• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

14

KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Kerangka Teori

1. Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepala Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

a. Tugas Kepolisian

Tugas Kepolisan menurut Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah;

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2) Menegakan hukum; dan

3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(2)

Pasal 14 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 memberikan penjelasan bahwa, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

1) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum

6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

8) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

(3)

9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

10)Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

11)Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1

b.Wewenang Kepolisian

Wewenang kepolisian menurut Pasal 15 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa, dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang;

1) Menerima laporan dan/atau pengaduan;

1) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

2) Mencegah dan menanggulangi ketertiban umum;

1 Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4168).

(4)

3) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan pepecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

4) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administrative kepolisian;

5) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

6) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

7) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; 8) Mencari keterangan dan barang bukti;

9) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

10)Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

11)Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

12)Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 menjelaskan bahwa, dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk;

1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

(5)

3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

8) Mengadakan penghentian penyidikan;

9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

10)Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

11)Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

12)Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Ayat (2) tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagaimana berikut:

(6)

1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan 5) Menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17 menjelaskan bahwa “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Pasal 18 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.” Ayat (2) “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dpat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.” Pasal 19 menjelaskan bahwa “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan ayat (2) “dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana

(7)

dimaksud dalam ayat (1). Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindak pencegahan.2

c. Fungsi Kepolisian

Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa “fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”. Pasal 3 pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:

1) Kepolisan khusus.

2) Penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau 3) Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Pasal 4 menjelaskan bahwa “Kepolisian negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pasal (5) ayat (1) menjelaskan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperang dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

(8)

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dan ayat (2) “Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)3

2. Penyelidikan dan Penyidikan a. Penyelidikan

Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut penelitian adalah langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu peristiwa pidana itu terjadi. Dalam perkara pidana, penyelidikan atau penelitian itu adalah langkah-langkah untuk melakukan penelitian berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk memastikan apakah peristiwa pidana itu benar-benar terjadi atau tidak terjadi. Adapun penyelidikan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah sebagai berikut.

Penyelidikan adalah serangkaian tindak penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Jadi menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP di atas, penyelidikan adalah tindakan atas nama hukum untuk melakukan penelitian, apakah perkara dimaksud benar-benar merupakan peristiwa pelanggaran terhadap hukum pidana atau bukan

(9)

merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana. Sangat jelaslah bahwa Pasal 1 angka 5 KUHAP memberikan tugas kepada aparatur negara di bidang penegakan hukum untuk melakukan upaya ketika ada peristiwa melalui laporan, pengaduan atau karena diketahui sendiri oleh apparat penegak hukum karena kewajibannya. Upaya itu adalah upaya untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu memenuhi syarat dan masuk dalam kategori peristiwa pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana.

Peristiwa itu merupakan peristiwa pidana apabila sesuai dengan persyaratan Pasal-Pasal dalam KUHP atau dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat di luar KUHP. Penyelidikan terhadap perkara pidana itu antara lain dilakukan dengan cara mencari keterangan di lapangan tentang apa kata orang terhadap peristiwa hukum yang dimasalahkan, bisa juga dilakukan secara langsung di tempat yang diduga ada kaitannya dengan peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pelanggaran hukum, dan bisa juga dengan cara melakukan cross cek atas dugaan perkara itu dengan berbagai peraturan yang terkait. Pasal 1 angka 5 KUHAP memberikan pengertian tentang penyelidikan, yaitu yang berupa mencari pembuktian dan keterangan tentang keterpenuhan tindak atau peristiwa pidana menurut hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, keterpenuhan adanya peristiwa pidana itu antara lain dapat diukur sebagai berikut.

1) Adanya laporan dan/atau pengaduan tentang dugaan peristiwa pidana kepada aparatur negara penegak hukum.

2) Adanya dugaan peristiwa pidana yang terjadi pada waktu atau saat yang mudah dipahami oleh akal sehat (waktu tertentu).

(10)

3) Adanya pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas dugaan peristiwa pidana itu.

4) Adanya tempat atau lokasi kejadian yang jelas dan pasti atas dugaan peristiwa pidana itu.

Jenis-jenis tindakan dalam penyelidikan yang dilakukan aparat hukum untuk mengetahui pada tahap awal, apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pidana atau Bukan merupakan peristiwa pidana, harus terlebih dahulu dilakukan tindakan hukum yang berupa penyelidikan. Penyelidikan yang dapat dilakukan antara lain dapat berupa tindakanmendengarkan informasi yang beredar di masyarakat, atau keterangan-keterangan apa saja yang diucapkan atau disampaikan oleh masyarakat tentang peristiwa yang sedang terjadi dan melakukan pengecekan secara langsung terhadap objek yang diduga ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang terjadi. Tindakan-tindakan itu dimaksudkan untuk mensinkronkan dengan aturan hukum mana yang cocok dengan peristiwa itu.

Proses penyelidikan dinamakan dengan tindakan hukum karena dalam penyelidikan itu terdapat tindakan-tindakan yang ditujukan untuk pengungkapan peristiwa hukumnya yang ditandai dengan adanya surat perintah dari penyidik yang di dalamnya juga terdapat kewenangan yang harus dihormati oleh setiap orang. Dalam penyelidikan, untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana, antara lain dengan cara sebagai berikut.

(11)

1) Menentukan siapa pelapor atau pengaduannya artinya, untuk menentukan siapa pelapor atau pengaduan dalam perkara pidana biasanya relative tidak mengalami kesulitan, karena pelapor atau pengaduan akan dating ke kantor polisi untuk melaporkan atau mengadukanperistiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana.

2) Menentukan peristiwa apa yang dilaporkan artinya, untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran hukum tertentu, perlu dilakukan upaya penyelidikan, artiya upaya atau tindakan penyelidikan itu untuk mengumpulkan keterangan tertentu dari berbagai pihak yang dianggap mengerti karena melihat, mendengarkan, dan mengerti secara langsung peristiwa itu.

3) Dimana peristiwa itu terjadi artinya, tindakan selanjutnya masih dalam rangka penyelidikan terhadap peristiwa hukum itu untuk menentukan tempat perkara itu terjadi (locus delicty).

4) Kapan peristiwa itu terjadi artinya, dalam peristiwa tertentu, waktu kejadian (tempos delicty) yang mendekati ketepatan waktunya sangat penting untuk mengungkap peristiwa pelanggaran hukum itu.

