• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi MEC Maritime Economic Cultu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi MEC Maritime Economic Cultu"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari Sabang sampai Merauke yang memiliki jumlah pulau lebih dari 17.500 dengan ini menjadikan Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia. Dalam UU RI No 17 tahun 1985 Indonesia telah resmi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengelola, mengatur, dan memanfaatkan kekayaan laut nasional untuk kepentingan rakyatnya dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satu aktor yang penting adalah masyarakat pesisir, karena mereka yang mampu menangkap, mengelola, dan menjaga kelautan suatu negara, namun dalam hal ini potensi sumber daya alam yang melimpah di kawasan pesisir belum digarap secara optimal. Sebab, sumber daya manusia yang ada masih rendah dan kurangnya modal menjadi masalah serius.

Sebagai perbandingan, Thailand memiliki sekitar 30.000 kapal ikan yang resmi dan sekitar 20.000 yang tidak terdaftar. Di Taiwan, usaha perikanan dapat memberikan penghidupan yang layak tidak kurang dari 300.000 keluarga. Sedangkan di Indonesia, diperkirakan masih membutuhkan sekitar 22.000 kapal ikan dan terdapat 8.090 desa pesisir di 300 kabupaten dan kota dimana bermukim sekitar 16,42 juta warga yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, pemasar, dan pedagang hasil perikanan. Dari jumlah tersebut, 32% masuk kategori miskin. Adapun jumlah nelayan kecil secara magnitute tetap bertambah, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

(2)

Selain itu, kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya sekitar 20%. Padahal, negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil dibandingkan Indonesia, seperti Islandia, Norwegia, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, RRC, Selandia Baru, dan Thailand memiliki kontribusi bidang kelautan rata-rata sudah diatas 30% PDB. Sementara itu, gejala overfishing, kerusakan ekosistem pesisir, dan pencemaran melanda sekitar 40% wilayah pesisir dan laut, menjadikan kekuatan ekonomi, transportasi, dan hankam di laut Indonesia menjadi lemah. Hal ini disebabkan karena tidak diterapkannya suatu pilar atau acuan dalam hal maritim sehingga masyarakat Indonesia acuh tak acuh dalam memperkuat ekonomi maritim Indonesia.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang timbul, antara lain :

1. Mengapa MEC perlu diimplementasikan dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia?

2. Bagaimana MEC dapat diimplementasikan dan dibudayakan secara baik dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia?

3. Apakah MEC mampu bersaing dengan negara lain dalam hal kemaritiman guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah :

1. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di kawasan pesisir demi kesejahteraan masyarakat pesisir Indonesia.

2. Menciptakan inovasi terhadap pengembangan atau peningkatan program pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia melalui berbagai terobosan baru dalam implementasinya.

3. Menjelaskan dan mendeskripsikan bahwa Indonesia mampu bersaing dengan negara lain dalam hal kemaritiman guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

1.4 Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam penyusunan karya tulis ini adalah :

1. Menciptakan kawasan mandiri bagi masyarakat pesisir sehingga mereka mampu mengelola, menjaga, dan memanfaatkan sumber daya alam kelautan Indonesia secara lebih optimal.

2. Mendukung peningkatan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan melalui implementasi MEC dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir. 3. Meningkatkan dan memperkuat daya saing ekonomi maritim Indonesia di

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata

power (kekuasaan atau keberdayaan). Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan yang sering dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan seseorang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom), dalam arti bebas dari kelaparan, kebodohan, kesakitan, dan lain-lain.

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang maupun jasa-jasa yang mereka perlukan.

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

(5)

2.2 Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir (coastal community) diartikan dengan ciri-ciri utama tidak memproduksi barang ataupun jasa tertentu, mengandalkan penghidupan dari sumber daya laut, dan jika ada alat produksi biasanya berupa perahu, dengan sistem ekonomi yang hierarkis seperti ada juragan kapal, tengkulak, buruh, dan nelayan tradisional.

Batasan wilayah pesisir tidak hanya didasarkan atas pendekatan geografis saja, akan tetapi batas wilayah pesisir mencakup pada mata pencaharian penduduk yang masih ada kaitannya dengan produksi laut, batasan ini akan menjadi luas lagi apabila dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di wilayah pesisir. Adapun kekayaan pesisir dan kelautan tidak terbatas pada ikan, melainkan meliputi budidaya, kerajinan, pariwisata, energi gelombang, energi angin, energi surya, minyak dan gas serta berbagai potensi lainnya.

2.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pengelolaan laut dan perikanan (pesisir) yang telah dilakukan negara belum sepenuhnya mampu melindungi laut dan perikanan (pesisir) dari eksploitasi manusia, baik dari segi pengusaha maupun masyarakat itu sendiri. Bersamaan dengan itu, partisipasi masyarakat belum secara penuh terlibat dalam pengelolaan laut dan perikanan (pesisir). Adapun kondisi masyarakat pesisir saat ini banyak yang mengalami kemiskinan karena kebijakan pemerintah dalam pembangunan lebih banyak mengarah pada daratan dibandingkan kelautan. Sehingga perhatian pemerintah terhadap masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka menjadi terabaikan. Maka dari itu, dibutuhkan adanya strategi-strategi dalam pemberdayaan masyarakat pesisir agar kesejahteraan mereka dapat terjamin.

Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan setelah mengkaji permasalahan di atas diantaranya :

(6)

2. Mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor kelautan dan perikanan yang digalakkan oleh pemerintah. Dengan adanya program ini diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan masyarakat pesisir di Indonesia.

