual ke

Malaysia. Padi Krayan merupakan komoditas utama di bidang pertanian dengan 3 varietas

yaitu Putih, Merah dan Hitam yang ditanam bulan Agustus/September dan panen bulan

Januari/Februari. Selain padi, potensi Nanas di kecamatan Krayan sebenarnya cukup besar

namun hanya musim tertentu saja ada.Hasil sumber daya alam Kecamatan Krayan selain

nanas dan padi adalah garam gunung.Ada banyak sumur untuk membuat garam gunung di

kecamatan Krayan. Garam gunung ini menjadi komoditi unggulan kedua untuk dijual ke

Malaysia. Rotan juga menjadi salah satu hasil bumi yang dijumpai di Kecamatan

Krayan.Anyaman di krayan ada karena didukung oleh melimpahnya bahan bakutersebut di

hutan. Ketrampilan menganyam banyak dilakukan oleh ibu-ibu sedangkan bapak-bapak

bertugas mencari bahan baku.

Melalui Ansoff matrik atau market-product growth matrix masing keunggulan

sumberdaya atau kontent local kecamatan dapat dipilah-pilah dan dikembangkan sesuai

denga posisi kuadran dalam matriks Ansoff tersebut.Dari ke empat kuadran Ansoff matriks,

ternyata sebagain besar cenderung dimasukkan ke kuadran ke 4 yaitu strategi

diversifikasi.Dalam strategi diversifikasi, keunggulan sumberdaya alam masing-masing

kecamatan diupayakan untuk pengembangan produk baru dan juga pasar yang baru (lihat

tabel 1).

Tabel 1. Keunggulan, Bidang Usaha, Masalah dan Inisiatif Strategi dalam Pengembangan UMKM Kabupaten Nunukan

(19)

No. Kecamatan Unggulan lokal

Bidang Usaha

UMKM Masalah yang dihadapi

Inisiatif Strategi Kinerj a 1 Sebatik Pisang Kakao Kelapa Sawit Berbagai jenis keripik: pisang, durian, dan nangka.

Pemasaran: Hasil panen semua/sebagianlangsung dijual ke Malaysia Pengemasan (packaging) kemasan alumunium foil: mahal dari Malang

Menu makan serba pisang Pendampingan labeling 100% 75% 2 Sembakung Rotan Madu hutan Kerajinan rotan berupa tas, tikar, dan kipas.

kemasan madu: dimasukkan botol plastic-ditutup plastik dan diikat karet gelang. Kerajinan: alat-alat manual, seperti pisau serut Belum diprogramkan 3 Nunukan Rumput laut, buah-buahan Ayam Nunukan Keripik pisang dan buah2an, roti2an, mi basah Murid SD sekitar memilih tidak sekolah untuk merangkai bibit rumput laut

Rumput laut dipanen langsung dijual, tidak diolah terlebih dulu.

Ekstrakurikuler SD sekitar untuk merangkai bibit rumput laut, Ayam Sexi Goreng 10% 4 Sebuku Rotan Ubi Kayu anyaman rotan: tas, tikar, dan kipas. Kerajinan: alat-alat manual, seperti pisau serut Belum diprogramkan 5 Lumbis Ogong Rotan Ubi kayu anyaman rotan: tas, tikar, dan kipas. Kerajinan: alat-alat manual, seperti pisau serut Belum diprogramkan 6 Krayan Beras organik, garam gunung, rotan, nanas Beras organik, garam gunung, anyaman rotan: tas, tikar, dan kipas. Pemasaran harus ke Malaysia

Beras Krayan diklaim sebagai beras Malaysia. Kemasan garam gunung sangat sederhana.

Belum diprogramkan

Sumber: Analisis data primer, 2013.