5) Menentukan siapa pelaku dan korban atau pihak yang dirugikan artinya, menentukan atau mengidentifikasi siapa pelaku dan siapa korbannya.4

4Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010,

(12)

b. Penyidikan

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) menjelaskan tentang Penyidikan yang berbunyi sebagai berikut.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP di atas, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah setiap tindakan penyidikan untuk mencari bukti-bukti yang dapat meyakinkan atau mendukung keyakinan bahwa perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana itu benar-benar telah terjadi. Upaya oleh polisi yang penyidik itu untuk mencari dan mengungkap keterangan atau informasi tentang peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana atau peristiwa kejahatan yang diduga dilakukan oleh seseorang yang belum diketahui identitas pelaku. Informasi-informasi atau bahan keterangan itu yang mampu menjelaskan tentang peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana (kriminal). Informasi itu bukan saja hanya terbatas kepada kiblat ketentuan yang ada dalam rumusan peraturan perundang-undangan saja, tetapi lebih kepada penyidik harus mampu membongkar pelanggaran hukum yang sebenarnya. Pasal 1 angka 2 KUHAP menjelaskan bahwa penyidik Polri bertugas dan berkewajiban untuk

(13)

membuat terang tentang dugaan tindak pidana yang terjadi, pengertian membuat terang tentang tindak pidana harus dipahami bahwa Polri yang penyidik itu bukan harus menyatakan bahwa dugaan tindak pidana itu harus tetap dinyatakan sebagai tindak pidana, tetapi Polri yang penyidik itu bertugas berdasarkan ketentuan peraturan hukum yang berlaku menyatakan berdasarkan hasil penyidikannya bahwa perkara itu adala peristiwa pidana

berdasarkan bukti permulaan yang cukup, atau bukan merupakan tindak pidana setelah mendapatkan bahan keterangan yang cukup bahwa perkara itu bukan dalam ranah (wilayah) pidana, tetapi dalam ranah perkara lain. Penyidikan adalah langkah Panjang yang harus dilakukan oleh Polri yang penyidik, langkah aplikasi pengetahuan tentang dua wilayah hukum, yaitu wilayah hukum yang normatif dan wilayah hukum yang progresif sosiologis. Wilayah hukum yang normatif diartikan bahwa polisi yang penyidik itu hanya ikut serangkaian peraturan perundang-undangan. Serangkaian aturan hukum atau perundang-undangan itulah yang menjadi target atau ukuran selesainya proses hukum di tingkat penyidikan. Wilayah hukum normatif hanyalah cabang atau hanya sebagai rumusan yang sederhana tentang tujuan hukum yang sebenarnya, yaitu tujuan hukum yang lebih logis dan mampu menjangkau rasa keadilan dan dapat menyejahterakan masyarakat yang sebenarnya dari pada sekedar rumusan peraturan perundang-undangan itu sendiri.5

(14)

3. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam

Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik yang berasal dari Bahasa Latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:

“delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-unang tindak pidana”

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni;

1) Suatu perbuatan manusia;

2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. 3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

6

Menurut Simons tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Pembentukan undang-undang kita telah menggunakan perkataan “stafbaar feit”, maka timbullah dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan

(15)

“strafbaar feit” tersebut. Strafbaar feit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan saran-saran yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.7 Di dalam tindak pidana tersebut

terdapat unsur-unsur tindak pidana, yaitu

a) Unsur objektif

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari;

1) Sifat melanggar hukum. 2) Kualitas dari si pelaku.

Misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. 3) Kausalitas

Yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b) Unsur subjektif.

7Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Penerbit Refika Aditama,

(16)

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebaginya.

4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam Pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.

5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.

Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah sifat melawan hukum. Hal ini dikaitakn pada asas legalitas yang tersirat pasa Pasal 1 ayat 1 KUHP. Dalam Bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk (weder = bertentangan dengan, melawan; recht = hukum). Dalam menentukan perbuatan itu dapat dipidana, pembentukan undang-undang menjadikan sifat melawan hukum sebagai unsur yang tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan undang-undang akan menjadi terlampau luas. Selain itu, sifat dapat dicela kadang-kadang dimasukkan dalam rumusan delik, yaitu rumusan delik culpa.

Pompe, mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seorang yang telah dituduh melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum acara.

(17)

1) Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan. 2) Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur

yang terdapat di dalam rumusannya8

4. Teori Alat Bukti

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuata, dimana dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut KUHAP Pasal 184 ayat (1) yakni;

a. Keterangan saksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan mnyebut alasan dari pengetahuannya itu.

b. Keterangan ahli

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. c. Surat

(18)

Menurut Pasal 187 KUHAP, surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

d. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya, hal ini seperti apa yang tercantum dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP.

(19)

Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP menentukan “keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang dilakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri” dan dalam Pasal 189 ayat (4) sudah dinyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti lainnya”9

5. Tindak Pidana Fidusia

Tindak pidana fidusia adalah Tindakan yang jika dilakukan oleh kedua belah pihak yang tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati atau yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yang dimana peraturan tersebut sebagai dasar dalam perjanjian dalam fidusia.

Terdapat 2 (dua) Pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dalam UU Fidusia, antara lain;

Pasal 35

setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian

9Rohma Pertiwi, Hukum Pembuktian Pada Hukum Acara Pidana, 14 Mei 2018,

https://www.kompasiana.com/rohma89244/5af8e1e8ab12ae361c237f62/hukum-pembuktian-pada-hukum-acara-pidana?page=all, dikunjungi pada tanggal 24 Juni 2019 pukul 23.54.

