• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kecukupan Gizi Anak dan Remaja Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Serta Kebutuhan Gizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kecukupan Gizi Anak dan Remaja Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Serta Kebutuhan Gizi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kecukupan Gizi Anak dan Remaja Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Serta Kebutuhan Gizi

Riyadi (2001) menyatakan bahwa umur 6-9 tahun masuk dalam kategori anak-anak dan umur 10-19 tahun masuk ke dalam kategori remaja. Periode pertengahan masa kanak-kanak yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak pada usia sekolah relatif lambat, tetapi terdapat perubahan yang berbeda dalam hal intelektualnya dan dalam hal membina hubungan dengan orang lain (Harris & Liebert 1991).

Pada golongan anak sekolah, gigi geligi tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua (Almatsier 1994).

Menurut Papalia dan Olds (1979), anak-anak mempunyai perkembangan fisik maupun fisiologis yang khusus pada setiap tahapan kehidupannya. Banyak perbedaan perkembangan saat anak masih pada usia pra sekolah, remaja dan waktu anak menginjak usia dewasa. Anak sekolah dasar (SD) disebut juga masa pertengahan anak-anak (middle childhood) adalah pada waktu anak berusia 6-12 tahun. Pada masa ini, anak memiliki fisik yang kurus dan tinggi dibandingkan pada masa prasekolahnya.

Kebiasaan makan setiap individu berbeda satu sama lain. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah umur. Jumlah energi yang diperlukan indvidu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya biasanya terkait dengan kebiasaan makan. Pada masa kanak-kanak, jumlah energi yang diperlukan tubuh tidak sebesar jumlah energi yang diperlukan pada masa remaja. Seiring pertambahan umur, jumlah energi tersebut akan semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Namun, jumlah energi yang diperlukan oleh tubuh akan mengalami penurunan kembali pada saat lanjut usia (Suhardjo 1986).

Lee (1993) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan pada Anak Usia Sekolah (AUS) relatif stabil jika dibandingkan dengan periode prasekolah dan remaja. Pertumbuhan anak lambat dan stabil, tetapi asupan gizi

(2)

yang cukup tetap dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya : mencukupi kebutuhan energi untuk aktivitas, menjaga tubuh agar tetap tahan dari penyakit, menyediakan kebutuhan untuk pertumbuhan, menyediakan penyimpanan gizi yang cukup untuk membantu pertumbuhan pada periode dewasa.

Anak sekolah membutuhkan gizi yang lebih banyak seiring dengan pertambahan usia dan aktivitas fisik anak. Perbedaan jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan kebutuhan seseorang anak, dimana anak laki-laki cenderung membutuhkan gizi lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan (Nuraida et al 2009).

Kebutuhan yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang dikonsumsi merupakan sumber yang baik akan semua zat gizi yang diperlukan. Suatu peraturan yang baik adalah dengan memberikan makanan kepada anak yang mengandung minimal tiga zat gizi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal (Nasoetion & Riyadi 1994).

Masa remaja merupakan periode antara masa kanak-kanak dan dewasa. Golongan remaja rentan akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung diikuti. Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi remaja, yaitu: (1) keluarga, (2) sekolah, (3) lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah guru, teman sepermainan, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat. Melalui berbagai macam media massa remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja (Khumaidi 1989).

Menurut Jessor (1984), penanda utama pada masa remaja adalah perubahan. Perubahan yang terlihat yaitu pada ukuran dan bentuk fisik terkait dengan massa pertumbuhan pesat dan pubertas. Perubahan juga terjadi pada cara pandang sosial dan aspek psikologis yang tidak terlihat. Pada masa remaja akan dimulai masa pencarian model/panutan yang diiringi dengan eksplorasi terhadap diri sendiri dan penentuan identitas sosial yang umum terlihat dari adanya keinginan untuk masuk organisasi sosial. Pengalaman pertama dalam melakukan suatu kebiasaan biasanya terjadi pada masa remaja yang akan berpengaruh hingga jangka panjang. Adapun remaja umumnya menganggap teman sebaya adalah model yang patut ditiru. Selain itu teman sebaya juga

(3)

merupakan sumber informasi dan reinforcement (pendorong untuk melakukan sesuatu) bagi remaja. Remaja biasa melakukan sesuatu untuk mendapatkan pengakuan atau untuk memperlihatan solidaritas pada temannya.

