• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN DISERTASI MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR PADA ERA GLOBALISASI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

xvii

RINGKASAN DISERTASI

MARGINALISASI WAYANG KULIT PARWA DI KABUPATEN GIANYAR

PADA ERA GLOBALISASI

Disertasi ini adalah hasil penelitian terhadap terjadinya keterpinggiran Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi. Sejak sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi suatu fenomena budaya berupa semakin terpinggirnya WKP di Kabupaten Gianyar. Hal ini adalah akibat dari perubahan selera artistik berpikir masyarakat, terutama dalam mengapresiasi keberadaan seni pertunjukan WKP yang ada di wilayah Gianyar yang diakibatkan oleh kuatnya pengaruh seni budaya asing yang ditularkan lewat media teknologi telekomunikasi, dengan media iklannya yang menyuguhkan berbagai produk kesenian modern yang bernapaskan komersial. Dengan demikian, tanpa disadari masyarakat telah menganut paham kosmopolitanisme, yaitu sebuah aspek kehidupan sehari-hari Barat. Artinya, saat ini masyarakat tergantung kepada pola kehidupan yang berskala tunggal, yaitu budaya global. Hal tersebut menyebabkan berbagai budaya lokal, termasuk seni pertunjukan WKP dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama drastis kehilangan penggemarnya.

Kepedulian lembaga pemerintah yang telah merespons keberadaan WKP agar kembali diminati oleh masyarakat, tetapi belum berhasil. Hal tersebut ditempuh dengan melakukan pembelajaran secara mendalam bagi para dalang khususnya dalam bidang WKP secara kontinu melalui lembaga pendidikan dan dalam penyelenggaraan festival. Namun, tidak merespons minat masyarakat untuk mencintai WKP. Justru terjadi sebaliknya masyarakat lebih senang memilih kesenian yang modern. Fenomena itulah menjadi persoalan dalam penelitian ini, selanjutnya diharapkan dapat dicari jawabannya.

Terkait dengan penelitian ini (persoalan marginalisasi WKP di wilayah Gianyar) digunakan beberapa pustaka yang berupa buku, artikel, atau disertasi yang

(2)

xviii

berguna sebagai sumber kajian. Sumber-sumber kajian itu, di antaranya, berupa penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Suwija, I Nyoman Murtana, dan beberapa buku dan artikel yang mengungkap marginalisasi wayang, seperti tulisan Umar Kayam, Sri Mulyono, I Wayan Dibia, dan Emiliana Mariyah dkk.

Penelitian kualitatif dengan paradigma budaya bertujuan untuk menunjukkan kondisi nyata tentang terjadinya marginalisasi seni pertunjukan WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi. Untuk menunjukkan kondisi tersebut, maka pembahasan diarahkan pada (a) bentuk marginalisasi Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi; (b) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya marginalisasi Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi; (c) dampak dan makna marginalisasi Wayang Kulit Parwa di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan sebagai temuan deskripsi tentang marginalisasi WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi dari perspektif ilmu kajian budaya. Manfaat lainnya dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan mengenai kajian budaya utamanya tentang marginalisasi WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi. Di samping itu, sebagai acuan keilmuan dalam khazanah penelitian kajian budaya terutama tentang marginalisasi WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi. Penelitian ini juga sangat bermanfaat sebagai referensi bagi pengembangan pengelolaan seni (art manajemen) pada lembaga seni atau pemerintah ke depan.

