• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam penelitian ini, pensiunan yang memilih untuk tinggal di Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam penelitian ini, pensiunan yang memilih untuk tinggal di Yogyakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

171

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Dalam penelitian ini, pensiunan yang memilih untuk tinggal di Yogyakarta terbagi atas 2 kelompok/jenis, yaitu pensiunan pendatang yang berasal dari luar Yogyakarta yang pada masa pensiunnya memilih pindah dan tinggal di Yogyakarta, serta pensiunan asal Yogyakarta yang pada masa pensiunnya memilih untuk tidak pindah dan tetap tinggal menetap di Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya mengenai kesimpulan dari hasil temuan-temuan penelitian, dapat dilihat berikut ini:

1. Pensiunan pendatang memiliki profil/kondisi sosial ekonomi (social economic status) yang berbeda dengan pensiunan asal Yogyakarta pada saat memilih Yogyakarta. Responden pensiunan asal Yogyakarta mayoritas merupakan pensiunan PNS sehingga banyak yang menerima dana pensiun bulanan, sedangkan pensiunan perusahaan swasta cenderung berasal dari kelompok responden pensiunan pendatang yang menerima dana pensiun berupa pesangon dalam jumlah besar.

Responden pensiunan asal Yogyakarta penerima dana pensiun bulanan ternyata memiliki kemampuan ekonomi yang secara rata-rata lebih baik daripada responden pensiunan pendatang yang juga menerima dana pensiun bulanan. Berbeda dengan responden pensiunan asal Yogyakarta yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih stabil bulan per bulannya,

(2)

172

responden pensiunan pendatang cenderung memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik di awal masa pensiun karena dana pensiun yang diterima adalah berupa pesangon. Dana pensiun pesangon ini diterima sekaligus dalam jumlah besar di awal masa pensiun.

Sementara dari segi pengalaman, responden pensiunan asal Yogyakarta sudah tinggal lama dan dulunya memang bekerja di Yogyakarta. Berbeda dengan responden pensiunan asal Yogyakarta ini, responden pensiunan pendatang merupakan responden yang baru pindah dan tinggal di Yogyakarta setelah memasuki masa pensiunnya. Walaupun demikian, seluruh responden pensiunan pendatang menyatakan bahwa pemilihan Yogyakarta sudah diawali terlebih dahulu dengan pengenalan/pengalaman langsung (direct experiences) terhadap Yogyakarta ataupun hubungan tidak langsung dengan Yogyakarta, sehingga penilaian terhadap Yogyakarta sudah terbentuk atas penilaian pribadi dan bukan sekedar didasari oleh reputasi baik publik terhadap Yogyakarta.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pensiunan pendatang dan responden pensiunan asal Yogyakarta juga memiliki perbedaan alasan/faktor pertimbangan dalam memilih Yogyakarta sebagai tempat tinggal pilihan di masa pensiunnya. Bagi responden pensiunan pendatang dari luar Yogyakarta, faktor yang bersifat menentukan/sangat menentukan dalam pertimbangan pemilihan Yogyakarta lebih banyak yang bersifat faktor fisik. Sedangkan bagi responden pensiunan asal Yogyakarta, faktor

(3)

173

yang bersifat menentukan/sangat menentukan dalam pertimbangan pemilihan Yogyakarta lebih banyak yang bersifat faktor non fisik (sosial budaya).

Dalam pertimbangan pemilihan untuk pindah ke Yogyakarta dan tinggal menetap di Yogyakarta pada masa pensiun, faktor yang bersifat sangat menentukan bagi responden pensiunan pendatang adalah seperti faktor pelayanan kesehatan, kenyamanan berhubungan/berkomunikasi dengan masyarakatnya, kemudahan dalam penggunaan fasilitas/sarana/prasarana umum, aksesibilitas/kemudahan menuju suatu lokasi, dan kecocokan dengan perkembangan kota/adat/budaya. Sementara faktor yang bersifat tidak menentukan/sangat tidak menentukan adalah seperti faktor kondusif untuk investasi, kemudahan dalam layanan/bantuan hukum, dan, adanya perlindungan/bantuan/partisipasi sosial yang menghargai/ikut menyertakan lansia.

