• Tidak ada hasil yang ditemukan

E-learning, Cermin Pendidikan Masa Kini: Siapkah kita? Oleh : Christina Wahyu Cahyani Senin, 13 Pebruari :46

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "E-learning, Cermin Pendidikan Masa Kini: Siapkah kita? Oleh : Christina Wahyu Cahyani Senin, 13 Pebruari :46"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KOPI - Perkembangan teknologi yang semakin canggih kini telah mengubah dunia pendidikan. Pembelajaran yang dulunya menggunakan cara konvensional berangsur-angsur berubah menjadi modern. Penggunaan alat-alat teknologi dalam pembelajaran memberikan banyak manfaat kepada peserta didik ataupun pendidik. Namun di balik itu semua, banyak pula dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut. Selain berbagai kendala, bangsa kita, secara mental juga kurang siap dalam menghadapi tantangan jaman yang penuh inovasi.

Banyak hal yang dapat kita lakukan sekarang. Meski masih sangat sulit, kita harus berusaha memperbaharui diri menjadi lebih baik. Sebisa mungkin selalu mengikuti perkembangan jaman agar kita tidak tertinggal oleh negara-negara lain. Caranya sederhana saja, mulailah dari

sekarang dan dari hal yang kecil. Dalam esai ini disajikan beberapa penerapan e-learning di Indonesia. Kemajuan bangsa tergantung kepada generasi mudanya. Generasi muda yang berkualitas bertitik tolak pada pendidikan di negara tersebut. Menjadi Indonesia yang lebih baik berarti meningkatkan kualitas pendidikan kita sesuai dengan perkembangan jaman. Teknologi yang saat ini terkenal dalam pendidikan adalah e-learning. Bergegaslah untuk menyesuaikan diri dengan teknologi pendidikan yang lebih baik.

Dewasa ini perkembangan teknologi sangat pesat. Hal ini mengubah paradigma masyarakat dalam mencari informasi. Kini, untuk mencari informasi tidak hanya terbatas pada surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga melalui sumber informasi lain diantaranya jaringan internet.

Perkembangan teknologi tersebut juga memberi dampak pada pendidikan, yang mana pendidikan merupakan proses komunikasi dan informasi antara pendidik dan siswa. Oleh karena itu, tercetuslah ide tentang e-learning.

E-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya komputer. Dalam hal ini, e-learning tidak dapat dipisahkan dari jaringan internet, karena media tersebut yang dijadikan sarana penyajian ide. E-learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat

memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada. E-learning adalah sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar

(2)

mengajar. Jadi teknologi informasi berperan besar di sini.

Ada beberapa pengertian berkaitan dengan e-learning sebagai berikut :

1. Pembelajaran jarak jauh

E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di Semarang, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota lain bahkan di negara lain. Pembelajar belajar dari komputer di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal ataupun jaringan Internet ataupun

menggunakan media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/universitas. Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat dari mana ia mengakses pelajaran.

2. Pembelajaran dengan perangkat komputer

E-learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar.

3. Pembelajaran formal vs. informal

E-learning bisa mencakup pembelajaran secara formal maupun informal. E-learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait

(pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-learning untuk umum. E-learning bisa juga dilakukan secara

(3)

informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list,

e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).

4. Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli di bidang masing-masing

Walaupun sepertinya e-learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang

masing-masing, yaitu:

a. Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan yang disampaikan;

b. Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari;

c. Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari;

d. Ahli bidang Learning Management System (LMS). Mengelola sistem di website yang

mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya.

Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh.

E-learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.

(4)

Dalam penerapannya, ada beberapa hal yang menghambat. Pertama, masih kurangnya

kemampuan menggunakan internet sebagai sumber pembelajaran. Hal itu dikarenakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tersebut masih terbatas jumlahnya. Di era teknologi seperti sekarang ini, sudah banyak orang yang dapat menggunakan internet. Akan tetapi, hanya sedikit yang memiliki kemampuan dalam mengaplikasikannya sebagai sumber pembelajaran. Tidak hanya kemampuan mencari informasi saja, namun juga keterampilan untuk mengolahnya sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang menarik. Kedua, biaya yang diperlukan masih relatif mahal. Untuk mewujudkan e-learning, diperlukan berbagai macam perangkat dan jaringan internet. Tentu saja ini membutuhkan banyak biaya. Di Indonesia, universitas yang menggunakan e-learning masih bisa dihitung dengan jari. Untuk sekolah-sekolah biasa, biaya menjadi masalah yang krusial sehingga belum banyak sekolah yang menggunakan e-learning. Ketiga, belum memadainya perhatian dari berbagai pihak terhadap pembelajaran melalui internet.

Internet yang sejatinya digunakan sebagai sumber pembelajaran, penggunaanya kurang dimaksimalkan. Hal ini seharusnya menggugah berbagai pihak untuk berusaha menjadikan internet sebagai sumber pembelajaran. Sudahkah perhatian itu diberikan? Keempat, belum memadainya infrastruktur pendukung untuk daerah-daerah tertentu. Seperti kita tahu,

saudara-saudara kita yang berada di daerah pedalaman, misalnya Papua, belum mendapat pendidikan yang layak. Sehingga untuk mewujudkan e-learning ini masih membutuhkan waktu yang panjang. Belum tersedianya infrastruktur pendukung menjadi masalah yang perlu

diselesaikan. Misalnya saja dengan memperbanyak pembangunan sekolah, pengadaan jaringan internet, pengadaan perangkat elektronik dan sebagainya. Kelima, belum adanya standar minimum implementasi e-learning yang resmi dari pemerintah. Kurang adanya rasa peduli terhadap e-learning mengakibatkan kurang adanya aturan ataupun standar bagi pelaksanaan e-learning di Indonesia.

Metode pendidikan lama sudah tidak efektif untuk diterapkan di masa kini karena terbentur ruang dan waktu. E-learning adalah solusinya. Menerapkan e-learning dapat dengan berbagai cara. Untuk menyampaikan pembelajarannya, e-learning tidak harus selalu menggunakan internet. Banyak media-media lain yang dapat digunakan selain internet. Seperti intranet, cd, dvd, mp3, PDA dan lain-lain. Penggunaan teknologi internet pada e-learning umumnya dengan pertimbangan memiliki jangkauan yang luas. Ada juga beberapa lembaga pendidikan yang menggunakan jaringan intranet sebagai media e-learning sehingga biaya yang disiapkan relatif lebih murah. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi.

(5)

Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning. Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai

dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan.

Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan

kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Selain sikap positif peserta didik dan tenaga kependidikan, alasan/pertimbangan lain untuk menggunakan e-learning, di antaranya adalah karena harga perangkat komputer yang semakin lama semakin relatif murah (tidak lagi diperlakukan sebagai barang mewah), peningkatan kemampuan perangkat komputer yang mampu mengolah data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan data yang semakin besar, memperluas akses atau jaringan komunikasi, memperpendek jarak dan mempermudah komunikasi, mempermudah pencarian atau penelusuran informasi melalui internet.

E-learning memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari penerapan e-learning antara lain dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar karena disertai dengan grafik, video, gambar. Hal itu akan meningkatkan motivasi siswa dalam proses belajar. Keuntungan lain belajar dengan metode e-learning seperti menghemat waktu , menghemat biaya perjalanan, menghemat biaya pendidikan, menjangkau wilayah geografis yang luas dan melatih

kemandirian para pelajar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

Sebaliknya, penerapan e-learning juga dapat memberikan efek negatif. Hubungan antara

pendidik dan siswa semakin jauh dikarenakan penggunaan media perangkat komputer. Dengan adanya media tersebut komunikasi pendidik dan siswa semakin berkurang.Kehadiran guru sebagai makhluk hidup yang dapat berinteraksi secara langsung dengan para murid telah

menghilang dari ruang-ruang elektronik e-learning ini. Inilah ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak bagus.

(6)

Salah satu kota yang telah menerapkan e-learning di sekolah adalah Yogyakarta. Sebanyak 500 SD dan SMP di Yogyakarta menjadi model program pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk peningkatan mutu pendidikan nasional. Saat ini, 110 SD dan SMP di DIY sudah menerapkan program pemanfaatan TIK. Tahun 2012, total 500 sekolah (300 SD dan 200 SMP) di DIY akan menerapkan program itu. Selain itu, prestasi yang luar biasa dicatat oleh Tim IT SMA Negeri 1 Yogyakarta. TIM IT SMAN 1 Yogyakarta berhasil menjadi juara satu

E-learning Award 2010 Tingkat Nasional kategori sekolah yang diselenggarakan oleh

Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan)–Kemendiknas pada ajang Festival Pendidikan 2010.

Di balik sebuah pembelajaran yang modern tersebut, di masyarakat kita berkembang mitos-mitos tentang e-learning, diantaranya :

1. Biaya untuk mengimplementasikan e-learning mahal

Sekolah menganggap biaya e-learning mahal, padahal aplikasi yang diperlukan untuk mulai mengimplementasikan e-learning sangatlah murah, bahkan bisa dikatakan gratis.