Angka Kecukupan Gizi Anak dan Remaja

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, tubuh melakukan pemeliharaan dengan mengganti jaringan yang sudah aus atau rusak, melakukan kegiatan dan pertumbuhan sebelum mencapai usia dewasa. Agar tubuh dapat menjalankan ke-tiga fungsi tersebut maka dibutuhkan sejumlah zat gizi setiap hari yang didapatkan melalui makanan (Nasoetion & Riyadi 1994).

Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006).

Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al 2002).

Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan, terutama bila berlangsung dalam jangka waktu yang berkesinambungan, dapat membahayakan kesehatan, bahkan pada tahap lanjut dapat mengakibatkan kematian. Kebutuhan gizi antar individu yang berat badannya relatif sama dan berasal dari kelompok umur yang sama dapat bervariasi. Namun variasi kebutuhan energi lebih kecil dibandingkan variasi kebutuhan protein dan zat gizi lainnya pada umur yang sama (Hardinsyah & Martianto 1989).

Penetapan kebutuhan individu untuk energi dan zat gizi juga dapat diturunkan dari angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai

(4)

derajat kesehatan yang optimal (Muhilal dkk 1994). Menurut Hardinsyah dan Martianto (1994) angka kecukupan gizi (AKG) sudah memperhitungkan variasi kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman (save level).

Di samping itu, AKG disusun pula untuk kondisi khusus, yaitu bayi, ibu hamil dan menyusui. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional dan regional serta penilaian penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya (Almatsier 2005).

AKG digunakan sebagai dasar perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan intake makanan bagi orang sehat agar terhindar dari kelebihan maupun kekurangan gizi untuk mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal. Penggunaan AKG untuk penilaian konsumsi pangan individu perlu disesuaikan dengan kondisi aktual seseorang. Misalnya penyesuaian berat badan dan tingkat kegiatan untuk penetapan angka kecukupan energi dan protein; serta pertimbangan bioavailibilitas bagi penetapan angka kecukupan protein, vitamin, dan mineral (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan untuk metabolisme basal. Kebutuhan energi basal atau AMB per kg pada dasarnya ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh serta umur. AMB per kg berat badan lebih tinggi pada orang pendek dan kurus serta lebih rendah pada orang tinggi dan gemuk. Penggunaan energi di luar AMB bagi bayi dan anak selain untuk pertumbuhan untuk bermain dan sebagainya. Pada usia remaja (10-18 tahun), terjadi pertumbuhan jasmani yang pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh juga aktifitas yang tinggi (Almatsier 2003).

Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda

(5)

dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990).

Menurut Hardinsyah dkk (2002), kebutuhan gizi antar individu yang berat badannya relatif sama dan berasal dari kelompok umur yang sama dapat bervariasi. Namun variasi kebutuhan energi lebih kecil dibanding dengan variasi kebutuhan protein dan zat gizi lainnya pada kelompok umur yang sama. Hal ini dikarenakan energi dapat disimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak yang dapat diubah kembali menjadi energi dan digunakan pada kesempatan lainnya bila kekurangan energi.

Perhitungan angka kebutuhan energi (AKE) lebih tepat menggunakan pendekatan pengeluaran energi karena dalam perhitungannya menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik (FAO 2001). Adapun Angka Kecukupan Energi berdasarkan golongan umur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Angka kecukupan energi.

Golongan Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi ( Kkal )

7-9 tahun Pria 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 25 35 46 55 37 48 50 120 138 150 160 145 153 154 1800 2050 2400 2600 2050 2350 2200 Sumber : WNPG VIII 2004 Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intra seluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang penting untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara

(6)

sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2003). Adapun Angka Kecukupan Protein menurut golongan umur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Angka kecukupan protein.

Golongan Umur Protein (g)

7-9 tahun Pria 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 45 50 60 65 50 57 50 Sumber : WNPG VIII 2004 Vitamin

Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk komponen zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier 2003).

