• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. bangunan simetris yang dapat dianalisis secara 2 dimensi. besarnya momen torsi yang terjadi pada lantai tersebut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. bangunan simetris yang dapat dianalisis secara 2 dimensi. besarnya momen torsi yang terjadi pada lantai tersebut."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketidakberaturan Bangunan Bertingkat

Kondisi geografis Indonesia yang terletak diantara dua jalur gempa menjadikan wilayah Indonesia sangat rawan terhadap gempa. Pada bangunan-bangunan bertingkat tinggi beban gempa lebih dominan dibanding dengan beban gravitasi yang bekerja padanya. Ketidakberaturan bentuk dari suatu bangunan menghasilkan suatu analisa yang lebih rumit dibandingkan dengan bentuk bangunan simetris yang dapat dianalisis secara 2 dimensi.

Perilaku dari struktur ketidakberaturan (asimestris) yang diberikan suatu gaya gempa akan menghasilkan suatu perpindahan yang nilainya berbeda-beda pada tiap lantainya. Perpindahan yang terjadi untuk analisisi 3 dimensi akan memberikan perpindahan translasi pada arah sumbu-x dan sumbu-y, serta rotasi yang secara langsung terjadi akibat gaya gempa hanya pada satu arah saja. Pada bangunan beraturan (simetris) ketika diberikan suatu beban gempa maka perpindahan yang terjadi hanya berupa translasi pada arah gempa yang ditinjau. Rotasi yang terjadi pada struktur tidak beraturan akibat adanya perbedaan letak titik pusat massa dan pusat kekakuan. Besarnya nilai eksentrisitas mempengaruhi besarnya momen torsi yang terjadi pada lantai tersebut.

Menurut pasal 7.3.2 SNI 1726:2012, struktur bangunan gedung dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi horizontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung. Ketidakberaturan struktur bangunan yang kan dibahas dalam

(2)

II-2 tulisan ini adalah ketidakberaturan horizontal diskontinuitas diafragma dengan bukaan 45% dan 57%.

Menurut SNI 1726:2012, ketidakberaturan diskontinuitas diafragma didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu tingkat ketingkat selanjutnya. Struktur bangunan gedung dengan tipe ketidakberaturan diskontinuitas diafragma tersebut harus memenuhi persyaratan yang dirujuk pada ketentuan SNI tersebut.

Gambar 2.1 Ketidakberaturan horizontal diskontinuitas diafragma

Sumber: FEMA451b

Definisi ketidakberaturan struktur horizontal dengan tipe ketidakberaturan diskontinuitas diafragama menurut FEMA 451b dengan SNI 176:2012 memiliki kesamaan. FEMA 451b menjelaskan bahwa ketidakberaturan diskontinuitas diafragama ada bila luas bukaan lebih besar 0.5 kali luas lantai atau bila kekakuan diafragma efektif antara satu lantai dengan lantai berikutnya bervariasi melebihi 50%.

(3)

II-3 2.2 Konsep Dasar Mekanisme Gempa

Ada banyak pendapat para ahli mengenai konsep dasar mekanisme gempa bumi. Zumberge dan Nelson (1976) mengatakan bahwa gempa bumi terjadi akibat dari slip antara dua massa/plat yang kemudian mengakibatkan rekahan/patahan. Sedangkan menurut Press dan Siever (1978) mengatakan hal yang senada yaitu bahwa gempa bumi terjadi akibat adanya rekahan/patahan pada kerak bumi yang terjadi secara tiba-tiba. Gempa tektonik adalah gempa yang umumnya paling besar pengaruhnya dibanding dengan jenis gempa yang lain seperti gempa vulkanik.

Bila gempa bumi terjadi, maka struktur bangunan akan ikut terpengaruh oleh getaran gempa. Selanjutnya struktur bangunan akan merespons gempa tersebut. Struktur akan beresonasi memberikan gaya-gaya dalam. Apabila gaya gempa lebih kecil dari gaya dalam struktur, maka struktur akan kuat dan aman menahan gaya beban gempa. Sebaliknya bila gaya gempa lebih besar dari gaya dalam struktur, maka struktur tidak kuat dan tidak aman menahan beban gempa selanjutnya terjadi keruntuhan struktur.

2.3 Persyaratan Umum Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung Berdasarkan SNI 03-1726:2012

2.3.1Gempa Rencana

Pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung, serta berbagai bagian dan peralatannya sevara umum. Sesuai dengan SNI 1726:2012, gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%

(4)

II-4 2.3.2Faktor Keutamaan, Dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

Untuk berbagai risiko struktur bangunan gedung sesuai dengan SNI 1726:2012 seperti yang tertera pada tabel 2.1, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.2. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.

