• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Psikologi Pendidikan 1 LUPA TRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Psikologi Pendidikan 1 LUPA TRAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PRESTASI, LUPA, KEJENUHAN, TRANSFER DAN KESULITAN BELAJAR MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Psikologi Pendidikan Makalah ini dibuat pada tanggal 30 November 2014

dan dipresentasikan tanggal 5 November 2014

Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Dosen : Dra.Hj.Ulfiah,M.Si

Di susun oleh :

Deden Rumdani (1136000027 ) Desi Sumanti (1136000031)

Gania Khoerunnisa Kosasih (1136000054) Irma Maesaroh (1136000065)

Yetti Alfiyani (1136000164) Kelas D

Fakultas Psikologi

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Menurut Atkinson, psikologi adalah ilmu yang mempelajari proses mental dan tingkah laku manusia. Psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang memahami perilaku manusia, alasan dan cara melakukan sesuatu, dan memahami cara makhluk berpikir dan berperasaan (Gleitman, 1986). Sementara pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Maka, psikologi pendidikan adalah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan seperti prinsip-prinsip belajar, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut.

Dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa mengalami suatu hambatan seperti lupa materi pelajaran, mengalami kejenuhan dalam belajar dan sebagainya. Kesulitan belajar yang dialami karena hambatan tersebut membuat resah para guru dan orang tua. Guru senantiasa memberikan metode pembelajaran yang baik agar dapat dipahami namun, masih saja kurang bisa memahami kesulitan siswa lebih lanjut. Maka, terdapat suatu teori yang menjelaskan semua itu lebih rinci. Oleh karena itu, makalah ini berjudul “Prestasi, Lupa, Kejenuhan, Transfer, dan Kesulitan Belajar”.

Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan evaluasi prestasi belajar siswa? 2. Bagaimanakah lupa dan kejenuhan belajar itu terjadi?

3. Bagaimanakah transfer dalam belajar?

(3)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Evaluasi Prestasi Belajar

Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessnment yang menurut Tardif (1989) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan assessnment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan.

Assessnment menurut Petty (2004) mengukur keluasan dan kedalam belajar,

sedangkan evaluasi yang berarti mengungkapkan dan pengukuran hasil belajar yang pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Berikut tujuan evaluasi adalah :

a) Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu

kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini berarti dengan evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswanya itu.

b) Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.

Dengan demikian, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai penetap apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.

c) Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini berart

(4)

pada umumnya menunjukan tingkat usaha yang efisien, sedangkan hasil yang buruk adalah cermin usaha yang tidak efisien.

d) Untuk mengetahui segala upaya siswa dalam mendayagunakan kapasitas kognitifnya

(kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Jadi, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi pemanfaatan kecerdasan siswa.

e) Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah

digunakan guru dalam proses mengajar-belajar. Dengan demikian, apabila sebuah metode yang digunakan guru tidak mendorong munculnya prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru sangat dianjurkan mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi.

Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Sementara Fungsi Evaluasi yaitu : fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisisan buku rapor, fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan, fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan), Sumber data BK untuk memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan konseling (BK), Bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode, dan alat-alat proses mengajar-belajar.

Terdapat beberapa ragam evaluasi yaitu :

a) Pre-test dan Post-test

(5)

guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.

b) Evaluasi Prasyarat

Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pengusaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan.

c) Evaluasi Diagnostik

Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.

d) Evaluasi Formatif

Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnistik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan belajar siswa.

e) Evaluasi Sumatif

Ragam penilaian sumatif kurang lebih sama dengan ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran.

f) UAN/UN

Ujian Akhir Nasional atau Ujian Nasional pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa.

(6)

Secara sederhana, reliabilitas berarti hal tahan uji atau dapat dipercaya. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel atau tahan uji, apabila memiliki konsistensi atau keajegan hasil. Validitas berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Sementara ragam alat evaluasi yaitu : a) Bentuk Objektif

Bentuk objektif atau tes objektif, yakni tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Ada 5 macam tes yang termasuk dalam evaluasi ragam objektif ini.

1) Tes Benar – Salah

Soal-soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yaitu ‘B’ jika benar, dan ‘S’ jika salah. Dalam dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah lama ditinggalkan karena dua alasan : tes ‘B-S’ tidak menghargai kreatifitas akal siswa karena mereka hanya didorong untuk memilih salah satu dari dua alternatif jawaban, tes ‘B-S’ dalam beberapa segi tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya.

2) Tes Pilihan Berganda

(7)

terkesan kurang diskriminatif, sering terdapat satu jawaban yang sangat mencolok kebenarannya, sehingga jawaban-jawaban lainnya terlalu gampang untuk ditinggalkan.