4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI a. Kesimpulan

Dari hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

Kabupaten Nunukan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat diolah oleh

UMKM menjadi berbagai macam produk makanan, misalnya pisang, rumput laut, kakao,

beras, garam gunung, nanas, madu hutan, ubi kayu dan lain sebagainya. Namun, pelaku

UMKM sendiri masih banyak menghadapi berbagai macam kendala seperti pengolahan,

pengemasan, pemasaran, kualitas produk, sumber daya manusia dan juga keuangan.Pelaku

(20)

mereka meningkatkan kapasitas produksi, daya saing produk dan pemasaran.Namun,

kegiatan pendampingan tersebut dirasa masih kurang maksimal karena keterbatasan anggaran

dan waktu sehingga belum semua pelaku UMKM dapat didampingi. Selain itu, UMKM di

Indonesia, khususnya di perbatasan dalam hal ini kabupaten Nunukan dapat berkembang

dengan baik jika selalu dilakukan pendampingan dan kemitraan dari berbagai pihak terkait,

seperti pemerintah (instansi atau dinas), universitas, sektor swasta dan masyarakat.

b. Rekomendasi

Hendaknya pelatihan dan pendampingan UMKM di Kabupaten Nunukan dapat

dilanjutkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan dukungan penuh dari

pemerintah, universitas, pihak swasta dan masyarakat sendiri.Selain itu, program kegiatan

selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membangun jalur dan birokrasi yang mudah bagi

UMKM dalam mengurus legalitas usaha, pendampingan dalam mengakses pendanaan dari

lembaga keuangan serta memperkuat strategi pemasaran baik offline maupun

online.Tentunya, keterlibatan dan komitmen penuh dari setiap pihak yang terlibat akan

menentukan kesuksesan implementasi program-program pengembangan UMKM. Sesuai

dengan RPJP Nasional, kiranya sudah saatnya ISEI merapatkan gerakan bersama untuk

memprioritaskan membangun dari yang lemah menuju yang kuat (dalam arti dari perbatasan,

dari pinggiran atau terluar, dari yang terpencil atau terisolasi, dari desa menuju ke tengah dan

ke Kota).

5. ACKNOWLEGMENT

Penelitian ini dapat terselenggara atas kerjasama BAPPEDA Kabupaten Nunukan dan

(21)

6. DAFTAR PUSTAKA

Al-Hyari, K., Al-Nasour, M., Alnsour, M., Al-Weshah, G., & Abutayeh, B. (2011). Exporting

Performance and Manufacturing Activities in Jordanian SMEs: External Barriers and

Relationships. International Journal of Global Business. 4(1): 44-72.

Alwasilah, C. (2002). Pokoknya Kualitatif. Pustaka Jaya. Bandung.

Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Denzin, N.K., dan Lincoln, Y.S. (2009). Handbook of Qualitative Research.California: Sage

Publication, Inc.

Dia, M. (1996). African Management in the 1990s and beyond: Reconciling indigenous and

transplant institution. Washington, D.C: The World Bank

Eeden, S., Viviers, S & Venter, D. (2004).An Exploratory study of selected problems

encountered by small business in a South African context.Journal of African

Business. 5(1):45-72.

Giyarsih, S.R. (2014). Pengentasan Kemiskinan Yang Komprehensif Di Bagian Wilayah

Terluar Indonesia - Kasus Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.Jurnal

Manusia Dan Lingkungan. 21(2):239-246.

Irjayanti, M. & Aziz A.M. (2012). Barrier Factors and Potential Solutions for Indonesian

SMEs.Procedia Economics and Finance. 4: 3-12.

Krippendorff, K. (2004). Content Analysis: An Introduction to Its Methodology. London:

Sage Publication, Inc.

Lawrence, J.E. & Tar, U.A.(2010).Barriers to ecommerce in developing

countries.Information Society and Justice.3(1): 23-35.

Lussier, R.N. (1996). Reasons why small businesses fail: and how to avoid failure. The

(22)

Mahadea, D. (1996). Financial constraints on small business entrepreneurs: A Transkei Case

Study. Acta Academia. 29(1): 70-89.