Secara praktis, hasil temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengambil keputusan atau para pemimpin daerah yang mempunyai kewajiban untuk memajukan kehidupan seni dan budaya, khususnya dalam seni pertunjukan WKP sesuai dengan bunyi atau perintah pasal 32 UUD 1945. Selain itu, dapat dijadikan dokumentasi mengenai seni pertunjukan WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

(3)

xix

Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian berparadigma budaya dengan pendekatn kualitatif yang dilakukan dengan mengkaji secara cermat dan detail terhadap pemahaman teori, konsep, dan persepsi yang berkaitan dengan aktivitas pertunjukan WKP yang ada di Kabupaten Gianyar. Di samping itu, sumber informasi terpenting banyak diperoleh melalui para dalang WKP dan para pemerhati, penggemar, serta budayawan yang terkait dengan seni pewayangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan sinkronik (sebuah studi yang membahas suatu fenomena yang terjadi pada waktu tertentu) dan diakronik (sebuah studi yang melihat perubahan sedang terjadi dalam rentang waktu tertentu). Sumber data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dari pengamatan langsung serta ikut berpartisipasi. Data sekunder berupa informasi yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi, baik berupa buku, artikel, jurnal, hasil penelitian ditambah dengan foto-foto, film, dan sejenisnya yang berkaitan dengan masalah WKP di Kabupaten Gianyar. Selanjutnya data dianalisis melalui tahap open coding, axial coding, dan selective coding.

Penelitian ini diawali dengan gambaran umum dari objek penelitian, yang terdiri atas gambaran umum Kabupaten Gianyar, sejarah Gianyar, letak dan luas wilayah Kabupaten Gianyar, jumlah penduduk dan mata pencaharian, agama dan kepercayaan, kesenian, WKP di Kabupten Gianyar, asal usul wayang kulit di Kabupaten Gianyar, bentuk WKP di Kabupaten Gianyar, prototipe WKP di Kabupaten Gianyar, wanda dan tata warna WKP di Kabupaten Gianyar, dan fungsi WKP di Kabupaten Gianyar. Semua hal tersebut merupakan penggambaran secara umum dari objek penelitian dan digunakan sebagai acuan dalam uraian pada bab-bab selanjutnya.

Pembahasan tentang bentuk marginalisasi WKP di Kabupaten Gianyar berwujud perubahan konteks pertunjukan, yakni berupa: penonton beralih dari anak muda ke orang tua, alih fungsi pertunjukan dari persembahan menjadi komodifikasi, ambil alih/penggantian peran WKP oleh teknologi (lighting, sound system, dan perubahan tabuh pengiring/gamelan.

(4)

xx

Terjadinya perubahan dalam menghadapi impitan era global ini disebabkan oleh dua faktor penting, yaitu (a) faktor internal yang antara lain terdiri atas menurunnya minat/daya tarik masyarakat, menurunnya aktivitas dalang WKP, lemahnya kebijakan lembaga adat, dan lemahnya pembinaan Pemda Gianyar; dan (b) faktor eksternal, yaitu pengaruh yang datang dari luar, antara lain terdiri atas: masa depan WKP kurang menjanjikan, masyarakat lebih mementingkan tontonan daripada tuntunan, meningkatnya pengaruh seni budaya asing/luar, tersedianya sumber-sumber hiburan modern, dan pengaruh teknologi telekomunikasi

Terjadinya proses marginalisasi WKP di Kabupaten Gianyar pada era globalisasi ini telah memunculkan dua dampak yang sangat signifikan, yaitu dampak negatif dan dampak positif. Dampak negatif intinya menyebabkan: penurunan aktivitas pentas para dalang WKP, penurunan popularitas WKP di masyarakat, dan terjadi krisis pemain/pendukung WKP. Hal itu diakibatkan menurunnya minat masyarakat untuk menontonnya. Sebaliknya, dampak positif adalah suatu gerakan yang menyebabkan para dalang WKP melakukan perlawanan pada proses marginalisasi yang mulanya menekan. Gerakan tersebut terdiri atas dua hal: dinamis dan internalisasi. Kedua gerakan tersebut ditandai dengan munculnya beberapa gerakan para dalang dalam menghadapi pengaruh budaya global, seperti pertahanan secara defensif (sebuah pembelaan dengan bertahan/pelestarian), pertahanan secara kreatif, pertahanan secara inovasi, dan pertahanan secara transformasi.

