Inventarisasi dan Legal Audit Aset Tanah dan bangunan Pemerintah Kota Baubau dengan Penerapan SIG
1. Pendahuluan
Setelah UU No. 32 Tahun 2004 terbit sebagai penyempurnaan terhadap
Undang-Undang No. 22/1992, manajemen pemerintahan berubah dari sistem
sentralisasi menuju desentralisasi, suatu hal yang menjadi harapan baru dimana
pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk berperan lebih besar dalam
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di daerahnya. Mardiasmo
(2002:11) berpendapat bahwa dengan pemberian otonomi daerah akan
mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional.
Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah pusat telah menyerahkan sebagian
kewenangannya kepada daerah termasuk di dalamnya adalah bagaimana
mengelola aset-aset yang dimiliki oleh daerah.
Kota Bau-Bau dibentuk sebagai daerah otonom berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001. Sebagai salah satu daerah pemekaran dari
Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara, perkembangan kota Bau-Bau
saat ini cukup baik dibandingkan dengan daerah pemekaran lainnya di Sulawesi
Tenggara. Pembangunan prasarana dan sarana perkotaan yang dilaksanakan
pemerintah daerah dan stakeholder cukup signifikan dalam rangka merespon
kebutuhan masyarakat kota. Selanjutnya, pembangunan di Kota Bau-Bau mulai
menarik minat banyak investor baik di sektor industri, pertambangan maupun
perdagangan barang dan jasa.
Namun, ketika pemerintah daerah mulai giat membangun dan diikuti oleh
minat investor yang mulai proaktif terlibat dalam pembangunan kota Bau-Bau,
seringkali terkendala oleh masalah status kepemilikan aset daerah dan lokasi
tanah yang tidak jelas posisinya. Masalah ini tidak terlepas dari proses
penyerahan aset yang belum rampung antara Kabupaten Buton sebagai
kabupaten induk dengan Kota Bau-Bau sebagai daerah pemekaran.
Kenyataannya adalah konflik aset masih berlangsung dan aset yang diterima
pemerintah kota Bau-Bau sebagai konsekuensi dari pemekaran sampai saat ini
belum diserahkan secara keseluruhan. Batas wilayah antara Kabupaten Buton
dan Kota Bau-Bau sampai saat ini pun masih menjadi pertentangan, sementara
itu banyak lokasi-lokasi strategis di daerah perbatasan yang akhirnya tidak dapat
dimanfaatkan karena statusnya yang tidak jelas. Pembangunan di kawasan
perbatasan pun akhirnya terhambat, seperti yang terjadi pada tahun 2006, ketika
Pemerintah Kota Bau-Bau akan merehabilitasi jalan aspal, kegiatan tersebut
harus terhenti karena Pemerintah Kabupaten Buton melakukan komplain bahwa
jalan yang akan direhabilitasi tersebut masuk dalam wilayah Kabupaten Buton.
Hal-hal tersebut di atas terjadi karena lemahnya manajemen aset
pemerintah daerah sehingga tidak diperoleh data base yang valid mengenai luas
dan batas daerah yang sebenarnya. Proses pemekaran dilakukan hanya
sekedar untuk memenuhi tuntutan masyarakat tanpa mempersiapkan data-data
aset yang valid dan akurat baik menyangkut luas, batas wilayah serta jumlah
aset daerah yang akan diserahkan, yang tentunya harus merupakan hasil dari
wilayah Kota Bau-Bau sampai saat ini juga masih menjadi pertanyaan. Dari data
statistik (BPS Kota Bau-Bau, 2001) diperoleh luas wilayah Kota Bau-Bau adalah
+ 221 km2, sedangkan menurut perhitungan ArcView GIS atas data Citra Satelit
Kota Bau-Bau tahun 2003 luas wilayah yang diperoleh mencapai + 388 km2.
Dengan kondisi demikian sudah barang tentu jika luas lahan milik pemerintah
daerah juga belum tentu memilki akurasi yang tepat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa manajemen aset daerah di Kota Bau-Bau belum optimal,
inventarisasi dan pengukurannya selama ini masih dilakukan secara manual
tanpa mengggunakan teknologi yang lebih canggih dengan tingkat akurasi yang
tinggi. Di bawah ini data mengenai aset yang masih dipermasalahkan antara
Pemerintah Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton, yang disebabkan oleh
statusnya yang tidak jelas.
Tabel 1.
Jenis dan Nilai Aset yang Status Kepemilikannya
Menjadi Konflik antara Pemerintah Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton
No.
Sumber: Bagian Perlengkapan Setda Kabupaten Buton, 2008 *) Nilainya tidak diketahui
Kelemahan dalam manajemen aset pemerintah daerah tentunya akan
berdampak kurang baik terhadap investasi yang sudah pasti akan berpengaruh
negatif terhadap upaya perngembangan Kota Bau-Bau maupun daerah
sekitarnya di masa yang akan datang, oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem
manajemen aset yang lebih baik.
Saat ini pengelolaan aset di Kota Bau-Bau sesuai Peraturan Walikota
Nomor 22 Tahun 2008 menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan, Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah Kota Bau-Bau, yang melekat pada Bidang
Pengelolaan Aset, namun pada kenyataannya masih terdapat beberapa kegiatan
yang berkenaan dengan pengadaan aset yang juga dilakukan oleh unit kerja lain,
seperti halnya pengadaan/pembelian tanah untuk pembangunan bangunan
pemerintah yang sebagian besar masih juga dilakukan oleh Bagian
Pemerintahan Setda Kota Bau-Bau. Dalam Peraturan Walikota tersebut, tugas
dan fungsi pengelolaan aset termuat dalam Tupoksi Bidang Pengelolaan Aset
Daerah yakni mempunyai tugas melakukan sebagian tugas dinas di bidang
perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang daerah, pengadaan,
penerimaan dan penyaluran, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan
pemeliharaan, penghapusan serta pembinaan, pengendalian dan pengawasan
dalam pengelolaan barang daerah (Pasal 30 Peraturan Walikota Bau-Bau Nomor
22 Tahun 2008).
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 30, untuk menyelenggarakan tugas
Bidang Pengelolaan Aset Daerah mempunyai fungsi :
b. Pelaksanaan penyusunan penganggaran pengadaan barang daerah; c. Pelaksanaan pembinaan administrasi pengadaan barang daerah; d. Pelaksanaan administrasi pengelolaan barang daerah.
e. Pelaksanaan Penerimaan dan penyaluran barang daerah;
f. Pelaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan penatausahaan barang;
g. Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan barang daerah; h. Pelaksanaan penilaian barang daerah;
i. Pelaksanaan penghapusan barang milik daerah;
j. Pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan barang daerah.
k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Namun demikian, tugas dan fungsi tersebut belum sinkron dengan
nomenklatur dan jumlah seksi yang ada. Seperti yang diuraikan dalam pasal 32
Peraturan Walikota Bau-Bau Nomor 22 Tahun 2008, Bidang Pengelolaan Aset
Daerah hanya terdiri atas:
a. Seksi Perencanaan dan Pemeliharaan
b. Seksi inventarisasi dan Penghapusan
Tentunya semua tugas dan fungsi pengelolaan aset yang diuraikan di
atas belum bisa dilaksanakan dengan maksimal hanya dengan seksi yang ada
oleh karena itu harus ada upaya untuk memformulasi ulang struktur organisasi
pengelolaan aset sehingga semua tugas dan fungsi yang menjadi tanggung
jawab Bidang Pengelolaan Aset dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Apalagi di era otonomi dan desentralisasi seperti saat ini sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, Kota Bau-Bau
dituntut untuk mengelola segala aset yang ada sehingga dapat menjamin
pertumbuhan investasi ekonomi dengan memanfaatkan potensi sumber daya
(aset daerah) sesuai dengan visi Kota Bau-Bau yaitu sebagai pintu gerbang
ekonomi dan pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Manajemen aset tersebut tentunya memerlukan suatu sistem
pengelolaan dan penataan yang baik. Dengan pelaksanaan manajemen aset
daerah yang baik maka akan dapat memberikan informasi dengan cepat, tepat
dan akurat dalam pengambilan keputusan serta dapat dipertanggungjawabkan
karena basis data yang tersedia dengan baik (Hendry Faisal, 2006:2).
Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dalam
pengelolaan aset daerah juga ditemukan pada tahap inventarisasi dan
identifikasi aset secara fisik, penguasaan secara yuridis dan penilaian potensi
yang dimiliki belum sepenuhnya terlaksana dengan baik sehingga basis data
mengenai aset pemerintah daerah tersebut belum tersusun dengan baik dalam
sebuah sistem informasi. Banyak aset tanah dan bangunan pemerintah daerah
yang tidak diketahui posisinya di lapangan, karena data yang dimasukkan dalam
daftar inventaris tidak menyebutkan letak titik geografisnya secara tepat. Hal ini
menyebabkan aset-aset yang dimiliki Pemerintah Kota Bau-Bau tersebut belum
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Sementara itu, menurut Siregar dalam Hendry Faisal, (2006:3-4), implikasi dari pemanfaatan dan pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai intrinsik dan potensi yang terkandung dalam aset itu sendiri. Misalnya dari aspek ekonomis adalah tidak diprolehnya revenue yang sepadan dengan besaran nilai aset yang dimiliki, yang merupakan salah satu sumber pendapatan potensial bagi pemerintah daerah, atau dengan kata lain return on asset (ROA)-nya rendah.
Untuk mendapatkan data yang akurat mengenai aset tentunya harus
informasi mengenai aset dapat diperoleh dengan mudah, baik dari segi jumlah,
letak maupun visualisasi dari obyek aset yang dimaksud.
Setiap barang (aset) selalu memiliki dimensi ruang, karena aset tersebut selalu diletakkan pada posisi tertentu dalam ruang. Aset pemerintah Kota Bau-Bau memiliki beragam karakteristik serta berada dalam posisi geografis yang tersebar, sehingga pendekatan keruangan (spatial) dalam pengelolaan aset menjadi sangat penting. Pendekatan keruangan memungkinkan pemerintah daerah melakukan spatial analisys, baik bagi tiap-tiap obyek aset maupun wilayah daerah secara keseluruhan untuk mendapatkan informasi yang cukup bagi penetapan strategi dan pengambilan keputusan pemanfaatan aset (at the current time) maupun pengembangannya di masa yang akan datang (future benefit) (Siregar, 2004:562).
Berkaitan dengan hal tersebut perlu diupayakan suatu langkah nyata
dalam menetapkan strategi pengelolaan aset pemerintah daerah dengan
manajemen aset yang lebih baik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah
dengan memetakan aset tanah dan bangunan yang berfungsi sebagai data
grafis, penyusunan nilai/keterangan dari aset yang dipetakan sebagai dasar
untuk menyusun data atribut dalam rangka mewujudkan penyusunan basis data
dengan sistem informasi geografis (SIG). Untuk itu, maka diadakan penelitian
terhadap inventarisasi dan legal audit aset tanah dan bangunan pemerintah Kota
Bau-Bau dengan penerapan SIG.
2. Permasalahan
2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan dapat diidentifikasi
beberapa hal yang berkaitan dengan manajemen aset pemerintah daerah yaitu :
1. Proses pemekaran sebuah daerah otonom tidak dibarengi dengan kesiapan
administrasi dan data base aset yang jelas dan akurat sehingga
menyisakan permasalahan status penguasaan atas aset tersebut. Hal ini
cukup menghambat proses pembangunan karena adanya konflik/sengketa
aset antara pemerintah daerah induk dan pemekaran.
2. Ditinjau dari aspek kelembagaan, instansi yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan aset di Kota Bau – Bau adalah Dinas Pendapatan,
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, namun tugas pokok dan fungsi yang
diuraikan dalam Peraturan Walikota Bau-Bau Nomor 22 Tahun 2008 belum
sinkron dengan seksi yang ada sehingga perlu dilakukan formulasi ulang.
3. Lemahnya manajemen aset utamanya dalam hal perencanaan,
inventarisasi dan identifikasi yang disebabkan oleh sistem yang digunakan
belum mengunakan sistem informasi geografis (SIG) sehingga data /
informasi yang ditampilkan diragukan akurasinya.
4. Lokasi aset yang terdistribusi secara geografis tidak terinventarisasi dengan
baik sehingga penilaian aset hanya dilakukan berdasarkan asumsi. Posisi
geografis tanah dan bangunan yang ada tidak diketahui secara jelas.
Dengan tampilan data yang hanya berupa print out belum memberikan
informasi yang memadai tentang posisi dan visualisasi tanah dan bangunan
yang dimaksud.
5. Pemanfaatan aset dengan segala kendala administrasi yang ada tidak
dapat dilakukan secara optimal sehingga banyak idle aset yang tentunya
menyebabkan ROA-nya rendah dan hal ini merupakan kerugian bagi
6. Belum tersusunnya basis data aset dengan baik yang mengakibatkan
pengelolaan aset tidak efektif dan efisien.
2.2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, fokus masalah dibatasi pada sistem inventarisasi
aset tanah dan bangunan pemerintah Kota Bau-Bau, dan kesiapan pemerintah
Kota Bau-bau dalam pembenahan inventarisasi aset dengan penerapan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dalam rangka mewujudkan manajemen aset tanah dan
bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau yang lebih baik.
2.3. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem Inventarisasi dan legal audit aset tanah dan
bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau?
2. Bagaimanakah sistem inventarisasi aset tanah dan bangunan Pemerintah
Kota Bau-Bau dengan penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG)?
3. Bagaimanakah kesiapan pemerintah daerah dalam penerapan inventarisasi
aset tanah dan bangunan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)?
3. Maksud dan Tujuan Penelitian 3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, informasi dan
berbagai hal yang berkenaan dengan inventarisasi dan legal audit atas aset
tanah dan bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau. Data dan informasi yang
berkenaan dengan proses inventarisasi yang diterapkan di Kota Bau-Bau
tersebut akan dianalisis untuk menjadi landasan pemikiran apakah penerapan
Sistem Informasi Geografis dapat diterapkan dalam pengelolaan aset tanah dan
bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau.
3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk:
4. Memahami kondisi dan permasalahan Inventarisasi dan legal audit
aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota Bau-Bau.
5. Pembenahan sistem inventarisasi dan legal audit aset tanah dan
bangunan milik Pemerintah Kota Bau-Bau dengan penerapan Sistem
Informasi Geografis (SIG).
6. Menganalisis kesiapan pemerintah daerah dalam proses Inventarisasi
dan legal audit aset tanah & bangunan berbasis Sistem Informasi
Geografis (SIG).