Terdapat dua golongan vitamin, yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang larut larut lemak adalah vitamin A, D, E dan K, sedangkan vitamin yang larut air adalah vitamin B kompleks (tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, dan vitamin B12) dan C (Riyadi 2006). Adapun Angka Kecukupan Vitamin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Angka kecukupan vitamin. GOL. UMUR VIT A (RE) VIT D (ug) VIT E (mg) VIT K (ug) TIAMIN (mg) RIBOFLAVIN (mg) NIASIN (mg) AS. FOLAT (ug) PIRIDOKSIN (mg) VIT B12 (ug) VIT C (mg) 7 9 500 5 7 25 0.9 0.9 10 200 1 1,5 45 Pria 10 12 600 5 11 35 1 1 13 300 1,3 1,8 50 13-15 600 5 15 55 1,2 1,2 24 400 1,3 2,4 75 16-18 600 5 15 55 1,3 1,3 16 400 1,3 2,4 90 19-29 600 5 15 65 1,2 1,3 16 400 1,3 2,4 90 Wanita 10 12 600 5 11 35 1 1 12 300 1,2 1,8 50 13-15 600 5 15 55 1,1 1 13 400 1,2 2,4 65 16-18 600 5 15 55 1,1 1 14 400 1,2 2,4 75 19-29 500 5 15 55 1 1,1 14 400 1,3 2,4 75 Sumber : WNPG VIII 2004

(7)

Menurut Almatsier (2003) vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein. Selain itu menurut Moehji (1982) vitamin digunakan untuk mengatur fungsi faal dari alat-alat tubuh. Setiap vitamin mempunyai fungsi dan sumber pangan sendiri.

Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap essensial. Zat yang termasuk mineral makro adalah kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, klorida dan sulfur. Zat yang termasuk mineral mikro antara lain adalah besi, seng, iodium, mangan, selenium, dan kromium (Almatsier 2003). Adapun Angka Kecukupan Mineral dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan mineral

GOL. UMUR KALSIUM (mg) FOSFOR (mg) MAGNESIUM (mg) BESI (mg) YODIUM (ug) SENG (mg) SELENIUM (ug) MANGAN (mg) FLOUR (mg) 7 9 600 400 120 10 120 11,2 20 1,7 1,2 Pria 10 12 1000 1000 170 13 120 14 20 1,9 1,7 13-15 1000 1000 220 19 150 17,4 30 2,2 2,3 16-18 1000 1000 270 15 150 17 30 2,3 2,7 19-29 800 600 270 13 150 12,1 30 2,3 3 Wanita 10 12 1000 1000 180 20 120 12,6 20 1,6 1,8 13-15 1000 1000 230 26 150 15,4 30 1,6 2,4 16-18 1000 1000 240 26 150 14 30 1,6 2,5 19-29 800 600 240 26 150 9,3 30 1,8 2,5 Sumber : WNPG VIII 2004 Air

Air merupakan komponen kimia utama dalam tubuh. Ada tiga komponen dalam tubuh, yaitu air intraseluler pada membrane sel, air intravaskuler dan air

(8)

interseluler atau ekstravaskuler pada dinding kapiler. Dua komponen air yang terakhir disebut juga cairan ekstraseluler. Fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut: pelarut zat gizi; fasilitator pertumbuhan; sebagai katalis reaksi biologis; sebagai pelumas; sebagai pengatur suhu tubuh dan sebagai sumber mineral bagi tubuh (Proverawati & Wati 2010).

Ada tiga sumber air bagi tubuh, yaitu air yang berasal dari minuman, air yang terdapat dalam makanan yang kita makan, serta air yang berasal dari hasil metabolism di dalam tubuh. Kebutuhan air tubuh berasal dari ketiga sumber air tersebut. Keseimbangan air tubuh dapat dicapai melalui dua cara, yaitu mengontrol aspan cairan dengan adanya rasa haus dan mengontrol kehilangan cairan melalui ginjal (Proverawati & Wati 2010).

Aktivitas fisik

Salah satu pesan yang terdapat dalam pedoman umum gizi seimbang (PUGS) dalam pencapaian hidup sehat adalah melakukan aktivitas fisik dan olah raga secara teratur (Almatsier 2003). Hal demikian dianggap penting karena aktivitas fisik dapat membuat tubuh bugar dan akhirnya tubuh menjadi sehat. Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007).

Sjostrom et al (2008) menyatakan bahwa masyarakat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30 menit setiap hari dengan bentuk aktivitas sedang. Rekomendasi ini juga diberikan kepada anak-anak pada rentang usia 5-18 tahun dengan intensitas aktivitas yang sama. Hal demikian berarti anak sekolah sampai remaja dianjurkan untuk olah raga setiap hari dengan durasi waktu kurang lebih 30 menit.