Mãlina, C., & Alina-Daniela, M. 2008. The Competitive Advantage And The Business

Strategies Used By Romanian Companies. Annals of the University of Oradea,

Economic Science Series,

(17)4:184-188.

http://steconomiceuoradea.ro/anale/volume/2008/v4-management-marketing/031.pdf

O„Brien, R. (1998). An overview of the methodological approach of action research.http://www.web.net/~robrien/papers/arfinal.html.

Okpara, J. & Wynn, P. (2007). Determinants of Small Business Growth Constraints in a

Sub-Saharan African Economy: Quarterly Journal. S.A.M. Advanced Management

Journal. 72(2): 25–35

Olawale, F & Garwe, D. (2010). Obstacles to the Growth of New SMEs in South Africa: A

principal Component Analysis Approach. African Journal of Business Management.

4(5): 729-738.

Pribadi, H. & Kanai, K. (2011). Examining and Exploring Indonesia Small and Medium

Enterprise Performance: An Empirical Study. Asian Journal of Business

Management. 3(2): 98-107.

Sankaran, S. 2001. Methodology for an organisational action research thesis.Action Research

International.Paper 6.http://www.aral.com.au/ari/p-ssankaran01.html

Scavarda, A.J., Bouzdine-Chameeva, T., Goldstein, S.M., Hays, J.M., & Hill, A.V. 2004.A

Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second World

Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 –

(23)

http://www.pomsmeetings.org/ConfProceedings/002/POMS_CD/Browse%20This%2 0CD/PAPERS/002-0256.pdf

Siringoringo, H., Prihandoko, T.D., & Kowanda.A. (2009). Problem Faced by Small and

Medium Business in Exporting Products. Delhi Business Review X. 10(2): 49-56.

Suprihanto, J., Ruslanjari, D..&Nugraheni, A.I.P. (2013).Penyusunan Perencanaan

Pengembangan Industri Kecil Menengah Pengolahan Sumberdaya LokalDi Kabupaten Nunukan. Laporan Akhir. Bappeda Kabupaten Nunukan bekerja sama

dengan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tambunan, T. (2006).SME Capacity Building In Indonesia. JETRO.Kadin Indonesia. Mei.

http://www.kadin-indonesia.or.id/id/doc/opini/SME_Capacity_Building_In_Indonesia.pdf

Tambunan, T. (2008). SME development, economic growth, and government intervention in

a developing country: The Indonesian story. J Int Entrepr. 6:147–167.

United Nations.(2001). Growing Micro and Small Enterprises in LDCs, the Missing Middle.

Geneva.

Wadsworth, Y. (1998). What is Participatory Action Research?.Action Research

International.Paper

Gambar

Gambar 1. Product-Market Growth Matrix (Igor Ansoff’s Generic Strategies)

Referensi

Dokumen terkait

Disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove di Desa Dusun Besar

Setelah melihat hasil penelitian keseluruahan, kemahiran menulis pantun dengan metode permainan mensortir kartu ( card sort games ) siswa kelas XI Sekolah Menengah

belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah.Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa,

Pemanfaatan teknologi jaringan komputer sebagai media komunikasi data hingga saat ini semakin meningkat.Kebutuhan atas penggunaan bersama resource yang ada dalam

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan oleh penulis adalah Saraswati, dkk 2013 melakukan analisis laporan keuangan sebagai alat penilaian kinerja keuangan

• Heuristik adalah teknik yang dirancang untuk memecahkan persoalan dengan mengabaikan apakah solusi dapat terbukti benar

Judul Skripsi : Aktivitas komunikasi pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo dalam meningkatkan kunjungan wisatawan (Studi deskriptif kualitatif

Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Desa Sekaduyun Taka dan Desa Samaenre Samaja di Kelurahan Nunukan Utara di Kecamatan