• Tidak ada hasil yang ditemukan

Press Release KEMENTERIAN PERTANIAN KERAHKAN PROFESOR RISET KE WILAYAH PERBATASAN DAN LAHAN SUB-OPTIMAL. Jakarta, 12 Juli 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Press Release KEMENTERIAN PERTANIAN KERAHKAN PROFESOR RISET KE WILAYAH PERBATASAN DAN LAHAN SUB-OPTIMAL. Jakarta, 12 Juli 2012"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Press Release

KEMENTERIAN PERTANIAN KERAHKAN PROFESOR RISET

KE WILAYAH PERBATASAN DAN LAHAN SUB-OPTIMAL

Jakarta, 12 Juli 2012

__________________________________________________

Hari Krida Pertanian dan Kunjungan Kerja Tematik

Berkaitan dengan Hari Krida Pertanian ke 40 tahun 2012, Kementerian Pertanian mengerahkan lebih dari 55 orang Profesor Riset bersama sekitar 60 peneliti lainnya, baik yang berasal dari Pusat Penelitian/Balai Besar/Balai Penelitian maupun BPTP, untuk melakukan kunjungan kerja tematik ke tiga wilayah perbatasan dengan Malaysia dan Timor Timur (Kalbar, Kaltim dan NTT), serta wilayah lahan sub optimal (NTB, Jambi dan Kalsel). Kunjungan Kerja tematik dilaksanakan sejak tanggl 16 Juni sd 7 Juli 2012 ini merupakan bagian dari program Badan Litbang Kemtan untuk mendukung program-program strategis Kementerian Pertanian melalui kajian lintas bidang keahlian, terhadap persoalan pembangunan pertanian di berbagai wilayah yang sekaligus mengoptimalkan peran dari para Profseor Riset Kementerian Pertanian.

Badan Litbang Pertanian, yang saat ini mempunyai sekitar 70 profesor riset yang masih aktif dari total 100 orang, tergabung dalam Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR) yang dibentuk oleh Menteri Pertanian pada tanggal 14 Januari 2011, diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran dan gagasan cerdas dalam pemecahan berbagai masalah pembanguan pertanian di daerah. Melalui kegiatan kunjungan kerja tematik ini para profesor riset dengan berbagai bidang kepakarannya bersama Kepala Pusat/Kepala BB dan peneliti lainnya dapat memahami secara mendalam masalah riil yang ada di tingkat petani di lapang, dan merumuskan upaya pemecahannya melalui interaksi yang intensif dengan pengambil kebijakan dan stake holder di daerah.

Sesuai dengan kapasitas para profesor riset sebagai pemikir dan penghasil inovasi pertanian, maka titik tolak awal yang dilihat dalam kunjungan kerja tematik ini adalah: (a) seberapa jauh teknologi yang telah dihasilkan selama ini sampai kepada pengguna, dan (b) seberapa potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani berdasarkan sumberdaya dan infrastruktur yang ada. Selain itu juga dilihat peluang penerapan teknologi pertanian untuk memperbaiki kegiatan pertanian di lapangan, dalam upaya memacu peningkatan pendapatan petani. Diharapkan juga melalui kegiatan ini dapat disepakati berbagai terobosan dalam percepatan pembangunan pertanian wilayah.

(2)

Hampir semua Pemerintah Daerah menyambut baik dan memberikan perhatian serius terhadap kegiatan kunker, dan sangat antusias terhadap berbagai gagasan/pemikiran tentang model/program yang direkomedasikan, untuk selanjutnya akan dijadikan bahan dalam menetapkan kebijakan dan program pembangunan 2012.

Output utama dari kegiatan ini antara lain lain: a) rekomendasi kebijakan atau

rancangan model dan program percepatan pengembangan pertanian di wilayah perbatasan dan lahan sub-optimal yang berbasis inovasi pertanian, b) adanya peningkatan kesepahaman pemerintah daerah atau stake holder terhadap peran Badan Litbang dan inovasi teknologi unggulan serta kebijakan strategis Kementerian Pertanian, dan c) saran dan kesepakatan tentang aksi tindak lanjut dalam mewujudkan sasaran akhir dari kunker tematik ini, yaitu percepetan pembangunan pertanian di ketiga wilayah perbatasan dan tiga wilayah lahan sub optimal.

Rancangan rekomendasi tersebut akan segera dikomunikasikan dan didiskusikan dalam bentuk FGD dengan semua Ditjen/Badan terkait dalam upaya memberikan masukan, memadukan dan mensinergikan dengan program-program dekon yang sedang disusun. Pada lokasi-lokasi spesifik, Badan Litbang akan menyusun kegiatan aksi tindak dalam bentuk laboratorium lapang dan/atau kegiatan “litkajibangrap” bersama Pemda yang sekaligius sebagai media pembinaan peneliti muda (calon peneliti) di Balit dan BPTP.

Wilayah Lahan Sub Optimal

Dari hasil kunker tematik ini FKPR melihat bahwa penerapan teknologi terbaru Badan Litbang masih belum optimal, sehingga masih besar potensi unuk terjadinya percepatan peningkatan produksi, melalui peningkatan produktivitas di tingkat usahatani, serta terdapat pula peluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian yang ada dilokasi.

Sebagai contoh, pada wilayah sub optimal yang berupa lahan kering beriklim

kering di Kabupaten Bima, NTB, tim melihat bahwa penerapan teknologi Badan

Litbang Pertanian baru sekitar 30% dari teknologi yang ada, dan itu baru mampu memacu peningkatan produktivitas sekitar 10% dari potensi yang ada. Masih terbuka peluang peningkatan produksi dan pendapatan petani sekitar 50% melalui penerapan inovasi terpadu melalui konsep “zero waste”, dan menjadikan explorasi sumberdaya air terbatas secara maksimal sebagai titik ungkit dalam memacu peningkatan indek pertanaman dan produktivitas.

Hal yang sama ditemukan pada lahan rawa pasang surut di Kabupaten

Tanjung Jabung Timur, Jambi, produktivitas padi masih rendah (<3 t/ha),

(3)

kali setahun. Melalui perbaikan teknologi pengelolan air serta rekayasa kelembagaan, diharapkan dapat dilakukan penanaman padi lebih dari satu kali dalam setahun, ataupun melalui introduksi tanaman jagung dan kedele dengan peningkatan produktivitas lebih dari 75%. Berbagai upaya ini bila dilakukan secara terpadu dan melibatkan sub-sektor dan sektor terkait diperkirakan bisa meningkatkan pendapatan petani lebih dari 50%, apalagi jika masalah fluktuasi harga padi, jagung dan kedele dapat dikendalikan. Dengan pendekatan tersebut, dilema yang dihadapi oleh Pemda dan Kementerian Pertanian terhadap ancaman konversi lahan pangan menjadi perkebunan di berbagai daerah dapat diminimumkan.

Demikian juga hal nya dengan lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan, terutama di polder Alabio dengan luas 36.000 ha, dengan hanya

memberikan sentuhan inovasi teknologi dan kelembagaan yang didukung oleh pengembangan prasaran dan penataan lahan, maka kawasan tersebut sangat potensial dijadikan kawasan “alabio food estate” dengan tingkat produktivitas lebih >200% dibadingkan rata-rata produkivitas petani saat ini.

Wilayah Perbatasan/Tertinggal

Terkait dengan wilayah perbatasan, pada 2010, pemerintah membentuk BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) yang berperan sebagai lembaga regulator, kordinator, akselator dan dinamisator. Menteri Dalam Negeri ditunjuk sebagai ketua BNPP yang membawahi 10 Kementerian, ditambah pimpinan TNI, POLRI, BIN dan Bakosurtanal serta Gubernur terkait. Walaupun Kementrian Pertanian tidak termasuk di dalam 10 Kementerian yang memperoleh intruksi presiden RI, akan tetapi berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengembangan wilayah perbatasan tidak dapat dipisahkan dengan sektor pertanian, dimana sebagian besar penduduk setempat bergantung pada sektor tersebut. Oleh karena itu, Kementan tetap memberikan prioritas tinggi dalam mendukung pembangunan pertanian di wilayah perbatasan.

Wilayah perbatasan yang dikunjungi sesuai perioritas satu BNPP yaitu Kec.

Sajingan Besar dan Kec. Paloh (Kab. Sambas, Kalbar); Kec. Krayan dan P. Sebatik (Kab Nunukan, Kaltim); dan Kec. TTU (Kab. Belu, NTT). Khusus

wilayah perbatasan dengan Malaysia, penduduk lokal sangat bergantung pada Malaysia, sebagai wilayah pemasaran hasil pertanian dan tempat memperoleh kebutuhan dasar mereka. Padahal di sisi lain potensi sumberdaya pertanian, terutama lahan, air dan sumberdaya genetik sangat besar, apalagi kalau didukung oleh teknologi Badan Litbang Pertanian yang diyakini lebih unggul dibanding negara tetangga. Demikian juga di perbatasan Timor Timur, wilayah Indonesia menjadi tempat penduduk Timor Timur mencari tambahan pendapatan, dan juga produk

(4)

pertanian masyarakat perbatasan dipasarkan ke wilayah Timor Timur. Pada umumnya sumber pangan (bahkan energi) masyarakat negara tetangga tergantung kepada masyarakat NTT, tetapi infrastruktur (jalan dan listrik) di wilayah RRDTL justru lebih baik dibandingkan dengan di Indonesia.

Sebagian penduduk kecamatan Krayan, Nunukan, perbatasan dengan

Malaysia, mengandalkan pendapatan mereka dari usahatani padi varietas lokal Adan dan pemeliharaan kerbau. Beras organik adan sebagai salah satu jenis beras yang cukup eksotik serta daging kerbau lokal disukai oleh penduduk Malaysia dan Brunei Darussalam, dengan harga jual tinggi., tetapi petani belum mempeoleh manfaat optimal dari kedua komoditas tersebut. Petani masih terkendala dalam upaya peningkatan produktivitas padi, karena belum dilakukan pemurnian dan perbaikan varietas untuk mendapatkan tanaman berproduktivitas tinggi dan/atau umur genjah. Selain itu selisih harga jual beras Adan di Krayan dan di Malaysia hampir dua kali lipat, karena besarnya ketergantungan pada tengkulak dan petani belum melakukan pengemasan produk dengan baik. Sementara kerbau lokal populasinya terus berkurang karena adanya inbreeding dan terbatasnya makanan yang baik. Melalui sentuhan inovasi, terutama melalui pembinaan dan pelatihan kepada penyuluhn atau petani, oleh pakar Badan Litbang Pertanian kendala-kendala tersebut sangat mudah diatasi.

Salah satu kabupaten yang berbatasan dengan wilayah Negara Malaysia (Negara bagian Serawak) adalah Kabupaten Sambas dengan wilayah terdepan adalah

Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh. Potensi pengembangan

pertanian di kedua kecamatan tersebut sangat besar, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Selain teknologi, kendala utamanya adalah keterisoliran wilayah tersebut akibat infrastruktur jalan serta ketiadaan sarana irigasi, pada hal sumberdaya airnya cukup besar. Selain perbaikan infrastruktur jalan dan sarana irigasi, sentuhan inovasi teknologi produksi (terutama varietas) malalui pembinaan dan pendampingan teknologi menjadi titik ungkit percepatan pembangunan pertanian di wilayah ini. Potensi peningkatan produktivitas dan produksi hampir semua komoditas lebih dari 55% dengan penamabahan kapasitas produksi lebih dari 100%, melalui perbaikan pola tanam dan perluasan areal.

Pengembangan pertanian dalam bentuk pusat kegiatan ekonomi terpadu di wilayah perbatasan NTT-RDTL seyogianya menggunakan 3 strategi pendekatan, yaitu (a) strategi parsial pengembangan komoditas spesifik lokasi dalam satu kawasan terpiliih, (b) strategi pendekatan terintegrasi dalam suatu kawasan pembangunan yang menghimpun seluruh kantong produksi berbagai komoditas bernilai tinggi, dan (3) strategi pendekatan lintas sektor di lokasi wilayah perbatasan terpilih yang diposisikan sebagai “Pusat Kegiatan Ekonomi Terpadu Berbasis Inovasi Pertanian Wilayah Perbatasan NKRI-RDTL”. Dalam hal ini, strategi (1) dan (2) diterapkan guna

(5)

mengembangkan enclave produksi yang diposisikan sebagai feeder bagi pusat kegiatan ekonomi tersebut.

Pembangunan pertanian di wilayah perbatasan memerlukan alokasi dana khusus serta pendekatan lintas sektor yang terpadu, terutama dalam pengembangan sarana dan prasarana. Upaya ini perlu diawali dengan menyusun road map pengembangan wilayah perbatasan dalam berbagai jangka waktu. Dibutuhkan konsistensi dan perhatian penuh para pihak terkait dalam pembangunan wilayah perbatasan, sehingga wilayah ini bisa menjadi pintu gerbang yang memadai bagi indonesia.

Jakarta, 12 Juli 2012 Badan Litbang Pertanian

Referensi

Dokumen terkait