Tabel 2.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain:

Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan Fasilitas sementara

Gudang penyimpanan

Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: Perumahan

Rumah toko dan rumah kantor Pasar

Gedung perkantoran

Gedung apartemen/rumah susun Pusat perbelanjaan/mall

Bangunan industri Fasilitas manufaktur Pabrik

(5)

II-5 Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Bioskop

Gedung pertemuan Stadion

Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

Fasilitas penitipan anak Penjara

Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Pusat pembangkit listrik biasa Fasilitas penanganan air Fasilitas penanganan limbah Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung, tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

Bangunan-bangunan monumental

(6)

II-6 Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi keadaan darurat

Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk dalam kategori risiko IV

Sumber: SNI 1726:2012 Tabel 2.2 Faktor keutamaan gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa Ie

I atau II 1

III 1.25

IV 1.50

(7)

II-7 2.3.3Klasifikasi Situs Untuk Desain Seismik

1) Klasifikasi Situs

Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklsifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 2.3, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Dalam hal ini, kelas situs dengan kondisi yang lebih buruk harus diberlakukan. Penetapan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak diperkenankan jika terdapat lebih dari 3m lapisan tanah dasar telapak atau rakit findasi dan permukaan batuan dasar.

2) Definisi Kelas Situs

Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai dengan definisi dari tabel berikut ini:

Tabel 2. 3 Klasifikasi Situs

Kelas situs vs (m/detik) N atau N𝐶ℎ N𝑢 (kPa) SA (batuan keras) >1500 N/A N/A SB (batuan) 750 sampai

1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat, dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 > 100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 SAMPAI 50 50 SAMPAI 100

Catatan: N/A = tidak dapat dipakai

Sumber: SNI 1726:2012

(8)

II-8 Kelas Situs vs (m/detik) N atau N

𝐶ℎ N 𝑢 (kPa)

SE (tanah lunak) <175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut: Indeks plastisitas, PI>20

Kadar air, w > 40%

Kuat geser niralir 𝑠𝑢 < 25 kPa

SF (tanah khusus) yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs yang mengikuti prosedur gerak tanah spesifik situs untuk desain seismik

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementas lemah

Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)

Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 dengan Indeks Plastisistas PI > 75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H>35 m dengan 𝑠𝑢 < 50 kPa

Sumber: SNI 1726:2012

2.3.4Parameter Percepatan Spektral Desain

1) Koefisien-Koefisien dan Parameter-Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko Tertarget (MCER)

Menurut SNI 1726:2012, untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER dipermukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik

pada perioda 0.2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (𝐹𝑎) dan faktor

(9)

II-9 Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1

detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan

dengan perumusan berikut ini: SMS = 𝐹𝑎 𝑆𝑆

SM1 = 𝐹𝑣 𝑆1

Keterangan:

𝑆𝑆 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

perioda pendek;

𝑆1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

perioda 1.0 detik

Jika digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8, maka nilai 𝐹𝑎 boleh diambil sebesar 1.0 untuk situs batu, 1.4 untuk situs tanah, serta nilai 𝐹𝑣 , SMS dan

SM1 tidak perlu ditentukan. Untuk situs lainnya tercantum pada tabel 2. berikut ini:

Tabel 2. 5 Koefisien situs 𝐹𝑎

Kelas SItus Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=0.2 detik, SS

SS < 0.25 SS = 0.5 SS = 0.75 SS = 1.0 SS > 1.25 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9 SF SSb CATATAN:

(a) Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier

(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik

(10)

II-10 Tabel 2. 6 Koefisien situs 𝐹𝑣

Kelas SItus Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, S1

S1 < 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 > 0.5 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5 SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4 SF SSb CATATAN:

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 , dapat dilakukan interpolasi linier

(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik

Sumber: SNI 1726:2012

2) Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada

perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

SDS = 23 𝑆𝑀𝑆

SD1 = 23 𝑆𝑀1

2.3.5Spektrum Respons Desain

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 1 dan mengikuti ketentuan dibawah ini:

Untuk perioda yang lebih kecil dari 𝑇0, spektrum respons percepatan desain, 𝑆𝑎,

(11)

II-11 𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6 𝑇𝑇

0)

Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan 𝑇0 dan lebih kecil dari atau sama dengan 𝑇𝑠, spektrum respons percepatan desain 𝑆𝑎, sama dengan 𝑆𝐷𝑆.

Untuk perioda lebih besar dari 𝑇𝑠, spektrum respons percepatan desain 𝑆𝑎, diambil berdasarkan persamaan:

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷1

𝑇

Dimana:

𝑆𝐷𝑆 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek 𝑆𝐷1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik

𝑇0 = 0,2 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 𝑇𝑠 = 𝑆𝑆𝐷1

𝐷𝑆

Gambar 2.2 Spektrum respons desain

Sumber: SNI 1726:2012

Dalam menentukan spektrum respons desain juga bisa didapatkan melalui http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.

