• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE ROLES OF KELIAN ADAT IN RESOLVING CONFLICTS AMONG BALI S SOCIETY : PHENOMENOLOGICAL STUDY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE ROLES OF KELIAN ADAT IN RESOLVING CONFLICTS AMONG BALI S SOCIETY : PHENOMENOLOGICAL STUDY"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

THE ROLES OF KELIAN ADAT IN RESOLVING CONFLICTS AMONG BALI’S SOCIETY : PHENOMENOLOGICAL STUDY

Atikah Fairuz Renggani, Desak Ulan Sukmaning Ayu, Yohanes K. Herdiyanto, David Hizkia Tobing, Ida Ayu Hutri Dharasasmita

Center for Health and Indigenous Psychology (CHIP) Udayana University

atikahfairuz.renggani@yahoo.co.id Abstract

Bali is not only inhabited by indigenous people, but there are also those who came from other origins of Indonesia. The diversity may lead to conflict when interactions are more common and include many activities there will be more opportunities for dissent (Taylor, Paplau, & Sears, 2009) . The smallest level of community organizations namely banjar, conflicts can be solved by kelian adat as the leader of the banjar. This Study aimed to find out more specifics about the role of kelian adat in resolving conflicts among Bali’s society. This is phenomenological qualitative study. The Sample of this research was two Balinese men and the data collected in-depth by interview. The data were analyzed with theoretical coding which consists of open, axial, and selective coding.

Result of this research explain the definition, causes, kind of conflict and impact of kelian adat. Kelian adat is a leader of the banjar who has a role to protect the whole community based awig-awig or customary rules that have been set. Cause of conflict are prejudice, discrimination, labeling and stereotypes. While, there are kind of conflict in bali’s society specifically Pratima, Seizure Land and Setra. The impact of Kelian adat there are socialization,protect the whole community,hold the authority awig-awig,discussion and mediation to resolved conflict among bali’s society.

(2)

PERAN KELIAN ADAT DALAM RESOLUSI KONFLIK PADA MASYARAKAT BALI : STUDI FENOMENOLOGI

Atikah Fairuz Renggani, Desak Ulan Sukmaning Ayu, Yohanes K. Herdiyanto, David Hizkia Tobing, Ida Ayu Hutri Dharasasmita

Center for Health and Indigenous Psychology (CHIP) Udayana University

atikahfairuz.renggani@yahoo.co.id

Abstract

Bali tidak hanya dihuni oleh penduduk asli namun ada juga pendatang dari daerah lain. Keberagaman Individu dapat memicu timbulnya konflik ketika interaksi lebih sering terjadi dan mencakup banyak aktivitas maka akan ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat (Taylor, Paplau, & Sears, 2009). Organisasi terkecil masyarakat bali yaitu banjar, konflik biasanya dapat diatasi oleh Kelian adat sebagai pemimpin dari sebuah banjar.Studi ini ingin mengetahui secara spesifik mengenai peran kelian adat dalam mengatasi konflik pada masyarakat Bali. Penelitian ini menggunakan studi kualitatif . Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam terhadap dua orang laki-laki masyarakat asli bali. Data di analisis menggunakan koding teoritis yang terdiri atas koding terbuka,aksial dan selektif.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil mengenai definisi,penyebab,jenis-jenis konflik dan peran kelian adat. Definisi yang didapatkan secara umum,kelian adat adalah seorang pemimpin banjar yang memiliki peran dalam mengayomi seluruh masyarakat berdasarkan awig-awig desa atau peraturan adat yang telah ditetapkan. Penyebab timbulkanya konflik disebabkan oleh prasangka, diskriminasi,labeling dan stereotipe.Sedangkan,jenis-jenis konflik diantaranya Pratima,perebutan tanah warisan dan Setra. Kelian adat dapat berperan dengan cara mensosialisasikan peraturan adat,mengayomi masyarakat,diskusi ,memegang adat awig-awig dan mediator dalam menyesaikan konflik.

(3)

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya. Terdiri atas berbagai macam suku, agama, dan ras sehingga Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dari ujung Sabang sampai Marauke Indonesia memiliki luas pulau sekitar 1.919.000 km2, sehingga sudah pasti Indonesia memiliki berbagai macam bahasa, suku dan karakteristik individu yang beraneka ragam ( Utami, 2014). Bali adalah sebuah pulau kecil di Indonesia yang terkenal dengan julukan pulau surga sebagai tempat tinggal para Dewa dan pulau seribu pura dengan jumlah pura terbanyak yang dimiliki sebagai tempat memuja tuhan. Masyarakat bali didominasi oleh penduduk yang mayoritasnya beragama hindu dam terdiri atas nilai-nilai adat dan budaya yang masih dipegang kuat . Masyarakat Bali tumbuh dan berkembang dalam sebuah desa yang bernama desa pakraman. Berdasarkan Perda Prop. Bali No 3 2001 desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali

yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun menurun. Kesatuan tradisi dan tatakrama dalam pergaulan bermasyarakat dilakukan dalam sebuah lingkungan yang bernama banjar. Dalam setiap banjar kehidupan dalam bermasyarakat diatur oleh sebuah sistem yang bernama awig-awig tentang peraturan dalam kehidupan bermasyarakat yang diatur berdasarkan nilai-nilai adat dan budaya. Hal ini terkait dengan pasal 1 nomor urut 11 Perda Prop. Bali NOMOR 3/2001 mengenai Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh karma desa pakraman dan atau karma banjar pakraman yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana . Pemimpin yang memegang awig-awig dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dalam setiap banjar yaitu kelian adat. Kelian adat adalah sosok pemimpin yang diperankan oleh salah satu warga asli yang memiliki berbagai peran dalam masyarakat terutama dalam mengatur kehidupan bermasyarakat bukan hanya penduduk asli namun juga kaum pendatang. (Winda,W.P, 2013)

(4)

Dewasa ini, Setiap tahun semakin banyak kaum pendatang dari berbagai daerah singgal atau tinggal di wilayah Bali dengan tujuan masing-masing. Kehadiran kaum pendatang dipandang masyarakat Bali sebagai hubungan yang dapat saling menguntungkan satu sama lain. Namun, tak selamanya dalam berinteraksi dapat berdampak positif dan selalu menguntungkan. Ketika interaksi yang lebih umum dan meliputi banyak kegiatan akan ada lebih banyak kesempatan untuk perbedaan pendapat (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Berbagai macam konflik dapat terjadi. dalam masyarakat Bali. Maka dari itu diperlukannya sosok pemimpin yang memiliki peran dalam menyelesaikan konflik rmasyarakat di Bali

Berdasarkan pemaparan tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai peran kelian adat dalam resolusi konflik pada masyarakat Bali. Maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Apakah yang menjadi sumber konflik masyarakat Bali?” “Apa saja jenis-jenis konflik yang terjadi pada masyarakat Bali? Serta “Apa saja peran adat dalam resolusi konflik yang terjadi pada masyarakat bali?”

TINJAUAN PUSTAKA Kelian Adat

Kelian adat adalah sosok pemimpin yang diperankan oleh salah satu warga asli di wilayah tertentu yang dipilih oleh warga yang tinggal disekitar wilayah itu pula. Memiliki berbagai peran dalam masyarakatnya serta memiliki posisi yang sentral dan utama sebagai orang yang dituakan oleh masyarakat yang memiliki kharisma atau wibawa di lingkungannya. (Windia, W. P, 2013)

Konflik

Konflik merupakan suatu kondisi ketidaksesuaian antar tujuan dan munculnya berbagai pertentangan perilaku, baik yang ada di dalam diri individu,kelompok maupun organisasi (Wijono, S, 2010). Konflik adalah proses yang terjadi ketika tindakan satu orang mengganggu tindakan orang lain. Potensi konflik meningkat bila dua orang menjadi interdependent.Saat interaksi lebih sering terjadi dan mencakup banyak aktivitas maka akan ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat. (Taylor, Paplau, & Sears, 2009)

(5)

Desa Pakraman

Berdasarkan Perda Prop. Bali No 3 2001 tentang Desa Pakraman menentukan bahwa Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun menurun. Sampai sekarang di Bali terdapat dua desa yang bertugas untuk menjalankan tugasnya masing-masing dan tetap dipertahankan. Dua desa tersebut adalah “desa adat” dan “desa dinas”. Tahun 2001 istilah “desa adat” diganti menjadi “desa pakraman”, berdasarkan Perda Prop. Bali No 3 2001 tentang Desa Pakraman.

Awig-Awig

Dalam Hukum adat terdapat istilah “awig-awig” Menurut pasal 1 nomor urut 11 Perda Prop. Bali NoMOR 3/2001 yang menentukan Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh karma desa pakraman dan atau karma banjar pakraman yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana .

METODE Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan metode kualitatif (qualitative research) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Prof.Dr.Lexy J.Moleong, 2012).Data digali berdasarkan pendekatan fenomenologi yaitu untuk memahami kehidupan masyarakat Bali,sumber-sumber konflik, serta resolusi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Sampel penelitian menggunakan dua orang responden masyarakat asli bali. Data yang di dapat selanjutnya digunakan untuk merumuskan masalah atau teori yang akan dikembangkan berdasarkan fakta di lapangan (grounded theory).