(20)

Jaminan Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 36

“pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 35 lebih memfokuskan pada proses lahirnya perjanjian Fidusia, artinya tindak pidana tersebut terjadi pada saat sebelum adanya perjajian Fidusia atau setidak-tidaknya menjadi penyebab lahirnya perjanjian Fidusia. Unsur setiap orang dalam Pasal 35 bersifat umum tidak hanya diartikan untuk pihak pemberi fidusia (debitor) atau pihak penerima fidusia (kreditor) saja, bahkan pihak ketiga di luar para pihak yang melakukan perjanjian jaminan tersebut pun bisa terkena dengan ketentuan Pasal 35 diatas. Jika dilihat dari kandungan Pasal 35 diatas, maka mirip denga tindak pidana Penipuan dalam Pasal 378 KUHP karena memiliki kandungan penyesatan sehingga orang lain mau melakukan perbuatan tertentu untuk mengikatkan perjanjian Fidusia dengannya. Pembentukan Undang-undang memberikan sebuah patokan bahwa jika hal ini sebelumnya menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan

(21)

secara menyesatkan, maka pihak yang lain dalam perjanjian Fidusia tidak mungkin mau untuk menyepakatinya. Kondisi yang digambarkan dalam rumusan Pasal 35 UU Fidusia di atas adalah suatu perbuatan yang ditunjukan untuk mengelabui pihak lain

sehingga ia tergerak untuk membuat perjanjian jaminan secara Fidusia atau setidaknya keadaan-keadaan yang tidak diketahui oleh salah satu pihak tersebut akan menjadi penghalang terjadinya perjanjian jaminan jika hal itu diketahui lebih awal sebelum disepakatinya perjanjian tersebut. Dan Pasal 36 UU Fidusia hanya ditujukan bagi pemberi fidusia yang dalam hal ini debitor atau pihak ketiga pemilik barang yang dijaminkan dengan Jaminan fidusia. Penunjukkan subjek hukum kepada pemberi fidusia karena meskipun hak kepemilikannya telah dialihkan kepada pihak kreditor (Penerima Fidusia) namun objek Jaminan Fidusia tetap berada dalam kekuasaan si pemilik barang atau si debitor sendiri, sehingga ketentuan Pasal 36 UU Fidusia bermaksud untuk melindungi kepentingan penerima fidusia dari tindakan curang si pemberi fidusia, pengaturan seperti ini sangat berguna mengingat objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak yang mudah untuk dialihkan kepada pihak lain, meskipun Jaminan Fidusia menganut prinsip droit de suite, sehingga kemanapun benda tersebut berpindah tangan kreditor penerima Fidusia tetap dapat melakukan eksekusi pelunasan piutangnya, namun jika objeknya dialihkan dan kemudian tidak lagi di ketahui dimana keberadaanya maka hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi kreditor penerima fidusia unutk melakukan eksekusi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 UU Fidusia. Pasal 36 UU Fidusia baru bisa diterapkan jika perjanjian fidusia itu telah memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) jo Pasal 14 ayat (3)

(22)

UU Fidusia tentang kewajiban pendaftaran, karena fidusia dianggap telah lahir jika telah dilakukan pendaftaran dan dicatat dalam Buku Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran Fidusia juga merupakan titik mangsa hak kebendaan dalam Jaminan Fidusia itu lahir dengan ditandai terbitnya sertifikat fidusia.

Perjanjian fidusia sebagaimana yang dimuat dalam Akta Jaminan Fidusia baru menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak yang membuat sebagaimana perjanjian obligatoir pada umumnya. Ketentuan Pasal 36 UU Fidusia memuat ancaman pidana 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), sedangkan jika kita bandingkan dengan ketentuan Pasal 372 KUHP mencantumkan ancaman pidana yang lebih berat yaitu 4 (empat) tahun penjara. Pasal 36 dirumuskan dalam bentuk delik formil artinya tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal tersebut dianggap telah terbukti jika unsur yang dirumuskan telah terpenuhi terlepas apakah kreditor (Penerima Fidusia) telah mengalami kerugian atas tindakan yang dilakukan oleh si pemberi jaminan atau tidak, dan sebaliknya si Pemberi Fidusia tidak dapat menghindar dengan mengatakan bahwa ia tetap melaksanakan prestasinya dengan baik meskipun telah mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang ada dalam kekuasaannya.

Banyak timbul kasus dalam praktik dimana debitor yang mengalihkan benda Jaminan Fidusia namun ternyata Jaminan Fidusia itu belum terdaftar, kemudian debitor dipidanakan dengan ketentuan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, padahal menjadi sebuah keanehan jika Pasal 372 KUHP dapat diterapkan terhadap pengalihan benda fidusia yang tidak didaftarkan karena tindakan mengalihkan benda fidusia yang telah

(23)

didaftarkan saja hanya diancam denga pidana 2 (dua) tahun penjara berdasarkan Pasal 36 UU Fidusia, sedangkan mengalihkan benda fidusia yang tidak didaftarkan justru diancam dengan ketentuan pidana yang lebih berat yaitu 4 (empat) tahun penjara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 372 KUHP. Mengalihkan benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh Penerima Fidusia tidak dapat dipidana dengan ketentuan Pasal 372 KUHP karena sebelum fidusia itu didaftarkan, hak milik terhadap benda tersebut belum

beralih atau dengan kata lain hak kebendaan dalam Jaminan Fidusia belum lahir, sehingga hak kepemilikan mutlak masih berada di tangan debitor. Dalam perjanjian fidusia penyerahan hak milik dari debitor kepada kreditor tidak diikuti dengan penyerahan barangnya secara nyata karena penyerahan barang dalam perjanjian fidusia dilakukan berdasarkan prinsip constitutum possessorium sehingga segi kebendaan dalam perjanjian fidusia ditentukan oleh pendaftaran jaminan tersebut di kantor pendaftaran fidusia.10

B. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Kasus Tindak Pidana Fidusia Yang Ditangani Oleh Satreskrim Polres Salatiga

Dari hasil penelitian yang didapatkan oleh penulis dalam kasus tindak pidana dibidang fidusia melalui wawancara yang dilakukan di Polres Salatiga. Dari seluruh informasi yang didapat, penulis mendapatkan secara mendalam dengan mewawancari

10 D.Y Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2015, hlm 145-151.

(24)

beberapa unit Reskrim yang ada di Polres Salatiga. Gambaran kasus tindak pidana fidusia yang ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis mengenai kasus tindak pidana fidusia penulis mendapatkan kasus tindak pidana dibidang fidusia yang ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga yaitu;

1) Pada tahun 2016 Kepolisian mendapatkan laporan bahwa telah terjadi tindak pidana fidusia dimana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Fidusia dan atau pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia, sebagaimana dimaksud dalam Unsur Pasal 35 dan 36 RI No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh Apriliani dengan cara tersangka Apriliani telah memberikan keterangan secara menyesatkan dalam hal sebelum akad kredit dan mengalihkan, memindahtangankan, menggadaikan I UNIT KBM TOYOTA YARIS E M/T tahun 2015. Yang melaporkan dari Pihak PT Andalan Finace Salatiga pada hari selasa tanggal 15 Maret 2016.