3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir yang buta huruf, minimal dapat membaca atau lulus dalam paket A atau B. Sehingga ke depannya akses perkembangan teknologi kebaharian dan peningkatan ekonomi lebih mudah dilakukan.

4. Mendukung Program Mitra Bahari (PMB) yang merupakan program kemitraan antara pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan mendukung implementasi pengelolaan sumber daya kelautan, pesisir, dan laut. 5. Adanya modal bantuan dari pemerintah untuk membantu masyarakat pesisir,

khususnya dalam perbaikan infrastruktur yang digunakan untuk melaut.

2.4 Poros Maritim

Sejak terpilihnya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Pilpres 9 Juli 2014, Jokowi bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang maju, kuat, sejahtera, dan berdaulat. Sehingga dapat menjadi poros maritim dunia yang mampu menebarkan kesejahteraan, keadilan, dan kedamaian secara berkelanjutan, bukan saja bagi bangsa Indonesia tetapi juga bagi seluruh warga dunia.

(7)

Semua usaha ekonomi dan pembangunan di sektor ekonomi kelautan, baik yang sudah ada maupun yang baru akan dikembangkan harus menerapkan 5 prinsip berikut:

1. Setiap unit bisnis kelautan diupayakan memenuhi skala ekonominya supaya keuntungan yang diperoleh dapat menyejahterakan pelaku usaha.

2. Menggunakan integrated supply chain management system dari hulu (produksi) sampai ke hilir (pasar).

3. Menggunakan inovasi teknologi dalam setiap mata rantai, sistem bisnis kelautan.

4. Penguatan dan pengembangan industri hulu dan hilir, terutama untuk sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri bioteknologi kelautan, dan ESDM.

5. Mengaplikasikan kaidah pembangunan ekonomi ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dengan menerapkan kelima prinsip pembangunan tersebut, segenap usaha individual dan kawasan industri kelautan yang ada perlu direvitalisasi. Pada saat yang sama, klaster-klaster industri terpadu berbasis kelautan, industri manufaktur, industri TI, industri kreatif, atau industri baru lainnya dengan pola KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) atau pola lainnya yang sesuai harus dikembangkan di wilayah pesisir dan pulau kecil di sepanjang ALKI dan wilayah perbatasan.

Dengan peta jalan pembangunan kelautan seperti di atas, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara maritim yang besar, kuat, maju, makmur, dan berdaulat, tetapi juga akan menjadi poros maritim dunia dalam waktu tidak terlalu lama yaitu tahun 2025.

2.5 Solusi yang Pernah Ditawarkan: Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

(8)

pencahariannya bersumber dari eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan.

Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan tidak hanya meliputi aspek ekonomi (lapangan kerja dan pendapatan) tetapi juga meliputi aspek sosial (pendidikan, kesehatan, dan agama), lingkungan sumber daya perikanan dan laut serta pemukiman dan infrastruktur. Keberhasilan dalam peningkatan pendapatan (ekonomi) akan dipengaruhi oleh kegiatan usaha yang bisa dikembangkan dan permodalan yang dapat disediakan serta kondisi pasar yang mendukungnya. Kerangka konsepsi pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Konsepsi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Pengembangan kegiatan usaha yang memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut memerlukan perencanaan yang matang agar dalam pelaksanaannya tidak menyebabkan kerusakan sumber daya yang bersangkutan. Oleh karena itu, kegiatan tersebut harus dimulai dengan identifikasi potensi dan permasalahan wilayah pesisir dan laut yang disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan dan kemampuan masyarakat serta kebijakan pemerintah dan infrastrukturnya.

(9)

1. Pelaksanaan sosialisasi hanya dilakukan kepada masyarakat tanpa melibatkan kalangan usahawan dan pedagang yang merupakan agen-agen perantara masyarakat pada dunia luar. Seharusnya ada upaya untuk menarik kalangan usaha dan pedagang sehingga mereka ikut terlibat dalam lembaga kemitraan yang terbentuk.

2. Program pelatihan yang diberikan kepada masyarakat, hanya sebatas pada ceramah/teori yang sulit dimengerti oleh masyarakat. Seharusnya, dengan tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah, tentunya dibutuhkan pelatihan langsung dalam bentuk praktek sehingga masyarakat dapat lebih cepat menyerap pengetahuan tersebut.

3. Tidak adanya pembagian-pembagian kerja atau kelompok peminatan kerja sesuai keinginan dan keahlian masyarakat pesisir dalam menjalankan suatu usaha, menyebabkan program tidak berjalan secara baik dan optimal.

2.6 Kebijakan Poros Maritim Dunia di Tengah Dinamika Asia Pasifik Saat Ini

Di tengah dinamika politik dan ekonomi internasional yang terjadi saat ini di kawasan Asia Pasifik, pemerintah dalam forum diplomasi tingkat tinggi seperti KTT APEC di Beijing dan KTT G20 di Sidney, mengumumkan perlunya investasi besar-besaran untuk mendukung program ‘Poros Maritim Dunia’. Untuk mendukung pernyataan tersebut, terdapat sekurang-kurangnya dua pendapat yang dapat digunakan sebagai dasar pemikiran.

Pertama adalah, Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara. Perairan di kawasan Asia Tenggara diketahui memiliki posisi yang penting bagi negara-negara di dunia terutama negara-negara-negara-negara di Asia Pasifik dan negara-negara-negara-negara besar pemilik kepentingan di kawasan tersebut sebagai kawasan perairan kompetensi bagi jalur komunikasi laut (Sea Lanes Of Communication/SLOC) dan jalur perdagangan laut (Sea Lanes Of Trade/SLOT) yang vital bagi perdagangan internasional.

