• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU MEROKOK SUPIR ANGKOT

DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN DKI JAKARTA TAHUN 2014

Dianthi Nidaul Hasanah

Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

Email: dianthi.nida1@gmail.com

Abstrak

Hasil Survei YLKI pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa, pelanggaran merokok di wilayah KTR paling banyak adalah supir dan kernet angkutan umum di Jakarta. Terdapat 57% supir dan kernet yang tetap merokok di dalam angkutan umum meskipun sudah ada Pergub No. 88 Tahun 2010 mengenai Kawasan Dilarang Merokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan tahun 2014. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross-sectional dan pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yang dilakukan pada 90 orang responden, yaitu supir angkot perokok aktif di kawasan Terminal Kampung Rambutan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 61,1% supir angkot yang merokok di dalam angkutan umumnya dalam kondisi sedang ngetem maupun menyetir. Faktor sikap dan kriteria tipe perokok adalah faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot. Oleh sebab itu, untuk kedepannya perlu dilakukan promosi kesehatan terkait rokok dan KDM yang lebih gencar dari pengelola terminal dan penegasan peraturan KDM yang perlu ditingkatkan lagi.

Factors Associated With Smoking Behavior on Public Transportation Drivers in Kampung Rambutan Terminal of DKI Jakarta in 2014

Abstract

YLKI survey results in 2013 showed that smoking violations in the KTR most is precisely by th drivers and conductors of public transport in Jakarta. There are 57% of drivers and conductors who continue to smoke in public transport although there was Pergub No. 88 Tahun 2010 regarding Smoking Area Prohibitation. The purpose of this study was to determine what factors are associated with smoking behavior in public transport on public transportation drivers in Kampung Rambutan Terminal in 2014. This quantitative study with cross-sectional design using purposive sampling conducted on 90 respondents, which is active smoking minivan drivers in Kampung Rambutan Terminal. The instrument used in this study was a questionnaire. The results of this study indicate that there are 61.1% minivan drivers who smoke in public transport in the condition of waiting their passengers and driving. Attitude and type of smoking are the associated factors with smoking behavior in public transport on public transportation drivers. Therefore, for the future needs to be done related to health promotion and smoking area prohibitation more intensively by terminal’s superintendents. And Smoking Area Prohibitation regulation needs to be improved again.

(2)

Pendahuluan

Untuk mengurangi paparan rokok bagi perokok pasif yang ditimbulkan oleh perokok aktif dan juga mempersempit ruang lingkup merokok bagi perokok aktif, maka dicanangkanlah peraturan kawasan tanpa rokok. Di negara-negara maju seperti di Australia, Eropa, Amerika, dan Norwegia, peraturan kawasan tanpa rokok ini sudah diberlakukan dan dijalankan dengan baik (Friis, 2011).

Di Indonesia, peraturan terbaru juga telah dikeluarkan pemerintah lewat PP No. 109/2012 mengenai Pengendalian Tembakau. Pada Bagian Kelima Pasal 49 pada peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (PP No. 109/2012).

Di Jakarta, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 75 tahun 2005 mengenai Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di tempat umum. Peraturan ini dibuat sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 13 dan Pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa Kawasan Dilarang Merokok adalah area yang dinyatakan dilarang untuk merokok, dan tempat umum termasuk bagian didalamnya. Tempat umum sendiri adalah area yang digunakan oleh semua elemen masyarakat, dalam hal ini terminal dan angkutan umum termasuk di dalamnya (Pergub No.75 Tahun 2005).

Pemerintah Kota DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010. Peraturan ini dibuat untuk memperbaiki beberapa pasal-pasal yang ada di Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005. Lalu juga ada Pergub Nomor 50 Tahun 2012 yang membahas tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan Dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa pentingnya peran serta dari pengelola tempat/gedung/angkutan umum dalam penegakkan peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM) di tempat yang menjadi tanggung jawabnya.  

Semua Pergub terkait rokok ini statusnya masih Kawasan Dilarang Merokok (KDM), yang berarti ini hanya himbauan untuk tidak merokok pada suatu kawasan yang termasuk dalam peraturan KDM. Untuk meningkatkan status peraturan KDM ini menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), diperlukan payung hukum yang lebih kuat pada tingkat pemerintah provinsi. Jika peraturan KDM ini sudah ditingkatkan menjadi KTR, maka pada tempat-tempat yang

(3)

termasuk dalam kawasan KTR ini, tidak hanya larangan untuk merokok, tapi juga larangan untuk memperjual-belikan rokok dan pemasangan iklan rokok di tempat yang termasuk kawasan KTR (Modul Implementasi dan Pengawasan Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Provinsi DKI Jakarta, 2014).