Selain adanya beberapa dampak yang ditimbulkan dalam proses marginalisasi pada WKP, ternyata muncul beberapa makna yang sangat bermanfaat pada kelangsungan keberadaan WKP di Kabupaten Gianyar. Makna-makna tersebut, di antaranya adalah makna kultural, makna estetis, makna sosial, dan makna kesejahteraan. Makna kultural, yaitu pembudayaan seni pertunjukan WKP, dilakukan dengan gerakan revitalisasi (pelestarian) dan inovasi (pembaruan); makna estetika, yaitu suatu makna keindahan yang muncul akibat dari terjadinya marginalisasi. Dalam hal ini berbagai unsur estetika modern mulai berani dikolaborasikan dengan estetika tradisional; makna sosial, yaitu muncul berawal

(5)

xxi

dari terjadinya difusi antara kekhasan WKP dengan berbagai bentuk baru yang masuk pada dunia kesenian di wilayah Gianyar, yang dilakukan dengan sikap solidaritas dan toleransi. Sikap solidaritas adalah sikap kebersamaan antara seniman dalang dan masyarakat untuk membangkitkan seni pewayangan Parwa. Sikap toleransi adalah sikap saling menghargai antara para dalang dan masyarakat khususnya para pencinta seni pewayangan. Dengan pengembangan kedua sikap tersebut, masyarakat diharapkan mau menanggap WKP dalam berbagai aktivitas.

Terjadinya marginal pada pertunjukan WKP di Gianyar sangat bermakna untuk kesejahteraan para pendukungnya dan masyarakat secara umum. Hal itu berawal dari dilakukannya beberapa gerakan inovasi dan bermacam-macam kreativitas dalam seni WKP. Sebagai kelanjutannya menyebabkan keberadaan WKP penuh keanekaan dalam penggarapannya. Dengan ramainya karya-karya baru seni pewayangan Parwa menyebabkan masyarakat berminat untuk menanggapnya. Bila hal ini terjadi, maka sangat berpengaruh pada peningkatan penghasilan (kesejahteraan) para dalang, para penabuh gender wayang, dan masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian, akan terjadi perputaran (siklus) ekonomi secara umum akibat adanya atau ramainya pertunjukan WKP. Melalui media pertunjukan tersebut dapat ditingkatkannya perkapita atau kesejahteraan masyarakat khususnya para dalang dan pendukungnya.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktivitas mahasiswa dalam melakukan praktikum pembuatan kertas indikator dari tanaman sambang colok

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru IPA kelas IV SDN Kedunguter Kec.Banyumas, masalah yang sering dialami dalam pembelajaran IPA yaitu kurangnya bahan

Perlu dilakukan valuasi ekonomi untuk mengetahui nilai ekonomi dan ekologi dari kawasan karst, seperti pada penelitian yang dilakukaan oleh Rasyid Wisnu Aji dkk pada

Terdapat 368 spesies dalam 46 famili yang terdiri atas 3 kelompok kategori ikan karang ya- itu ikan indikator dari famili Chaetodontidae se-. banyak 30 spesies, ikan mayor sebanyak

1) Profitabilitas mempunyai pengar. uh positif signifikan ter. hadap kebijakan dividen. Hal ini disebabkan semakin tinggi laba yang dihasilkan per. usahaan maka

Dengan adanya perbandingan dari kedua hal tersebut maka dapat ditentukan besarnya prosentase transmitansi dari sebuah sampel, serta dapat pula diketahui

Hasil dari proses identifikasi risiko di BTPN terdapat tiga risiko utama dengan macam risikonya yang terkait, pertama yaitu risiko kredit antara lain risiko pinjaman, risiko

Indonesia dapat mengkomposisikan komoditi yang diekspornya dengan baik dan tepat, mampu melihat peluang dan memilih negara tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan impor