(12)

II-12 2.3.6Peta-Peta Gerak Tanah Seismik dan Koefisien Risiko

Peta-peta gerak tanah seismik dan koefisien risiko dari gempa maksimum yang dipertimbangkan (Maximum Considered Earthquake, MCE) menurut SNI 1726:2012 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3 sampai gambar 2.7 berikut ini diperlukan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan beban gempa dalam standar ini.

Pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 menunjukkan peta gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCER) parameter-parameter gerak tanah SS dan

S1, kelas situs SB. SS adalah parameter nilai percepatan respons spektral gempa

MCER risiko-tertarget pada perioda pendek, teredam 5 persen. Sedangkan S1

adalah parameter nilai percepatan respons spektral gempa MCER risiko-tertarget

pada perioda 1 detik, teredam 5 persen.

Pada gambar 2.6 dan gambar 2.7 menunjukkan nilai-nilai CRS dan CR1. CRS

adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respons perioda pendek . Sedangkan CR1 adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respons perioda

1 detik.

Gempa maksimum yang dipertimbangkan rata-rata geometrik (MCEG),

percepatan puncak, dalam g, kelas situs dalam SB disajikan pada gambar 2.5. Nilai-nilai kontur percepatan puncak menurut SNI dijelaskan sebagai berikut:

a) Target risikio pada struktur saat mengalami keruntuhan didefinisikan sebanding dengan 1 persen kemungkinan keruntuhan bangunan dalam 50 tahun, berdasarkan kekuatan umum struktur. Dalam kaitan ini, MCER risiko tertarget

(13)

II-13 terlampaui dalam 50 tahun dikalikan dengan koefisien risiko, masing-masing CRS dan CR1 (sesuai dengan gambar 2.6 dan gambar 2.7).

b) Faktor pengali 1.05 pada periode 0.2 detik dan faktor pengali 1.15 pada perioda 1 detik diterapkan terhadap nilai rata-rata geometrik hasil analisis bahaya (hazard) gempa untuk memperhitungkan arah percepatan maksimum.

c) Batas atas deterministik digunakan pada daerah dekat sesar aktif dengan mengambil faktor pengali 1.5 kali dari nilai tengah percepatan puncak hasil analisis bahaya gempa deterministik (faktor pengali 1.5 kali nilai median digunakan untuk mempresentasikan respons 84th precentile), dan nilai spektral tidak kurang 1.5 g untuk perioda 0.2 detik dan tidak kurang dari 0.6g untuk perioda 1 detik.

(14)

II-14 Gambar 2. 3 – SS, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER), kelas situs SB

(15)

II-15 Gambar 2. 4– S1, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER), kelas situs SB

(16)

II-16 Gambar 2. 5– PGA, Gempa maksimum yang dipertimbangkan rata-rata geometrik (MCEG), kelas situs SB

(17)

II-17 Gambar 2. 6– CRS, Koefisien risiko terpetakan, perioda respons spektral 0.2 detik

(18)

II-18 Gambar 2. 7– CR1, Koefisien risiko terpetakan, perioda respons spektral 1 detik

(19)

II-19 2.3.7Kategori Desain Seismik

Struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi dimana paramete respons spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, 𝑆1 dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada peioda 1 detik, 𝑆1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.

Tabel 2. 7 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek

Nilai SDS Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0.167 A A

0.167 < SDS < 0.33 B C

0.33 < SDS < 0.50 C D

0.50 < SDS D D

Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2. 8 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda 1 detik

Nilai SD1 Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0.167 A A

0.067 < SD1 < 0.133 B C

0.133 < SD1 < 0.20 C D

0.20 < SD1 D D

(20)

II-20 2.3.8Arah Pembebanan Gempa

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.

2.3.9Simpangan Antar Lantai Tingkat

Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.8.6, penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat diatasnya. Jika desain tegangan ijin digunakan, Δ harus dihitung menggunakan gaya gempa tingkat kekuatan yang ditetapkan dalam 7.8 tanpa reduksi untuk desain tegangan ijin. Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C, D, E atau F yang memiliki ketidakberaturan horizontal Tipe 1a atau 1b pada tabel 10, simpangan antar lantai desain, Δ, harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi titik-titik diatas dan dibawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya segaris secara vertikal, disepanjang salah satu bagian tepi struktur.