2) Data atau kasus yang diterima oleh kepolisian hanya tahun 2016 di tahun 2017 dan 2018 tidak ada laporan yang masuk di Polres Salatiga atau nihil.

(25)

2. Gambaran Tindakan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Fidusia

Dalam menangani kasus Tindak Pidana Fidusia kepolisian melihat terlebih dahulu, apabila ada yang melaporkan terkait tindak pidana fidusia pihak kepolisian selalu memastikan bahwa yang melaporkan dari pihak kreditur atau leasing tidak mungkin seorang debitur akan melaporkan terkait fidusia karena debitur akan melaporkan ke kepolisian terkait hilangnya objek jaminan fidusia dan pencurian atau pihak debiturlah yang mengingkari suatu perjanjian tersebut. Dari situlah kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana fidusia selalu melihat dan menimbang (selective prioritas) dikarnakan banyak laporan yang diterima oleh kepolisian bahwa debitur yang mengingkari kesepakatan perjanjian dan tidak sesuai dengan Undang-undang fidusia atau pihak krediturlah yang melakukan perjanjian tidak sesuai dengan Undang-undang fidusia.

Terkadang kreditur yang tidak sesuai dengan Undang-undagn fidusia bahwa kreditur mengetahui jika sutau perikatan melalui jaminan fidusia antara pihak kreditur dan pihak debitur harus didaftarkan sesuai dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, namun disisi lain kreditur merasa bahwa kreditur kenal dengan pihak debitur atau pihak kreditur melihat bahwa pihak debitur baik maka dari situ pihak kreditur mengambil keputusan tidak di daftarkannya perjanjian jaminan fidusia tersebut, jika terjadi sesuatu terhadap perjanjian tersebut dimana pihak debitur mengingkari suatu perjanjian, dimana perjanjian jaminan fidusia tersebut kreditur mempercayai debitur dan tidak didaftarkan jaminan fidusia tersebut dan pihak kreditur

(26)

melapor ke kepolisian maka tindakan kepolisian akan memeberitahukan kepada pihak kreditur bahwa dalam laporan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

Sebaliknya dengan debitur sebelum masuknya laporan debitur pihak ke kepolisian akan melihat dan menimbang (selective proritas), terkadang tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah di sepakati atau tidak sesuai dengan aturan fidusia bahwa didalam aturan fidusia sudah jelas tidak diperbolehkan memindah tangani dan tidak diperboleh menggadaikan atau menyewakan objek jaminan fidusia. Tindakan yang akan dilakukan oleh kepolisian adalah tidak serta merta menerima laporan seperti penjelasan diatas.

Tentunya pihak kepolisian tetap harus menerima laporan atau aduan terlebih dahulu dari debitur atau kreditur setelah ada laporan atau aduan masuk kepolisian akan mengkaji terlebih dahulu untuk bukti-buktinya, untuk sertifikat jaminan fidusianya, untuk keterlambatan angsurannya dan somasinya. Dan ketika mekalukan penyelidikan dan diduga ditemukan tindak pidananya kepolisian akan melanjutkan kepenyidikan dan bisa dikenakan Pasal 35 ataupun 36 Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Artinya pihak kepolisian akan melihat dan menimbang (selective prioritas)

benar atau tidak laporan atau aduan tersebut sesuai dengan apa yang dialami oleh pelapor atau benar tidak objek jaminan tersebut di gadaikan atau jaminan fidusia

(27)

tersebut sudah didaftarkan. Karena pihak kepolisian tidak serta-merta langsung dibuatkan laporan, namun akan dibuatkan laporan pengaduan yang berfungsi untuk dilakukannya penyelidikan terhadap laporan tersebut dan kekepolisian dituntut untuk melakukan proses ke tingkat tinggi penyidikan sesuai dengan Perkap.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres salatiga dalam kasus tindak pidana fidusia yaitu;

1. Kepolisian Polres Salatiga harus menerima laporan atau aduan terlebih dahulu.

2. Kepolisian Polres salatiga melihat terlebih dahulu apabila ada yang melaporkan terkait tindak pidana fidusia.

3. Kepolisian Polres salatiga selalu melihat dan menimbang (selective prioritas) terlebih dahulu.

4. Kepolisian Polres Salatiga akan mengkaji terlebih dahulu untuk bukti-buktinya, sertifikat jaminan fidusianya, keterlambatan angsurannya dan somasinya.

5. Kepolisian Polres salatiga tidak serta merta langsung dibuatkan laporan. 6. Kepolisian Polres Salatiga akan membuat laporan aduan untuk melakukan

penyelidikan terhadap laporan tersebut. Bertujuan untuk menemukan pristiwa yang diduga sebagai tindak pidana supaya bisa dilakukan ke proses lebih lanjut yaitu penyidikan.

7. Setelah ditemukan dugaan tindak pidana Kepolisian Polres Salatiga akan melanjutkan kepenyidikan. Guna untuk mencari bukti dan mengumpulkan

(28)

bukti agar terungkap pristiwa tentang tindak pidana dan menemukan tersangka.

3. Contoh Kasus Tindak Pidana Fidusia Yang Ditangani Oleh Satreskrim Polres Salatiga

Sesuai dengan data atau kasus yang penulis dapatkan dari Satreskrim Polres Salatiga Sampul Berkas Perkara No. pol.: BP/ 105/ X/ 2017/ Reskrim. Telah terjadi dugaan perkara pidana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Fidusia dan atau pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia, sebagaimana dimaksud dalam Unsur Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, pihak yang melaporkan yaitu dari pihak PT Andalan Finance Salatiga pada hari selasa tanggal 15 Maret 2016.