Pendapat yang kedua yaitu, sebagai negara kepulauan (archipelagic state)

(10)

Australia, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis terutama jika dilihat melalui sudut pandang kemaritiman.

Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pergeseran perkembangan ekonomi dunia ke arah timur ini menciptakan peluang yang baik dan momentum yang tepat, yang dapat membawa manfaat bagi bangsa Indonesia, hanya jika Indonesia (dalam hal ini diwakili oleh pemerintah) dapat memposisikan dirinya secara strategis dan tepat sebagai pemain utama dan stabilisator kawasan. Hal tersebut dapat dicapai tentunya tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan didukung dengan kebijakan yang tepat baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh sebab itu, konsep ‘Poros Maritim Dunia’ adalah konsep yang membutuhkan kesiapan yang matang di dalam negeri sebelum bisa diproyeksikan sebagai sebuah kepentingan nasional baik di kawasan ASEAN dalam lingkup terkecil maupun Asia Pasifik dalam lingkup yang lebih besar.

Dengan posisi yang strategis sebagai sebuah negara dengan kepulauan terbesar, alur kepulauan yang dimiliki Indonesia beserta SLOT dan SLOC sebagai aset bangsa, dan dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’, maka penerapan politik luar negeri bebas aktif yang tidak memihak pada kepentingan manapun selain kepentingan nasional adalah suatu keharusan. Politik luar negeri adalah cerminan dari kepentingan nasional suatu negara, bukan cerminan kepentingan seorang pemimpin semata atau pun golongan tertentu.

(11)

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penelitian dan Jenis Data

Pada dasarnya, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian deskriptif analitik, yaitu penelitian yang membahas gambaran tentang implementasi MEC dalam pemberdayaan masyarakat pesisir guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari hasil interpretasi data primer baik berupa buku sebagai data utama, maupun jurnal, dan akses media elektronik sebagai data pendukung.

3.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode telaah pustaka (library research). Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis berusaha untuk mengkaji sejumlah literatur serta referensi baik nasional maupun internasional yang berhubungan dan memiliki relevansi dengan topik yang dibahas dalam karya tulis ini, yang bersumberkan dari buku-buku literatur dan media internet.

3.3 Teknik Pengolahan/Analisis Data

Teknik pengolahan/analisis data dalam penelitian ini adalah teknik content analysis, yaitu menganalisa sumber-sumber pustaka yang telah diperoleh terkait dengan judul karya tulis ini untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan sistematik melalui data kualitatif dan data kuantitatif.

3.4 Pengambilan Kesimpulan dan Perumusan Saran

(12)

tulis ini dapat ditindaklanjuti dengan menggunakan asumsi-asumsi yang lain sehingga dapat dihasilkan suatu scientific law yang berlaku umum.

BAB IV

ANALISA PEMBAHASAN

4.1 Maritime Economic Culture (MEC)

Maritime Economic Culture (MEC) atau Budaya Ekonomi Maritim merupakan sebuah pengembangan program pemberdayaan masyarakat pesisir dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi maritim yang berkelanjutan melalui berbagai kegiatan yang menunjang peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya alam kelautan serta sumber daya manusia yang potensial. Dikatakan sebagai budaya ekonomi maritim, karena diharapkan MEC ini mampu diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia. MEC terdiri dari 5 unit yaitu:

1. UPM (Unit Pemberdayaan Manusia)

Merupakan unit yang bergerak di bidang pemberdayaan dan pembangunan dimana masyarakat pesisir dapat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan dalam memperbaiki situasi dan kondisi dirinya sendiri melalui proses pembekalan atau pembelajaran dan praktek langsung agar masyarakat pesisir mampu memahami atau menyerap teori-teori, prosedur, teknik, dan berbagai hal yang diberikan oleh para ahli atau tenaga pendidik. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai pemberdayaan apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subjek. Sehingga diharapkan partisipasi masyarakat pesisir secara aktif dapat mendukung realisasi program melalui UPM ini agar subjek (masyarakat pesisir) menjadi motor penggerak dan bukan hanya sebagai penerima manfaat (objek) saja.

(13)

jasa. Adapun TPS sendiri terdiri lagi dari beberapa bidang sesuai dengan minat dan bakat dari masyarakat pesisir maupun para wisatawan. Bidang-bidang tersebut meliputi:

a. Bidang OKP (Olah Kreasi Pangan)

Bidang OKP adalah bidang yang berfokus pada pembelajaran tentang bagaimana cara mengolah kreasi pangan dari hasil laut agar dapat dijadikan produk yang memiliki daya tarik dan nilai jual yang tinggi. Bagi masyarakat pesisir maupun wisatawan yang memiliki minat dan bakat dalam mengolah kreasi pangan hasil laut, maka akan diajarkan bagaimana cara berinovasi untuk menciptakan kreasi baru dari olahan makanan laut melalui proses pembelajaran secara teori dan praktek langsung. Contoh hasil olahan kreasi pangan dari hasil laut adalah Dodol Rumput Laut, Aneka Kerupuk dari Kerang dan Kulit Ikan, Rendang Ikan Laut, Abon Ikan, Bakso Udang, dan berbagai macam kreasi pangan lainnya. Usaha pada bidang ini tentu membutuhkan fasilitas berupa teknologi yang memadai agar kualitas pangan dapat bersaing dengan wilayah atau negara lain.

b. Bidang OKK (Olah Kreasi Kerajinan)