(21)

II-21 Defleksi pusat massa di tingkat (δx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan

persamaan berikut: 𝛿𝑥= 𝐶𝑑 𝐼𝛿𝑥𝑒

𝑒

Dimana:

Cd = faktor amplifikasi

δxe = defleksi pada lokasi yang disyaratkan SNI yang ditentukan dengan

analisis elastis

Ie = faktor keutamaan gempa seperti pada subbab 2.3.2

Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.12.1, simpangan antar lantai tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (Δe) seperti didapatkan Tabel 2. untuk semua

tingkat

Tabel 2. 9 Simpangan antar lantai ijin, Δ

Struktur Kategoti risiko I atau II III IV Struktur selain dari struktur dinding geser batu bata,

4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai tingkat

0,025 hsx 0,020 hsx 0,015 hsx

Struktur dinding geser kantilever atau bata 0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx

Semua struktur lainnya 0,02 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx

Dimana:

hsx adalah tinggi tingkat dibawah tingkat x

(22)

II-22 2.4 Pembebanan

2.4.1Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta termasuk tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin, serta peralatan-peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.

Tabel 2. 10 Jenis beban mati pada gedung

NO Jenis Beban Mati Pada gedung Berat Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Baja Beton

Pasangan batu kali Mortar, spesi Beton Bertulang Pasir

Lapisan aspal Air

Dinding pasangan bata ½ batu Curtain wall kaca + rangka Langit-langit dan penggantung Cladding metal sheet + rangka Finishing lantai (tegel atau keramik) Marmer, granit per cm tebal

Instalasi plumbing (ME) Penutup atap genteng

78.5 22 22 22 24 16 14 10 2.5 0.6 0.2 0.2 22 0.24 0.25 0.5 kN/m3 kN/m3 kN/m3 kN/m3 kN/m3 kN/m3 kN/m2 kN/m3 kN/m2 kN/m2 kN/m2 kN/m2 kN/m3 kN/m2 kN/m2 kN/m2

Sumber: Aplikasi perencanaan struktur gedung dengan Etabs

2.4.2Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung dan didalamnya termasuk beban-bena pada lantai yang berasal dari

(23)

II-23 barang-barang yang dapat berpindah sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai atau atap.

Tabel 2. 11 Beban hidup terdistribusi merata minimum menurut SNI 1727:2013 Hunian atau penggunaan Merata

(kN/m2)

Terpusat (kN) Apartemen (lihat rumah tinggal)

Sistem lantai akses Ruang kantor

Ruang komputer 4.79 2.4 8.9 8.9 Gudang persenjataan dan ruang latihan 7.18

Ruang pertemuan

Kursi tetap (terikat di lantai) Lobi

Kursi dapat dipindahkan Panggung pertemuan Lantai Podium 4.79 4.79 4.79 4.79 7.18

Balkon dan dek 1.5 kali beban

hidup untuk daerah yang tidak dilayani. Tidak perlu melebihi 4.79 kN/m2

Jalur untuk akses pemeliharaan 1.92 1.33 Koridor

Lantai pertama

Lantai lain Sama seperti 4.79 pelayanan hunian kecuali disebutkan lain Ruang makan dan restoran 4.79 Hunian (lihat rumah tinggal)

Ruang mesin elevator (pada daerah50 mm× 50 mm) 1.33 Konstruksi pelat lantai finishing ringan (pada area

25mm × 25mm) 0.89

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran

(24)

II-24

Tangga permanen Lihat pasal 4.5

Garasi/Parkir

Mobil penumpang saja

Truk dan bus 1.92

Susuran tangga, rel pengamandan batang pegangan Lihat pasal 4.5

Helipad 2.87

Tidak boleh direduksi Rumah sakit:

Ruang operasi, laboratorium Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

2.87 1.92 3.83 4.45 4.45 4.45 Hotel (lihat rumah tinggal)

Perpustakaan Ruang baca

Ruang penyimpanan Koridor diatas lantai pertama

2.87 7.18 3.83 4.45 4.45 4.45 Pabrik Ringan Berat 11.97 6 13.4 8.9 Gedung perkantoran:

Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunian

Lobi dan koridor lantai pertama Kantor

Koridor diatas lantai pertama

4.79 2.4 3.83 8.9 8.9 8.9 Lembaga hukum Blok sel Koridor 1.92 4.79 Tempat rekreasi

Tempat bowling, kolam renang, dan penggunaan yang sama

Bangsal dansa dan ruang dansa Gimnasium

Tempan menonton baik terbuka atau tertutup Stadium dan trumun/arena dengan tempat duduk tetap (terikat pada lantai

3.59 4.79 4.79 4.79 2.87 Rumah tinggal

Hunian (satu keluarga dan dua keluarga)

Loteng yang tidak dapan didiami tanpa gudang

(25)

II-25 gudang

Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur Semua ruang kecuali tangga dan balkon Semua hunian rumah tinggal lainnya

Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka Ruang publik dan koridor yang melayani mereka

1.44 1.92 1.92 4.79 Atap

Atap datar, berbubung, dan lengkung Atap digunakan untuk taman atap Atap yang digunakan untuk tujuan lain