Menurut Soekirman et al (1999), aktivitas utama anak sekolah digolongkan dalam 8 kegiatan utama yaitu 1) belajar selama jam sekolah; 2) belajar di luar jam sekolah; 3) menonton TV; 4) bermain; 5) olah raga; 6) membantu pekerjaan orang tua; 7) tidur siang; dan 8) tidur malam. Menurut FAO/WHO/UNU (1985), aktivitas fisik dibagi ke dalam golongan tidur, sekolah, kegiatan ringan (duduk, berdiri, bermain ringan), kegiatan sedang (berjalan, menyapu, mengepel), dan kegiatan berat.

(9)

Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama, setelah angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dalam perhitungan pengeluaran energi. Menurut almatsier (2005) AMB dipengaruhi umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan.

Status Gizi

Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Selanjutnya menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Di masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan dengan menggunakan metode antropometri. Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi anak dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al. 2001).

Berdasarkan Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.

(10)

Menurut Riyadi (2003), status gizi untuk remaja diukur dengan menggunakan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Klasifikasi status gizi dengan menggunakan IMT/U terdiri dari sangat kurus (Z < -3 SD), kurus (-3 SD ≤ Z < -2 SD), normal (-2 SD ≤ Z ≤ +1 SD), gemuk (+1SD < Z ≤ +2SD), obesitas (Z > +2 SD).

Preferensi Pangan

Menurut Suhardjo (1989), jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selain dipengaruhi oleh hasil budaya setempat, juga dipengaruhi oleh preferensi terhadap makanan tersebut. Makanan dianggap memenuhi selera atau tidak tergantung tidak hanya pada pengaruh sosial budaya sebagai sifat fisiknya. Reaksi indera terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi dipengaruhi oleh pendekatan melalui media massa, radio, TV, pamphlet dan iklan.

Menurut Assael (1992), preferensi terbentuk dari persepsi suatu produk. Preferensi adalah derajat kesukaan, pilihan atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi konsumen adalah suatu konsepsi abstrak yang menggambarkan peta peningkatan kepuasaan yang diperoleh dari kombinasi barang dan jasa sebagai cermin dari selera pribadinya. Dengan kata lain preferensi konsumen merupakan gambaran mengenai kombinasi barang dan jasa yang lebih disukai konsumen apabila ia memiliki kesempatan untuk memperolehnya. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan didahului dengan mempelajari keinginan, persepsi, preferensi dan perilaku konsumen.

Setiap konsumen pasti memiliki preferensi. Preferensi ini dapat diubah dan dapat dipelajari sejak kecil. Nisemita (1981) menuliskan bahwa selera dan preferensi konsumen itu selalu berubah dan tidak terbatas baik waktu dan ruang. Menurut Sanjur (1982), bahwa preferensi konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor dari karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi; karakteristik produk meliputi rasa, aroma, kemasan dan tekstur; dan karakteristik lingkungan meliputi jumlah keluarga, tingkat sosial, musim dan mobilitas.

Preferensi terhadap pangan bersifat plastis pada orang yang berusia muda, akan tetapi bersifat permanen bagi mereka yang sudah berumur dan akhirnya menjadi gaya hidup. Pilihan jenis makanan dan minuman dalam jumlah

(11)

yang beragam, akhirnya dapat mempengaruhi preferensi makan dan minum dari individu (Sanjur 1982).

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan Fallah 2004).

Tingkat pendidikan orang tua mempunyai korelasi positif dengan cara mendidik dan mengasuh anak. Tingkat pendidikan baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola komunikasi antar anggota keluarga. Pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola, kerangka berfikir, persepsi, pemahaman dan kepribadian yang nantinya merupakan bekal dalam berkomunikasi (Gunarsa & Gunarsa 1995).

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas SDM adalah tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilaku konsumen dimana konsumen yang memiliki tingkat pengetahuan gizi baik cenderung memilih makanan yang lebih baik daripada konsumen yang berpendidikan rendah (Hardinsyah & Suhardjo 1987). Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan 2003).

Pekerjaan dan Pendapatan

Kotler (1997) menyatakan bahwa pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri atas penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung.

Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi konsumen. Pendapatan yang diukur dari konsumen biasanya bukan hanya

(12)

pendapatan yang diterima oleh individu, melainkan pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga (Sumarwan 2003).

Pendapatan keluarga tergantung dari jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Semakin bagus pekerjaan/posisi seseorang dalam pekerjaan, maka semakin besar pula pendapatan yang dimiliki dan berlaku sebaliknya. Pendapatan seseorang tergantung dari mutu sumber daya manusia (SDM), sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guharja et al. 1992).

Pendapatan keluarga merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing pendapatan anggota keluarga yang bekerja. Faktor pendapatan keluarga mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebiasaan makan masyarakat. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Selain itu, menurut Nasoetion dan Riyadi (1994) keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi.

Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan pangan dan terjadilah masalah gizi kurang. Keterkaitan pendapatan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum engel dimana pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000).

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, sehingga anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu 1994).

Besar Keluarga

Menurut BKKBN tahun 1998, besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggot keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya

(13)

yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar lebih dari 7 orang.

Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Bentuk keluarga berdasarkan jumlah anggotanya di Indonesia di bedakan menjadi keluarga inti, extended family dan keluarga besar. Extended family menurut Soediatama (2008) adalah keluarga yang terdiri atas sepasang suami istri yang biasanya menanggung biaya keluarga, dan semua orang yang bernaung di bawah satu atap dan menjadi tanggungan suami istri tersebut, sehingga dapat meliputi anak-anak, kemenakan, bibi dan paman, bahkan eyang. Besar keluarga yang dimiliki akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau anggota keluarga yang terlibat di dalamnya. Selain itu pula, besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga.

Kecenderungan Konsumsi Minuman Kemasan Minuman Kemasan

Minuman adalah cairan yang khusus dipersiapkan untuk manusia konsumsi. Selain untuk mengisi kebutuhan dasar manusia, minuman merupakan bagian dari budaya dari masyarakat manusia. Minuman kemasan adalah minuman yang dikemas dengan berbagai kemasan, dapat diminum secara langsung atau harus melalui proses terlebih dahulu, misalnya serbuk minuman dan mempunyai label kandungan zat gizi.

Minuman kemasan yang banyak dijual di pasaran berupa minuman ringan. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan / atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink) dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah

(14)

minuman yang dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum. Minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi (Widodo 2008). Minuman ringan yang tidak berkarbonasi seperti jus buah, minuman isotonik, teh, susu, yoghurt dan lain-lain. Jenis minuman kemasan yang disukai anak-anak adalah minuman kemasan yang antara lain mempunyai rasa manis, enak dan dikemas dengan kemasan yang menarik. Jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas minuman tersebut antara lain kaleng, botol, kertas karton dan plastik.

Kemasan

Kemasan merupakan suatu alat penjualan yang paling vital dalam pemasaran, karena banyak produk mempunyai gambaran yang jelas dalam pikiran konsumen melalui kemasannya. Kemasan akan menarik perhatian konsumen, memberikan informasi dari produsen kepada konsumen, serta memberi penampakan visual yang menarik. Pengemasan dapat mencegah produk dari adanya gangguan atau kerusakan. Pengemasan yang baik dapat membuat produk lebih mudah diidentifikasi oleh konsumen, sehingga dapat meningkatkan penjualan dari produk tersebut. Menurut Kotler (1997), banyak pemasar menyebut pengemasan sebagai P kelima bersama dengan harga (price), produk (product), tempat (place) dan promosi (promotion). Namun, kebanyakan pemasar memperlakukan pengemasan sebagai elemen dalam strategi produk. Pengemasan telah menjadi alat pemasaran yang potensial. Kemasan yang terancang baik dapat memberikan nilai kenyamanan bagi konsumen, dan nilai promosi bagi produsen. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pengemas di antaranya adalah: kertas dan karton, film dan plastik, logam (pelat timah, aluminium, stainless steel, campuran timah putih dan timah hitam), gelas/kaca, karet, lain-lain (keramik, kayu, kain, daun, bambo).

Pelabelan merupakan bagian dari pengemasan, dan berfungsi untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai suatu produk. Informasi yang diberikan dapat berupa: (1) identifikasi dari produk atau merek, (2) produsen, (3) tempet produksi, (4) waktu produksi, (5) isi dari produk, (6) cara penggunaan dan (7) cara penggunaan yang aman. Selain itu, label juga dapat berfungsi untuk mempromosikan produk kepada konsumen melalui gambar yang menarik (Kotler 1997).

Label makanan memudahkan konsumen untuk memilih makanan secara tepat jika label tersebut menyampaikan informasi yang berguna dan dapat

(15)

diandalkan mengenai kandungan nutrien dalam makanan. Label makanan yang baik biasanya juga mencantumkan nilai gizi menurut RDA atau AKG yang dianjurkan (Hartono 2006).

Konsumsi

Konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal atau beragam. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga, pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan (Riyadi 2006). Sanjur (1989) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga, sedangkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi individu atau keluarga.

Konsumsi memiliki arti luas dan terkait dengan jenis kategori produk dan jasa yang dibeli atau dipakai. Arti konsumsi untuk jenis produk makanan adalah dimakan, sedangkan arti konsumsi untuk jenis produk minuman adalah diminum. Konsumsi produk atau penggunaan produk (product use) dapat diketahui melalui tiga hal, yaitu: (1) frekuensi konsumsi, (2) jumlah konsumsi, dan (3) tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Frekuensi konsumsi adalah manifestasi dari perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen dan merupakan bagian terakhir dari pengambilan keputusan (Cohen 1981). Jumlah konsumsi menggambarkan kuantitas produk yang digunakan oleh konsumen. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar bagi produknya. Tujuan konsumsi menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen. Konsumen mengkonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan (Sumarwan 2003).

Kebiasaan mengkonsumsi minuman kemasan adalah untuk menghilangkan rasa haus yang umumnya akan muncul pada waktu-waktu tertentu. Rasa haus tersebut akan hilang ketika mengkonsumsi minuman. Hal itu karena minuman kemasan menyumbangkan sedikit energi yang menyebabkan gula darah meningkat dan pada anak sekolah menyebabkan konsentrasi kembali pulih. Kegemaran anak-anak akan hal yang manis seperti kue-kue, maupun minuman kemasan serta jajanan yang gurih dan asam sering dimanfaatkan oleh para penjual untuk menarik anak-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

(16)

Roberto (2010) di Amerika menyatakan bahwa anak sekolah dasar lebih tertarik pada makanan jajanan khususnya snack yang dibungkus (makanan pabrikan) dengan tokoh karikatur dibandingkan dengan jajanan yang tidak dibungkus seperti jajanan tradisional. Penelitian Nurliawati (2003) yang dilakukan di SD Kabupaten Bogor, anak-anak menerima makanan jajanan apa adanya, mereka lebih tertarik pada rasa dan harga dari makanan itu tetapi tidak memperhatikan aspek kesehatan, kebersihan dan gizi secara teliti. Hal ini terjadi juga pada jenis jajanan berupa minuman.

Berdasarkan penelitian Syafitri (2010) yang dilakukan di Kota Bogor bahwa siswa SD biasanya membeli makanan camilan/snack 6-7 jenis per minggu. Lebih dari separuhsiswa membeli minuman 2-5 jenis per minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya ketersediaan makanan jajanan (snack dan minuman) di lingkungan sekolah dalam variasi bentuk, rasa, harga dan kemasan yang beragam.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh perceived network exernality dan motivasi affiliasi

digunakan ABK, pendokumentasian bagian- bagian kapal KM Satelit dan wawancara mendalam (deep interview) dengan semua ABK kapal tersebut. Jenis data yang dikumpulkan

Analisis uji hipotesis asosiatif meliputi analisis uji hipotesis hubungan variabel independent dengan variabel dependent dengan menggunakan regresi linier

 Nyeri tekan pada otot trapezius upper sinistra, otot levator scapula sinistra, dan otot scalenis capitis sinistra.  Spasme otot trapezius upper sinistra, otot

  Wahai  sekalian  manusia!  Takutlah  kepada  Allah,  dan  berfikirlah  tentang  kemaslahatan  duniamu  dan  akheratmu,  berfikirlah  tentnag  kehidupan  dan 

“Walaupun di dalam file tidak ditemukan data yang sangat sensitif seperti detail kartu kredit, tapi dengan beberapa data pribadi yang ada, maka bagi pelaku penjahat dunia maya

Untuk mengelola resiko, pertama kita harus mendefinisikan resiko. Rencana resiko adalah langkah pertama untuk memulai mengelola seluruh resiko manajemen dengan dukungan

bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi misi dan program Kepala Daerah