Sedangkan dalam pertimbangan pemilihan untuk tidak pindah dari Yogyakarta dan tetap tinggal di Yogyakarta pada masa pensiun, faktor yang bersifat sangat menentukan bagi responden pensiunan asal Yogyakarta adalah seperti faktor kenyamanan berhubungan/berkomunikasi dengan masyarakatnya, kedekatan jarak dengan keluarga, aksesibilitas/kemudahan menuju suatu lokasi, pelayanan keagamaan/spiritual, dan biaya hidup yang lebih murah. Sementara faktor yang bersifat tidak menentukan/sangat tidak menentukan adalah seperti faktor kondusif untuk investasi dan ketersediaan ruang terbuka.

(4)

174

3. Dapat ditarik kesimpulan besar dari hasil penelitian bahwa Yogyakarta dipilih atas kemauan dan pertimbangan pensiunan sendiri karena Yogyakarta memang menarik bagi pensiunan sebagai tempat tinggal pilihan di masa pensiun, dan tidak ada unsur keterpaksaan secara finansial untuk tinggal di Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hasil temuan penelitian.

Pertama, kelompok responden pensiunan pendatang dan responden pensiunan asal Yogyakarta memilih Yogyakarta bukan karena ada unsur keterpaksaan secara finansial untuk tinggal di Yogyakarta, melainkan pemilihan Yogyakarta dilakukan atas kehendak dan pertimbangan responden pensiunan itu sendiri. Dana pensiun bulanan yang diterima responden pensiunan asal Yogyakarta rata-rata lebih tinggi daripada responden pensiunan pendatang dan juga masih berada di atas rata-rata UMK Yogyakarta dan wilayah sekitarnya, seperti Jawa Tengah. Namun terlepas dari kemampuannya tersebut untuk dapat memilih kota/daerah lain, responden pensiunan asal Yogyakarta ini tetap memilih untuk tidak pindah dari Yogyakarta. Sementara di sisi lain, responden pensiunan pendatang yang rata-rata menerima dana pensiun berupa pesangon dalam jumlah besar sebenarnya juga dapat memilih pindah ke kota/daerah lain selain Yogyakarta dengan memanfaatkan dana tersebut. Namun terlepas dari kemampuannya tersebut, responden pensiunan pendatang ini lebih memilih untuk pindah ke Yogyakarta dibandingkan dengan kota/daerah lainnya di Indonesia.

(5)

175

Kedua, daya tarik Yogyakarta bagi pensiunan ini juga dapat dilihat dari tingkat kepuasan responden pensiunan pendatang setelah benar-benar merasakan pindah dan tinggal di Yogyakarta. Responden pensiunan pendatang menyatakan puas terhadap Yogyakarta dengan tingkat kepuasan yaitu Puas (mayoritas) dan Sedang.

Ketiga, ada persamaan antara kelompok responden pensiunan pendatang dengan responden pensiunan asal Yogyakarta dalam hal menilai kenyamanan Yogyakarta sebagai tempat tinggal pilihan di masa pensiun. Responden pensiunan pendatang dan responden pensiunan asal Yogyakarta setuju untuk menilai bahwa Yogyakarta lebih nyaman untuk dijadikan sebagai tempat tinggal pilihan di masa pensiun, terutama bila dibandingkan dengan kota pembanding lainnya, seperti Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kota Tegal.

Dengan demikian, atas berbagai hasil temuan penelitian tersebut, kesimpulan besar yang dapat ditarik adalah potensi Yogyakarta sebagai kota ideal untuk menikmati masa pensiun berdasarkan hasil penelitian Litbang Koran SINDO tahun 2014 dapat dikatakan benar adanya dan berlaku untuk menggambarkan kondisi responden pensiunan dalam penelitian ini.