Atap yang digunakan untuk hunian lainnya Awning dan kanopi

Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

Rangka tumpu layar penutup

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung dengan pekerjaan lantai

Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan perbaikan garasi

Semua komponen struktur atap utama lainnya Semua permukaan atap dengan beban pekerja Pemeliharaan 0.96 4.79 Sama seperti hunian dilayani 0.24 (tidak boleh direduksi) 0.24 ( tidak boleh direduksi dan berdasarkan luas tributasi dari atap yang ditumpu oleh rangka 0.96 0.89 8.9 1.3 1.3 Sekolah Ruang kelas

Koridor diatas lantai pertama Koridor lantai pertama

1.92 3.83 4.79 4.5 4.5 4.5 Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan

langit-langit yang dapat diakses 0.89

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas

(26)

II-26 Tangga dan jalan keluar

Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saka 4.79 1.92 Gudang diatas langit-langit

Gudang penyimpanan barang sebelum disalurkan ke pengecer (jika antisipasi menjadi gudang penyimpanan, harus dirancang untuk beban lebih berat) Ringan Berat 0.96 6 11.97 Toko Eceran Lantai pertama Lantai diatasnya

Grosir, disemua lantai

4.79 3.59 6 4.45 4.45 4.45 Penghalang kendaraan Lihat pasal

4.5 Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain

jalan keluar) 2.87

Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 4.79

Sumber: SNI 1727:2013 Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur gedung lain

2.5 Redundansi

2.5.1Pengertian Umum Redundansi

Redundansi dan kekuatan lebih struktur adalah dua gagasan berbeda yang sejalan mempengaruhi keseluruhan perilaku struktur rangka. Perhitungan redundansi dan kekuatan lebih selama eksistensi gempa merupakan faktor penentu yang bersama-sama dengan daktilitas berkontribusi pada penilaian respon seismik struktur dan merupakan dasar dari desain struktur yang efisien. Efek menguntungkan dari redundansi dan kekuatan lebih diterima secara luas, namun belum diukur secara obyektif untuk dapat berkontribusi dalam desain seismik yang lebih efisien.

Indeks redundansi merupakan ukuran dari efek redundansi pada sistem struktur. Indeks kekuatan redundansi (rs) mempresentasikan kemampuan sistem struktur

(27)

II-27 dalam mendistribusikan gaya ketika terjadi kegagalan dan kapabilitas struktur dalam mentransfer gaya dari elemen yang leleh ke elemen yang memiliki resistansi lebih tinggi. Indeks ini adalah fungsi dari redundansi statik, daktilitas, pengerasan regangan, dan resistansi rata-rata dari elemen-elemen dalam sistem struktur. Indeks redundansi kedua merupakan indeks yang memiliki probabilitas alami yaitu indeks variasi redundansi (rv). Indeks tersebut juga merupakan fungsi dari redundansi statik dalam sistem struktur dan disamping itu merupakan fungsi dari statikal alami dalam daktilitas dan resistansi elemen-elemen struktur.

Variabel-variabel berikut ini merupakan variabel yang digunakan dalam perhitungan kedua indeks diatas:

a. Base Shear saat terjadinya leleh pertama. b. Base Shear ultimit.

c. Jumlah kegagalan lokal atau jumlah sendi plastis yang terjadi disebabkan oleh kegagalan ultimit struktur.

d. Perubahan lengkungan kurva kapasitas saat terjadi leleh pertama hingga kondisi ultimit.

2.5.2Redundansi Menurut SNI 1726:2012

Faktor redundansi (ρ), harus dikenakan pada sistem penahan gaya gempa dalam masing masing kedua arah ortogonal untuk semua struktur sesuai dengan ketentu an SNI.

Nilai ρ diijinkan sama dengan 1,0 untuk hal-hal berikut ini: 1. Struktur dirancang untuk kategori desain seismik B atau C 2. Perhitungan simpangan antar lantai dan pengaruh P-delta 3. Desain komponen nonstruktural

(28)

II-28 4. Desain struktur non gedung yang tidak mirip dengan bangunan gedung

5. Desain elem struktur atau sambungan dimana kombinasi beban dengan faktor kuat lebih disyaratkan untuk desain.

6. Adanya beban diafragma.

7. Struktur dengan desain peredaman

8. Desain dinding struktura; terhadap gaya keluar bidang, termasuk sistem angkurnya.

Tabel 2. 12 Persyaratan untuk masing-masing tingkat yang menahan lebih dari 25 persen gaya geser dasar

