• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN ENERGI SURYA DENGAN EFEK RUMAH KACA DALAM PERANCANGAN SISTEM PENGERING KERUPUK DAN IKAN DI DAERAH KENJERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN ENERGI SURYA DENGAN EFEK RUMAH KACA DALAM PERANCANGAN SISTEM PENGERING KERUPUK DAN IKAN DI DAERAH KENJERAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A-61

PEMANFAATAN ENERGI SURYA DENGAN EFEK RUMAH KACA DALAM PERANCANGAN SISTEM PENGERING KERUPUK DAN IKAN DI DAERAH

KENJERAN Hadi Santosa(1), Yuliati(2) (1)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (2)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya E-mail : hadi_santosa27@yahoo.com ; yuliatheresia@yahoo.com

ABSTRAK

Daerah Kenjeran merupakan sentra penghasil produk kerupuk dan ikan di daerah Surabaya Timur. Kerupuk merupakan pangan yang sudah lama dikenal oleh anak-anak hingga orang dewasa dan secara meluas dikonsumsi sebagai makanan pendamping atau kudapan. Namun, proses pembuatan kerupuk kebanyakan masih dilakukan secara tradisional. Kesulitan yang dijumpai pengrajin kerupuk adalah pada saat proses pengeringan kerupuk di saat musim penghujan. Disamping kendala cuaca, proses pengeringannya juga memerlukan tempat yang luas karena kerupuk dan ikan yang dikeringkan tidak bisa disusun berdasarkan rak- rak saat dijemur. Masalah lain adalah kebersihan/higienitas kerupuk dan ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat.Berpijak pada hal tersebut maka penelitian ini dibuat dalam bentuk rancang bangun alat pengering kerupuk dan ikan dimana secara mekanik membutuhkan daya kecil dengan memanfaatan efek rumah kaca dari energi matahari sebagai pengering, sehingga dapat mengurangi beban pekerjaan manusia, menghemat energi dan menghasilkan produk krupuk yang dapat meningkatkan nilai jual produk. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah proses pengeringan lebih singkat dibanding dengan penjemuran manual /biasa. Dengan alat pengering maka waktu pengeringan selama 4 jam pengeringan, sementara tanpa alat pengering memerlukan waktu pengeringan 6 jam (musim kemarau) dan 3 hari saat musim penghujan.

Kata kunci : krupuk, ikan, alat pengering, efek rumah kaca PENDAHULUAN

Kekurangpahaman akan potensi laut dan pesisir sebagai ladang pangan menyebabkan terjadinya ketidak-seimbangan pengembangan teknologi penyiapan pangan dari laut daripada yang dari darat. Masyarakat Indonesia barangkali termasuk bangsa yang sedikit mengkonsumsi ikan segar atau hasil olahannya. Menurut Sekjen Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menyatakan bahwa tingkat konsumsi nasional hanya 19 kg/kapita/tahun. Lebih rendah dari Vietnam atau Malaysia yang tingkat konsumsinya mencapai 33 kg/kapita/tahun. Produk olahan ikan khas Indonesia yang sudah diindustrialisasi dengan mapan saat ini tercatat meliputi kerupuk, ikan asin, terasi pindang, peda dan beberapa lainnya Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya tingkat konsumsi itu adalah minimnya keragaman hasil olahan ikan yang memiliki daya tarik bagi konsumen dari berbagai lapisan masyarakat yang daya tariknya bagi konsumen anak-anak relatif rendah. Barangkali di antara produk tersebut kerupuklah yang mudah diterima konsumen anak-anak.

Pengrajin kerupuk dan nelayan banyak dijumpai di daerah Kenjeran, Surabaya Timur. Namun peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional. Hasil produksinya juga belum dipasarkan secara optimal padahal daerah Kenjeran adalah sebagai salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari luar/dalam kota Surabaya sehingga hal ini sangat berpotensi untuk lebih ditingkatkan lagi kemampuan produksinya baik dari segi peralatan maupun pemasarannya.

