PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1002
PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN SISTEM TPTII DI
PT BALIKPAPAN FOREST INDUSTRIES
(First Growth of Plantation with TPTII System in PT Balikpapan Forest Industries)
Kiswanto
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman
ABSTRACT
The Indonesian brand new silviculture system, Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (Intensive planting from selective cutting system), in short “intensive silviculture”, is conducted through re-planting the logged natural forest area. After the first year, the replanting is considered succesful, since none of the plant was dead (life rate 100%). However, according to the growth rate, the Kapur (Dryobalanops lanceolata) shows better diameter and height increment compared to Merantitembaga (Shorea leprosula) and Merantibubur (Shorea
parvifolia). This fact is assumed because the Kapur (Dryobalanops lanceolata) suits better
with the sites and environment where it is planted.
I. PENDAHULUAN
Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (Dirjen BPK) melalui Surat Keputusan Nomor 194/VI-BPHA/2004 tanggal 20 Juli 2004 telah menetapkan sembilan provinsi untuk melaksanakan pembangunan model hutan tanaman melalui sistem TPTII. Kesembilan provinsi itu adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Riau (Mulyana dkk., 2005). Penunjukan sembilan provinsi pelaksana pembangunan model hutan melalui sistem TPTI Intensif itu kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Dirjen BPK No. 258/VI-BPHA/2005 tentang Penunjukkan Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alami produksi sebagai model sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) atau lebih dikenal dengan istilah Silvikultur Intensif. Perusahaan yang terlibat pada tahap awal ujicoba sebanyak 6 IUPHHK yaitu PT Balikpapan Forest Industries dan PT ITCI Kayan Hutani di Kalimantan Timur; PT Erna Djuliawati, PT Sari Bumi Kusuma dan PT Sarmiento Parakantja Timber di Kalimantan Tengah; serta PT Suka Jaya Makmur di Kalimantan Barat.
Berdasarkan informasi tersebut, penulis tertarik untuk melakukan pengamatan pertumbuhan awal tanaman Silvikultur Intensif di PT Balikpapan Forest Industries.
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu
Pengamatan dan pengambilan data lapangan dilaksanakan di areal ujicoba Silvikultur Intensif PT Balikpapan Forest Industries, Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan pada petak 306 pada KM 40 dan KM 41 yang merupakan petak pertama penerapan Silvikultur Intensif. Pengamatan lapangan dilaksanakan setiap bulan selama setahun, mulai Februari 2006 – Februari 2007.
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1003 B. Obyek Penelitian
Obyek pengamatan meliputi tanaman operasional yang ditanam menggunakan sistem jalur dengan jarak tanam 2,5 x 20 m, terdiri atas Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.), Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) masing-masing sebanyak 150 tanaman dalam 3 jalur tanam.
C. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati meliputi persen hidup, pertambahan diameter, dan pertambahan tinggi pada tahun pertama.
D. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan kemudian disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan uji lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil/BNT (Least Significant Difference, LSD).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persen Hidup
Keberhasilan tanaman dilihat berdasarkan kemampuan hidup atau persen hidup tanaman operasional tersebut dalam jangka waktu tertentu, yang dalam penelitian ini berjangka waktu 1 (satu) tahun. Berdasarkan pengamatan persen hidup pada tahun pertama tanaman operasional, yakni Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.), Merantitembaga
(Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.), ternyata mencapai
100%. Ketiga jenis tanaman operasional itu dinilai memiliki tingkat keberhasilan yang sangat baik karena tidak ada tanaman yang mati pada tahun pertama setelah penanaman.
Berdasarkan Pedoman Penilaian Tanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, tanaman pada tahun pertama bisa dinyatakan berhasil apabila persentase hidupnya ≥ 50%. Dengan demikian, tanaman operasional di areal PT Balikpapan Forest Industries bisa dinyatakan berhasil dan selanjutnya layak dilakukan pemeliharaan lanjutan berupa penyiangan, pemupukan dan sebagainya.
B. Pertambahan Diameter
Berdasarkan hasil pengamatan setiap bulan selama satu tahun pertama dari tanaman operasional TPTI Intensif dapat diketahui bahwa Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) menunjukkan pertambahan diameter yang lebih besar dibandingkan Merantitembaga
(Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.). Sementara
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1004
Gambar 1. Pertambahan Diameter Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.), Merantitembaga
(Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) di PT
Balikpapan Forest Industries.
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa tanaman Kapur (Dryobalanops
lanceolata Burck.) memiliki pertambahan diameter sebesar 2.61 cm/th, Merantitembaga
(Shorea leprosula Miq.) sebesar 2.16 cm/th, sedangkan Merantibubur (Shorea parvifolia
Dyer.) sebesar 2.33 cm/th. Lebih besarnya pertambahan diameter tahun pertama tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dibandingkan Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) disebabkan anakan Kapur (Dryobalanops
lanceolata Burck.) tergolong bibit yang sangat cocok tumbuh di areal PT Balikpapan Forest
Industries.