Elemen penahan

gaya lateral Persyaratan

Rangka dengan bresing

Pelepasan bresing individu, atau sambungan yang

terhubung, tidak akan mengakibatkan reduksi kuat tingkat sebesar lebih dari 33 persen, atau sistem yang dihasilkan tidak mempunyai ketidakteraturan torsi berlebihan Rangka pemikul

momen

Kehilangan tahanan momen disambungan balok ke kolom dikedua ujung balok tunggal tidak akan mengakibatkan lebih dari reduksi kuat tingkat sebesar 33 persen, atau sistem yang dihasilkan tidak mempunyai ketidakteraturan torsi yang berlebihan

Dinding geder atau pilar dinding dengan rasio tinggi terhadap panjang lebih besar 1.0

Pelepasan dinding geser atau pier dinding dengan rasio tinggi terhadap panjang lebih besar dari 1.0 di semua tingkat, atau sambungan kolektor yang terhubung, tidak akan mengakibatkan lebih dari reduksi kuat tingkat sebesar 33 persen, atau sistem yang dihasilkan mempunyai

ketidakteraturan torsi yang berlebihan Kolom kantilever

Kehilangan tahanan momen di sambungan dasar semua kolom kantilever tunggal tidak akan mengakibatkn lebih dari reduksi kuat tingkat sebesar 33 persen, atau sistem

(29)

II-29 yang dihasilkan mempunyai ketidakteraturan torsi yang berlebihan

Lainnya Tidak ada persyaratan

Sumber: SNI 1726:2012

Nilai ρ harus sama dengan 1,3 untuk struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, atau F. Nilai ρ diizinkan diambil sebesar 1,0 apabila memenuhi salah satu dari dua kondisi berikut ini:

a. Masing masing tingkat yang menahan lebih dari 35 persen geser dasar dalam arah yang ditinjau harus sesuai dengan tabel 2.11.

b. Struktur dengan denah beraturan di semua tingkat dengan sistem penahan gaya gempa terdiri dari paling sedikit dua bentang perimeter penahan gaya gempa yang merangka pada masing-masing sisi struktur dalam masing-masing arah orthogonal di setiap tingkat yang menahan lebih dari 35 persen geser dasar. Jumlah bentang untuk dinding geser harus dihitung sebagai panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat atau dua kali panjang dinding geser dibagi dengan tinggi tingkat (hsx), untuk konstruksi rangka ringan.

2.6 Sendi Plastis

Tingkah laku struktur bila beban yang bekerja pada struktur tersebut terus bertambah secara linier, maka pada saat struktur dengan beban relatif kecil, besarnya momen-momen yang ada disetiap penampangnya masih terletak dalam daerah elastis (belum melampaui momen lelehnya), kemudian apabila beban ditingkatkan bertambah besar mengakibatkan besar momen pada salah satu penampangnya mencapai momen plastisnya, sehingga terbentuk sendi plastis pertama, selanjutnya kedua, ketiga, dan seterusnya, sampai terbentuk jumlah sendi

(30)

II-30 plastis yang cukup untuk menyebabkan struktur tersebut mengalami keruntuhan. (Dewobroto, 2007)

Gambar 2.8 Mekanisme sendi plasis

Sumber: Aplikasi Rekayasa Konstruksi, Wiyanto Dewobroto

Menurut SNI-2847-2013, daerah sendi plastis merupakan panjang elemen rangka dimana pelelehan lentur diharapkan terjadi kaibat perpindahan desain gempa, yang memanjang tidak kurang dari jarak h dari penampang kritis dimana pelelehan lentur berawal.

Sendi plastis adalah bentuk ketidakmampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya dalam. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai dengan konsep desain “kolom kuat balok lemah”. Apabila terjadi suatu keruntuhan struktur, maka yang runtuh adalah baloknya dahulu. Apabila kolomnya runtuh dahulu, maka struktur langsung hancur.

1) Hinge properties balok

Data hinge properties dimasukkan pada penampang daerah tumpuan balok yaitu lokasi dimana sendi plastis diharapkan terjadi. Masing masing penampang balok dimodelkan dengan pilihan model moment M3, yang artinya sendi plastis

(31)

II-31 hanya terjadi karena momen searah sumbu lokal 3. Posisi sumbu lokal 3 dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. 9 Konsep sumbu lokal balok struktur

Sumber: Aplikasi Rekayasa Konstruksi, Wiyanto Dewobroto

2) Hinge Propertis Kolom

Data hinge propertis untuk kolom adalah model P-M2-M3, yang mempunyai arti bahwa sendi plastis terjadi karena interaksi gaya aksial (P) dan momen (M) Sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3. Dalam studi ini setiap kolom pada bangunan yang ditinjau memiliki momen sumbu lokal 2 yang sama dengan kapasitas momen sumbu lokal 3, hal ini disebabkan karena dimensi kolom berbentuk persegi dan tulangan kolom yang ada tersebar pada keempat sisinya secara merata. Posisi sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3 pada kolom struktur dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2.10 Posisi sumbu lokal kolom struktur