Pada Perda terbaru dari Pemprov DKI Jakarta, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, angkutan umum sebenarnya sudah termasuk menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pasal 54 dalam peraturan tersebut yang berbunyi; (1) Kendaraan Bermotor Umum merupakan Kawasan Tanpa Rokok, (2) Setiap pengemudi, awak, dan penumpang Kendaraan Bermotor Umum dilarang merokok di dalam Kendaraan Bermotor Umum (Perda No.5 Tahun 2014). Namun, kata KTR pada perda ini masih belum ada payung hukumnya, jadi statusnya masih KDM. Begitu juga untuk terminal masih dalam peraturan KDM.

Berdasarkan survei terbaru YLKI tahun 2013 (Survei YLKI, 2013), pelanggaran merokok di wilayah KTR dan paling banyak adalah justru supir dan kernet angkutan umum di Jakarta. Terdapat 57% supir dan kernet yang merokok di dalam angkutan umum. Sedangkan sisanya, terdapat 43% penumpang yang merokok di angkutan umum. Pada hasil survei tersebut, ditemukan bahwa penandaan Kawasan Tanpa Rokok di dalam angkutan umum hampir tidak ada. Terdapat 88% angkutan umum yang tidak ditempeli stiker tanda Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan masalah tersebut, peneliti membuat penelitian dengan tujuan penelitannya adalah mendapatkan gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada kalangan supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan.

Tinjauan Pustaka

Pada penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok supir angkot di Terminal Kampung Rambutan ini menggunakan Teori PRECEDE oleh Lawrence Green (Green, 1980). Dengan 7 variabel yang terdiri dari faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat.

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan tipe perokok.

(4)

Faktor pemungkin adalah faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana yang memungkinan terjadinya suatu perilaku. Dalam penelitian ini, faktor pemungkinnya adalah kemudahan akses membeli rokok.

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong terjadinya suatu perilaku kesehatan. Yang termasuk dalam kelompok faktor predisposisi pada penelitian ini adalah keberadaaan sticker tanda KDM, penyuluhan, dan pengawasan peraturan KDM.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuanitatif, yang menggunakan metode pendekatan cross-sectional. Pendekatan cross-sectional bertujuan untuk melihat suatu hubungan antara variabel-variable independen dan variabel dependen, yaitu perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan 2014 pada waktu yang sama dan pada satu titik poin waktu tertentu.

Penelitian ini dilaksanakan di Terminal Kampung Rambutan pada Desember 2014. Dengan opulasi studi yang dipilih adalah supir angkot dengan trayek kawasan di Terminal Kampung Rambutan tahun 2014. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel sebesar 90 orang responden, yaitu supir angkot yang termasuk perokok aktif. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner pada 90 orang responden supir angkot perokok aktif.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat. Semua variabel dependen (perilaku merokok di angkutan umum) dan variabel independen (pengetahuan, sikap, tipe perokok, kemudahaan akses membeli rokok, keberadaaan sticker KDM, penyuluhan dan pengawasan peraturan KDM) di analisis menggunakan analisis univariat. Setelah itu, lalu dilakukan analisis bivariat antara variabel dependen dengan variabel independen dengan melakukan uji statistik chi-square yang dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisi dinyatakan berhubungan jika nilai P ≤ 0,05.

Hasil Penelitian

Dalam hasil penelitian ini, didapatkan perilaku merokok di angkutan umum pada responden sebagai berikut:

(5)

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Perilaku Merokok di Angkutan Umum Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan (n=90)

Perilaku Merokok di Angkutan Umum n %

Tidak 35 38,9

Ya 55 61,1

Total 90 100

Tabel 1. memperlihatkan, ada 61,1% supir angkot perokok yang merokok di dalam angkutan umumnya.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Seberapa Sering Perilaku Merokok di Angkutan Umum Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014

Perilaku Merokok di Angkutan Umum n %

Setiap Hari 41 45,6

Hanya beberapa kali 14 15,6

Total 55 100

Tabel 2. memperlihatkan, dari semua supir angkot yang merokok di dalam angkot, ada sekitar 45,6% supir angkot yang merokok di dalam angkutan umumnya setiap hari.