Bidang OKK adalah bidang yang berfokus pada pembelajaran tentang bagaimana cara mengolah kreasi kerajinan dari limbah hasil laut sehingga didapatkan produk yang memiliki nilai jual tinggi dengan keunikannya. Mereka yang memiliki minat dan bakat pada bidang ini, akan diajarkan bagaimana cara berkreativitas dengan mengolah limbah hasil laut menjadi berbagai macam kerajinan tangan yang unik dan bernilai ekonomis. Contohnya seperti tempat tisu, bingkai foto, bros, dan lain sebagainya yang diolah dari cangkang kerang.

c. Bidang MEP (Maritime Education Program)

(14)

bidang kemaritiman. Mereka yang memiliki minat pada bidang ini, akan diberi bekal pembelajaran yang mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, dan pertahanan dalam hal kemaritiman. Melalui MEP ini, diharapkan masyarakat pesisir memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar untuk selalu menjaga kelautan Indonesia agar tidak dieksploitasi, dijajah, dicuri hasil lautnya, dan berbagai tindakan yang dapat melemahkan ekonomi maritim Indonesia. Sehingga melalui MEP pula, masyarakat pesisir mampu memberikan sosialisasi dan pembelajaran kepada masyarakat luas untuk menyadarkan bahwa harus ada kerjasama antar pihak untuk selalu beriringan dalam melaksanakan berbagai tugas yang bertujuan memperkuat ekonomi maritim Indonesia yang saat ini terancam lemah akibat kurangnya daya saing Indonesia dengan negara lain di bidang kemaritiman.

d. Bidang FBT (Fisherman Based Technology)

Bidang FBT adalah bidang yang lebih spesifik dibandingkan bidang-bidang lain, karena sasaran utamanya adalah para nelayan. Melalui FBT ini, para nelayan diajarkan mengenai teknologi terapan yang ramah lingkungan berhubungan dengan kegiatan nelayan dalam bekerja seperti menangkap, mengelola, dan mengolah hasil laut. Contohnya adalah dengan mengajarkan para nelayan untuk menggunakan Cold Storage Energi Surya, Motor Kapal Tenaga Gelombang Laut, Alat Pemecah Ombak Ramah Lingkungan, dan Teknologi Biofloc dan Bus Matick untuk budidaya ikan dan udang, serta berbagai macam teknologi lainnya,sehingga para nelayan juga mampu menguasai teknologi masa kini dengan tetap menjaga kelautan Indonesia agar terjaga kualitas lingkungannya.

2. UPS (Unit Pengelolaan SDA/Sumber Daya Alam)

(15)

kepercayaan masyarakat baik bersumber dari ajaran agama, maupun tradisi leluhur menjadi sumber nilai dalam pengelolaan sumber daya alam kelautan agar tetap lestari. Adapun bentuk realisasi dari program MEC melalui UPS ini adalah dengan mendirikan FFC (Flora and Fauna Conservation). FFC adalah cabang program dari UPS yang berfokus pada pengelolaan atau konservasi flora dan fauna laut melalui teknik penangkaran dan budidaya. Kegiatan-kegiatan dalam FFC ini meliputi :

a. PENGIKAT (Penangkaran Benih Ikan Laut)

Merupakan upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran benih-benih ikan laut dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Tujuan didirikan PENGIKAT adalah untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam. Karena maraknya kegiatan overfishing oleh para nelayan menyebabkan jumlah populasi ikan laut baik yang langka maupun tidak semakin berkurang jumlahnya. Sehingga diharapkan melalui PENGIKAT ini, ketersediaan populasi ikan laut di alam akan terus terjaga dan akhirnya dicapailah suatu keseimbangan dalam memanfaatkan hasil laut.

b. KONSER HABIP (Konservasi Habitat Penyu)

(16)

pelepasan tukik), teknik monitoring, teknik penandaan/tagging,

teknik penyelamatan penyu di daerah migrasi, teknik patroli penyu, teknik pembinaan habitat, dan teknik pengelolaan wisata berbasis penyu.

c. Budidaya TKRL (Terumbu Karang dan Rumput Laut)

Merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya hayati berupa terumbu karang dan rumput laut yang dilakukan pada suatu areal untuk diambil manfaatnya. Terumbu karang dan rumput laut merupakan salah satu kekayaan alam laut yang harus dilestarikan karena bisa menjadi komoditas bisnis yang baik bagi masyarakat pesisir. Untuk proses dan teknik budidaya terumbu karang yang diterapkan dalam program ini yaitu dengan melakukan teknologi transplantasi terumbu karang (terumbu karang ditanam atau dicangkok dengan menggunakan media-media tertentu seperti pipa, semen, dan botol bekas), sedangkan untuk proses dan teknik budidaya rumput laut, menggunakan metode dasar (bottom method)

di dalam tambak dengan menebarkan bibit pada dasar tambak dan metode lepas dasar (off bottom method) yaitu dengan cara mengikat bibit pada tali ris (ropeline) kemudian diikatkan pada patok-patok atau pada rakit.

d. PHM (Pengelolaan Hutan Mangrove)

(17)

kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia khususnya masyarakat pesisir untuk mendukung pembangunan wilayah pesisir. Salah satu bentuk upaya dalam PHM ini adalah melalui sertifikasi pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan. 3. UPU (Unit Peningkatan Usaha)

Merupakan unit yang bergerak di bidang peningkatan usaha dengan menyediakan atau memfasilitasi segala bentuk kegiatan yang ada pada unit-unit lain. Bentuk realisasi program melalui UPU meliputi :

a. KMP (Koperasi Masyarakat Pesisir)