3) Tes Pencocokan (Menjodohkan)

Tes pencocokan disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan.

4) Tes Isian

Alat tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan pendek, yang pada bagian-bagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan.

5) Tes Perlengkapan

Cara menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan cara menyelesaikan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrumen. Dalam tes melengkapi kalimat-kalimat yang tersusun dalam bentuk karangan atau cerita pendek, tetapi dalam bentuk kalimat-kalimat yang berdiri sendiri.

b) Bentuk Subjektif

Alat evaluasi yang berbentuk tes subjektif adalah alat pengukur prestasi belajar yang jawabannya tidak ternilai dengan skor atau angka pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi objektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa. Instrumen evaluasi mengambil bentuk essay examination, yakni soal ujian mengharuskan siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.

(8)

menolak. Ranah psikomotor seperti keterampilan bergerak dan bertindak indikatornya adalah mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota badan lainnya.

Setelah mengetahui indikator prestasi belajar di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa siswa. Keberhasilan tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat penilaian afektif dan psikomotor siswa.

Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses mengajar-belajar. Di antara norma-norma pengukuran tersebut ialah : norma skala angka dari 0 sampai 10, dan norma skala angka dari 0 sampai 100.

Evaluasi prestasi terdiri dari evaluasi prestasi kognitif, afektif dan psikomotor. Evaluasi prestasi kognitif yaitu mengukur keberhasilan siswa yang dari segi dimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Afektif (ranah rasa) yaitu jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakterisasi yang setidaknya mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi ranah rasa itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa. Sementara psikomotor merupakan cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah observasi. Observasi, dalam hal ini, dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain, dengan pengamatan langsung.

2.2 Lupa Dalam Belajar

(9)

mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya informasi dan pengetahuan dari akal. Menurut Wittig (1981) peristiwa lupa yang dialami tak mungkin dapat diukur secara langsung. Misalnya, jika anda meminta penjelasan kepada seorang siswa, Ali misalnya mengenai materi pelajaran tertentu kemudian Ali menyebutkan hampir seluruh bagian pelajaran tersebut. Maka, hal yang tak dapat ia katakan adalah hal yang mungkin terlupakan olehnya.

A. Faktor penyebab lupa

Faktor pertama karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Ganguan konflik terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1) Proactive interference

Seorang siswa gangguan proaktif apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. . peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.

2) Retroactive interference

(10)

pelajaran lama akan sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu.

Faktor kedua, terjadi karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan, yaitu :

a. karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.

b. Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan informasi retroaktif.

c. Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan. Pendapat tersebut didasarkan pada repression theory yaitu teori represi atau penekanan (Reber, 1998). Istilah “alam ketidaksadaran dan “alam bawah sadar” merupakan gagasan Sigmund Freud, bapak psikoanalisis yang banyak mendapat kritikan.

(11)

urat syaraf otak. Misalnya, seorang siswa terkena penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol dan gegar otak akan kehilangan ingatan atas informasi yang ada dalam memori permanennya.

Penempuan baru menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (delay) tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tenggang waktu (delay) antara saat diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best, 1989 ; Anderson, 1990).

Menurut pandangan psikologi kognitif materi pelajaran yang terlupakan masih ada dalam subsistem akal permanen siswa namun terlalu lemah untuk dipanggil atau diingat kembali. Banyak siswa yang mengeluhkan “kehilangan ilmu” tetapi setelah relearning atau mengikuti remedial teaching (pengajaran perbaikan) ternyata dapat menunjukkan kinerja akademik yang lebih memuaskan daripada kinerja sebelumnya. Hal ini bermakna bahwa relearning dan remedia teaching berfungsi memperbaiki atau menguatkan item-item informasi yang rusak atau lemah dalam memori para siswa, sehingga berhasil mencapai prestasi yang memuaskan.

B. Kiat mengurangi lupa dalam belajar

Menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) adalah sebagai berikut :

1. Overlearning

(12)

2. Extra study time adalah upaya penambahan waktu belajar atau frekuensi aktivitas belajar. Misalnya jika penambahan waktu belajar maka siswa belajar dari satu jam menjadi dua jam, sementara frekuensi aktivitas belajar yaitu siswa belajar dari satu kali sehari menjadi dua kali sehari.