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan wawancara yang mendalam (indept interview) berdasarkan panduan pertanyaan (guideline) dan diperdalam dengan probing dari peneliti. Data berkaitan dengan keadaan atau kondisi yang terjadi pada masyarakat bali.Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan alat perekam suara (tape recorder),alat tulis dan pencatatan pada saat

(6)

wawancara yang berkaitan dengan fokus penelitian.Wawancara dilakukan dengan dua orang responden laki-laki masyarakat asli Bali.Wawancara dilakukan pada tanggal 11 september 2015,24 november 2015 dan 1 desember 2015.

Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis dengan menggunakan pengkodean data secara terbuka (open coding) dalam merinci dan mengkategorisasi data. Data diberi kode khusus pada setiap kategori (Axial coding) untuk melihat hubungan antar kategori. Data di seleksi berdasar kategori-kategori yang ingin dikembangkan (selective coding).

HASIL DAN PEMBAHASAN Definisi

Dapat dijelaskan dalam hasil wawancara yang dilakukan oleh kedua narasumber bahwa kelian adat adalah pemimpin dalam setiap banjar yang memiliki peran dalam mengayomi seluruh masyarakat berdasarkan awig-awig desa atau peraturan adat yang telah ditetapkan .

Penyebab

Penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat Bali dapat disebabkan oleh banyak hal seperti yang dipaparkan oleh narasumber pertama, penyebab timbulnya konflik karena adanya prasangka dari masyarakat bali terhadap kehadiran kaum pendatang yang dipandang sebagai mata-mata dan ingin mencuri pratima. Hal tersebut berkaitan dengan teori (Taylor, Paplau, & Sears, 2009) Prasangka adalah penilaian negatif terhadap suatu kelompok atau anggota dari suatu kelompok tanpa mempertimbangkan mereka sebagai individu-individu.

Penyebab lain yang dapat menimbulkan konflik ialah diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat bali terhadap kehadiran kaum pendatang Narasumber menuturkan lebih dalam bahwa ketika ada masyarakat pendatang yang ingin tinggal semalam di lingkungan banjar, terdapat beberapa masyarakat yang tidak mengizin kaum pendatang untuk menginap sehingga perilaku tersebut menimbulkan diskriminasi terhadap kehadiran kaum pendatang dilingkunganya. Menurut teori (Taylor, Paplau, & Sears, 2009) diskriminasi adalah orang yang membeda-bedakan kelompok yang tidak disukainya

(7)

dengan menghalangi akses mereka untuk mendapatkan sumber daya.

Selain itu adanya proses labeling yang diberikan oleh masyarakat bali kepada kaum pendatang seperti masyarakat kupang yang terkenal karena kasus kriminalitasnya,sehingga masyarakat bali memberikan cap kepada masyarakat kupang yang dikenal dengan kasus kriminalitasnya.

Penyebab lain yang ditimbulkan ialah stereotype yang di miliki oleh masing-masing individu dimana narasumber menyebutkan bahwa masyarakat pendatang seperti suku batak dipandang dengan sikapnya yang arrogant,kasar,bernada tinggi yang memberikan membuat pandangan terhadap suku tertentu .Stereotype tersebut dapat memicu timbulnya konflik antar sesama masyarakat dimana dijelaskan (Taylor, Paplau, & Sears, 2009) stereotype adalah keyakinan tentang karakteristik khas dari anggota kelompok atau kategori sosial.

Jenis-Jenis Konflik

Dari hasil wawancara yang didapatkan terdapat beberapa jenis konflik yang terjadi dalam masyarakat bali diantaranya narasumber kedua menuturkan bahwa

dalam sebuah keluarga terdapat warisan dari leluhur untuk setiap keturunanya berupa tanah kemudian salah satu anggota keluarga menjual tanah tersebut karena dilihat harga jual tanah di daerah rumahnya yang telah berkembang pesat memiliki harga jual yang tinggi akhirnya ia menjual tanah tersebut. Setelah tanah tersebut dijual ada keluarga yang merasa bahwa dia belum mendapatkan bagian yang sama karena hal tersebut akhirnya terjadinya konflik dalam perebutan tanah warisan .

Jenis konflik lain yang ditemukan dari hasil wawancara narasumber menuturkan adanya kasus pencurian pratima yaitu benda yang disakralkan masyarakat bali dan disimpan dalam areal pura. Diketahui bahwa pratima tersebut dicuri oleh kaum pendatang dan akhirnya menimbulkan konflik antar masyarakat bali dengan kaum pendatang

Konflik lainya terjadi antar masyarakat bali yaitu perebutan lahan kuburan atau setra karena wilayah Bali tidak memiliki lahan yang cukup yang digunakan untuk lahan kuburan atau setre. Narasumber menjelaskan bahwa ada tempat di daerah ubud yang sudah dipersiapkan masyarakat banjar A sebagai lahan kuburan sementara banjar B ingin memperluas wilayah

(8)

dengan menguasai wilayah banjar A sehingga menyebabkan konflik pada masing-masing banjar yang disebabkan oleh perebutan lahan tersebut.