Selain itu, bibit tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) yang ditanam memiliki diameter yang relatif lebih besar sehingga sangat memudahkan adaptasi bibit tanaman tersebut terhadap kondisi tapak penanaman. Pemeliharaan yang intensif pada tanaman dan jalur tanam juga berpengaruh terhadap pertambahan diameter dan tinggi tanaman.
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1005
Gambar 2. Pertambahan Diameter Tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.), Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) Pada Setiap Bulan Pengamatan di PT Balikpapan Forest Industries.
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis tanaman terhadap pertambahan diameter tanaman operasional, dilakukan analisis sidik ragam (Steel dan Torrie, 1993; Hanafiah, 2005). Hasil sidik ragam pengaruh perbedaan jenis tanaman dan jalur tanam terhadap pertambahan diameter tanaman ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sidik Ragam Pengaruh Perbedaan Jenis Terhadap Pertambahan Diameter Tanaman di PT Balikpapan Forest Industries
Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Jenis Tanaman 2 0.3212 0.1606 28.20** 5.14 10.92
Galat 6 0.0342 0.0057
Total 8 0.3554 0.0444
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hasil analisis sidik ragam perlakuan jenis tanaman menunjukkan bahwa Fhit > F0.01, maka dapat dikatakan bahwa perbedaan jenis tanaman memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perbedaan pertambahan diameter. Perbedaan antara pasangan jenis tanaman operasional tersebut dapat dibandingkan dengan menggunakan rata-rata terkecil perbedaan jenis tanaman, yang dinamakan Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Least Significant Difference (LSD). Hasil uji lanjutan LSD terhadap pengaruh perbedaan jenis tanaman ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji LSD Pengaruh Perbedaan Jenis Terhadap Pertambahan Diameter Tanaman di PT Balikpapan Forest Industries
Perbandingan Selisih LSD0.05 LSD0.01 Dryobalanops lanceolata - Shorea leprosula 0.4584** 0.1508 0.2284
Dryobalanops lanceolata - Shorea parvifolia 0.2841** 0.1508 0.2284
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1006
Dari tabel di atas diketahui bahwa selisih rata-rata pertambahan diameter pasangan jenis tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dan Merantitembaga (Shorea
leprosula Miq.) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan LSD005 dan LSD0.01. Selisih
rata-rata pertambahan diameter pasangan jenis tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) juga lebih besar dibandingkan nilai LSD005 dan LSD0.01. Dengan demikian, kedua pasangan jenis tanaman tersebut (Dryobalanops
lanceolata - Shorea leprosula dan Dryobalanops lanceolata - Shorea parvifolia) dapat
dinyatakan memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap perbedaan pertambahan diameter. Sementara selisih rata-rata pertambahan diameter pasangan jenis tanaman Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai LSD005 namun nilainya masih lebih kecil dibandingkan nilai LSD0.01. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasangan jenis tanaman Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) hanya signifikan pada taraf 95%.
Nilai yang ditampilkan pada tabel-tabel di atas menunjukkan bahwa pertambahan
diameter tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) memang lebih besar
dibandingkan kedua jenis tanaman lainnya, yakni Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.).
C. Pertambahan Tinggi
Berdasarkan pengamatan setiap bulan selama satu tahun pertama mengenai pertambahan tinggi (m/th) tanaman operasional, diketahui bahwa tanaman Kapur
(Dryobalanops lanceolata Burck.) menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih cepat
dibandingkan dengan tanaman Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur
(Shorea parvifolia Dyer.). Sementara Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) menunjukkan
pertambahan tinggi yang lebih lambat jika dibandingkan jenis lainnya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang ditampilkan pada Gambar 3 diketahui bahwa rata-rata pertambahan tinggi tahun pertama Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) sebesar 2.62 m/th, Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) sebesar 2.06 m/th, sedangkan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) sebesar 2.27 m/th.
2.27
Gambar 3. Pertambahan Tinggi Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.), Merantitembaga
(Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) di PT
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1007
Sementara grafik rata-rata pertambahan tinggi pada setiap bulan pengamatan dari ketiga jenis tanaman operasional yang diamati disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan pengamatan pertambahan tinggi tanaman pada setiap bulan diketahui bahwa tanaman Kapur
(Dryobalanops lanceolata Burck.) memiliki pertambahan tinggi yang lebih besar setiap
bulannya dibandingkan tanaman Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur
(Shorea parvifolia Dyer.). Tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) memiliki
rata-rata pertambahan tinggi antara 0.21 m – 0.22 m pada setiap bulan. Merantibubur (Shorea
Gambar 4. Pertambahan Tinggi Tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.), Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) Pada Setiap Bulan Pengamatan di PT Balikpapan Forest Industries.