KMP adalah badan usaha yang beranggotakan masyarakat pesisir yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi guna menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. KMP juga merupakan fasilitas dari hasil cabang program pada UPM yaitu bidang OKP dan bidang OKK. Hasil olahan kreasi pangan dan kerajinan dari UPM, disalurkan untuk dijual di dalam KMP. Sehingga para wisatawan yang datang ke daerah pesisir, dapat membeli hasil olahan kreasi pangan dan kerajinan khas masyarakat pesisir melalui KMP ini. b. LEC (Library Education Center)

LEC merupakan perpanjangan tangan dari cabang program MEP dan FBT. Didalam LEC ini, tersedia berbagai macam buku, artikel, jurnal, dan fasilitas-fasilitas perpustakaan pada umumnya bagi masyarakat pesisir yang memiliki minat pada cabang program MEP dan FBT. Dengan adanya LEC, memudahkan masyarakat pesisir untuk mempelajari lebih dalam kajian tentang ilmu yang mereka pelajari di dalam cabang program MEP dan FBT yang mereka ikuti.

c. FCC (Fisherman Culinary Center)

(18)

PENGIKAT, KONSER HABIP, dan Budidaya TKRL. Karena sebagian dari hasil penangkaran, konservasi, dan budidaya dimanfaatkan sebagai bahan “Stock Segar” untuk kegiatan yang ada pada FCC. Para wisatawan yang datang ke daerah pesisir dapat menikmati hasil olahan makanan dan minuman khas masyarakat pesisir melalui program FCC ini.

d. PUSKESMAP (Pusat Kesehatan Masyarakat Pesisir)

Dalam membangun kawasan mandiri bagi masyarakat pesisir, maka ketersediaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pesisir dirasa penting untuk direalisasikan. Salah satu bentuknya dengan mendirikan PUSKESMAP di kawasan pesisir. Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau sampai ke daerah pesisir menjadi dasar pemikiran dibentuk PUSKESMAP ini. Diharapkan dengan dibangunnya PUSKESMAP, dapat meningkatkan kinerja dan menjamin hak kesehatan bagi masyarakat pesisir.

4. UPL (Unit Pemeliharaan Lingkungan)

Merupakan unit yang bergerak di bidang pemeliharaan lingkungan di kawasan pesisir. UPL dilatarbelakangi dari adanya kerusakan lingkungan pesisir yang terjadi sebagai ulah akibat tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya yang terkandung di alam. Jika proses perusakan unsur-unsur lingkungan hidup tersebut terus menerus dibiarkan berlangsung, kualitas lingkungan hidup daerah pesisir akan semakin parah. Oleh karena itu, manusia khususnya masyarakat pesisir yang paling berperan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup di kawasan pesisir. Bentuk realisasi program UPL sebagai upaya untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan agar kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya di kawasan pesisir dapat berkelanjutan yaitu:

a. PPL (Peningkatan Pariwisata Laut)

(19)

budaya masyarakat setempat, memiliki tujuan diantaranya, menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, dan menjamin kelestarian serta pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Realisasi dari cabang program PPL ini adalah dengan menyediakan posko-posko bagi petugas kebersihan di kawasan pesisir, membangun fasilitas penunjang bagi para wisatawan (seperti gazebo, arena permainan dan olahraga air, tempat bersantai, jasa pariwisata dan lain-lain), dan mendukung program-program dari unit-unit lain dengan mengadakan “Aksi Cinta Lingkungan” (menanam bibit mangrove, pelepasan benih ikan dan tukik, dan lain-lain).

b. KKN (Konstitusi Kelautan Nasional)

KKN merupakan bentuk usaha pemeliharaan lingkungan yang lebih mengarah kepada penetapan kebijakan dan peraturan bagi masyarakat di kawasan pesisir, termasuk para wisatawan yang datang. Realisasi dari cabang program KKN ini lebih kepada bentuk tulisan dan himbauan kepada masyarakat di kawasan pesisir apabila didapati pelanggaran-pelanggaran terhadap upaya pemeliharaan lingkungan. “Green Police” sebagai pemantau akan bekerja disekitar kawasan pesisir untuk memantau segala kegiatan yang ada di kawasan pesisir dan laut lepas. Sehingga diharapkan dengan adanya KKN ini, segala bentuk kegiatan dapat terorganisir secara baik dan lancar.

5. UPP (Unit Peran Pemerintah)

(20)

pada unit-unit lain sehingga seluruh unit dapat berjalan dengan baik dan mampu menunjang kehidupan masyarakat pesisir, adapun modal untuk menjalankan setiap program berasal dari bantuan pemerintah yang telah dianggarkan pada APBN dan setiap pendanaan diawasi oleh pemerintah agar lebih transparansi. Pemerintah dalam hal ini sebagai pengontrol jalannya MEC juga dapat mempromosikan kawasan pesisir Indonesia ke kancah internasional sehingga Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dapat menunjukkan keseriusan dalam meningkatkan bidang kemaritiman serta menjadikan maritim sebagai ciri khas Indonesia.

Peran pemerintah juga akan membentuk tim khusus dalam menjalankan MEC, tim khusus yang telah di bentuk adalah orang-orang yang dipercaya atau ditunjuk oleh pemerintah serta ahli dalam bidang kemaritiman, tim khusus yang dibentuk akan menjadi instruktur untuk mengarahkan masyarakat pesisir dalam menjalankan MEC sehingga masyarakat dapat mengerti dan mampu untuk menerapkannya, tim khusus akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait MEC yang ingin diterapkan sehingga pemerintah akan mengetahui perkembangan setiap unit yang ada pada progam MEC.