Dampak

Peneliti mendapatkan persamaan antara narasumber pertama dan narasumber kedua dimana kedua narasumber menjelaskan bahwa pihak yang berperan penting dalam menyelesaikan konflik masyarakat Bali ialah Kelian Adat. Dimana Kelian adat memegang peraturan-peraturan Adat atau regulasi yang mengatur kehidupan bermasyarakat dengan nilai-nilai budaya seperti gotong royong,silaturahmi dan kekeluargaan sehingga jika adanya konflik dalam masyarakat baik antar kaum pendatang atau antar sesama masyarakat bali dapat diselesaikan secara kekeluarga dengan melakukan mediasi antar pihak yang bertikai.

Narasumber pertama menjelaskan bahwa kelian adat sangat berperan penting karena kelian adat yang memegang awig-awig desa atau peraturan adat dalam mengayomi dan meregulasi kehidupan seluruh masyarakat yang ada dalam setiap banjarnya dimana masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tidak hanya ditempati oleh penduduk asli bali tetapi hadirnya

kaum pendatang yang singgah atau tinggal dalam areal banjar sehingga dirasa perlu kelian adat untuk mensosialisasikan awig-awig desa atau peraturan adat kepada seluruh masyarakat terutama pada kaum pendatang dimana dalam sosialisasi tersebut dijelaskan tentang peraturan-peraturan adat , nilai-nilai budaya dalam lingkungan banjar dan hal-hal mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak pantas dilakukan sesuai dengan nilai-nilai budaya dan peraturan adat.

Hal lain dijelaskan oleh narasumber kedua bahwa lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh masyarakat bali yaitu lingkungan banjar sebelum seseorang berada dalam lingkungan sekolah atau lingkungan pekerjaan lingkungan banjar sebagai tempat masyarakat untuk tumbuh dan berkembang dengan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang dianutnya sehingga segala sesuatu hal terutama terjadinya konflik masyarakat Bali kembali lagi kepada lingkungan banjar yang di selesailkan oleh kelian Adat.

Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya kesulitan dalam mencari responden yang mau untuk diwawancara sehingga

(9)

responden memiliki status yang berbeda dimana responden pertama berstatus sudah menikah sedangkan responden kedua berstatus belum menikah. Keterbatasan kedua adalah pendidikan terakhir yang dimiliki oleh kedua responden yang berbeda. Hal tersebut membuat perbedaan pandangan dari masing-masing responden sehingga sulit untuk menyamakan tentang kehidupan bermasyarakat di Bali. Ketrebatasan ketiga adalah waktu yang tidak cukup untuk peneliti melakukan wawancara yang lebih mendalam sehingga terdapat beberapa informasi yang kurang didapatkan.

Saran Penelitian 1. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan tidak hanya memperhatikan masalah administrasi dari pendatang yang tinggal di Bali, namun juga memperhatikan dampak jangka pendek dan jangka panjang kehadiran kaum pendatang di suatu daerah tertentu khususnya mengenai interaksi masyarakat bali dengan kaum pendatang, interaksi kaum pendatang dengan kaum pendatang serta interaksi kaum pendatang dengan daerah tempat tinggalnya.

2. Bagi Masyarakat Bali

Masyarakat Bali diharapkan dapat menjalin hubungan yang baik dengan kaum pendatang agar meciptakan suasana yang harmonis. Masyarakat juga diharapkan memperhatikan tindakan yang dilakukan oleh kaum pendatang, memberitahu aturan-aturan yang terdapat di areal tempat tinggalnya, sehingga bila kaum pendatang melakukan tindakan yang tidak baik masyarakat Bali dapat menegurnya dengan memberi verbal solution dengan harapan kaum pendatang dapat mengubah tingkah laku negatifnya.

3. Bagi Masyarakat Pendatang

Kaum pendatang diharapkan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat Bali agar menciptakan suasana yang harmonis. Kaum pendatang diharapkan aktif mencari tahu tentang peraturan-peraturan yang terdapat di Bali agar mampu beradaptasi dengan masyarakat Bali ataupun dengan lingkungan sekitarnya.

4. Bagi Kelian Adat

Kelian Adat diharapkan lebih terjun ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi mengenai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan sesuai dengan daerah banjar

(10)

masing-masing. Hal tersebut bertujuan untuk memperkecil timbulnya konflik karena kesalah pahaman atau tindakan yang menyimpang dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan mencari responden dengan kriteria yang sama agar mendapatkan informasi sesuai dengan yang diinginkan, melakukan lebih banyak probing dan menyiapkan waktu untuk wawancara agar mendapatkan informasi yang mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Prof.DR.Lexy J.Moleong, M. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri Dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Windia, W. P. (2013). Hukum Adat Bali Dalam Tanya Jawab. Denpasar: Udayana University Press.

Referensi

Dokumen terkait