3. Mnemonic device adalah kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan informasi ke dalam sistem akal siswa. Misalnya nyanyian yang berisikan kata-kata yang harus diingat pada anak TK, singkatan berupa huruf awal misalnya MIMIN (Nabi Musa, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad, Nabi Isa dan Nabi Nuh), system kata pasak digunakan untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang sama dan dibentuk berpasangan seperti panas-api, metode Losai yaitu menggunakan tempat khusus dan terkenal sebagai penempatan kata dan istilah yang harus diingat. Loci berasal dari kata locus yang artinya tempat. Misalnya : gedung bundar untuk mengingat nama jaksa agung.

4. Pengelompokkan (clustering) adalah menata ulang item informasi menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih logis dalam arti memiliki lafal yang sama. Misalnya daftar-daftar item materi seperti :

a. Daftar I terdiri atas nama-nama Negara serumpun : Indonesia, Malaysia, Brunei dan seterusnya

b. Daftar II terdiri atas singkatan-singkatan lembaga Negara : DPR, MPR, DPD, DPRD.

c. Daftar III terdiri atas singkatan atas nama-nama badan internasional : WHO, ILO dan sebagainya.

(13)

dalam waktu yang singkat maka disarankan menggunakan metode yang sesuai dengan hukum jost.

6. Pengaruh letak sambung yaitu siswa menyusun daftar kata-kata yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat dan ditulis menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa. Terdapat beberapa cara yang bias ditempuh guru agar murid tidak mudah melupakan materi pelajaran :

a. Memberi motivasi kepada siswa dengan menyadarkan mereka betapa pentingnya pelajaran tersebut bagi masa depan.

b. Menunjukkan unsur-unsur pokok sebelum unsur-unsur penunjang dalam materi pelajaran. Guru dianjurkan mendemonstrasikan dengan alat peraga atau memberi tanda khusus yang tertulis pada papan tulis dengan warna yang berbeda.

c. Mengaitkan materi yang sebelumnya, materi yang baru dan materi yang selanjutnya untuk memudahkan proses pengolahan materi bahasan dalam sistem akal para siswa.

d. Menanyakan sesuatu tentang materi yang telah dibahas.

2.3 Kejenuhan Belajar

Secara harfiah arti kejenuhan ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga dapat berti jemu atau bosan. Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan ia juga terkadang mengalami peristiwa negative lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: Pletou) saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar (kejenuhan belajar dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubajirkan usahanya.

(14)

kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu.

Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seakan-akan “jalan ditempat”.kemajuan belajar seperti ini bila digambarkan akan membentuk kurva yang tampak seperti ganris mendatar yang lazim disebut palteau.

Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.

Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila siswa telah kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi salah satu tingkat ketrampilan tertentu sebelum sisswa tertentu sampai pada keteampilan berikutnya (caplin, 1972). Selain itu, kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmanisahnya karena bosan (boring) dan keletihan (fatigue) namun, penyebab kejenuhan yang paling umum adalah keletihan yang melanda siswa, karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan.

Menurut cross (1974) dalam bukunya the psychology of learning, keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni:

1. Keletihan indra siwa

2. Keletihan fisik siswa

3. Keletihan mental siwa.

(15)

keletihan-keletihan lainnya. Itulah sebabnya keletihan-keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan belajar.

Ada empat faktor penyebab keletihan mental siswa :

1. Karena kecemasan siswa terhadap dampak negative yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri.

2. Karena kecemasan siswa terhadap standar atau patokan keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama ketika siswa tersebut sedang merasa bosan mempelajari bidang-bidang studi tadi.

3. Karena siswa berada ditengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja intelek yang berat.

4. Karena siswa mempercayai konsep kinerja akademik iang optimum, sedangkan dia sendiri menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia buat (self-imposed)

Kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang menyebabkan munculnya kejenuhan belajar antara lain sebagai berikut :

1. Melalakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran dan cukup banyak

2. Perubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih memungkinkan siswa belajar lebih giat.

3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari rakbuku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampai memungkinkan siswa merasa berada disebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar.

4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari pada sebelumnya.

(16)

2.4 Transfer Dalam Belajar

Istilah transfer belajar berasal dari bahasa inggris “transfer of learning” yangberarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar lingkup pendidikan sekolah. Pemindahan atau pengalihan ini menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi diluar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya, hasil belajar bidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi; hasil belajar dicabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket; hasil belajar dibidang fisika dan kimia, digunakan dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap. Berkat pemindahan dan pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu dibidang studi yang lain.

(17)

Transfer dalam belajar ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Transfer belajar disebut positif jika pengalaman-pengalaman atau kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari dapat diterapkan untuk mempelajari situasi yang baru, contoh ketampilan mengendarai sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan bermotor roda empat. Atau dengan kata lain, respon yang lama dapat memudahkan untuk menerima stimulus yang baru. Disebut transfer negatif jika pengalaman atau kecakapan yang lama menghambat untuk menerima pelajaran/kecakapan yang baru.