(32)

II-32 Konsep perencanaan desain kolom kuat balok lemah atau yang lebih dikenal dengan istilah strong column weak beam concept adalah salah satu cara inovasi desain struktur dengan cara membuat sistem struktur yang flexibel mampu berdeformasi saat terjadi gempa (memiliki daktilitas yang tinggi) pada jenis perencanaan SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus). Persyaratan yang ketat pun harus dipenuhi, untuk menghasilkan struktur yang dapat berperilaku daktail secara SRPMK sesuai dalam SNI 1726:2012. Respon yang bersifat daktail diharapkan terjadi pada balok, dan pada saat yang sama tidak boleh terjadi keruntuhan geser. Keruntuhan geser pada kolom, sangat fatal bagi struktur karena kolom pada satu lantai menumpu semua lantai diatasnya. Dalam ketentuan SRPMK, ketentuan geser dihindari dengan pendekatan desain kapasitas. Gaya geser yang diperhitungkan bukan hanya berasal dari gaya geser akibat beban gravitasi (beban hidup, beban mati) tapi juga mempertimbangkan beban geser yang berasal dari kapasitas momen maksumum balok pada saat balok mengalami yielding.

Untuk menghadapi gempa kuat yang mungkin terjadi dalam periode tertentu, maka mekanisme keruntuhan suatu portal rangka terbuka beton bertulang dipilih sedemikian rupa sehingga memencarkan energy gempa terjadi secara memuaskan dan keruntuhan yang bersifat katastropik dapat dihindarkan. Gambar 2.12 dan gambar 2.13 memperlihatkan dua mekanisme yang khas dapat terjadi pada portal-portal rangka terbuka. (Yulianti)

(33)

II-33 Gambar 2. 11 Sendi plastis pada balok tidak menyebabkan keruntuhan

(Mekanisme Keruntuhan yang diinginkan)

Sumber: Modul Rekayasa Gempa UMB Ria Catur Yulianti, S.T, M.T

Gambar 2. 12 Sendi plastis pada kolom tidak menyebabkan keruntuhan lokal pada suatu tingkat (mekanisme keruntuhan yang tidak diinginkan.

Sumber: Modul Rekayasa Gempa UMB Ria Catur Yulianti, S.T, M.T

Mekanisme goyang dengan pembentukan sebagian besar sendi plastis pada balok-balok lebih dikehendaki daripada mekanisme dengan pembentukan sendi plastis yang terpusat hanya pada ujung-ujung kolom satu lantai (softstory mechanism), karena:

(34)

II-34

 Pada mekanisme pertama (gambar 2.12) pemencaran energi gempa terjadi didalam banyak unsur, sedangkan mekanisme kedua (gambar 2.13) pemencaran energi terpusat pada kolom-kolom struktur sedikit.

 Pada mekanisme pertama, bahaya ketidakstabilan akibat efek P-∆ jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang mungkin terjadi pada mekanisme kedua (soft story mechanism)

 Daktilitas kurvatur dituntut pada balok untuk menghasilkan daktilitas struktur tertentu, misalnya µ = 5.2 untuk struktur dengan daktilitas penuh, dimana terjadi redistribusi gaya gaya secara luas.

Kapasitas desain dalam SRPMK “kolom kuat balok lemah” digunakan untuk memastikan tidak terjadinya sendi plastis pada kolom selama gempa terjadi. konsep mekanis keruntuhan ini disebut mekanisme pergoyangan balok (beam side sway mechanisme) seperti pada gambar 2.14

Gambar 2. 13 Beam side sway mechanisme

Sumber: http://www.perencanaanstruktur.com/2014/08/konsep-desain-strong-column-weak-beam.html

Mekanisme kerja strong column weak beam pada saat struktur mendapat gaya lateral gempa, distribusi kerusakan sepanjang ketinggian bangunan

(35)

II-35 bergantung pada distrubusi lateral strory drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai (soft story effect). Sebaliknya jika kolom lebih kuat daripada balok (strong column weak beam), maka drift akan tersebar merata dan keruntuhan lokal di satu lantai dapat meminimalkan.

Konsep perencanaan bangunan tahan gempa mengenai sendi plastis berdasarkan pada FEMA 451b 2007 yaitu dengan melakukan cara untuk meningkatkan kinerja struktur bangunan berdasarkan pada urutan sendi plastis. Pada gambar 2.14 dan gambar 2.14, dengan merencanakan urutan terjadinya sendi plastis, maka dapat meningkatkan tingkat redundansi lokal jika dibandingkan dengan struktur yang sendi plastisnya terjadi secara serentak. Sendi plastis yang terjadi serentak menghasilkan kekuatan yang kurang dan stabilitas yang rendah dari struktur yang dilakukan perencanaan sendi plastis seperti pada gambar 2.16.