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
7. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah daerah dalam mewujudkan manajemen aset tanah dan
bangunan dengan menggunakan sistem informasi geografis.
8. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai basis data aset yang berguna
dan akurat bagi Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan dalam
mengelola dan memanfaatkan aset yang dimiliki. Inventarisasi
maupun legal audit aset tanah dan bangunan dengan sistem
informasi geografis tersebut diharapkan menjadi bahan pertimbangan
dalam mengembangkan investasi yang berkaitan dengan
penggunaan aset tanah dan bangunan yang tersebar di seluruh
wilayah Kota Bau-Bau.
9. Diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan
dengan manajemen aset pemeritah daerah dengan penggunaan
Sistem Informasi Geografis.
5. Pendekatan Masalah
Otonomi daerah berimplikasi terhadap adanya pemekaran yang terjadi di
seluruh wilayah Indonesia. Namun sayangnya euforia pemekaran tidak dibarengi
dengan kesiapan administrasi yang baik, utamanya dalam hal pembagian/
penyerahan aset. Hal ini telah menyebabkan terjadinya sengketa antara
pemerintah daerah induk dan daerah pemekaran dimana ketidakjelasan status
aset juga telah menyebabkan terhambatnya proses pembangunan seperti yang
terjadi di Kota Bau-Bau. Namun demikian dengan perubahan sistem
pemerintahan di daerah akibat otonomi tersebut tentu juga mempunyai dampak
yang positif. Pemerintah daerah diberi keleluasaan dan kewenangan yang luas
untuk mengelola sumber daya alamnya termasuk aset-aset yang ada di
daerahnya masing-masing. Agar pengelolaannya tidak menimbulkan dampak
yang tidak diinginkan seperti yang terjadi di masa lalu, maka diperlukan suatu
sistem manajemen aset yang baik khususnya dalam hal iventarisasi dan legal
audit terhadap aset tersebut.
Peranan dan fungsi inventarisasi ini sangat vital dalam pengelolaan
barang/aset daerah karena kegiatan ini akan berpengaruh kepada semua
pengurusan, pencatatan, pemakaian, pengaturan, dan pelaporan mengenai
barang/aset daerah. Proses inventarisasi aset Kota Bau-Bau pada saat ini masih
dalam tahap peralihan, hal ini karena secara kelembagaan telah terjadi
perubahan dalam instansi pengelolaan aset sebagai konsekuensi
diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan PP No. 41/2007, Walikota Bau-Bau
mengeluarkan Peraturan Walikota Bau-Bau No. 22 Tahun 2008 tentang Tugas
Pokok Dan Fungsi Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah
Kota Bau-Bau. Namun sejauh mana perubahan kelembagaan ini membawa
perbaikan dalam pengelolaan aset khususnya inventarisasi perlu dikaji lebih
lanjut.
Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
melihat kondisi manajemen aset secara umum yang ada, kemudian secara
spesifik menguraikan kondisi sistem inventarisasi dan legal audit aset Kota
Bau-Bau sehingga diketahui dan bisa dipahami problematika yang ada. Dengan teori
manajemen aset dapat ditemukan berbagai metode dalam rangka melakukan
pembenahan pada proses inventarisasi dan legal audit aset, kemudian
dibandingkan dengan peraturan yang berlaku di bidang pengelolaan aset yang
Geografis. Penerapan Sistem Informasi Geografis dalam proses inventarisasi
aset tanah dan bangunan dilakukan agar diperoleh formulasi Sistem
inventarisasi yang lebih tertib/rapih dan akurat dimana aspek informasi spatial
(keruangan) menjadi salah satu aspek penting di dalamnya. Informasi tersebut
juga merupakan salah satu bentuk dari upaya menuju sistem pemerintahan yang
baik (good governance), dalam hal ini menyangkut tranparansi pengelolaan aset
daerah di Kota Bau-Bau.
DAN ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BAU-BAU
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
OPTIMALISASI NILAI MANFAAT DARI ASET YANG ADA (IDLE ASSET DAPAT DIREDUKSI) KEPMENDAGRI NO. 152 TAHUN 2004
6. Metode Peneilitian 6.1. Desan Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan pendekatan eksploratif. Mengapa penelitian ini didesain dalam bentuk
kualitatif karena hanya meneliti satu variabel mandiri, yakni manajemen aset
(inventarisasi dan legal audit aset), seperti yang dikemukakan Sugiono (1998:11)
dalam Azman Azmi (2007:76) bahwa penelitian kualitatif dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkannya dengan variabel yang lain.
Metode kualitatif pada dasarnya digunakan untuk menemukan gambaran,
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena
realitas sosial masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik
realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Burhan Bungin,
2008:68).
Dengan pendekatan penelitian eksploratif bertujuan untuk mengenal,
atau mendapatkan pandangan baru tentang suatu gejala, yang sering kali
mampu untuk merumuskan masalah penelitian yang lebih tepat (Sukandarrumidi,
2006:103).
Dengan metode penelitian kualitatif eksploratif juga diharapkan dapat
sehingga data yang diperoleh lebih detail dan akurat, sehingga dapat
disinkronkan pada sistim informasi geografis.
6.2. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang akan digunakan adalah data
primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung
dari sumber data penelitian (I Made Wirartha, 2005:35), Informan merupakan
sumber data primer (Rusidi 2002:14), sedangkan Data Sekunder diperoleh dari
dokumen, publikasi, artinya sudah dalam bentuk jadi (I Made Wirartha, 2005:35).
Data primer dalam penelitian ini berupa hasil observasi dan hasil
wawancara dengan beberapa informan yang berkaitan dengan proses
pengelolaan aset/inventarisasi aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota
Bau-Bau, sedangkan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan data aset pemerintah Kota
Bau-Bau, baik yang ada di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah,
maupun dokumen lain berupa data peta digital Kota Bau-Bau serta data citra
satelite ikonos/quick bird yang ada di Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota
Bau-Bau.
6.3. Informan Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada instansi
pemerintah daerah yang berkaitan dalam pengelolaan aset daerah yaitu:
1. Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah,
2. Bagian Pemerintahan Setda Kota Bau-Bau.
3. Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Bau-Bau.
4. BAPPEDA dan Penanaman Modal Kota Bau-Bau.
6.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data untuk bahan analisis dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Wawancara/interview, dilakukan dengan pihak-pihak yang dapat
memberikan informasi tentang pengelolaan aset, khususnya mengenai
inventarisasi dan legal audit aset pemerintah daerah Kota Bau-Bau. Selain
itu, jika memungkinkan akan dilakukan survey pengalaman
(Sukandarrumidi, 2006:104), dimaksudkan mencari informasi dari orang
yang ahli atau berpengalaman dalam bidang manajemen aset).
2. Penelitian/Observasi (pengamatan) lapangan (Field Research).
Pengamatan langsung dilakukan di lapangan yang berupa pencatatan yang
sistematis dalam rangka penelusuran data dan melengkapi data yang tidak
diperoleh dalam wawancara.
6.5. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2005:6) Instrumen penelitian merupakan alat
pengumpul data dalam suatu penelitian, dalam penelitian kualitatif peneliti
merupakan instrumen kunci dalam pengumpulan data. Selanjutnya Moleong
(2000:19), menyebutkan bahwa pencari-tahu-alamiah (peneliti – pen) dalam
pengumpulan data lebih banyak bergantung pada diri peneliti sebagai alat
pengumpulan data. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena peneliti dapat
Dalam penelitian ini peneliti sendiri merupakan instrumen penelitian.
Fungsi peneliti sebagai instrumen penelitian bertujuan untuk mendapatkan data
yang valid dan reliable. Peneliti secara langsung melakukan wawancara dengan
nara sumber atau informan dan melakukan pencatatan/rekaman dan
pengumpulan terhadap data-data atau dokumen-dokumen yang dianggap
berkaitan dengan proses inventarisasi aset tanah dan bangunan Kota Bau-Bau.
6.6. Teknik Analisa Data
Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa penelitian ini adalah penelitian
kualitatif eksploratif dan langkah-langkah analisis data dilakukan dengan
menggunakan model Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2005:91) aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas tersebut terdiri dari data reduction, data display dan conclusion
drawing/verification, yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber :(Miles, Huberman)
Gambar 2.
Komponen dalam Analisis Data, Model Interaktif
17
Data Display
Data Reduction
Data Collection
6.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Bau-Bau dengan jadwal seperti
yang diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 2. Jadwal Penelitian
NO Kegiatan
Tahun 2008 Tahun 2009
Bulan Bulan
12 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Bimbingan Usulan Penelitian 2 Seminar Usulan Penelitian 3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan dan Analisis Data 5 Penyusunan Tesis
6 Ujian Tesis/Perbaikan Sumber : Peneliti, 2009
7. Hasil Peneilitian dan Analisis
Setelah terbitnya Peraturan Walikota Bau-Bau Nomor 22 Tahun 2008 maka
proses inventarisasi dan Legal Audit aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota
Bau-Bau sudah menjadi wewenang dan tanggung jawab Dinas Pendapatan,
Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah (PKPAD), dimana awalnya menjadi
tanggung jawab Bagian Perlengkapan Setda Kota Bau-Bau. Oleh karena itu, dari
penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa penyelenggaraan Inventarisasi dan
Legal audit aset tanah dan bangunan di Kota Bau-Bau masih dalam tahap
proses peralihan ini, mekanisme inventarisasi yang diterapkan masih secara
manual dengan prosedur standar.
Prosedur atau sistem inventarisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Bau – Bau dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.
Proses Inventarisasi Aset Tanah dan Bangunan Kota Bau-Bau
Pelaksanaan penyusunan rencana dan pengadaan masih diserahkan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab setiap SKPD, penganggaran dilaksanakan
oleh masing-masing SKPD kemudian dikoordinasikan dan dievaluasi oleh
bidang anggaran Dinas PKPAD. Selanjutnya proses Pengadaan dilakukan oleh
Tim yang dibentuk oleh Walikota sesuai Kepres No. 80 Tahun 2004. Setelah
pengadaan, hasilnya diinventarisasi awal oleh Pemegang Barang setiap SKPD
dan kemudian dilaporkan kepada Dinas PKPAD untuk diinventarisasi lebih lanjut.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala Dinas PKPAD yaitu:
“Proses Inventarisasi aset di Kota Bau-Bau masih dalam tahap peralihan, karena Dinas PKPAD ini baru dibentuk pada tahun 2008. Sudah tentu masih dibutuhkan perbaikan-perbaikan dan pembenahan di setiap seginya. Sebagai tahap awal, kami masih menggunakan pola lama dengan mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Bagian Perlengkapan dulu yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan barang daerah namun ke depan akan kami coba untuk mengembangkan pola-pola baru yang tentunya lebih maju lagi. Pada saat ini, proses pendataan dan pemberian kode dilakukan di masing-masing SKPD oleh Pemegang
19 PENDATAAN KODEFIKASI/
Barang, setelah itu baru dilaporkan kepada kami, lalu kemudian kami melakukan pengelompokkan dan pembukuan”
Selanjutnya dari hasil wawancara, Kepala Bidang Pengelolaan Aset
mengatakan bahwa:
“Pada saat ini, sistem inventarisasi yang kami lakukan masih secara manual namun kami juga sedang mengkaji kemungkinan-kemungkinan untuk menggunakan sistem yang terbaik dalam manajemen aset Kota Bau-Bau. Memang belum sempurna tapi untuk tahun 2009 kami mulai dengan mengikutkan para bendahara atau pemegang barang untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan barang”.
Sementara itu, dalam proses inventarisasi sesuai tahapan yang ada
diperoleh informasi bahwa proses kerja yang dilakukan dalam proses
inventarisasi adalah sebagai berikut:
1. Pendataan:
a. Aspek Fisik berupa bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat.
Ditinjau dari aspek ini, berdasarkan hasil penelitian data inventarisasi
yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Bau-Bau, aspek fisik yang
sudah terdata adalah menyangkut jumlah luas, volume/jumlah dan jenis
asetnya sedangkan yang belum termuat adalah aspek lokasi geografis,
dimana dari setiap obyek aset tanah maupun bangunan tidak termuat
posisi geografis yang jelas, baik berupa angka mupun dalam bentuk
orientasi dalam sebuah peta yang akurat. Dengan menggunakan SIG,
aspek lokasi geografis menjadi penting dan dapat diinput melalui tiga
cara; yang pertama dengan melakukan penelusuran ulang data aset
check cross dengan digitasi on screen berdasarkan citra satelit, dan
ketiga; melakukan kombinasi data aset yang telah ada dengan peta
garis yang dibuat oleh Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Bau-Bau.
Dengan demikian akan diperoleh data base aset tanah dan bangunan
yang telah memiliki informasi lokasi geografis.
b. Aspek Legal berupa Status penguasaan, masalah legal yang dimiliki,
batas akhir penguasaan.
Dilihat dari aspek ini, aset tanah dan bangunan yang diinventarisasi oleh
pemerintah Kota Bau-Bau yang nantinya akan masuk dalam Neraca
Daerah adalah aset tanah dan bangunan yang statusnya telah jelas dan
telah menjadi aset Pemerintah Kota Bau-Bau. Sementara aset-aset
tanah maupun bangunan yang statusnya belum jelas atau masih dalam
sengketa tidak dimuat dalam daftar inventarisasi aset Kota Bau-Bau,
tetapi masuk dalam daftar aset yang disengketakan yang
penanganannya tidak ditangani oleh Dinas Pendapatan dan Pengelola
Keuangan dan Aset Daerah Kota Bau-Bau tetapi ditangani oleh
Sekteratiat Daerah Kota Bau-Bau di bawah Bagian Hukum setda Kota
Bau-Bau.
2. Kodifikasi/labelling
Kodifikasi/labelling untuk aset daerah hanya dilakukan pada aset-aset
yang berwujud kecil, sedangan untuk inventarisasi aset tanah dan bangunan
belum dilakukan kodefikasi. Untuk proses kodifikasi ini dilakukan berdasarkan
Permendagri No. 17 tahun 2007. Selanjutnya, agar informasi aset tanah dan
bangunan tetap jelas maka harus diberi kode/label baik dalam bentuk papan
atau dalam bentuk patok beton dengan informasi kode dan tahun pengadaan.
3. Pengelompokkan
Sesuai dengan permendagri No. 17 Tahun 2007, pengelompokkan aset /
barang daerah diuraikan sebagai berikut:
Barang milik daerah digolongkan ke dalam 6 (enam) kelompok yaitu: a. Tanah
Tanah Perkampungan, Tanah Pertanian, Tanah Perkebunan, Kebun Campuran, Hutan, Tanah Kolam Ikan, Danau/ Rawa, Sungai, Tanah Tandus/Rusak, Tanah Alang-Alang dan Padang Rumput, Tanah Penggunaan Lain, Tanah Bangunan dan Tanah Pertambangan, tanah badan jalan dan lain-lain sejenisnya.
b. Peralatan dan Mesin 1) alat-alat besar
Alat-alat Besar Darat, Alat-alat Besar Apung. Alat-alat Bantu dan lain-lain sejenisnya.
2) alat-alat angkutan
Alat Angkutan Darat Bermotor, Alat Angkutan Darat Tak Bermotor, Alat Angkut Apung Bermotor, Alat Angkut Apung tak Bermotor, Alat Angkut Bermotor Udara, dan lain-lainnya sejenisnya.
3) alat-alat bengkel dan alat ukur
Alat Bengkel Bermotor, Alat Bengkel Tak Bermotor, dan lain-lain sejenisnya.
4) alat-alat pertanian/peternakan
Alat Pengolahan Tanah dan Tanaman, Alat Pemeliharaan Tanaman /Pasca Penyimpanan dan lain-lain sejenisnya.
5) alat-alat kantor dan rumah tangga
Alat Kantor, Alat Rumah Tangga, dan lain-lain sejenisnya. 6) alat studio dan alat komunikasi
Alat Studio, Alat Komunikasi dan lain-lain sejenisnya. 7) alat-alat kedokteran
Alat Kedokteran seperti Alat Kedokteran Umum, Alat Kedokteran Gigi, Alat Kedokteran Keluarga Berencana, Alat Kedokteran Mata, Alat Kedokteran THT, Alat Rontgen, Alat Farmasi, dan lain-lain sejenisnya.
8) Alat-alat laboratorium
Unit Alat Laboratorium, Alat Peraga/Praktek Sekolah dan lain-lain sejenisnya.
9) alat-alat keamanan
c. Gedung dan bangunan 1) bangunan gedung
Bangunan Gedung Tempat Kerja, Bangunan Gedung, Bangunan Instalansi, Bangunan Gedung Tempat Ibadah, Rumah Tempat Tinggal dan gedung lainnya yang sejenis.
2) bangunan monumen
Candi, Monumen Alam, Monumen Sejarah, Tugu Peringatan dan lain-lain sejenisnya.
d. Jalan, irigasi dan jaringan 1) jalan dan jembatan
Jalan, Jembatan, terowongan dan lain-lain jenisnya. 2) bangunan air/irigasi
Bangunan air irigasi, Bangunan air Pasang, Bangunan air Pengembangan rawa dan Polde, Bangunan Air Penganan Surya dan Penanggul, Bangunan air minum, Bangunan air kotor dan Bangunan Air lain yang sejenisnya.
3) instalasi
Jaringan Air Minum, Jaringan Listrik dan lain-lain sejenisnya. e. Aset tetap lainnya
a) buku dan perpustakaan
Buku seperti Buku Umum Filsafah, Agama, Ilmu Sosial, Ilmu Bahasa, Matematika dan Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Praktis. Arsitektur, Kesenian, Olah raga Geografi, Biografi,sejarah dan lain-lain sejenisnya.
b) barang bercorak kesenian/kebudayaan
Barang Bercorak Kesenian, Kebudayan seperti Pahatan, Lukisan Alat-alat Kesenian, Alat Olah Raga, Tanda Penghargaan, dan
Tumbuhan-tumbuhan seperti Pohon Jati, Pohon Mahoni, Pohon Kenari, Pohon Asem dan lain-lain sejenisnya termasuk pohon ayoman/pelindung.
f. Kontruksi dalam pengerjaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, proses inventarisasi aset di Kota
Bau-Bau, aset tanah dan bangunan dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok
yaitu aset yang secara legal telah dimiliki oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dan
aset yang statusnya masih dalam sengketa. Untuk aset yang secara legal
dan sah secara hukum dimiliki oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dikelompokkan
dalam 8 (delapan) kelompok berdasarkan unit kerja yang menggunakan aset
tersebut sebagai berikut:
c. Aset Tanah dan Bangunan untuk Sekretariat Kota,
d. Aset Tanah dan Bangunan untuk Badan-Badan,
e. Aset Tanah dan Bangunan untuk Kantor-Kantor,
f. Aset Tanah dan Bangunan untuk Dinas Kesehatan,
g. Aset Tanah dan Bangunan untuk Dinas Perhubungan,
h. Aset Tanah dan Bangunan untuk untuk Dinas Pendidikan,
i. Aset Tanah dan Bangunan untuk Kecamatan-Kecamatan,
j. Aset Tanah dan Bangunan untuk instansi lainnya,
Dengan adanya pengelompokan ini, secara tidak langsung data aset
tanah dan bangunan yang ada telah memuat informasi pengguna aset. Hal ini
cukup baik demi tercapainya pengawasan yang efektif secara administrasi,
dimana aset tersebut sudah dapat dilihat siapa penggunanya dan bagaimana
kondisi dari aset tersebut. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan sejumlah
aset tanah milik pemerintah Kota Bau-Bau yang belum masuk dalam daftar
inventaris walaupun secara defacto sudah menjadi milik pemerintah Kota
Bau-Bau. Untuk hal ini tentunya harus tetap dilakukan input data dalam
sistem informasi aset dengan keterangan khusus, atau dikelompokkan dalam
daerah tetap memiliki tanggung jawab untuk mengontrol aset-aset daerah
yang belum memilki status hukum yang jelas untuk segera diselesaikan.
4. Pembukuan/ administrasi
Pembukuan/administrasi inventaris aset tanah dan bangunan di Kota
Bau-Bau dilakukan setiap triwulan dalam bentuk Buku Induk Inventaris dan
Daftar Rekapitulasi Inventaris Barang. Secara umum, daftar rekapitulasi
inventaris barang yang dilaporkan secara periodik oleh pemegang barang di
tiap SKPD hanya memuat inventaris barang di luar aset tanah dan bangunan,
sedangkan informasi mengenai aset Tanah dan Bangunan tidak termuat
dalam laporan mutasi barang triwulan yang dibuat oleh SKPD.
Informasi mengenai inventarisasi aset tanah dan bangunan hanya
termuat pada Buku Induk Inventaris yang dibuat oleh Bagian Perlengkapan
berdasarkan sensus Aset yang pernah dilakukan pada tahun 2006. Hal ini
tentunya harus menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukan pembenahan
administrasi / pembukuan aset, sehingga riwayat aset tanah dan bangunan
dapat ditelusuri dan dicatat dengan baik untuk menguatkan legalitas dari aset
– aset terebut.
Pembukuan yang dilakukan juga hanya bersifat hardcopy/print out,
sehingga sangat menyulitkan untuk melakukan pengecekan data aset secara
cepat. Untuk menghindari hal seperti ini, maka proses pembukuan harus di
backup dengan penggunaan sistem informasi yang memadai, dimana data
aset tidak hanya tersedia dalam bentuk cetakan saja tetapi juga memiliki
database dalam bentuk digital. Proses ini sebaiknya dilakukan sejak
pendataan awal yaitu pada saat serah terima panitia pengadaan dengan
pengguna/penampung barang.
Berdasarkan hasil penelitian, proses inventarisasi aset tanah di Kota
Bau-Bau masih dilakukan secara manual, belum menggunakan sistem informasi yang
berbasis komputer seperti yang diamanatkan Kepmendagri No. 17 tahun 2007.