Menurut Theory of Identical Element yang dikembangkan oleh E.L Thorndike, transfer positif biasanya terjadi bila ada kesamaan elemen antara materi yang lama dengan materi yang baru. Contoh: seorang siswa yang telah menguasai matematika akan mudah mempelajari statistika. Contoh lain yang lebih gambling ialah kepandaian mengendarai sepeda membuat orang mudah belajar naik sepeda motor.

Muhibbin syah ( 1999 : 14 ) dengan mengutip pendapat Robert M.Gagne mengemukakan empat macam tansfer belajar yaitu transfer Positif, transfer negatif, transfer vertikal dan transfer lateral.

1. Transfer Positif

Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Misalnya keterampilan mengendarai sepeda motor, akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan bermotor roda empat.

2. Transfer Negatif

(18)

tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila ia pindah kesalah satu Negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak disebelah kanan jalan.

3. Transfer Vertikal (tegak lurus)

Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi.

4. Transfer Lateral (ke arah samping)

Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ keterampilan sederajat.

Penjelasan lebih lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari Thorndike maupun dari Robert M. Gagne tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ragam transfer belajar a. Transfer positif

Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam kurikulum di sekolah atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.

(19)

situation helpful in other situations, yakni belajar dalam suatu situasi yang dapat membantu dalam situasi-situasi lainnya.

b. Transfer Negatif

Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak atau mengalami hambatan terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.

Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap keterampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya. Pengertian ini diambil dari Educational Psychology: The Teaching-Learning Process oleh Daniel Lenox Barlow (1985) yang menyatakan bahwa transfer negatif itu berarti, learning in one situation has a damaging effect in other situations.

Individu yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik. Artinya, ketrampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar ketrampilan lainnya.

Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan datang.

(20)

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.

Misalnya, seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III.

d. Transfer lateral

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.

Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.

2. Terjadinya transfer positif dalam belajar

(21)

adalah terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas inilah yang didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan Thorndike, transfer positif hanya akan terjadi apabila dua materi pelajaran memiliki kesamaan unsure. Teori kesamaan unsur ini telah memberi pengaruh besar terhadap pola pengembangan kurikuum di Amerika Serikat beberapa puluh tahun yang lalu (Cross,1974)

Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah. Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.

Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif antara lain seperti di atas, Anderson (1990) yakin bahwa transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata ain, dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama.

2.5 Kesulitan Belajar dan Alternatif Pemecahannya

(22)

1. Faktor penyebab kesulitan belajar yaitu :

a. Faktor intern meliputi gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa yaitu yang bersifat kognitif seperti intelegensi siswa, bersifat afektif seperti labilnya emosi dan sikap, bersifat psikomotor seperti terganggunya indera penglihat dan pendengar. b. Faktor ekstern meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan yang tidak

mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini terbagi ada tiga macam : lingkungan keluarga (contohnya ketidakharmonisan hubungan ayah dan ibu), lingkungan masyarakat (contohnya teman sepermainan yang nakal), lingkungan sekolah (contohnya letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar).

Selain itu, terdapat faktor khusus yaitu sindrom psikologis berupan ketidakmampuan belajar misalnya disleksia adalah ketidakmampuan belajar membaca, disgrafia adalah ketidakmampuan belajar menulis, dan diskalkulia adalah ketidakmampuan belajar matematika khusunya dalam perhitungan. Kesulitan belajar Karena sindrom-sindrom ini dikarenakan gangguan ringan pada otak.

Sebelum pemecahan masalah, diharuskan untuk diagnosis yang bertujuan menetapkan jenis kesulitan belajar. Diagnosis terdiri dari beberapa langkah atau prosedur seperti prosedur dari Weener dan Senf (1982) sebagai berikut :

1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku yang menyimpang 2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran yang diduga mengalami kesulitan

3. Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui yang dapat menimbulkan kesulitan belajar

(23)

5. Memberikan tes intelegensi (IQ) kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar. Akan tetapi untuk langkah ini guru bias bekerja sama dengan biro konsultasi psikologi.

2. Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar

Guru diharapkan melakukan beberapa langkah sebelum pilihan diambil yaitu :

1. Menganalisis hasil diagnosis yaitu menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Contohnya : Badu mengalami kesulitan menghafal kata benda dalam bahasa jepang. kata benda terdiri dari benda-benda yang ada pada tempat yang berbeda-beda seperti sekolah, pasar dan sebagainya yang digunakan sebagai dasar untuk memahami teks.

2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan. Bidang kecakapan yang bermasalah dapat dikategorikan menjadi tiga macam :

a. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.

b. Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan dari orang tua.

c. Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang tua. Contohnya bidang kecakapan yang terlalu sulit untuk ditangani yang bersumber dari kasus-kasus seperti kecanduan narkotika dan sebagainya. Kasus itu memerlukan pendidikan khusus dan perawatan khusus agar kecakapan yang bermasalah dapat diatasi dengan baik.

3. Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan). Guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut :

(24)

b. Materi pengajaran remedial

c. Alokasi waktu pengajaran remedial

d. Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.

Berikut contoh program pengajaran remedial yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi :

Program Pengajaran Remedial

Nama siswa : Badu

Kelas : I A2, SMA “XY” Bandung

Jenis kesulitan : Mengalami kesulitan menghafal kata benda dalam bahasa jepang.

Tujuan remedial : Badu dapat menghafal kata benda yang ada pada tempat yang berbeda-beda seperti sekolah, pasar dan sebagainya yang digunakan sebagai dasar untuk memahami teks.

Materi remedial : a. Beragam kartu seri yang bergambar dan dibawah gambar terdapat bahasa jepang serta artinya dalam bahasa Indonesia.

b. Kartu seri tersebut diperlihatkan dan diucapkan bersama-sama dengan murid.

c. Berbagai kata benda yang ada dalam kartu seri tersebut dinyanyikan dalam sebuah lagu.

(25)

Evaluasi remedial : menggunakan instrument tes isian yang terdiri atas kata-kata benda baik berupa gambar yang dimunculkan maupun berupa kata benda yang harus diartikan dalam bahasa Indonesia.

4. Melaksanakan program perbaikan. Dalam melaksanakan program perbaikan jika dilaksanakan lebih cepat maka tentu saja lebih baik. Kemudian, dilakukan pada tempat yang memadai agar siswa bisa memusatkan perhatiannya terhadap proses pengajaran perbaikan tersebut.

BAB III SIMPULAN

Setelah materi disajikan di dalam Bab II Pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessnment yang menurut Tardif (1989) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Terdapat beberapa ragam evaluasi yaitu : pre-test dan post-test, evaluasi prasyarat, evaluasi diagnostik, evaluasi formatif, evaluasi sumatif, uan/un. Sementara Ragam alat evaluasi yaitu : bentuk objektif dan bentuk subjektif.

(26)

4. Faktor-faktor penyebab lupa yaitu faktor pertama karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Ganguan konflik terbagi menjadi dua macam, yaitu : proactive interference dan retroative interference.

5. Menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990) kiat mengurangi lupa dalam belajar. adalah overlearning, extra study time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, pengaruh letak bersambung.

4. Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (reber, 1988). Adapun menurut cross (1974) dalam bukunya the psychology of learning, keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni: keletihan indra siwa, keletihan fisik siswa, keletihan mental siwa.

5. Istilah transfer belajar berasal dari bahasa inggris “transfer of learning” yang berarti : pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari diluar lingkup pendidikan sekolah.

6. Muhibbin syah ( 1999 : 14 ) dengan mengutip pendapat Robert M.Gagne mengemukakan empat macam tansfer belajar yaitu : transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal dan transfer lateral.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa para responden atau konsumen teh botol sosro merasa bahwa harga teh botol sosro lebih murah dan kualitasnya lebih baik dibanding

Bank Persyarikatan Indonesia (BPI) yang merupakan bank umum yang kemudian.. diakuisisi sebuah bank syariah yang kini menjadi PT Bank Syariah

Jika dilihat dari model permintaan, apel memiliki nilai elastisitas yang tinggi dan dapat diartikan konsumsi komoditas tersebut lebih banyak dikonsumsi oleh rumah

Pengaruh kadar air terhadap eggroll labu kuning yaitu pada kerenyahan produk, karena semakin banyak air yang keluar dari bahan maka semakin banyak ruang kosong

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Cost Effectiveness

Untuk itu diharapkan mahasiswa tingkat S1 Pendidikan Biologi melanjutkan program PPG-SM3T untuk dapat meningkatkan kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan dan

Karena Itu, kamus yang memuat khazanah kosakata bahasa Indonesia tersebut perlu terus dimutakhirkan Namun, nyatanya kini sejumlah data di dalam KBBI (keluaran terakhir edisi

Tesis yang berjudul: “Pengembangan Instrumen Penilaian Three-Tier Multiple Choice ( Three-Tier MC ) untuk Mengukur Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Kimia