Benar pada waktu dan tempat kejadian tersebut diatas telah terjadi tindak pidana dugaan tindak pidana dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia dan atau pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih

(29)

dahulu dari Penerima Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan atau Pasal 36 Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh Apriliani dengan cara tersangka Apriliani telah mengajukan pembiayaan sesuai dengan surat perjanjian pembiayaan konsumen nomor: 2794/J/94/150513 tanggal 30 Oktober 2015 antara PT Andalan Finance yang berkedudukan di kantor Salatiga dengan sodari. Apriliani alamat Salam RT 04 RW 01 Kel. Randu acir Kec. Argomulyo Kota Salatiga- dengan obyek 1 (satu) nit Kbm Toyota New Yaris E M/T tahun 2015 warna putih No. Ka. MHFKT9F35F6053261 No. Sin 1NZ-Z260058 atas nama STNKnya Apriliani alamat Salam Rt 004 Rw 001 Kel. Randu acir Kec. Argomulyo Kota salatiga. Dengan nilai pembiayaan sebesar Rp.364.940.000, -(tiga ratus enam puluh empat juta Sembilan ratus empat puluh ribu rupiah). Dan telah terdaftar sebagaimana sertifikat Jaminan Fidusia Nomor W13.00622229. AH. 05.01 Tahun 2015 tanggal 16 November 2015 yang dibuat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia kantor wilayah Jawa Tengah Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Setelah dilakukan penyidikan ditemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka Apriliani dari sejak awal telah mempunyai niat atau sudah melakukan perbuatan telah mengalihkan, memindahtangankan, menggadaikan dalam hal ini tanpa seijin atau sepengetahuan sipenerima jaminan fidusia atau tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari sipenerima fidusia. Akibat perbuatan sodara Apriliani pihak Andalan Finance mengalami kerugian sebesar Rp.364.940.000, -(tiga ratus enam puluh empat juta Sembilan ratus empat puluh ribu rupiah). Maksud dan

(30)

tujuan tersangka melakukan menghilangkan dan menggadaikan obyek jaminan adalh untuk mendapatkan uang. Atas perbuatan tersangka Apriliani tersebut telah melanggar sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 35 dan Pasal 35 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Indentitas tersangka Apriliani Tempat lahir di Salatiga, tanggal 15 Oktober 1984, Umur 31 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Ibu rumah tangga, Pendidikan terakhir SMP Lulus, Jenis Kelamin Perempuan, Suku Jawa, Kewarganegaraan Indonesia, Alamat Kp. Salam Rt 004 Rw 001 Kel. Randu acir Kec. Argomulyo Kota Salatiga.

Seperti telah dipaparkan diatas tentang kasus tindak pidana fidusia, penulis mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai bapak M. Zaenul Bahtiyar, SH, MH, dengan jabatan anggota unit I Reskrim. Beliau menjelaskan kronologi terkait kasus diatas bahwa tersangka telah memberikan keterangan menyesatkan dalam hal sebelum dilakukannya akad kredit. Marketing dari pihak pembiayaan melakukan survey dan kemudian oleh tersangka ini dinyatakan kebohoongan terkait tersangka mengatakan bahwa dia mempunyai usaha sapi dengan omset yang didapatkan hamper Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) perbulannya dan dia tidak punya tanggungan kredit lainnya dan sebagainya. Lalu tersangka mengatakan mempunyai cabang untuk pemotongan atau penyembelihan sapi dan mempunyai Gudang sendiri.

Memang sebelumnya dia pernah mempunyai usaha yang bergerak dibidang penyembelihan sapi, terkait penyelidikan yang telah dilakukan tersangka sudah tidak beroprasi lagi. Dengan kebohongan-kebohongan yang telah disampaikan tersangka sehingga pihak pembiayaan akhirnya menerima dan timbulah surat perjanjian tersebut.

(31)

Dari apa yang tersangak sampaikan tujuannya untuk memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh leasing dengan berbagai cara dia melengkapi syarat tersebut dengan cara memberikan keterangan menyesatkan supaya syarat-syarat yang diberikan oleh pihak leasing diterima oleh leasing, sehingga data-data yang disajikan oleh tersangka ini tidaklah benar.

Akhirnya setelah terjadi pembiayaan dan tersangka mengambil barang tersebut tak lama kemudian barang tersebut dipindahtangankan tanpa seijin pihak perusahaan atau pemberi pembiayaan, dan akhirnya barang tersebut digadaikan oleh tersangka dan hasil gadai tersebut telah di terimah dan hasil dari gadainya habis dia gunakan. Biaya setiap bulan yang dilakukan oleh tersangka tidak dilakukan. Dengan hal ini pihak kreditur selaku pembiayaan melakukan somasi beberapa kali tetapi tidak ada itikad baik dari tersangka. Akhirnya pihak kreditur atau pembiayaan dengan bukti-bukti yang dibuktikan dengan surat akhirnya melaporkan ke Polres Salatiga.

Setelah dilakukan penyelidikan ditemukan dugaan tindak pidana, dalam kasus ini tindakan kepolisian melakukan undangan klarifikasi terhadap saksi-saksi, melakukan pemeriksaan terhadap ahli-ahli kemenkumham terkait sertifikat fidusia karena sertifikat fidusia dikeluarkan oleh kemenkumham yang menyatakan sah atau tidaknya dan yang menyatakan terdaftanya atau tidaknya. Saksi-saksi yang telah diundang untuk memberikan klarifikasi terhadap kasus ini diantaranya sebagai berikut

(32)

1. Saksi Perdana N. bekerja sebagai karyawan swasta sebagai penagih ketika objek jaminan yang sudah jatuh tempo tidak melakukan pembayaran beberapa kali. (bagian somasi)

2. Saksi Wentri W bekerja sebagai karyawan swasta sebagai bagian pengecekan data-data yang terkait tersangka Apriliani memberikan penjelasan menyesatkan dan beliau melakukan pengecekan terhadap penjelasan menyesatkan yang dilakukan tersangka Apriliani.

3. Saksi Toib bekerja sebagai karyawan PT andalan Finance sebagai bagian head collection sama seperti saksi Perdana N.

4. Saksi Kusru R bekerja sebagai karyawan swasta sebagai bagian bimbingan marketing setelah dilakukan pengecekan.

5. Saksi Rif’an pekerjaan swasta dalam kasus ini diduga sebagai pelantara tersangka yang bertujuan tuk menggadaikan objek jaminan fidusia

6. Saksi Adianto pekerjaan karyawan swasta dalam kasusu ini sebagai cabang dari PT Andalan Finance.

7. Saksi Meindra W pekerjaan wiraswasta dalam kasus ini sebagai dealer untuk pemesanan mobil kepada debitor

8. Saksi Wahyu W pekerjaan buruh dalam kasus ini sebagai suami dari tersangka Apriliani

9. Saksi Oni pekerjaan sebagai Pegawai Lapas (PNS) dalam kasus ini sebagai pihak ke 3 yang menerima hasil kejahatan tersebut dari tersangka Apriliani dan saksi Oni menggadaikan lagi objek jaminan tersebut kepada orang lain

(33)

beliau mendapatkan info dari saksi Rif’an selaku pelantara dari tersangka Apriliani bahwa Apriliani ingin menggadaikan mobil tersebut.

10.Saksi Setyawati pekerjaan PNS dalam kasus ini sebagai saksi ahli dari kemenkumham terkait sertifikat fidusia yang telah diterbitkan melalui mekanisme yang benar.

Dalam hal ini objek jaminan fidusianya tidak ditemukan, dikarenakan tersangka menggadaikan kepada orang lain dan pihak kepolisian berusaha memanggil yang bersangkutan dan pihak kepolisian sudah berhasil mengamankan namun objek jaminan tersebut dipindah tangankan lagi sehingga sampai orang yang tidak dikenal menghilang. Karena perbuatanya tersangka kita berusaha untuk memproses sampai selesai dan dia bisa dikenakan pertanggungjawaban penggelapan objek jaminan fidusia dan telah melanggal Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Satreskrim Polres Salatiga, penulis mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai beberapa anggota kepolisian terkait tindak pidana di bidang fidusia. Dari beberapa Unit yang menjelaskan tentang penyidikan terhadap tindak pidana di bidang fidusia sesuai dengan judul skripsi diatas yaitu;

a. Solekhan, SH, MH, dengan jabatan Kanit I Reskrim Polres Salatiga, beliau menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian fidusia yang sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 dan 2 UU Fidusia No. 42 Tahun 1999 yang

(34)

menjelaskan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa enda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaima dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Menurut beliau UU Fidusia dibentuk berawalnya dari suatu perikatan dan utang piutang, dimana seorang debitur ingin memiliki suatu barang yang tidak mempunyai modal sehingga memilih lembaga pembiayaan untuk membiayai barang tersebut dan terjadilah suatu perikatan dan utang piutang. Dasar hukum tindak pidana fidusia adalah Undang-undang RI Nomor 42 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Cara menangani kasus tindak pidana fidusia beliau mengatakan bahwa jika ada laporan yang berkaitan dengan UU fidusia kepolisian akan melihat dan menimbang (selective prioritas) terlebih dahulu apakah benda jaminan fidusia tersebut sudah terdaftar atau belum, dan untuk dilakukannya penyelidikan sesuai dengan perkap minimal 2 alat bukti tercukupi sesuai dengan KUHP 184. Kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam melakukan penyelidikan yaitu dimana barang tersebut sudah tidak ada lagi atau sudah menghilang, orang yang terkait dengan perjanjian tersebut tidak ada atau melarikan diri. Nilai

(35)

kerugian dalam tindak pidana fidusia ini tergantung dari barang tersebut yang di laporkan atau disengketakan.

b. M. Zaenul Bahtiyar. SH, M.H dengan jabatan anggota Unit I Rekrim Polres Salatiga, beliau menjelaskan mengenai tindak pidana fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 yaitu setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan yang jika dalam hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan fidusi, untuk ancamannya diatur dalam Pasal 35 dan 36 undang-undang fidusia. Tindakan kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana fidusia yang tentunya dari pihak kepolisian tetap kita harus menerima aduan terlebih dahulu dari debitur atau kreditur setelah ada aduan masuk kita kaji terlebih dahulu untuk bukti-buktinya untuk sertifikat jaminan fidusianya untuk keterlambatan angsurannya, somasinyadan ketika memang sudak dicek ada dugaan debitur mengalihkan kita menerima pengaduan itu, ketika melakukan penyelidikan dan diduga ditemukan timdak pidananya dilanjukan kepenyidikan bisa dikenakan Pasal 35 ataupun 36. Dasar hukum tindak pidana fidusia undang-undang nomor 42 tahun 1999.

(36)

C. ANALISIS

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan pembahasan yang telah dijelaskan diatas dalam analisis ini penulis akan menganalisis data-data yang telah dikumpulkan sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penyidikan terhadap tindak pidana di bidang fidusia (studi kasus di Satreskrim Polres Salatiga).

Mengenai tindak pidana fidusia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah mengatur ketentuan-ketentuan pidana yaitu Pasal 35 menjelaskan bahwa “setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000.- (seratus juta rupiah). Dari penjelasan Pasal 35 diatas unsur-unsur yang terkait dengan tindak pidana fidusia ialah

1. Unsur setiap orang

Dari penjelasan Pasal 35 tersebut menyebutkan “setiap orang” artinya bahwa setiap orang bisa melakukan perjanjian jaminan tersebut, bukan hanya kreditor atau debitor saja melainkan diluar dari perjanjian antara kreditor dan debitor yaitu pihak ketiga dari perjanjian tersebut bisa dikenakan Pasal 35 ini.

(37)

Artinya bahwa jika seseorang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain yang pada dasarnya perbuatan tersebut memang sudah direncanakan atau sudah ada niat untuk melakukan perbuatan yang bisa merugikan orang lain.

3. Memalsukan

Artinya bahwa perbuatan yang tidak sesuai dengan kebenaran yang sesungguhnya.

4. Mengubah

Artinya sama seperti unsur memalsukan dimana yang seharusnya perbuatan itu menjadi sebuah kesalahan namun di ubah sedemikian rupa menjadi benar.

5. menghilangkan

Artinya bahwa jika seseorang membuang barang yang sedang dicari oleh kepolisian dalam sebuah pembuktian.

6. Memberikan keterangan secara menyesatkan

Artinya memberika keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami supaya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan dari pihak lain.