Gambar 2. 14 Sendi plastis yang terjadi secara berurutan

(36)

II-36 Gambar 2. 15 Sendi plastis yang terjadi secara serentak

Sumber: FEMA 451b

Gambar 2. 16 Kurva perbandingan kinerja struktur yang terjadi urutan sendi plastis dengan struktur yang sendi plastisnya terjadi serentak

(37)

II-37 2.7 Level Kinerja

Kinerja struktur terhadap gempa memiliki beberapa masalah yang harus ditanggapi agar nilai keamanan lebih terjamin. Hubungan balok-kolom merupakan daerah rawan terhadap gaya lateral terutama gempa. Karena tempat tersebut merupakan daerah yang memiliki momen dan gaya geser yang besar yang dapat melelehkan struktur dan terjadi kegagalan.

Menurut ATC 40, kriteria struktur tahan gempa akan menunjukkan tingkat kerusakan struktur apabila terjadi keruntuhan bangunan seperti gambar 2.17 yaitu:

Gambar 2.17 Ilustrasi Keruntuhan bangunan

Sumber: ATC 40

1.) Immediate Occupancy (IO)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural. Sehingga dapat langsung terpakai.

2.) Life Safety (LS)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gaya gempa, dengan sedikit kerusakan struktural, manusia tinggal/ berapa pada bangunan tersebut menjaga keselamatannya dari gempa bumi.

(38)

II-38 3.) Collapse Pervention (CP)

Collapse Pervention (CP). Bila gempa terjadi, strutktur mengalami kerusakan struktural yang sangat berat, tetapi belum runtuh.

2.8 Konsep Analisa Statik Non Linier (Pushover Analysis)

Menurut Wiryanto Dwobroto (2006), selain bergantung pada tingkat kekuatan, keamanan dan keselamatan bangunan juga bergantung pada tingkat deformasi dan energi terukur pada kinerja struktur. Cara terbaru perencanaan maupun evaluasi bangunan terhadap gempa saat ini adalah perencanaan berbasis kinerja yang dikenal yang dikenal dengan Performance Based Earthquake Engineering (PBEE). Konsep perencanaan berbasis kinerja merupakan kombinasi aspek tahanan dan aspek layan. Konsep PBEE dapat digunakan untuk mendesain bangunan baru (Performance Based Seismic Desain) maupun mengevaluasi bangunan yang sudah ada (Performance Based Seismic Evaluation). Dalam perkembangannya, analisis statik nonlinier yang lebih dikenal dengan istilah pushover analysis merupakan pilihan yang menarik dalam mengevaluasi bangunan karena menggunakan konsep PBEE sehingga dapat diketahui kinerja seismik strukturnya.

Menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-1726-2002), analisis beban dorong statik (static pushover analysis) pada struktur gedung merupakan suatu cara analisis statik 2 dimensi atau 3 dimensi linier dan non linier, dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-benan statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis)

(39)

II-39 pertama di dalam struktur gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elasto-plastis yang besar sampai mencapai kondisi diambang keruntuhan. Beberapa program komputer yang tersedia adalah SAP2000, ETABS, dll. Analisa dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari satu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada atap, atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap.

Analisa pushover menghasilkan kurva pushover yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar versus perpindahan titik acuan pada atap. Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Kurva pushover dipengaruhi oleh pola distrubusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban. Selanjutnya dilakukan analisis pushover pada model gedung berdasarkan jumlah luas tulangan nominal yang diperoleh melalui analisis dinamik.

Gambar 2. 18 Grafik pengembangan kurva kapasitas pada Analisis Pushover

(40)

II-40 Tujuan analisa pushover adalah untuk mengevaluasi perilaku seismik struktur terhadap beban gempa rencana, yaitu memperoleh nilai faktor daktilitas aktual dan faktor reduksi gempa aktual struktur, memperlihatkan kurva kapasitas, dan memperlihatkan skema kelelehan atau distribusi sendi plastis yang terjadi. Sendi plastis akibat momen lentur terjadi pada struktur jika beban melebihi kapasitas momen lentur yang ditinjau (Pranata, 2006).

Menurut FEMA 451b, Ananlisis pushover penting jika dilihat dari tujuannya, bukan hanya untuk memprediksi bagaimana respon struktur untuk gempa bumi tetapi juga dari persyaratan minimum untuk setiap metode analisis bahwa sebuah struktur gedung harus cukup baik untuk didesain.

Gambar

Gambar 2.1 Ketidakberaturan horizontal diskontinuitas diafragma  Sumber: FEMA451b
Tabel 2.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
Tabel 2. 3 Klasifikasi Situs
Tabel 2. 5 Koefisien situs
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait