BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang- barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan – tindakan tersebut James F. Engel et al. (1968: 8).
David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta ( 1984: 6) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang–barang dan jasa.
Menurut American Marketing Association perilaku konsumen (customer behavior) adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
Ada tiga macam ide penting dalam definisi diatas meliputi : a. Perilaku konsumen adalah dinamis
Definisi di atas menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis. Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan starategi pengembangan. Dalam hal studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk satu jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau grup tertentu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang waktu, pasar, dan industri.
b. Perilaku konsumen melibatkan interaksi
Perilaku konsumen adalah keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta di mana (kejadian disekitar).
c. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran
yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
B. Perspektif kualitas
“Kualitas adalah mutu, kualitet atau baik buruknya barang”. Al Barry. (2001:384). Menurut Goesth dan Davis dalam Tjiptono (2000;51) “bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan-harapan.
Terdapat lima macam perspektif yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan (Garvin dikutip Tjiptono, 2000;52). Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut meliputi:
a. Trancendental approach
Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai innate excellent, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui dan diopersionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, drama, tari, dan seni rupa.
b. Product based approach
kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
c. Used based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
d. Manufacturing-based approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
e. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.
C. Kualitas Jasa
harapan pelanggan. Ukuran kinerja adalah kualitas jasa yang dipersepsikan. Tjiptono (2000;59) mengutip beberapa definisi kualitas jasa diantaranya; a. Menurut Wyckof dalam Lovelock (1988), kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut memenuhi keinginan pelanggan.
b. Menurut Parasuraman, et,al (1985) kualitas jasa dipengaruhi oleh expected services dan perceived services.
c. Menurut Chandra (2002;6) kualitas jasa mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefit)bagi pelanggan.
D. Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Kotler dalam Alma (2002;231) mengungkapkan tardapat faktor dominan atau penentu kualitas jasa yaitu:
a. Berwujud (Tangibles) yaitu berupa penampilan fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi.
b. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan terpercaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan.
d. Kepastian (Assurance) yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.
e. Empati (Emphaty) yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Groonros dalam Tjiptono (2000;73), menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria pokok yang digunakan dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-outcome-related, dan imaged-related. Ketiga kriteria tarsebut dapat dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu:
a) Professionalism dan skills
Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
b) Attitudes and behavior
Kriteria ini adalah process-related criteria, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati.
c) Accesibility and flexbility
operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga dapat melakukan akses dengan mudah.
d) Reliability dan trustworthiness
Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
e) Recovey
Pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan dan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
f) Reputation and credibility
Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.
E. Metode Servqual
didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi Oliver (1997). Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectation) atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan (dan kualitas jasa) pun akan meningkat. Begitu pula sebaliknya.
Dalam model servqual, kualitas jasa didefinisikan sebagai “ penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa” (Parasuraman, et al., 1985; p. 16). Definisi ini didasarkan pada tiga landasan konseptual utama yakni; 1) kualitas jasa lebih sukar dievaluasi konsumen daripada kualitas barang; (2) persepsi terhadap kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa; dan (3) evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.
Model servqual meliputi analisis terhadap lima gap yang berpengaruh terhadap kualitas jasa. Gap pertama adalah kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan (knowledge gap). Beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengurangi gap ini antara lain sebagai berikut:
a. Berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai harapan pelanggan melalui riset, analisis komplain, panel pelanggan, dan lain-lain. b. Meningkatkan interaksi langsung antara manajer dan pelanggan untuk
c. Memperbaiki komunikasi ke atas (upward communication) dari personel kontak ke manajemen, dan mengurangi jumlah jenjang/level manajemen diantara keduanya.
d. Menindaklanjuti informasi dan pemahaman yang diperoleh ke dalam tindakan nyata.
GAP 5
---
PEMASAR GAP 4 GAP 4
GAP 3
GAP 2
Gambar 2.1 Model Konseptual Servqual
Sumber: Zeithaml, V.A., et al. (1990:46) Komunikasi
Gethok Tular
Jasa Yang Diharapkan Kebutuhan
Pribadi
Pengalaman Masa Lalu
Jasa yang dipersepsikan
Komunikasi Eksternal pada Pelanggan Penyampaian
Jasa
Spesifikasi Kualitas Jasa
Gap kedua berupa perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Manajemen mungkin mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Ini bisa karena tiga penyebab antara lain; (1) tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa; (2) kekurangan sumber daya; (3) adanya kelebihan permintaan. Strategi yang bisa diterapkan untuk mengurangi gap ini meliputi beberapa hal dibawah ini.
a. Memastikan bahwa manajemen puncak menunjukan komitmen berkesinambungan pada kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan. b. Melibatkan manajemen madya dalam penetapan, pengomunikasian, dan
penerapan standar jasa berorientasi pelanggan dalam unit kerja mereka. c. Membekali para manajer dengan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan untuk memimpin karyawan agar dapat mewujudkan jasa berkualitas. Ini bisa direalisasikan melalui program pelatihan, baik on-the-job maupun off-the-job.
d. Bersikap reseptif terhadap cara-cara baru untuk menjalankan bisnis yang bisa mengatasi berbagai hambatan dalam rangka mewujudkan jasa berkualitas.
oleh karyawan; atau bahkan karyawan tidak bersedia memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Untuk mengurangi gap ini, dibutuhkan strategi sebagai berikut:
e. Mengklarifikasi peranan setiap karyawan melalui deskripsi kerja yang jelas dan rinci.
f. Memastikan bahwa semua karyawan memahami kontribusi pekerjaan mereka terhadap kepuasan pelanggan.
g. Menyelaraskan karyawan dengan pekerjaan melalui proses seleksi yang menekankan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan setiap pekerjaan dengan baik.
h. Melatih para karyawan dalam hal keterampilan antar pribadi, khususnya menyangkut interaksi dengan pelanggan dalam kondisi stres dan penuh tekanan.