Dalam Kepmendagri No. 17 tahun 2007 pasal 30 dikemukakan bahwa:
Selain masih dalam bentuk manual, informasi yang termuat dalam daftar
inventarisasi aset tanah belum memuat semua informasi yang dibutuhkan,
utamanya mengenai lokasi geografis aset, nilai buku aset (book value), maupun
keterangan status kepemilikan dan mutasi penggunaannnya (riwayat aset),
meskipun untuk nilai pasarnya (market value) telah tercantum.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan,
bahwa luas dan nilai pasar (market value) yang tidak tertulis di dalam tabel
tersebut terjadi karena unit SKPD tersebut berada dalam satu lingkungan
dengan SKPD yang lain dimana luasan tanahnya sudah termuat di sana, namun
tidak ada keterangan tertulis yang menyebutkan hal tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan persepsi yang keliru terhadap data aset yang ditampilkan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penambahan informasi mengenai hal tersebut, baik
menyangkut posisi, maupun statusnya sehingga tidak ada missinformasi dalam
penyajiannya.
Keseluruhan data inventarisasi aset tanah dan bangunan yang disajikan
dalam tabel di atas statusnya secara legal telah menjadi hak milik Pemerintah
berkenaan dengan status kepemilikan tanah dan bangunan tersebut saat ini
masih berada di Bagian Pemerintahan Setda Kota Bau-Bau, oleh karena itu
perlu segera dilakukan penyerahan kepada Dinas Pendapatan, Keuangan dan
Pengelolaan Aset Daerah Kota Bau-Bau, dan dicantumkan dalam daftar
inventarisasi.
Sementara itu dari hasil observasi di lapangan ditemukan beberapa aset
tanah dan bangunan yang tidak masuk dalam daftar inventaris karena statusnya
masih dalam sengketa atau pun karena belum bersertifikat yaitu sebagai berikut:
1. Tanah dan Bangunan yang Masih Digunakan Pemerintah Kab. Buton: a. Gedung DPRD Kabupaten Buton
b. Kantor Dinas Pendapatan Kab.Buton c. Rujab Bupati Buton
d. Gedung DPRD Lama/Dekranas Kab.Buton e. Kantor PDAM Kab.Buton
f. Kantor Dinas Kesehatan Kab.Buton g. Rumah Dinas Sekda Kab. Buton h. Kantor Dinas Pertanian Kab.Buton
i. Kantor KPU Kab.Buton (Eks Kantor Dinas Perindustrian) j. Kantor Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kab.Buton k. Kantor Dinas Nakertrans Kab.Buton
l. Kantor Dinas Perkebunan Kab.Buton m. Kantor Dinas Peternakan Kab.Buton
n. Kantor Dinas Pertambangan & Energi Kab.Buton o. Kantor Bappeda Kab.Buton
p. Kantor Bapedalda Kab.Buton q. Kantor Bawasda Kab.Buton r. Kantor Kesbang Kab.Buton s. Kantor BPM Kab.Buton
t. Kantor Sat Pol -PP Kab.Buton
u. Kantor Informasi Penyuluh Pertanian Kab.Buton v. Kantor SKB Wolio
w. Gedung Pancasila Kab.Buton x. Gedung Wa Ode Wau Kab.Buton
y. Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Buton
z. Kantor HMHB Dinkes Kab.Buton ( Rumah Dinas Dokter RSUD) aa. Kantor PMI Kab.Buton
bb. Kantor Dinas Tata Ruang Kab.Buton
2. Tanah dan Bangunan yang Tidak Digunakan (Kosong) a. Kantor Bupati Buton ( Jalan Sultan Hasanuddin ) b. Rujab. Wakil Bupati Buton ( Jalan Balai Kota )
c. Gedung Eks.Ktr Dinas PU ( Jl. Dayanu Ikhsanuddin ) d. Kantor Dinas Perhubungan Kab. Buton
e. Kantor Inkom ( Eks Kantor Deppen ) Jl. Betoambari f. Kantor Kependudukan dan Capil Kab. Buton
g. Kantor Kesejahteraan Sosial Kab. Buton ( Eks Kantor Depsos ) Jl. Betoambari
h. Kantor SKB Wolio
i. Gedung Kantor Dinas Pendidikan ( Jalan Betoambari ) j. Eks. Kantor Kehutanan di Jln. R.A.Kartini
k. Gedung Eks Dekranas Kab.Buton, Jln. Yos Sudarso
3. Tanah Kosong yang belum bersertifikat
a. Tanah di Kelurahan Katobengke 3 (tiga) kapling. b. Tanah di Kelurahan Lipu 2 (dua) kapling.
c. Tanah yang dihibahkan oleh masyarakat Lowu – Lowu untuk Lokasi Stadion.
Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa cukup banyak
aset tanah dan bangunan yang tidak terinventarisasi dengan baik, meskipun
pedoman / mekanisme inventarisasinya telah termuat dalam Permendagri No. 17
tahun 2007. Berdasarkan hasil audit BPK Nomor: 102/HP/XIX.KDR/12/2008
Tanggal 17 Desember 2008, terdapat Pengadaan Tanah Pada Tahun Anggaran
2007 dan 2008 dengan nilai sebesar Rp. 3.939.816.000,00 yang tidak didukung
sertifikat kepemilikan. Dengan demikian maka BPK menyarankan dua hal untuk
hal ini, yaitu pertama; agar pemerintah daerah memfungsikan panitia
pembebasan tanah dalam proses pengadaan tanahnya dan ke dua;
memerintahkan kepada Sekretaris Daerah Kota Bau-Bau untuk memantau
proses pembuatan sertifikat tanah dimaksud dan dengan segera memperbaiki
sistem dan prosedur pembebasan/pengadaan tanah di lingkungan Sekretariat
Daerah kota Bau-Bau.
Untuk tanah dan bangunan yang menjadi sengketa antara Kota Bau-Bau
dan Kabupaten Buton, telah dilakukan beberapa kali pertemuan dan mediasi
oleh Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri namun belum dicapai suatu solusi
yang bisa diterima oleh kedua pihak. Akibatnya aset tersebut belum dapat
dimanfaatkan oleh Kota Bau-Bau. Permasalahan pokok yang muncul adalah
penafsiran yang berbeda terhadap aturan-aturan yang dikeluarkan baik berupa
Undang-Undang maupun Surat Edaran atau Keputusan Menteri dalam Negeri,
oleh karena itu dari aspek ini maka yang harus dilakukan adalah pengujian
materil terhadap peraturan perundang-undangan tersebut sesuai aturan yang
berlaku sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang salah, dengan demikian
status hukum/legal dari aset-aset tersebut akan menjadi jelas.