Selama tahapan proses pembuatan kerupuk dan ikan, hal yang paling mendasar adalah proses pengeringan kerupuk ikan yang memerlukan waktu proses yang relatif lama, karena masih menggunakan cara tradisional. Proses pengeringan di tempat terbuka mempengaruhi hygienitas kerupuk dan juga masih sangat tergantung pada kondisi cuaca. Proses pengeringan kerupuk dan ikan yang dilakukan di daerah Kenjeran oleh para nelayan, adalah dengan pengeringan tradisional selama ± 3 hari jika cuaca hujan dan membalik-balik kerupuk sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional ini memerlukan tempat yang luas karena kerupuk dan ikan yang dikeringkan tidak bisa disusun berdasarkan rak rak saat dijemur. Masalah lain adalah kebersihan/higienitas

(2)

A-62

kerupuk dan ikan yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat. Di lain pihak, di saat memasuki musim penghujan ikan hasil tangkapan tidak dapat dikeringkan dengan sempurna sehingga produk ikan yang dihasilkan mengalami kerusakan (berjamur).

Oleh sebab itu, memperhatikan hal di atas maka dirancang sistem pengering bertenaga surya yang hemat energi. Apabila kondisi hujan terus menerus dan masih tetap ada sinar, maka peralatan tersebut dapat dioperasikan dengan pemanas gas (burner gas elpiji). Perancangan sistem pengering berbasis efek rumah kaca ini diharapkan dapat mendukung pengembangan teknologi penyiapan pangan laut. Alat ini dimaksudkan untuk lingkup usaha kecil-menengah, yang hemat energi dan mudah pemeliharaannya. Diharapkan dengan teknologi tepat guna sistem pengering ini, maka kerupuk dan ikan dapat ditingkatkan produktivitasnya dan kualitasnya, bersifat hygienis dan konsisten proses produksinya dan pada gilirannya menunjang ketahanan pangan laut bagi bangsa.

Pembuatan krupuk tradisional pada dasarnya dikerjakan sebagai berikut:

1. penyiapan adonan (tepung, gula, garam, bahan penunjang, seperti ikan, zat pewarna makanan ) 2. pembentukan adonan menjadi gulungan

3. pemasakan gulungan adonan

4. pemotongan gulungan menjadi kepingan tipis kerupuk 5. pengeringan kerupuk

Gambar 1. Blok diagram proses pembuatan kerupuk

Nilai Perhitungan Ekonomis

a. Aliran Khas tahunan dengan Jumlah tetap

Selisih pendapatan dan pengeluaran per tahun atau aliran khas bersih dari tahun ke tahun adalah tetap. Rumus yang digunakan menghitung periode pengembalian adalah sebagai berikut:

Periode pengembalian = A Cf

(1) Dimana : Cf = biaya pertama

A = Aliran kas (neto) per tahun

b. Aliran Khas tahunan dengan Jumlah Tidak Tetap

Bila aliran kas tiap tahun tidak tetap, maka rumus yang digunakan adalah :

Periode pengembalian =               

An An Cf n n 1 ) 1 ( 1 1 (2) Dimana : Cf = biaya pertama

An = Aliran kas pada tahun ke n n = Tahun pengembalian ditambah 1

(3)

A-63 c. Titik Impas

Titik impas (break event point) adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besar dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Dengan asumsi bahwa harga penjualan per unit produksi adalah konstan, maka jumlah unit pada titik impas dihitung dengan rumus perhitungan :

Pendapatan = Biaya produksi

= Biaya tetap +biaya tidak tetap = FC +Qi x VC Jadi Qi x P = FC +Qi x VC VC P FC Qi   (3) Dimana :

Qi = Jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas FC = Biaya tetap

P = Harga penjualan per unit VC = Biaya tidak tetap per unit

d. Pengembalian atas Investasi (Return on Investment)

Pengembalian atas investasi (ROI) adalah perbandingan dari pemasukan per tahun terhadap dana investasi dengan demikian memberikan indikasi profitabilitas suatu investasi. Rumus perhitungan adalah sebagai berikut:

ROI = x100% Investasi

Pemasukan

(4)

Rata-rata produksi kerupuk di Kampung Keputih , Sukolilo Kenjeran sebesar 300-400 kg/hari. Adapun hasil tangkapan ikan yang dikeringkan sebesar 500kg/hari. Melihat kondisi tersebut, maka ada hal yang ditakutkan oleh para nelayan penghasil ikan dan pengusaha kerupuk, yakni jika datang musim hujan berkepanjangan. Karena mereka membutuhkan sinar matahari untuk mengeringkan ikan dan kerupuk. Hal tersebut menghambat kegiatan produksi mereka.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam merancang bangun sistem pengering kerupuk ikan bertenaga surya (pemanfaatan efek rumah kaca) ini adalah sebagai berikut :