2. Membuat materi e-learning sulit dan membutuhkan waktu yang lama

Jika kita dapat mengetik pada aplikasi pengolah kata (MS Word atau Open Office Writer), maka kita dapat membuat materi e-learning. Penggunaan aplikasi untuk e-learning tidaklah sulit dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Jika kita sudah memiliki materi dalam bentuk dokumen atau powerpoint, tidaklah membutuhkan tingkat kecakapan yang tinggi maupun waktu yang lama. Dari sisi teknis tidaklah terlalu sulit dan tidak terlalu lama dalam pembuatannya.

3. Pendidik terlalu disibukkan dengan kegiatan administratif yang menyita waktu

Mitos atau mungkin lebih tepat alasan ini paling sering kita jumpai. Pendidik mengemukakan bahwa mereka terlalu disibukkan dengan kegiatan administratif. Memang benar dengan

perubahan kurikulum banyak sekali kegiatan administratif yang harus dilakukan, tetapi kegiatan administratif ini repetitif, yakni berulang-ulang dari tahun ke tahun. Hanya membutuhkan sedikit

(7)

penyesuaian dari tahun ke tahun. Dengan menggunakan e-learning, sebetulnya konten atau materi pembelajaran dapat satu kali dilakukan kemudian disimpan dan diupdate apabila diperlukan. Materi pembelajaran yang disampaikan dengan e-learning justru mempersingkat waktu pendidik untuk persiapan mengajar.

4. Peserta didik tidak memiliki akses terhadap komputer dan/atau internet

Berdasarkan data terakhir (3 Mei 2011) Indonesia perlu berbangga hati (ataukah bersedih?) dengan menjadi negara pengguna facebook kedua terbesar setelah Amerika Serikat. Pengguna Facebook Indonesia mencapai 36.358.100 pengguna. Dari 36 juta pengguna ini, sekitar 70% berada pada usia belajar (Usia 18-24: 43,4%; usia 14-17: 24,6%; Usia <13: 1,8%). Total pelajar yang tercatat pada Data Pokok Pendidikan Kemendiknas, total pelajar di Indonesia sebanyak 41.191.778 sedangkan mahasiswa sebanyak 4.8 juta. Ini artinya lebih dari 50% pelajar

Indonesia dapat mengakses Internet. Meskipun data pengguna Facebook ini tidak dapat dijadikan patokan karena bisa jadi satu pelajar memiliki beberapa akun Facebook, tetapi dapat terlihat bahwa lebih dari setengah pelajar di Indonesia memiliki akses terhadap komputer dan/atau internet. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat dengan pesat. Jika pelajar dapat mengakses Facebook, maka mereka dapat pula mengakses konten e-learning. Dari data

tersebut timbul pertanyaan: Akankah mereka (peserta didik) mengakses konten e-learning yang dibuat sekolah sama seperti mereka mengakses Facebook?

5. Tidak ada interaksi antara pendidik dan peserta didik

Penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Sudweeks (2008) bahwa peserta didik belajar melalui computer-mediated communication mempengaruhi persepsi dan meningkatkan partisipasi peserta didik dalam upaya memahami materi yang sedang dipelajari.

Hampir semua mitos di atas memiliki kendala dari sisi teknis. Mitos-mitos ini sedikit sekali yang berhubungan dengan pembelajaran. Sudah saatnya sekolah dan pendidik melihat e-learning bukan dari teknologi yang digunakan tetapi bagaimana dan kapan menggunakannya.

Di sisi lain, masih banyak sekolah yang memiliki fasilitas yang minim. Berdasarkan penelitian hampir semua sekolah di Kabupaten Ende (NTT) memiliki sarana prasarana yang masih sangat minim. Selain itu, kualitas SDM pengajar/guru juga sangat kurang.

(8)

Alternatif yang bisa dilakukan antara lain :

a. Jika sekolah memiliki komputer dan terhubung pada jaringan internet maka e-learning dapat berjalan secara efektif dan efisien,

b. Jika sekolah memiliki komputer tetapi tidak terhubung ke internet maka dapat mendownload materi di tempat lain,

c. Jika sekolah tidak memiliki komputer maka pelajar dapat diperkenalkan e-learning melalui cara lain misalnya melalui TV, CD, video.

Di dunia modern ini, pemanfaatan teknologi menjadi penting termasuk di dunia pendidikan. Pendidikan di daerah pedalaman menjadi kunci utama untuk mengubah masyarakatnya menjadi lebih maju. Jika pendidikan yang memadai saja belum bisa didapat, bagaimana mungkin menerapkan pembelajaran dengan sistem e-learning? Sejatinya, teknologi akan berkembang dengan lebih cepat. Dalam arti, kekurangan yang ada sekarang akan

Referensi

Dokumen terkait