(21)

4.2 Konsep MEC Berbasis Ekonomi Kelautan

Sebenarnya, MEC merupakan salah satu bentuk dari Program Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (PWPT). Hal ini didasarkan pada upayanya untuk menyatukan antara pemerintah dengan komunitas pesisir, ilmu pengetahuan dengan manajemen, dan antara kepentingan sektoral dengan kepentingan masyarakat dalam mempersiapkan dan melaksanakan perencanaan terpadu bagi perlindungan dan pengembangan ekosistem pesisir dan sumberdayanya.

Adapun konsep MEC yang kami rancang, harus mampu menjadi solusi dalam memperkuat ekonomi maritim Indonesia di kancah internasional, sekaligus menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Oleh karena itu, konsep MEC ini harus berbasis ekonomi kelautan sehingga selaras dengan tujuan implementasi MEC itu sendiri.

Mengutip pemikiran Kildowetall dan Colgan, ekonomi kelautan mencakup enam kategori. Pertama adalah konstruksi yang berkaitan dengan bangunan kelautan seperti pelabuhan laut, penahan gelombang, dan jetty. Kedua, sumber daya hayati kelautan meliputi pembenihan dan budidaya perikanan penangkapan ikan, pemprosesan, dan pemasaran hasil laut. Ketiga adalah mineral yang meliputi batu gamping, pasir laut dan kerikil, produksi hingga eksplorasi minyak dan gas lepas pantai. Keempat yaitu pembangunan kapal dan perahu yang terdiri atas galangan kapal untuk memperbaiki dan membangun kapal/perahu. Kelima adalah jasa pariwisata bahari dan rekreasi, terdiri atas jasa hiburan, dan rekreasi laut seperti banana boat, dan ski. Keenam adalah transportasi laut mencakup transportasi laut dalam (deep sea), kapal penumpang, dan lain-lain. Kategorisasi ini merujuk pada Amerika Serikat berbentuk dokumen National Oceans Economics Program (NOEP).

(22)

diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir secara baik, maka Indonesia akhirnya memiliki cetak biru tersendiri dan tidak harus mencontoh Amerika Serikat, namun menyesuaikan dengan geopolitik, geoekonomi, dan geokultural Indonesia.

4.3 Siklus Penerapan MEC dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Proses perencanaan suatu program pengelolaan serta kemudian implementasi dari apa yang direncanakan tersebut (seperti MEC) merupakan satu siklus yang berkesinambungan (Gambar 3).

Gambar 3. Langkah-langkah dalam Siklus Kebijakan

Proses

(23)

4.4 Peran MEC sebagai Solusi Baru Atas Kegagalan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir yang Pernah Dijalankan di Indonesia

Di Indonesia, walaupun sudah cukup banyak proyek/program yang terkait dengan permasalahan di lingkungan pesisir, tapi hanya sebagian kecil saja yang benar-benar dirancang untuk menjalankan pengelolaan secara terpadu. Proyek pengelolaan wilayah pesisir di Segara Anakan, Cilacap, pada tahun 1986-1992 merupakan yang pertama kali berupaya untuk mencari cara mengelola satu wilayah pesisir secara terpadu. Setelah itu menyusul berbagai inisiatif yang dilakukan baik oleh berbagai donor asing maupun oleh pemerintah sendiri dan pihak-pihak non pemerintah lainnya. Namun sayangnya pendekatan yang dilakukan ataupun pemahaman konsep yang diambil seringkali kurang sesuai. Terkadang diatas kertas pendekatan dan konsep sudah tepat, tetapi pemahaman pelaksana proyek yang tidak sesuai. Sehingga yang sering terjadi adalah tidak jelasnya tujuan akhir dari proyek-proyek tersebut dan bagaimana tolak ukur keberhasilannya. Akibat tidak terjadinya pembelajaran (lesson learned) antar proyek, alih pengetahuan maupun replikasi dari pelaksanaan/inisiatif yang berhasil karena setiap proyek cenderung untuk selalu mengulang kembali dari awal pelaksanaan proyek-proyek baru (reinventing the wheel).

Diharapkan dengan adanya MEC mampu menjadi solusi baru menggantikan beberapa program sebelumnya yang dianggap gagal dan diharapkan MEC dapat diimplementasikan secara baik. Sesuai namanya, Maritime Economic Culture

(Budaya Ekonomi Maritim), maka hendaknya MEC dapat dibudayakan dalam setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir di setiap provinsi di Indonesia. Sehingga dampak positifnya dapat menyebar secara luas, dengan begitu, memudahkan Indonesia untuk bisa mewujudkan cita-cita luhur bangsa yaitu menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’ dan mampu memperkuat ekonomi maritim Indonesia di kancah internasional. Tentu, kerjasama berbagai pihak sangat dibutuhkan seperti pemerintah, LSM, peneliti, akademisi, tenaga ahli, dan masyarakat luas pada umumnya untuk merealisasikan MEC ini.

(24)

Tabel 2. Estimasi Dana untuk Realisasi MEC

Dari data yang diambil pada kemenkeu.go.id bagian Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 pemerintah menganggarkan sebesar Rp 6.368,7 miliar sebagai kebijakan dan anggaran belanja pemerintah pusat RAPBN pada tahun 2015. Dari jumlah tersebut diatas, implementasi Maritime Economic Culture diestimasikan memerlukan dana sebesar 30% dari anggaran pemerintah terhadap Kementerian Kelautan dan Perikanan.