Gap keempat berupa perbedaan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communication gap). Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi iklan dan pernyataan/janji/slogan yang dibuat perusahaan. Resikonya, harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi, terutama jika perusahaan memberikan janji yang muluk-muluk. Strategi yang dapat diimplementasikan agar gap ini bisa berkurang, antara lain sebagai berikut: a. Mengumpulkan masukan dari karyawan operasional sewaktu iklan baru
sedang dibuat.
c. Memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menelaah iklan sebelum diekspos kepada para pelanggan.
d. Meminta staf penjualan agar melibatkan staf operasi dalam pertemuan dengan pelanggan.
Sedangkan gap kelima adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap). Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara/ukuran yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Penilaian kualitas jasa menggunakan model servqual mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pertanyaan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pertanyaan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut (Zeithaml, et al., 1990) dalam (Tjiptono, 2005).
Pada prinsipnya, data yang diperoleh melalui instrument servqual dapat dipergunakan untuk menghitung skor gap kualitas jasa pada berbagai level secara rinci seperti di bawah ini:
• Item-by-item analysis, misalnya, K1 – H1, K2 – H2, dan seterusnya. • Dimension-by-dimension analysis, contohnya, (K1 + K2 + K3+P4/4) –
mencerminkan empat pernyataan persepsi dan harapan berkaitan dengan dimensi tertentu,
• Perhitungan ukuran tunggal kualitas jasa atau gap servqual, yaitu (K1 + K2 + K3 +… + K22/22) – (H1 + H2 + H3 … + H22/22).
Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini, perusahaan jasa tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan pelanggan. Akan tetapi, juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek-aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas.
F. Jasa yang diharapkan
terhadap tingkat layanan perusahaan lain; (5) self - perceived service role, yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dalam proses penyampaian jasa; (6) faktor situasional yang berada diluar kendali penyedia jasa; (7) janji layanan eksplisit, baik berupa iklan, personal selling, perjanjian, maupun komunikasi dengan karyawan penyedia jasa; (8) janji layanan implisit, yang tercemin dari harga dan sarana pendukung jasa; (9) word–of–mouth, baik dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publikasi media massa; dan (10) pengalaman masa lampau.
G. Kepuasan pelanggan
Chandra (2002;6) bahwa tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk tertentu merupakan hasil dari perbandingan yang dilakukan pelanggan bersangkutan atas tingkat manfaat yang dipersepsikan telah diterimanya setelah mengkonsumsi atau menggunakan produk dan tingkat manfaat yang diharapkan sebelum pembelian”.
Triyono (2006;152) “pelanggan disebut puas bila harapannya terpenuhi atau terlampaui”. Dari pengertian kepuasan pelanggan diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah pemenuhan kebutuhan sesuai harapan atau melebihi harapan pelanggan.
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan Tjiptono, (1994). Ada beberapa pakar yang mendefinisikan mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.
Wilkie (1994) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
Engel, et al, (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang di pilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Kotler ,et al., (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan harapannya.
Dari berbagai definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang di rasakan. Pengertian ini di dasarkan pada disconfirmatin paradigm dari Oliver (dalam Engel, et al., 1990; Pawitra, 1993).
sangat puas. Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitiv terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Secara konsep kepuasan pelanggan dapat dijelaskan dengan skema sebagai berikut :
Gambar 2.2
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Tjiptono (2007), Pemasaran Jasa Dan Kualitas Pelayanan
H. Keterkaitan Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan
Dalam menentukan kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu, yang pertama kualitas produk. Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukan bahwa produk mereka gunakan berkualitas. Kedua, kualitas pelayanan. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk Bagi pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Harapan Pelanggan Terhadap Produk
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga emosional. Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi. Keempat adalah harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Faktor yang terakhir adalah biaya. Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu Lupiyoadi, (2001;158).
Chandra (2002;9) kualitas produk yang dirasakan pelanggan akan menentukan persepsi pelanggan terhadap kinerja, yang pada gilirannya akan berdampak pada kepuasan pelanggan.
I. Pengukuran dan Evaluasi Kepuasan Pelanggan
Menurut Tjiptono (1997;35) diungkapakan ada empat teknik pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti ungkapan seberapa puas saudara terhadap pelayanan akademik UMP. 2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-maslah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).
4. Importance-perfomance analysis
Responden dapat diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.
J. Kerangka Pemikiran
Kepuasan adalah salah satu faktor yang sangat penting dimana kita dapat mengetahui apakah mahasiswa tersebut merasa puas atau tidak sehingga perlu diukur salah satunya yaitu dengan menggunakan tools servqual yang meliputi lima dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.
Gambar 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran K. Hipotesis
H1 : Mahasiswa merasa puas dengan kinerja yang diberikan layanan akademik UMP.
H2 : Mahasiswa puas dengan dimensi tangibles terhadap kinerja layanan akademik UMP.
H3 : Mahasiswa puas dengan dimensi reliability terhadap kinerja layanan akademik UMP.
H4 : Mahasiswa puas dengan dimensi Responsiveness terhadap kinerja layanan akademik UMP.
Kepuasan Mahasiswa
Tools = Servqual
Kinerja Jasa
5 Dimensi servqual :
Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Harapan Pengguna (Ekspektasi)
5 Dimensi Servqual :
Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
H5 : Mahasiswa puas dengan dimensi Assurance terhadap kinerja layanan akademik UMP.