Tabel 3. Deskripsi Umur Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014

Parameter Umur (tahun)

Mean 42,87

Minimal 23

Maksimal 70

SD 10,021

Dari Tabel 3. diatas menunjukan, rata-rata usia responden adalah 43 tahun, dengan usia termuda 23 tahun dan paling tua usia 70 tahun.

Tabel 4. Deskripsi Tingkat Pendidikan Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n= 89) Tingkat Pendidikan n % Perguruan Tinggi 6 6,7 SMA 37 41,6 SMP 25 28,1 SD 21 23,6 Tidak Sekolah 0 0 Total 89 100

Ada 1 data missing

Dari Tabel 4., menunjukan, bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden adalah SMA. Untuk analisis univariat dari variabel independennya sebagai berikut:

(6)

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, dan Faktor Penguat Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan

Pengetahuan n % Buruk 46 51,1 Baik 44 48,9 Total 90 100 Sikap n % Negatif 55 61,1 Positif 35 38,9 Total 90 100 Tipe Perokok n % Ringan (1-10 batang/hari) 31 34,4 Berat (≥11 batang/hari) 59 65,6 Total 90 100 Kemudahan Akses n % Sulit 1 1,1 Mudah 89 98,9 Total 90 100 Sticker tanda KDM n % Ada 37 41,1 Tidak ada 53 58,9 Total 90 100 Penyuluhan n % Ada 52 57,8 Tidak Ada 38 42,2 Total 90 100

Keseluruhan Pengawasan Dari Pengelola Terminal dan Pemilik Angkot

n %

Ada 19 21,1

Tidak Ada 71 78,9

Total 90 100

Dari Tabel 2. Menunjukkan, ada 51,15 responden yang memiliki pengetahuan buruk, 61,1% responden yang memilik sikap negatif, 65,6% responden dengan tipe perokok berat, 98,9% responden yang menjawab mudah membeli rokok di sekitar terminal (maka variabel ini tidak dibuat analisis bivariat), 58,9% responden yang menjawab tidak ada sticker t tanda KDM yang tertempel di angkotnya, 42,2% reponden yang menjawab tidak ada penyuluhan yang didapatkannya, dan ada 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan peraturan KDM dari pengelola terminal dan pemilik angkot.

Tabel 6. Deskripsi Nilai Pengetahuan Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=90)

Parameter Nilai( skala 10)

Mean 6,211

Minimal 0

Maksimal 10

(7)

Tabel 6 menunjukkan, rata-rata nilai pengetahuan responden adalah sebesar 6,211 (dari skala 10).

Tabel 7. Deskripsi Nilai Sikap Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=90)

Parameter Nilai(skala 10)

Mean 6,7

Minimal 4,5

Maksimal 10

SD 4,47

Dari Tabel 7. menunjukan, terdapat rata-rata nilai sikap yang berhasil diperoleh keseluruhan responden adalah sebesar 6,7 (dari skala 10).

Tabel 8. Deskripsi Kemudahan Akses Membeli Rokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=89) Kemudahan Akses n % Warung 51 56,7 Warkop 4 4,4 Pedagang Asongan 34 37,8 Total 89 100

Tabel 8 menunjukan, 56,7% responden biasa membeli rokok di warung sekitar terminal.

Tabel 9. Deskripsi Pemberi Penyuluhan KDM atau Bahaya Merokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=52)

Pemberi Penyuluhan n % Pengelola terminal 14 15,6 LSM kesehatan 7 7,8 Dishub DKI 21 23,3 Mahasiswa 7 7,8 Lainnya (YLKI) 3 3,3

Tabel 9. memperlihatkan, ada 23,3% responden yang pernah mendapatkan penyuluhan dari Dishub DKI Jakarta

Tabel 10. Deskripsi Jenis Pengawasan Peraturan KDM Dari Pihak Pengelola Terminal Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=51)

Jenis Pengawasan n %

Razia 9 10

Sanksi dan denda 3 3,3

Petugas terminal memasang spanduk, poster, media lainnya

34 37,8

Lainnya 5 5,6

(8)

Tabel 10. menunjukkan ada 37,8% responden yang mendapatkan pengawasan KDM dari pihak pengelola terminal dengan berupa pemasangan spanduk, poster, dan media lainnya.