30% x Rp 6.368,7 miliar= Rp 1.910.610.000.000

30% dari dana tersebut akan didistribusikan kepada 32% dari total masyarakat miskin di wilayah pesisir sehingga implementasi MEC dapat tepat sasaran. Selanjutnya jumlah dana yang didistribusikan pada implementasi MEC akan dialokasikan pada masing-masing unit MEC yang terdiri dari UPM, UPS, UPU, UPL, dan UPP. Presentase alokasi dana yaitu sebesar 25% pada UPM, 25% pada UPS, 20% pada UPU, 20% pada UPL, dan 10% pada UPP. Disamping itu masing-masing presentase besaran dana yang diterima setiap unit akan dialokasikan lagi menurut bidang-bidang pada unit-unit yang ada. Data tersebut disajikan pada tabel dibawah ini:

UPM Distribusi APBN

(25% dari alokasi pada MEC)

Bidang OKP (15%) Bidang OKK (15%) Bidang MEP (35%) Bidang FBT (35%)

(25)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :

1. Maritime Economic Culture (MEC) berpotensi sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia demi kesejahteraan masyarakat pesisir Indonesia.

2. MEC berbasis ekonomi kelautan, memiliki terobosan-terobosan baru dalam implementasinya sebagai bentuk inovasi terhadap pengembangan program pemberdayaan masyarakat pesisir melalui 5 unit utama, yaitu UPM (Unit Pemberdayaan Manusia), UPS (Unit Pengelolaan SDA), UPU (Unit Peningkatan Usaha), UPL (Unit Pemeliharaan Lingkungan), dan UPP (Unit Peran Pemerintah).

3. Untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’, MEC dirasa mampu bersaing dengan negara lain, mengingat Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara yang memiliki posisi penting bagi negara-negara di dunia dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki posisi strategis terutama jika dilihat melalui sudut pandang kemaritiman.

5.2 Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Aliadi, A., Kismadi, B.C., & Munggoro, D.W. 2000. Berbagi Pengalaman:

Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat. Pustaka Latin:

Bogor.

Cicin-Sain, B. & Knecht, R. 1998. Integrated Ocean and Coastal Management.

Island Press: Washington DC.

Dahuri, R., Rais, J. Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita: Jakarta.

Meltzer, E. 1998. International Review of Integrated Coastal Zone Management.

Canada Department of Fisheries and Ocean: Ottawa.

Rahardjo Adisasmita, Prof., Dr., M.Ec. 2013. Pembangunan Ekonomi Maritim.

Grahailmu: Yogyakarta.

Subekti, Sasanti Sih, & Soemarno. 2010. Pemberdayaan Masyarakat: Model

Pesisir. PPSUB: Malang.

Sumber Jurnal:

Didik Trisbiantoro, Sri Oetami Madyowati, & Ninis Trisyani. 2013. Model

Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Pesisir Kecamatan Watulimo,

Kabupaten Trenggalek. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis,

Volume 4, Nomor 1.

Ivan Razali. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut. Jurnal

(27)

Katinawati. 2013. Peran ASEAN MARITIME FORUM (AMF) Dalam Keamanan

Perairan di Asia Tenggara. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Volume

1, Nomor 3.

Tumpal Manik, M.Si, & Inge Lengga Sari M, SE., Ak., M. Si. 2014. Analisis

Pengaruh Industri Maritim Melalui Transportasi Perhubungan Laut,

Pariwisata Bahari, Perikanan Tangkap Terhadap Pendapatan Asli Daerah

dan Pertumbuhan Aset (Studi di Propinsi KEPRI melalui Pendekatan

Analisis Jalur. Jurnal Ekonomi Maritim Indonesia (JEMI), Volume 5,

Nomor 2.

Sumber Internet:

http://jurnalmaritim.com/2014/11/melayarkan-ekonomi-maritim/ (diakses tanggal

14 Januari 2015)

http://bapemas.jatimprov.go.id/index.php/program/kegiatan-sda-ttg/288-pemberdayaan-masyarakat-pesisir-pantai (diakses tanggal 17 Januari 2015)

http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/mewujudkan-indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia-yang-maju-dan-mandiri (diakses tanggal 23 Januari

2015)

http://perencanaankota.blogspot.com/2014/06/program-pemberdayaan-eonomi-masyarakat.html (diakses tanggal 27 Januari 2015)

(28)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua Kelompok

Nama : Fathurrahman

NIM : 1402045164

Tempat, tanggal lahir : Makassar, 6 Maret 1995

Alamat : Jl. A.M. Sangaji Gg.17 Rt.11, Samarinda

No. Hp : 087810664942

E-mail : fathurlikejazz@yahoo.com

Prodi/Fakultas : Ilmu Hubungan Internasional/FISIPOL Perguruan Tinggi : Universitas Mulawarman

Pengalaman Organisasi : HIMA-HI dan Mulawarman Debating Society

Karya Tulis yang Pernah Dibuat :

- Pembuatan “Green AC” untuk Meminimalisir Pencemaran Chloro Fluoro Carbon (CFC) di Lingkungan

- Penerapan Teknologi MFC (Microbial Fuel Cell) untuk Mendukung Daerah Amuntai yang Mandiri Energi Berbasis Sumber Daya Lokal

- Teknologi GRALID (Generator Listrik Hybrid) Berbasis Solar Cell dan Termoelektrik Berpendingin Air sebagai Energi Alternatif yang Ramah Lingkungan

- DOUBTOR : Double Reactor Penghasil Biogas dan Bioetanol dari Eceng Gondok

- Implementasi Konsep CB-HRM (Competency Based-Human Resources Management) Guna Meningkatkan Kualitas SDM Pada Sektor Konstruksi di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

(29)

- Sosialisasi dan Pelatihan Keterampilan Membuat Tepung Cacing Tanah Sebagai Antibiotik Alami Kepada Masyarakat Miskin dalam Mengatasi Permasalahan Kesehatan dan Sosial di Indonesia

- Implementasi Teknologi MFC Pada Kawasan SISKA untuk Pengembangan Konsep Peternakan Modern yang Mandiri Energi

Prestasi yang Pernah Diraih :

- Juara 1 LKTI Fakultas Teknik Unlam Banjarbaru Tahun 2013 Bekerjasama dengan PT Indocement Dalam Rangka HUT ITP ke-38 se-Kalimantan Selatan

- Juara 1 LKTI Pekan Olimpiade Komputer (POK) 2013 se-Kalimantan Selatan dan Tengah di STMIK Indonesia Banjarmasin

- Juara Harapan III LKTI Tingkat Nasional Alternative Energy Competition (AEC) 2013 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya - Juara 9 LKTI Tingkat Nasional Engineering Innovator Competition (EIC)

2013 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

- 20 Besar LKTI Tingkat Nasional Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2014

- Peserta LKTI Konstruksi Indonesia Tingkat Umum se-Nasional Tahun 2014

- Peserta OSN-Pertamina Bidang Rancang Bangun Tingkat Provinsi Kalimantan Timur di Universitas Mulawarman Tahun 2014

- Peserta LKTI Cendekia Mulawarman Tingkat Nasional Tahun 2014

Anggota Kelompok I

Nama : Khaerani Abbas

NIM : 1402045074

Tempat, tanggal lahir : Pinrang, 16 Juli 1996

Alamat : Jl. Kemakmuran Gg.PLN No.10 RT.22

No. Hp : 085397874624

E-mail : sayakhaerani@gmail.com

(30)

Pengalaman Organisasi : HIMA-HI, MDS, dan ECC Karya Tulis yang Pernah Dibuat :

-Prestasi yang Pernah Diraih :

- Best Speaker UMPAR English Debating Championship - Juara 2 English Debate Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan

- Delegasi Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia di Universitas Brawijaya Tahun 2015

Anggota Kelompok II

Nama : Richa Rachmawati Afag

NIM : 1401035264

Tempat, tanggal lahir : Tg. Redeb, 25 Maret 1996

Alamat : Jl. Kadrie Oening Pandan Harum Hill BV-12

No. Hp : 085246403017

E-mail : Ricarachmawatiafag@yahoo.co.id Prodi/Fakultas : Akuntansi/FEKON

Perguruan Tinggi : Universitas Mulawarman Pengalaman Organisasi : Mulawarman Debating Society

Karya Tulis yang Pernah Dibuat :

- Infuse Banana Fruit with Hugh Calcium from Waste Materials of Fish Bone, Chicken Bone, and Egg Shell

- Based-Gender Public School sebagai Upaya Awal Mencegah Pelecehan Sexual Anak

Prestasi yang Pernah Diraih :

(31)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Keaslian Karya Tulis

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama Lengkap : Fathurrahman

Jabatan : Ketua Kelompok

NIM : 1402045164

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar/6 Maret 1995

Fakultas/Universitas : FISIPOL/Universitas Mulawarman

Dengan ini menyatakan bahwa karya dengan judul “Implementasi MEC (Maritime Economic Culture) dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir guna Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia” belum pernah dipublikasikan pada jurnal ilmiah dan belum pernah menjuarai perlombaan di tingkat Nasional/Internasional sebelumnya serta tidak mengandung unsur plagiat di dalamnya.

Demikianlah pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada unsur paksaan dari siapapun. Jika dikemudian hari ditemukan ketidakbenaran informasi, maka saya bersedia didiskualifikasi atau pun dibatalkan dari status juara jika nanti menjadi juara dalam perlombaan ini.

(32)

Fathurrahman NIM.1402045164

Lampiran 2. Data-Data Terkait

(33)
(34)

Gambar

Tabel 1. Komposisi Rumah Tangga Perikanan Berdasarkan Skala Usaha
Gambar 1. Konsepsi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Gambar 2. Bagan Sistem MEC
Tabel 2. Estimasi Dana untuk Realisasi MEC
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji korelasi ditemukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy akademik dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang

Model pembelajaran penelitian ilmiah dimaksudkan agar siswa belajar bagaimana ilmu pengetahuan/ sains diciptakan dalam bentuk penemuan-penemuan (Bruce Joyce, Marsha Weil dan Calhoun,

Hasil laporan akuntabilitas kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 dapat disimpulkan sebagai berikut: Dari dua indikator kinerja sasaran

Menimbang : a.bahwa untuk tertib administrasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah serta untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 151 Peraturan Pemerintah

Pada tahun 1992, di Indonesia hanya terdapat satu Bank Umum Syariah.. yaitu Bank Muamalat Indonesia dan enam Bank Perkreditan

Bumi Resources Tbk mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 365.49 pada tahun 2008 dan Rp 92.59 pada tahun 2009, hal tersebut terjadi karena pendapatan berkurang dan

Stainless Steel adalah suatu baja yang mengandung lebih dari 11 % kromium, biasanya diantara 11,5% - 27%, dan stainless steel juga mengandung nikel, vanadium,