Dan pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana yaitu Pasal 36 yang menjelaskan bahwa “pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda

(38)

paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dari penjelasan pasal tersebut pasal ini ditujukan kepada pemberi fidusia (debitor) yang jika melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjian dalam perjanjian fidusia tersebut. Usur dari Pasal 36 yaitu

1. Pemberi Fidusia

Artinya bahwa dari unsur ini lebih memfokuskan kepada pihak debitur yang mempunyai utang kepada kreditor

2. Mengalihkan

Artinya bahwa seseoarang tidak boleh memindahkan barang yang belum sepenuhnya milik diri sendiri kepada orang lain.

3. Menggadaikan

Artinya bahwa seseorang tidak boleh menggadaikan barang yang belum sepenuhnya milik diri sendiri atau masih memilik utang atas barang tersebut kepada pihak yang diutangkan.

4. Atau menyewakan benda yang menjadi obek jaminan fidusia

Artinya bahwa seseoarang tidak diperbolehkan menyewakan benda yang masih menjadi objek jaminan fidusia.

Dari penjelasan diatas mengenai tindak pidana fidusia dan unsur-unsur yang terdapat dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana fidusia. Sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai kasus yang ditangani oleh Satreskrim Polres Salatiga

(39)

Bahwa kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian Polres Salatiga yang penulis dapatkan telah memenuhi unsur Pasal 35 yang sudah dijelaskan diatas. Jika dilihat dari unsur Pasal 35 yang menyebutkan “memberikan keterangan secara menyesatkan” sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan oleh penulis sebelumnya mengenai kasus ini, bahwa memang betul tersangka yang bernama Apriliani telah memberikan keterangan yang menyesatkan kepada pihak kreditor yang bertujuan supaya tersangka Apriliani bisa mendapatkan apa yang dia inginkan atau supaya dengan memberikan keterangan menyesatkan yang dilakukan tersangka perjanjian tersebut bisa diterima oleh pihak kreditor.

Artinya bahwa tindakan yang sudah dilakukan oleh tersangka Apriliani dengan memberikan keterangan yang menyesatkan tidak dibenarkan didalam Pasal 35 tersebut, di karenakan Pasal 35 lebih memperhatikan pembuatan munculnya sebuah perjanjian fidusia sebelum perjanjian fidusia itu disepakati oleh kedua belah pihak. Jika dilihat dari tindakan tersebut maka tindakan tersebut sama seperti tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP yang mempunyai maksud menyesatkan pihak lain atau orang lain yang bertujuan untuk pihak lain atau orang lain mau melakukan kesepakatan dalam perjanjain tersebut.

Dari penjelasan diatas mengenai unsur Pasal 35 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 memang tindakan yang dilakukan tersangka Apriliani sudah memenuhi unsur yang terdapat Pasal 35 tersebut.

(40)

Sedangkan jika dilihat dari unsur Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Jika dilihat dari penjelasan Pasal 36 menyebutkan kata “menggadaikan” dimana dalam kasus ini tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan fidusia sesuai dengan apa yang sudah penulis kemukakan di dalam hasil penelitian. Tindakan yang dilakukan dengan cara “menggadaikan” objek jaminan fidusia sudah merupakan tindakan yang bertentangan dengan atauran yang mengatur, dalam hal ini yang dimaksud aturan yang mengatur adalah Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Kepolisian Polres Salatiga menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah melakukan perbuatan menggadaikan objek jaminan tersebut kepada pihak ketiga diluar dari perjanjian yang telah disepakati oleh PT Andalan Finance Salatiga. Pernyataan tersebut merupakan hasil dari laporan PT Andalan Finance Salatiga dan saksi yang bernama Rif’an dan Oni yang menjelakan kepada pihak kepolisian bahwa tersangka Apriliani memang benar telah menggadaikan objek jaminan fidusia tersebut.

Hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polres Salatiga, bahwa tersangka Apriliani telah melakukan tindak pidana yang tidak sesuai dengan Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut.

Menurut pihak Kepolisan Polres Salatiga dalam menangani kasus ini tersangka Apriliani sudah memenuhi unsur Pasal 36 Undang-undang Jaminan Fidusia dan Kepolisian Polres Salatiga menetapkan bahwa tersanga Apriliani telah melanggar Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Tidak hanya Pasal 36 saja yang disangkakan

(41)

dalam kasus ini menurut Kepolisian Polres Salatiga juga mempersangkakan Pasal 35 Undang-undagn jaminan fidusia yang telah memenuhi unsur-unsur tersebut, jadi dalam kasus ini Kepolisian Polres Salatiga mempersangkakan Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia kepada tersangka Apriliani.

Kepolisian Polres Salatiga menggunakan Pasal 35 dan Pasal 36 tersebut dikarenakan kepolisian mendapatkan bukti-bukti dari pihak pembiayaan dan setelah melakukan penyidikan ditemukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan Pasal 35 dan Pasal 36 tersebut. Dari kasus ini tindakan yang dilakukan oleh tersangka Apriliani yang tidak sesuai dengan Pasal 35 tersebut dan telah memenuhi unsur sebagai berikut

1. Unsur memberikan keterangan secara menyesatkan

Kepolisian Polres Salatiga mendapatkan penjelasan dari pihak PT Andalan Finance Salatiga yang dalam hal ini selaku pelapor bahwa Sodara Apriliani (tersangka) telah memberikan keterangan secara menyesatkan sebelum akad kredit berupa kebohongan terkait penjelasan tersangka Apriliani yang memberikan penjelasan kepada PT Andalan Finance Salatiga bahwa sodara Apriliani mempunyai usaha sapi dengan omset yang didapatkan hamper Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) pebulannya dan dia tidak mempunyai tanggungan kredit lainnya dan sebagainnya. Lalu tersangka mengatakan mempunyai cabang pemotongan atau penyembelihan sapi dan mempunyai Gudang sendiri. Memang sebelumnya dia pernah mempunyai usaha yang bergerak dibidang penyembelihan sapi, namun sudah tidak beroprasi lagi.

(42)

Selanjutnya pemenuhan unsur dari Pasal 36 meliputi;

1. Unsur menggadaikan

Dari unsur yang terdapat pada Pasal 36 tersebut penulis menjelaskan. Dimana setelah dilakukannya penyidikan Kepolisian Polres Salatiga menemukan perbuatan yang tidak sesuai dengan Pasal 36 tersebut atau bisa dibilang telah menemukan perbuatan melawan hukum yang dimana telah dilakukan oleh Apriliani atau tersangka dengan cara menggadaikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia berupa 1 (satu) unit Kbm Toyota New Yaris E M/T tahun 2015 yang berwarna putih.