1. Survei informasi

2. Rancang bangun sistem pengering kerupuk ikan.

Disain dilakukan dengan berdasar data berikut : massa awal = 20 kg, dengan kadar air 60% wb (wet basis), kadar air akhir diharapkan 10% wb, lama pengeringan direncanakan 4 jam, radiasi surya totalpada permukaan horisontal di Surabaya, H = 15674kJ/m2, temperatur udara pengering direncanakan = 70oC dan kondisi udara lingkungan adalah 30oC dB dan RH 80%. Gambar rancangan sistem pengering kerupuk ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

3. Demo peralatan dan implementasi pada pengrajin kerupuk ikan untuk mengetahui efektifitas penggunaan alat yang telah dibuat.

(4)

A-64

Gambar 2. Rancangan Sistem Pengering Kerupuk Ikan PEMBAHASAN

1. Spesifikasi Alat Pengering

Dari desain alat yang telah dibuat, maka alat pengering ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut : - Dimensi Alat : p = 1,5m ; l = 1,5 m ; t = 3 m

- Kapasitas Alat = 60kg ikan basah

- Rangka dengan konstruksi bahan karbon steel, penampung ikan basah SS 316. - Dinding luar baja karbon dicat hitam

- Dinding dalam SS 316 - Atap kaca

- Sistem sirkulasi udara dengan turbin ventilator

- Proses pengeringan menggunakan dua system yaitu energy surya dengan memanfaatkan efek rumah kaca (musim kemarau) dan burner gas elpiji (musim penghujan/ malam hari)

- Lama operasi tidak tergantung waktu (24 jam)

- Proses pengeringan dari kondisi ikan basah sampai kering menggunakan energi surya selama 4-5 jam, sedangkan menggunakan burner gas elpiji selama 2 -3 jam

- Kondisi susut air dengan massa awal 4 kg akan menghasilkan ikan kering 1,2 kg. Adapun alat pengering kerupuk dan ikan dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Alat pengering kerupuk dan ikan 2. Tinjauan Analisis Ekonomi Pengrajin Kerupuk/Ikan di Kenjeran

(5)

A-65 a. Cara tradisional (tanpa alat pengering kerupuk)

Berdasarkan wawancara langsung dengan pengrajin maka ada sekitar 15 pengrajin kerupuk di Kenjeran, rata –rata produksi mereka adalah 50 kg/2 hari. Dimana biaya produksi sekitar Rp. 335.000,-. Hasil penjualan 50 kg nya adalah Rp.500.000,- dengan harga per kg Rp. 10.000,-. Biaya produksi (tanpa mesin) secara lebih detail adalah sebagai berikut :

1. Bahan baku

a. Tepung tapioka 50 kg : Rp. 175.000 b. Kerang 10 kg : Rp 40.000 c. Minyak tanah kompor : Rp. 20.000

Bumbu (garam, vetsin, dll) : Rp. 20.000 2. Biaya tenaga kerja

a. Tenaga pengaduk tepung +kerang 2 orang @ Rp. 15.000 : Rp. 30.000 b. Tenaga pengiris (2 orang) @ Rp. 15.000 : Rp. 30.000

c. Tenaga penjemur (2orang) @Rp. 10.000 : Rp. 20.000 Total Biaya : Rp. 335.000 Pendapatan penjualan : Rp. 500.000 Penghasilan pengrajin : Rp. 165.000 (2 hari) Perhitungan titik impas :

1. Biaya tetap = dalam hal ini diambil dari jumlah total biaya tenaga kerja = Rp. 80.000,-

2. Biaya tidak tetap = diambil dari biaya bahan baku = Rp. 255.000,- (50 kg produk kerupuk) Biaya tidak tetap/ kg =

50 000 . 255 = Rp. 5100,- Jadi titik impas produk kerupuk =

100 . 5 . 000 . 10 . 000 . 80 . Rp Rp Rp  = 16,5 kg Pendapatan pada titik impas = 16,5kg x Rp. 10.000= Rp. 165.000,- b. Cara penggunaan alat pengering ikan/ kerupuk

Dengan penggunaan alat ini , maka produk kerupuk diharapkan akan meningkat kapasitasnya menjadi : 200 kg/2hari.