Tabel 11. Deskripsi Jenis Pengawasan Peraturan KDM Dari Pihak Pemilik Angkot Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014 (n=23)

Jenis Pengawasan n %

Razia 6 6,7

Sanksi dan denda 1 1,1

Menempelkan sticker KTR 12 13,3

Lainnya 3 3,3

Total 23 100

Dari Tabel 11. diketahui bahwa ada 13,3% responden yang mendapatkan pengawasan KDM dari pemilik angkot berupa penempelan sticker KDM pada angkot.

Selanjutnya, dari analisis univariat tersebut, lalu dibuatlah analisis bivariatnya dengan menghubungankan antara variabel-variabel independen tersebut dengan variabel dependennya, sebagai berikut:

Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi dan Faktor Penguat Dengan Perilaku Merokok Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014

Variabel Perilaku Merokok Total Pvalue

Ya Tidak n % n % n % Pengetahuan -Buruk 28 60,9 18 39,1 46 100 1,000 -Baik 27 61,4 17 38,6 44 100 Sikap -Buruk 43 78,2 12 21,8 55 100 <0,05 -Baik 12 34,3 23 65,7 35 100 Tipe perokok -Berat 48 81,4 11 18,6 59 100 <0,05 -Ringan 7 22,6 24 77,4 31 100 Keberadaan sticker -Tidak ada 21 56,8 16 43,2 37 100 0,516 -Ada 34 64,2 19 35,8 53 100 Pengawasan peraturan -Tidak ada 9 47,4 10 52,6 19 100 0,192 -Ada 46 64,8 25 35,2 71 100 Penyuluhan -Tidak ada 30 57,7 22 42,3 52 100 0,514 -Ada 25 65,8 13 34,2 38 100

Tabel 12. memperlihatkan, ada dua variabel yang mempengaruhi perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan, variabel sikap dan tipe perokok. Hal ini karena nilai p yang kurang dari 0,05.

(9)

Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa responden yang merokok di dalam angkutan umum adalah sebesar 61,1%. Sisanya, responden yang tidak merokok di dalam angkutan umum adalah sebesar 38,9%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang notabene adalah seorang perokok biasa merokok di dalam angkutan umumnya sendiri.

Dari 61,1% responden yang merokok di dalam angkutan umum, terdapat 45,6% responden yang biasa merokok di dalam angkutan umumnya setiap hari. Sedangkan terdapat 15,6% responden yang menjawab hanya merokok di dalam angkutan umum beberapa kali dalam seminggu.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di lapangan. Memang ada banyak sekali supir angkot yang sedang merokok di dalam angkot ketika sedang mengetem dan ketika sedang menyetir. Padahal di dalam angkot tersebut sudah ada penumpang.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan juga, peneliti menemukan supir-supir angkot yang tidak merokok di angkutan umum, namun mereka biasa merokok di sekitar terminal saat mereka sedang istirahat. Dari mereka yang tidak merokok di dalam angkot, banyak dari mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin ada penumpang yang juga ikut-ikutan merokok saat sedang naik angkotnya.

Berdasarkan teori perilaku PRECEDE dari Lawrence Green (Green, 1980), perilaku diidentifikasi sebagai penyebab dari masalah kesehatan atau masalah besar lainnya yang ada dalam suatu populasi dan dihubungkan berdasarkan penyebabnya. Untuk lebih jelasnya, ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu faktor presdisposing (pendukung), enabling (pemungkin), dan reinforcing (penguat). Masing-masing memiliki pengaruh yang berbeda terhadap suatu perilaku.

Untuk hubungan antara pengetahuan dengan perilaku merokok di angkutan umum, Dari hasil penelitian ini diketahui, terdapat 48,9% responden yang memiliki pengetahuan baik. Sedangkan sisanya, terdapat 51,1% responden yang memiliki pengetahuan buruk. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang cukup baik namun masih tetap saja menjadi perokok. Pengetahuan mereka seputar KDM maupun bahaya merokok hanya sekedar tahu saja, namun mereka juga tetap masih memutuskan untuk menjadi perokok.

(10)

Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 48,9% responden dengan pengetahuan buruk, terdapat 39,1% responden yang berperilaku merokok di dalam angkutan umumnya, dan ada 60,9% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 51,1% responden dengan pengetahuan baik, terdapat 38,6% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 61,4% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 1,000 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun mempunyai pengetahuan yang baik, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya.

Berdasarkan teori, pengetahuan merupakan hasil tahu (know), dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengetahuan yang bersifat kognitif merupakan domin yang sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan (over behaviour). Apabila tindakan didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003).

Pembahasan berdasarkan hubungan antara sikap dengan perilaku merokok di angkutan umum menunjukkan, terdapat 38,9% responden yang memiliki sikap positif. Sedangkan sisanya, terdapat 61,1% responden yang memiliki sifat negatif.

Hasil analisis bivariat menunjukan, ada hubungan antara sikap responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 38,9% responden yang memiliki sikap positif, terdapat 65,7% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 34,3% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 61,1% responden yang memiliki sikap negatif, terdapat 21,8% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 78,2% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,000 (kurang dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, semakin positif sikap para supir angkot maka kecenderungan untuk merokok di dalam angkutan umumnya juga semakin rendah. Begitu pula sebaliknya.

Pada penelitian ini, tipe perokok dibagi menjadi dua, yaitu perokok ringan dengan jumlah batang rokok yang dihisap sebanyak 1-10 batang perhari dan perokok berat dengan jumlah batang rokok yang dihisap sebanyak ≥ 11 batang perhari. Dan hasil penelitian ini menunjukan, terdapat 34,4% responden yang termasuk dalam kategori tipe perokok ringan. Sedangkan sisanya terdapat 65,6% responden yang termasuk dalam kategori tipe perokok

(11)

Hasil analisis bivariat menunjukan, ada hubungan antara tipe perokok responden dengan perilaku merokok di angkutan umum. Dari 34,4% responden yang termasuk kategori tipe perokok ringan, terdapat 77,4% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 22,6% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya. Dari 65,6% responden yang termasuk kategori perokok berat, terdapat 18,6% responden yang merokok di dalam angkutan umum, dan ada 81,4% responden yang tidak merokok di dalam angkutan umumnya.Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,000 (kurang dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, semakin sedikit jumlah rokok yang dihisap perharinya oleh para supir angkot maka kecenderungan untuk merokok di dalam angkutan umumnya juga semakin rendah. Begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan hubungan antara keberadaaan sticker tanda KDM dengan perilaku merokok dalam penelitian ini menunjukkan, terdapat 41,1% responden yang menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM. Ketika peneliti menanyakan perihal sticker tanda KDM ini pada petugas terminal, mereka mengatakan bahwa pihak terminal sebenarnya sudah menempelkan banyak sticker tanda KDM ke hampir semua mobil angkot. Namun banyak dari sticker tanda KDM tersebut yang dicopot oleh sang supir angkot maupun terlepas dengan sendirinya.

Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara keberadaan sticker tanda KDM dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,516 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkot, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya.

Berdasarkan hubungan antara penyuluhan dengan perilaku merokok dalam penelitian ini menunjukkan, terdapat 57,8% responden yang menjawab ada penyuluhan tentang KDM maupun bahaya merokok yang pernah mereka dapat. Sedangkan, ada 42,2% responden yang menjawab tidak pernah mendapatkan penyuluhan serupa.

Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara penyuluhan tentang peraturan KDM dan bahaya rokok dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,514 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan

(12)

bahwa, meskipun pernah mendapatkan penyuluhan tentang KDM dan bahaya rokok, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya.

Untuk pembahasan mengenai hubungan antara pengawasan terkait peraturan KDM dengan perilaku merokok dia angkutan umum pada penelitian, menunjukkan bahwa ada sebanyak 21,1% responden menjawab ada pengawasan terkait peraturan KDM yang dilakukan oleh pihak pengelola terminal dan pemilik angkot. Dan sisanya, terdapat 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan terkait peraturan KDM dari pihak pengelola terminal maupun pihak pemilik angkot.

Hasil analisis bivariat menunjukan, tidak ada hubungan antara pengawasan peraturan KDM dari pihak pengelola terminal dan pemilik angkot dengan perilaku merokok di angkutan umum. Hal ini dibuktikan dengan besar pvalue yang didapatkan, yaitu 0,192 (lebih dari 0,05). Dapat disimpulkan bahwa, meskipun pengawasan terkait peraturan KDM yang pernah didapatkan supir angkot dari pihak pengelola terminal maupun pemilik angkot, supir angkot akan tetap merokok di dalam angkutan umumnya.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan, 61,1% responden memiliki perilaku merokok di dalam angkot. Sedangkan ada sebanyak 38,9% responden yang tidak memiliki perilaku merokok di dalam angkot. Dari responden yang memiliki perilaku merokok di dalam angkot, terdapat 45,6% responden merokok setiap hari di dalam angkotnya. Sisanya, ada 15,6% responden yang mengaku hanya beberapa kali dalam seminggu merokok di dalam angkot.

Parameter tingkat pengetahuan responden menunjukan, rata-rata nilai pengetahuan yang berhasil diperoleh (skala 10) adalah 6,2, dengan nilai minimal sebesar 0 dan nilai maksimal sebesar 10. Dengan rincian, mayoritas responden memiliki nilai yang cukup baik pada pertanyaan mengenai pengertian KDM, manfaat KDM, tempat yang harus disediakan pengelola tempat yang termasuk dalam KDM, penyakit yang menyerang perokok pria, dan zat-zat kimia dalam sebatang rokok. Responden juga menunjukan nilai pengetahuan rendah pada pertanyaan mengenai yang tidak termasuk penyakit akibat merokok dan bahaya asap rokok bagi perokok pasif.

Parameter tingkat sikap responden menunjukan, rata-rata nilai sikap yang berhasil diperoleh (skala 10) adalah 6,7, dengan nilai minimal sebesar 18 dan dan nilai maksimal sebesar 40. Mayoritas responden memiliki sikap positif pada pernyataan mengenai. mempersilahkan

(13)

penumpang untuk merokok di angkot, tidak akan menegur penumpang yang merokok di dekat ibu hamil dan anak-anak. Mayoritas responden juga memiliki sikap negatif pada pernyataan mengenai merokok saat menyetir angkot dapat menghilangkan stress dan kantuk , dan tidak peduli mendapat teguran jika kedapatan merokok di angkot.

Dari hasil penelitian didapatkan, ada 34,4% responden dengan kategori tipe perokok ringan (1-10 batang perhari). Sisanya, ada 65,6% responden dengan kategori tipe perokok berat (lebih dari 11 batang perhari).

Sebanyak 98,9% responden menjawab mudah membeli rokok di sekitar terminal. Oleh sebab itu, variabel kemudahan akses ini tidak bisa dianalisis hubungannya. Sedangkan ada 1,1% responden yang menjawab sulit membeli rokok di sekitar terminal. Dari 98,9% responden yang menjawab mudah, mayoritas responden biasa membeli rokok di warung sekitar terminal. Sisanya biasa membeli di pedagang asongan dan warkop,

Sebanyak 41,1% responden menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM.

Sebanyak 41,1% responden menjawab tidak ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Sedangkan terdapat 58,9% responden yang menjawab ada sticker tanda KDM yang tertempel di angkotnya. Dari hasil observasi di lapangan, memang terlihat ada beberapa angkot yang benar-benar tertempel sticker tanda KDM.

Sebanyak 21,1% responden menjawab ada pengawasan terkait peraturan KDM yang dilakukan oleh pihak pengelola terminal dan pemilik angkot. Dan sisanya, terdapat 78,9% responden yang menjawab tidak ada pengawasan terkait peraturan KDM dari pihak pengelola terminal maupun pihak pemilik angkot.

Hasil penelitian menunjukan, ada hubungan antara variabel sikap dan tipe perokok pada perilaku merokok di angkutan umum dari responden. Hal ini dibuktikan dengan nilai p yang kurang dari 0,05. Yang berarti bahwa ada hubungan yang berarti antara variabel sikap dan variabel tipe perokok dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014.

Untuk variabel pengetahuan, keberadaan sticker KDM, penyuluhan, dan pengawasan peraturan KDM tidak berhubungan dengan perilaku merokok. Hal ini dibuktikan dengan nilai

(14)

p yang lebih dri 0,05. Yang berarti berdasarkan hipotesis bahwa ada hubungan antara pengetahuan, keberadaan sticker KDM, penyuluhan dan pengawasan peraturan KDM terbukti tidak berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di Terminal Kampung Rambutan Tahun 2014.

Saran

Saran bagi Pemprov DKI Jakarta adalah untuk menciptakan angkutan umum dan terminal yang benar-benar bebas dari asap rokok, Pemprov DKI sebaiknya dapat meningkatkan status Pergub No. 88 Tahun 2010 yang sebelumnya masih berstatus Kawasan Dilarang Merokok (KDM) menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Lalu, saran bagi Dinas Perhubungan DKI Jakarta adalah sebaiknya dapat meningkatkan sosialisasi terkait peraturan Kawasan Tanpa Rokok dengan menyebarkan informasi yang lebih gencar lagi melalu media cetak, seperti dengan menempelkan stiker, banner, dan poster di area-area strategis di terminal. Dinas Perhubungan DKI Jakarta juga dapat membina kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat anti rokok maupun Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk membuat program penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan sikap para supir angkot mengenai Pergub KDM dan memberikan penyuluhan berhenti merokok untuk menekan angka perokok berat pada supir angkot tersebut.

Dan terakhir, saran bagi pengelola terminal adalah untuk menciptakan angkutan umum dan terminal yang bebas dari asap rokok, pihak pengelola Terminal Kampung Rambutan sebaiknya lebih meningkatkan pengawasan mengenai KDM. Tidak hanya pengawasan berupa peringatan saja yang terus dilanjutkan, tetapi pengawasan dalam bentuk razia, sanksi dan denda, penempelan sticker tanda KDM, dan sosialisasi peraturan KDM juga harus semakin gencar dilaksanakan. Pengawasan ini juga harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan agar dapat mengubah perilaku para supir angkot. Sebaiknya juga, pihak pengelola terminal dapat menyediakan area atau ruangan khusus merokok bagi para supir maupun penumpang jika ingin merokok. Pengelola terminal juga sebaiknya lebih menyediakan ruang hijau terbuka di area terminal untuk mengendalikan pencemaran udara di area terminal.

Daftar Referensi Books:

(15)

Modul Implementasi dan Pengawasan Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: 2014

Notoadmodjo, S., 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. (Cetakan ke-2). Rineka Cipta. Jakarta.  

Document:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan

Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 5 Tahun 2014 tentang Transportasi

Journal:

Friis, H, Robert. 2011. Regulation of Smoking in Public Avenues. Perspective in Public Health

Online Document:

Survei YLKI, 2013. http://www.merdeka.com/jakarta/survei-ylki-sopir-dan-kondektur-paling-banyak-merokok-di-angkot.html

Gambar

Tabel  1.  Distribusi  Responden  Menurut  Perilaku    Merokok  di  Angkutan  Umum  Pada  Supir  Angkot  di  Terminal Kampung Rambutan (n=90)
Tabel  5.  Distribusi  Responden  Menurut  Faktor  Predisposisi,  Faktor  Pemungkin,  dan  Faktor  Penguat  Pada Supir Angkot di Terminal Kampung Rambutan

Referensi

Dokumen terkait

Seperti dikemukakan, Ibn Hazm dalam hal membaca, menyentuh al-Qur’an, sujud tilawah dan zikir diperbolehkan atas orang dalam keadaan junub dan haid , karena secara eksplisit tidak

Pada umumnya tari topeng atau Wayang T openg di Jawa membawakan cerita Panji yang  popular dengan sebutan :Siklus Panji, yaitu peristiwa yang menceritakan pengembaraan.. Raden

SEDANG Terdapat bukti bahwa pengalokasian Kawasan Lindung di areal kerja PT MMB telah mendapat persetujuan dari sebagian stakeholder terkait. Pengakuan tersebut diwujudkan

Hal yang membuat pola keduanya berbeda adalah kuantitas penyerapan yang dialami, dimana pada premium murni, penyerapan yang dilakukan lebih sedikit dibandingkan dengan

Karena pada perencanaan dapur pelebur ini di harapkan agar dapur peleburan ini nantinya akan dapat bekerja dengan baik maka perencanaan dari dapur ini meliputi perencanaan

Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi polemik dengan kemunculan kurikulum berbasis KKNI ini. Sebagai sebuah produk yang diujicobakan, perlu diadakan berbagai penelitian

Proyeksi Kebutuhan Bahan Bakar dan Listrik untuk Transportasi (Nilai Listrik adalah Aktual). propulsi mobil listrik pada konfigurasi sebagian atau seluruh daya dan

88 (2) Tujuan pengelolaan cadangan pangan adalah terpenuhinya kebutuhan beras masyarakat dalam masa kerawanan pangan, keadaan darurat pasca bencana dan harga