Pengaruh perbedaan jenis tanaman terhadap pertambahan tinggi dapat diketahui dengan melakukan analisis sidik ragam (Steel dan Torrie, 1993; Hanafiah, 2005). Hasil sidik ragam pengaruh perbedaan jenis tanaman terhadap pertambahan tinggi ditunjukkan secara ringkas pada Tabel 3.
Tabel 3. Sidik Ragam Pengaruh Perbedaan Jenis Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman di PT Balikpapan Forest Industries.
Sumber Keragaman DB JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Jenis Tanaman 2 0.4704 0.2352 44.75** 5.14 10.92
Galat 6 0.0315 0.0053
Total 8 0.5020 0.0627
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang ditunjukkan pada tabel di atas diketahui bahwa perlakuan jenis tanaman menunjukkan bahwa nilai Fhit > F0.01, sehingga perlakuan jenis tanaman dinyatakan memiliki pengaruh yang sangat signifikan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa perbedaan jenis tanaman memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap pertambahan tinggi tanaman operasional.
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1008
lanjutan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Least Significant Difference (LSD) seperti ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji LSD Pengaruh Perbedaan Jenis Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman di PT Balikpapan Forest Industries.
Perbandingan Selisih LSD0.05 LSD0.01
Dryobalanops lanceolata - Shorea leprosula 0.5537** 0.1449 0.2194
Dryobalanops lanceolata - Shorea parvifolia 0.3497** 0.1449 0.2194
Shorea parvifolia - Shorea leprosula 0.2040* 0.1449 0.2194
Dari tabel di atas diketahui bahwa selisih rata-rata pertambahan tinggi pasangan jenis tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dan Merantitembaga (Shorea
leprosula Miq.) menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan LSD005 dan LSD0.01. Selisih
rata-rata pertambahan tinggi pasangan jenis tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) juga lebih besar dibandingkan nilai LSD005 dan LSD0.01. Dengan demikian, kedua pasangan jenis tanaman tersebut (Dryobalanops
lanceolata - Shorea leprosula dan Dryobalanops lanceolata - Shorea parvifolia) dapat
dinyatakan memiliki pengaruh yang sangat signifikan hingga taraf 99% terhadap perbedaan pertambahan tinggi tanaman. Sementara nilai selisih rata-rata pertambahan tinggi pasangan jenis tanaman Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) lebih besar dibandingkan dengan nilai LSD005 namun lebih kecil dibandingkan nilai LSD0.01. Dengan demikian, pasangan jenis tanaman tersebut (Shorea parvifolia - Shorea
leprosula) hanya signifikan pada taraf 95%.
Nilai yang ditampilkan pada tabel-tabel di atas juga menunjukkan bahwa pertambahan tinggi tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) memang lebih cepat dibandingkan kedua jenis tanaman lainnya, yakni Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.). Besarnya pertambahan tinggi tahun pertama Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck.) dibandingkan Merantitembaga (Shorea leprosula Miq.) dan Merantibubur (Shorea parvifolia Dyer.) disebabkan anakan Kapur (Dryobalanops
lanceolata Burck.) tergolong bibit yang cukup besar pada saat penanaman, sehingga
memudahkan bagi jenis itu untuk beradaptasi dengan tapak dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, pemeliharaan yang intensif pada tanaman dan jalur tanam juga berpengaruh terhadap pertambahan tinggi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dipaparkan pada pokok bahasan sebelumnya di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Semua tanaman operasional memiliki persen hidup hingga 100% atau tidak ada tanaman yang mati pada tahun pertama setelah penanaman. Dengan demikian, tanaman operasional di areal PT Balikpapan Forest Industries dinyatakan berhasil dan selanjutnya layak dilakukan pemeliharaan lanjutan.
2. Tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata) menunjukkan pertambahan diameter dan tinggi yang lebih besar dibandingkan Merantitembaga (Shorea leprosula) dan Merantibubur (Shorea parvifolia). Sementara tanaman Merantitembaga (Shorea
PALANGKA RAYA, KALIMANTAN TENGAH 08 – 10 AGUSTUS 2008 1009
lainnya. Dengan demikian dikatakan bahwa tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata) memiliki kecocokan jenis dengan kondisi tapak dan lingkungan sekitarnya.
B. Saran
Beberapa saran untuk pelaksanaan Silvikultur Intensif berikutnya antara lain:
1. Jumlah tanaman yang ditanam di areal Silvikultur Intensif sebaiknya menyesuaikan antara kecocokan jenis tanaman tersebut dengan kondisi tapak dan lingkungan di sekitarnya, sehingga memiliki keberhasilan dan pertumbuhan yang lebih baik.
2. Permasalahan yang kerapkali ditemukan pada areal yang terbuka adalah serangan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Serangan gulma itu sebaiknya diatasi dengan melakukan penyiangan baik secara manual maupun kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Pedoman Penilaian Tanaman Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kalimantan Timur. Dinas Kehutanan Kalimantan Timur. Samarinda.
Hanafiah, K.A. 2005. Rancangan Percobaan; Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik; Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.