1. Bahan baku

a. Tepung tapioka 200 kg : Rp. 700.000 b. Kerang 40 kg : Rp 160.000 c. Gas elpiji dan listrik : Rp. 60.000 d. Bumbu (garam, vetsin, dll) : Rp. 80.000 2. Biaya tenaga kerja

a. Tenaga pengaduk adonan tepung + kerang (2 orang) @ Rp. 15.000 : Rp. 30.000

b. Tenaga pengiris (2 orang) @ Rp. 15.000 : Rp. 30.000 c. Tenaga penjemur (2orang)

@Rp. 10.000 : Rp. 20.000 d. Gaji pemilik usaha : Rp. 80.000 Total Biaya : Rp. 1.160.000 Pendapatan penjualan : Rp. 2.000.000 Penghasilan pengrajin : Rp. 840.000 Perhitungan titik impas

(6)

A-66 = Rp. 160.000,-

2. Biaya tidak tetap = diambil dari biaya bahan baku = Rp. 1.000.000,- (200 kg produk kerupuk)

Biaya tidak tetap/ kg = 200 000 . 000 . 1 = Rp. 5000,- Jadi titik impas produk kerupuk (tanpa alat) =

000

.

5

.

000

.

10

.

000

.

160

.

Rp

Rp

Rp

= 32 kg

Pendapatan pada titik impas = 32kg x Rp. 10.000= Rp. 320.000,- Namun, pendapatan kotor pengrajin akan meningkat menjadi : Rp. 2.000.000-Rp. 1.160.000 = Rp. 840.000/2hari (naik 5 kali lipat)

Estimasi harga alat : Rp. 20.000.000 maka dalam jangka waktu periode pengembalian adalah = 000 . 420 . 000 . 000 . 20 . Rp Rp = 48 hari. Dimana Return on investment = 100% 000 . 000 . 20 . 000 . 420 . x Rp Rp = 2% KESIMPULAN

1. Dengan adanya alat pengering ikan dan kerupuk ini, mereka yang menggunakannya dapat setiap saat melakukan proses pengeringan tanpa tergantung kondisi cuaca.

2. Desain alat pengering yang tertutup menjadikan kondisi ikan dan kerupuk yang dikeringkan lebih higienis.

3. Proses pengeringan lebih singkat dibanding dengan penjemuran manual /biasa. Dengan bantuan alat pengering 4 jam pengeringan, sementara tanpa alat pengering memerlukan waktu pengeringan 6 jam (musim kemarau) dan 2 hari saat musim penghujan.

4. Pengembalian investasi (ROI) sebesar 2 % /48 hari. Hal berarti dalam setahun 15 % masih lebih besar daripada menyimpan uang di bank.

DAFTAR PUSTAKA

Setyorini, E., Maret 2006, Pangan Laut: Belajar dari Jepang, INOVASI VOL 6/XVIII/. Perry, H. Chemical Engineering Handbook, 7th Edition., McGraw Hill.

http://www.umanitoba.ca/foodscience/courses/78_401.html, diakses tanggal 26 Juni 2006. Iman Soeharto, 1997, Manajemen Proyek, penerbit Erlangga.

Hadi Santosa, Paulina Ike, 2004, ” Alat Bantu Pemecah Gelondong Biji Mente”, Penelitian Dosen Muda.

Hadi Santosa, Paulina Ike, Julius Mulyono, 2005” Desain Alat Semiotomatis Pemecah Gelondong Biji Mente”, Penelitian Dosen Muda.

Hadi Santosa, Julius Mulyono, 2006” Desain Alat Otomatis Penuang Galon Air Minum” Penelitian Dosen Muda .

Vincensius, Yuliati, Hadi Santosa, 2007, ”Prototype Alat Pengupas Biji Mente Berbasis Mikrokontroler”.

Gambar

Gambar 1. Blok diagram proses pembuatan kerupuk
Gambar 3. Alat pengering kerupuk dan ikan  2. Tinjauan Analisis Ekonomi Pengrajin Kerupuk/Ikan  di Kenjeran

Referensi

Dokumen terkait