Dalam penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga dalam kasus ini pihak kepolisian tidak menemukan benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah digadaikan oleh tersangka Apriliani dan tersangka Apriliani ditahan dengan alasan bahwa tersangka Apriliani sudah memenuhi unsur Pasal 36 dan Pasal 35.

Jika dilihat kembali unsur dari Pasal 36 yang sudah dijelaskan oleh penulis diatas yang menyebutkan kata “menggadaikan”. Dalam kasus yang ditangani oleh Kepolisian Polres Salatiga yang dimana menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah memenuhi unsur Pasal 36 yang menyebutkan “menggadaikan”. Kepolisian menyatakan bahwa telah memenuhi unsur Pasal 36 dikarenakan kepolisian mendapatkan keterangan dari saksi yang bernama Rif’an dan Oni yang menjelaskan bahwa tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan tersebut.

(43)

Mengenai objek jaminan fidusia pihak kepolisian tidak mendapatkan barang yang menjadi objek jaminan tersebut. Artinya bahwa barang yang menjadi objek jaminan itu sangat penting dalam menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah memenuhi unsur Pasal 36 Undang-Undang jaminan Fidusia atau dalam hal membuktikan bahwa tersangka Apriliani telah melakukan tindak pidana menggadaikan objek jaminan tersebut. Dalam kasus ini pihak Kepolisian Polres Salatiga tidak ada barang sitaan untuk bisa memenuhi unsur Pasal 36 dan atau untuk menyatakan bahwa tersangka telah melakukan perbuatan tindak pidana menggadaikan, melainkan kepolisian hanya menyita dokumen-dokumen perjanjian fidusia saja.

Penyidikan yang dilakukan Kepolisian Polres Salatiga yang menyatakan bahwa tersangak Apriliani memenuhi unsur Pasal 36 menurut pendapat penulis kurang tepat dikarenakan pihak Kepolisian Polres Salatiga tidak mendapatkan atau tidak menemukan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan Kepolisian Polres Salatiga juga tidak melakukan sitaan terhadap barang yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut yang telah digadaikan oleh tersangka.

Tersangka Apriliani tidak memenuhi unsur Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dengan alasan penulis berpendapat bahwa pihak Kepolisian Polres Salatiga yang telah melakukan penyidikan namun tidak menemukan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan pihak kepolisian mengatakan bahwa tersangka Apriliani telah melakukan tindakan menggadaikan objek jaminan fidusia.

(44)

Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga dalam kasus tindak pidana fidusia dengan tersangka Apriliani yang kurang professional dalam pengembangan penyidikan.

Bahwa seharunya kepolisian mampu mengembangkan penyidikan secara mendalam dan penyidik harus lebih profesional dalam menemukan barang bukti yang barang bukti itu sebagai hasil dari perbuatan tindak pidana fidusia dan ketika penyidik itu mempersangkakan Pasal 36 penyidik harus memiliki barang bukti itu sesuai dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP harus mencari bukti-bukti supaya jelas bahwa tersangka memang betul telah melakukan tindak pidana menggadaikan.

Pasal 1 angka 2 KUHAP mengenai pengertian penyidikan yang menyebutkan kata “mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Artinya bahwa dalam kasus Apriliani penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Salatiga untuk menyatakan bahwa tersangka Apriliani telah menggadaikan objek jaminan fidusia harus disertai dengan barang bukti dari hasil tindak pidana tersebut, jika barang bukti itu tidak ditemukan maka hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh penyidik yang tidak dapat menemukan objek jaminan fidusia tersebut, sehingga unsur dari Pasal 36 Undang-Undang jaminan Fidusia tidak terpenuhi dalam kasus Apriliani.

Dalam kasus Apriliani Kepolisian Polres Salatiga dalam melakukan penyidikan hanya mendapatkan alat bukti yang berupa dokumen-dokumen perjanjian jaminan fidusia antara Apriliani dengan PT. Andalan Finance Salatiga dan keterangan saksi

(45)

yang bernama Rif’an dan Oni, dari alat bukti tersebut memang tersangka Apriliani telah memenuhi unsur dari Pasal 35 Undang-Undang Jaminan Fidusia, namun jika dilihat dari unsur Pasal 36 Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak cukup dengan alat bukti yang berupa dokumen-dokumen perjanjian jaminan fidusia dan keterangan saksi saja melainkan harus disertai dengan barang bukti yang berupa 1 (satu) Unit Kbm Toyota New Yaris yang digadaikan oleh Apriliani tetapi tidak ditemukan. Padahal persangkaan fidusia Pasal 36 harus ada barang bukti yang telah digadaikan.

Jadi tindak pidana fidusia ini sebenarnya bisa dilakukan oleh orang yang memberi fidusia atau orang yang menerima fidusia, dalam kasus ini yang melakukan tindak pidana fidusia adalah orang yang memberi fidusia, sehingga Kepolisian Polres Salatiga dalam melakukan penyidikan kasus ini harus lebih kerja keras lagi dalam pengembangan penyidikan dan penyidik harus lebih professional lagi dalam melakukan penyidikan dan menemukan barang bukti supaya dapat menyatakan bahwa tersangka memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam pasal-pasal yang di persangkakan.

(46)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stanley & Beare, (2006) dan Maas et al, (2011) bahwa senam Kegel merupakan salah satu terapi

Selanjutnya bertalian dengan penglusan akan arti pendapatan dimana ditetapkan juga bahwa keuntungan yang diperoleh karena pengerperan saham atau tanda laba [pasal 2c ayat (3)] juga

(2) Sampul naskah dinas Bamuskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b berisi lambang daerah di bagian kiri atas, nama pemerintah kabupaten, nama

Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, nasehat

Implementasi kerjasam ekonomi dan teknik yang terkait dengan bidang perdagangan dan investasi, sesungguhnya baru berlangsung dalam 6 tahun terakhir sejak disahkannya MAPA,

Populasi jabon putih dari wilayah NTB (Lombok Barat dan Sumbawa) mempunyai nilai keragaman yang lebih tinggi dibandingkan nilainya dari wilayah Sumatera (Sumatera Barat dan

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database