(6)

176

6.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian mengenai Yogyakarta sebagai Tempat Tinggal Pilihan bagi Pensiunan seperti yang telah dijabarkan di atas, maka berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat diberikan:

a. Eksistensi Yogyakarta di mata para pensiunan sebagaimana yang diangkat pada penelitian ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, karena ini merupakan suatu potensi yang tidak dimiliki oleh setiap kota/daerah di Indonesia. Pada kenyataannya, tagline Yogyakarta sebagai tempat ideal untuk menikmati masa pensiun sudah banyak dikenal publik terutama melalui media, namun pada dokumen-dokumen perencanaan pemerintah Yogyakarta belum pernah ada yang membahas dan mengatur potensi ini. Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi research for planning yang membantu pemerintah untuk mengawali diangkatnya isu Yogyakarta sebagai tempat tinggal ideal untuk menikmati masa pensiun ke dalam dokumen-dokumen perencanaan tata ruang Yogyakarta. Pemerintah yang dimaksud khususnya adalah yang menangani Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta, yaitu Pemerintah Kota Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan Pemerintah Kabupaten Bantul.

b. Untuk mengembangkan Yogyakarta ke arah kota/kawasan ideal bagi pensiunan, perlu dipertimbangkan bahwa pengembangan tidak dapat dilakukan secara penuh untuk skala 1 kota, melainkan dapat dilakukan pengembangan dengan skala-skala kecil. Hal ini dikarenakan suatu kota harus mampu menyediakan kebutuhan penduduk untuk segala usia,

(7)

177

sehingga prioritas yang dimaksudkan lebih cenderung ke arah menyeimbangkan pelayanan yang adil, tidak hanya bagi penduduk usia produktif saja, melainkan juga bagi penduduk usia non-produktif. Pengembangan dapat dilakukan dimulai dari skala lingkungan (neighborhood) seperti mengadakan kegiatan-kegiatan di lingkungan RT/RW yang memprioritaskan lansia, contohnya seperti program periksa kesehatan lansia, ataupun juga menyediakan fasilitas-fasilitas kota yang dapat dinikmati oleh lansia (fasilitas kesehatan, ruang terbuka, dan lainnya) sesuai dengan standar pelayanan minimum.

c. Faktor pertimbangan yang menjadi variabel dalam penelitian ini merupakan kriteria konsepsional dari hasil tinjauan berbagai literatur. Faktor yang rata-rata dinilai sudah baik dan perlu dipertahankan adalah faktor pelayanan kesehatan, kenyamanan berhubungan/berkomunikasi dengan masyarakatnya, kemudahan dalam penggunaan fasilitas/sarana/prasarana umum, aksesibilitas/kemudahan menuju suatu lokasi, kecocokan dengan perkembangan kota/adat/budaya, ketersediaan fasilitas rekreasi, kedekatan jarak dengan keluarga, biaya hidup yang lebih murah, pelayanan pendidikan/pelatihan/kesempatan kerja, ketersediaan fasilitas yang mengakomodir hobi/minat, keamanan kota, pelayanan keagamaan/spiritual, pelayanan informasi, dan kemudahan dalam layanan/bantuan hukum. Sementara faktor yang dinilai belum baik sehingga perlu ditingkatkan dan diprioritaskan adalah faktor ketersediaan ruang terbuka, kondusif untuk investasi, dan adanya perlindungan/bantuan/partisipasi sosial. Dengan

(8)

178

demikian, kriteria operasional untuk pengembangan Yogyakarta ke arah kota/kawasan ideal bagi pensiunan ke depannya perlu diarahkan pada peningkatan ketersediaan ruang terbuka yang dapat dinikmati oleh penduduk usia pensiunan/lansia, peningkatan iklim yang kondusif dan pro terhadap usaha yang dijalani oleh penduduk usia pensiunan/lansia, serta peningkatan perlindungan/bantuan/partisipasi sosial yang menghargai/ikut menyertakan lansia dimulai dari skala lingkungan yang paling terkecil. d. Bagi para ahli/akademisi khususnya di bidang Perencanaan Kota dan

Daerah, perlu dikaji lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dibutuhkan oleh suatu kota agar dapat menjadi kota yang ideal bagi pensiunan. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari berbagai macam literatur dan peraturan, sehingga untuk ke depannya diperlukan standarisasi indikator kota ideal bagi pensiunan yang lebih komprehensif lagi.

e. Salah satu topik penelitian selanjutnya yang direkomendasikan oleh penulis adalah seperti penelitian mengenai perbandingan kondisi faktor-faktor pertimbangan pemilihan di beberapa kota yang dinilai baik untuk pensiunan di Indonesia. Penelitian ini dapat dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui apakah ada persamaan atau perbedaan standar dari perspektif para pensiunan antara satu kota dengan kota lainnya yang menjadi tempat tinggal pilihan bagi pensiunan.

Referensi

Dokumen terkait