Mengenai aset – aset yang secara de-facto telah dimiliki oleh Pemerintah
Kota Bau – Bau dan secara yuridis belum memiliki kekuatan hukum, harus
dilakukan sertifikasi atau pendaftaran pada Instansi yang berwenang sehingga
aset tersebut dapat dicantumkan dalam daftar inventarisasi barang daerah
sehingga kemudian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan daerah. Prosedur
yang dapat dilaksanakan untuk legalitas aset tanah dan banunan ini adalah
sebagaimana yang telah diatur dalam Permendagri No. 17 Tahun 2007 adalah
sebagai berikut:
1) Dengan selesainya proses pembebasan tanah, berubahlah status tanahnya
menjadi tanah negara (tanah yang dikuasai oleh Negara secara langsung)
dan untuk dapat dikuasai sebagai Hak Pakai atau Hak Pengelolaan oleh
Pemerintah Daerah, harus dipenuhi ketentuan permohonan hak dan
penyelesaian sertifikat hak atas tanahnya;
2) Permohonan untuk mendapatkan Hak Pakai atau Hak Pengelolaan diajukan
oleh Pemerintah Daerah kepada Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
3) Setelah sertifikat Hak Atas Tanah tersebut diterima oleh pemerintah daerah,
selesailah proses pengadaan tanahnya;
Pengurusan lebih lanjut, sepanjang mengenai inventarisasinya terutama
didasarkan kepada penyimpanan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
pengadaan tanah tersebut antara lain:
b) Berkas (pertinggal) permohonan hak pakai/hak pengelolaan;
c) Salinan surat keputusan pemberian hak pakai/hak pengelolaan;
d) Sertifikat atas tanahnya.
7.1. Model Inventarisasi dan Legal Audit Aset Tanah dan Bangunan dengan penerapan Sistem Informasi Geografis di Kota Bau-Bau Hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan kondisi eksisting dari
proses inventarisasi aset tanah dan bangunan yang telah dilaksanakan oleh
Pemerintah kota Bau-Bau, maka pengembangan model inventarisasi aset
dengan penerapan SIG di Kota Bau-Bau dapat digambarkan sebagai berikut,
bahwa proses inventarisasi yang dilakukan selama ini telah menghasilkan
mengkombinasikan informasi aset dan peta garis yang telah dibuat oleh Dinas
Tata Kota dan Bangunan Kota Bau-Bau.
Setelah informasi lokasi geografis dari setiap aset tanah dan bangunan
telah diperoleh maka dapat disusun sebuah Data Base aset tanah dan bangunan
yang kemudian diinput dalam Sistem Informasi Aset Daerah berbasis SIG.
Model/Sistem inventarisasi aset tanah dan bangunan berbasis SIG dapat dilihat
Sumber: Diolah Peneliti, 2009
Gambar 4.
Model Inventarisasi Aset Tanah dan Bangunan dengan Penerapan SIG
Berdasarkan model inventarisasi aset seperti yang digambarkan di atas
tentunya dibutuhkan beberapa langkah lanjutan dari apa yang telah dilaksanakan
saat ini. Tahap yang paling utama adalah proses transformasi dari proses manual
kepada proses komputerisasi. Proses ini dimulai dengan atributisasi data aset
yang ada pada Dinas PPKAD dan dikombinasikan dengan data spatial / data
geogtrafis yang ada pada Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Bau-Bau.
Selanjutnya proses inventarisasi akan dilakukan oleh organisasi
pemerintah daerah yang yang khusus dibentuk untuk mengelola aset secara
keseluruhan. Dalam pandangan peneliti, untuk urusan penting dan mendasar
seperti pengelolaan aset, tidak bisa hanya dikelola oleh sebuah Bidang pada
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah, tetap dibutuhkan sebuah
organisasi yang lebih kompeten, dengan sumber daya manusia yang memiliki
kualifikasi khusus dan didukung oleh teknologi serta pembiayaan yang memadai.
emerintah Kota Bau-Bau sangat concern dengan SIG ini sehingga untuk
menunjang penerapannya pada tahun 2002 telah mengadakan 1 (satu) unit GPS
(Global Positioing System) yang digunakan untuk menentukan letak geografis
suatu obyek di permukaan bumi. Dan alat ini kemudian digunakan untuk
kegiatan-kegiatan survey rutin yang mendukung penyusunan sistem database
keruangan di Kota Bau-Bau.
Kemudian pada tahun 2003 dan tahun 2006 pemerintah Kota Bau-Bau
mengadakan Citra Ikonos dan Quick Bird sebagai panduan dan tambahan
untuk informasi data base keruangan yang lebih akurat. Data citra ini kemudian
dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan tata ruang kota dan hasilnya
adalah Kota Bau-Bau menjadi pemenang ke dua (runner up) dalam kompetisi
penataan ruang secara nasional pada tahun 2006 untuk kategori Kota Sedang.
Selanjutnya, untuk menunjang kelangsungan kegiatan tersebut,
pemerintah Kota Bau-Bau menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian di bidang tersebut. Untuk itu, pada tahun 2003 dan 2006 telah
dilaksanakan pelatihan dan kursus bagi beberapa orang staf/pegawai di
lingkungan Pemerintah Kota Bau-Bau, mulai dari penginderaan jarak jauh
sampai pada pengolahan data grafis atau interpretasi citra resolusi tinggi, akan
tetapi kursus atau pelatihan yang ada hanya difokuskan pada staf di lingkungan
Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Bau-Bau.
Meskipun SIG telah diterapkan dan berhasil membawa perubahan yang
lebih baik di bidang tata ruang Kota Bau-Bau, dan dilaksanakan lebih dari tujuh
tahun, ternyata SIG belum diterapkan dalam proses inventarisasi aset.
Berdasarkan informasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesiapan
pemerintah Kota Bau-Bau dalam menerapkan SIG pada proses inventarisasi
aset dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bau-Bau telah memiliki unit kerja yang bertugas untuk
melakukan inventarisasi aset yakni Dinas Pendapatan, Keuangan dan
Pengelolaan Aset Daerah. Namun tugas dan fungsi Dinas ini belum optimal
karena belum lama terbentuk sehingga masih membutuhkan waktu untuk
pembenahan.
2. Pemerintah Kota Bau-Bau sudah memiliki database awal tentang aset tanah
dan bangunan, berupa data inventarisasi aset manual dan data digital /
spasial. Yang harus dilakukan hanya dengan menggabungkan kedua jenis
data terebut, tentunya dengan mekanisme yang dirancang khusus.
3. Pemerintah Kota Bau-Bau telah memiliki beberapa pegawai (SDM) yang telah
menguasai aplikasi Sistem Informasi Geografis, namun jumlahnya masih
kurang dan belum ditempatkan pada Dinas Pendapatan, Keuangan dan
penempatan staf ataupun dengan memberikan pelatihan/kursus bagi staf
yang ditempatkan di DPPKAD namun belum memilki
pengetahuan/keterampilan di bidang SIG.
4. Permendagri No. 17 Tahun 2007 telah mengamanatkan penggunaan Sistem
Informasi Manajemen Aset (SIMA) berbasis geografis (SIG). Meskipun belum
diterapkan secara keseluruhan namun memberikan peluang yang cukup
besar untuk penyelenggaraan program inventarisasi berbasis SIG.
Pemerintah Kota Bau-Bau telah memiliki sistem informasi dan teknologi
berbasis geografis namun belum diterapkan pada proses inventarisasi, oleh
karena itu pemerintah Kota Bau-Bau harus membuat kebijakan baru untuk
menindak lanjuti Permendagri No. 17 Tahun 2007 tersebut, dengan tetap
memperhatikan PP No. 58 tahun 2005 dan PP No. 41 tahun 2007.
Berdasarkan tinjauan tersebut, dengan demikian maka untuk menerapkan
SIG dalam proses inventarisasi aset di Kota Bau-Bau harus disiapkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Organisasi Perangkat Daerah yang khusus menangani pengelolaan aset.
2. Sumber Daya Manusia melalui rekruitmen baru dan peningkatan kualitas
SDM melalui kursus/pelatihan SIG.
3. Sarana pendukung/berupa teknologi sistem Informasi baik hardware maupun
software pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
4. Koordinasi yang baik dengan instansi/unit kerja yang memiliki database yang
berkaitan dengan ruang kota yaitu Dinas Tata Kota dan Badan Pertanahan
Nasional.
5. Pemerintah Daerah perlu mengeluarkan kebijakan khusus mengenai
pengelolaan aset, baik dalam bentuk penyusunan program, pembentukan
organisasi baru maupun penyiapan dana / pembiayaan dalam APBD.
8. Kesimpulan Dan Saran 8.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya dapat disimpulkan
beberapa hal yaitu:
1. Proses inventarisasi aset tanah dan bangunan di Kota Bau-Bau mulai dari
pendataan sampai pembukuan telah berjalan, namun belum sepenuhnya
memenuhi prosedur seperti yang diamanatkan Permendagri No. 17 Tahun
2007. Proses inventarisasi aset masih dilaksanakan secara manual dan
belum optimal, serta masih terdapat informasi penting mengenati aset yang
belum termuat, yaitu nilai buku dan posisi geografis (titik koordinat) dari aset
tanah dan bangunan. Sistem infentarisasi aset yang ada belum didesain
dalam bentuk sistem informasi aset yang berbasis Komputer, seperti
SIMBADA atau SIMA yang berbasis Sistem Informasi Geografis. Selain itu,
dalam proses inventarisasi aset tanah dan bangunan juga terdapat
beberapa kendala non teknis seperti adanya ketidak jelasan status aset
yang belum terselesaikan akibat adanya konflik antara pemerintah Kota
Bau-Bau dan Kabupaten Buton.
2. Sistem inventarisasi aset tanah dan bangunan berbasis SIG di Kota Bau –
Bau dapat digambarkan dalam sebuah sistem bertahap dimana tahap awal
dengan menyempurnakan dan menambahkan informasi nilai buku dan
status aset yang dianjutkan dengan penggunaan aplikasi komputer untuk
penyusunan data atribut dalam Sistem Informasi Barang Daerah dan
kemudian tahap akhir adalah Tahap SIG sebagai tahap untuk melakukan
kombinasi dengan data spasial (geografis) seperti yang telah dilakukan
pada bidang penataan ruang selama ini untuk menghasilkan sebuah Sisitim
Informasi Aset yang berbasis SIG.
3. Sistem Informasi Geografis (SIG) telah diterapkan di Kota Bau-Bau sejak
tahun 2002 namun hanya digunakan untuk bidang penataan ruang kota.
Kesiapan Pemerintah Kota Bau-Bau dalam pengelolaan aset berbasis SIG
belum optimal disebabkan karena Dinas Pendapatan, Keuangan dan
Pengelolaan Aset Daerah yang di dalamnya terdapat Bidang pengelolaan
aset sendiri belum lama dibentuk sehingga Kepala Bidang Pengelolaan
Aset maupun staf juga belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang
penggunaan SIG dalam inventarisasi aset tanah dan bangunan. Namun
demikian penerapan SIG dalam proses inventarisasi aset tanah dan
bangunan di Kota Bau-Bau cukup memiliki prospek untuk dilaksanakan,
karena sumber daya pendukung untuk menerapkan SIG sudah tersedia.
8.2. Saran-Saran
Berdasarkan hasil analisis, beberapa hal yang dapat disarankan adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Bau-Bau agar melakukan pembenahan sistem inventarisasi
dengan penambahan informasi penting mengenai aset tanah dan bangunan
termasuk nilai buku, nilai pasar, lokasi geografis serta status aset melalui
penerapan Sistem Informasi Geografis dengan optimalisasi tugas dan fungsi
Bidang Pengelolaan Aset dalam inventarisasi aset berdasarkan Permendagri
No. 17 Tahun 2007. Berkenaan dengan ketidakjelasan status aset akibat
konflik yang terjadi antara Pemerintah Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton,
peneliti menyarankan perlunya dilakukan mediasi ulang oleh pemerintah
melalui Gubernur dan Menteri Nalam Negeri, namun jika hal tersebut tidak
dapat diselesaikan juga maka sebaiknya dilakukan upaya penyelesaian
melalui jalur hukum yang berlaku, baik melalui PTUN maupun Judicial
Review ke Mahkamah Konstitusi.
2. Pemerintah daerah perlu menetapkan suatu kebijakan khusus untuk
mempercepat proses penerapan model inventarisasi aset tanah dan
bangunan yang berbasis SIG, baik melalui Peraturan Daerah, Peraturan
Walikota maupun melalui koordinasi antar unit kerja yang berkaitan dengan
inventarisasi aset.
3. Pemerintah Kota Bau-Bau sebaiknya mengkaji ulang mengenai organisasi
pemerintah daerah yang diberi kewenangan untuk mengelola aset tanah dan
bangunan, karena beban tugas untuk pengelolaan aset tidak ringan. Sebuah
urusan yang penting seperti pengelolaan aset tidak bisa hanya dikelola oleh
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku/Literatur
Adimihardja, Kusnaka, 2007, Sosiologi Pemerintahan, Bahan Ajar, PPs MAPD IPDN, Jakarta.
Azmi, Azman, 2007, Pengembangan Model Manajemen Aset Daerah (Tanah dan Bangunan) Berorientasi pada Mutu (Studi di Kabupaten
Padang Pariaman Propinsi Sumatera Barat), PPs MAPD IPDN,
Jatinangor.
Budisusilo, Suryantoro, 2005, Penilaian Aset Negara dan Publik, Kumpulan Bahan Kuliah MEP, UGM, Yogyakarta,
Bungin, Burhan. 2008, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Dirjen PMD Depdagri, 2007, Kebijakan Program Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa, Bahan Presentasi Kuliah Umum, Aula Zamhire Kampus IPDN
Cilandak, Jakarta
Faisal, Hendry, 2006, Manajemen Aset Tanah dan Bangunan Pemerintah
Kota Dumai, Provinsi Riau dengan Sistem Informasi Geografis,
UGM, Yogyakarta.
Hendrato, Rusdian Rasih, 2005, Pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik /
Kekayaan Negara, Universita Sebelas Maret, Surakarta.
Khaeruddin, 2006, Manajemen Aset (Fixed Asset) Pemerintah Daerah (Studi
Kasus di Kabupaten Sumbawa), UGM, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Numberi, Freddy, 2000, “Organisasi dan Administrasi Pemerintah”, Seminar Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan Peningkatan Kinerja Pelayanan Publik, MAP UGM, Yogyakarta.
Rusidi, 2002, Penyusunan Usulan Penelitian, Handout mata Kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif, Program Doktoral Unpad-IIP, Jakarta
Siregar, Doli D, 2004, Manajemen Aset Strategi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEO’s pada Era Globalisasi dan Otonomi
Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sukandarrumidi, 2006, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit ALFABETA. Bandung.
Susanto, Slamet dan Christina Ningsih, 2008, Artikel : Manajemen Aset
Berbasis Risiko pada Perusahaan Air Minum, Jakarta.
Wasistiono, Sadu, 2007, Manajemen Pemerintahan Daerah, Bahan Ajar, PPs MAPD IPDN, Jakarta.
Wirartha, I Made, 2005, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan
Tesis, Penerbit Andi, Yogyakarta.
2. Internet
Puntodewo, dkk, 2003, Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan
Sumber Daya Alam, http://www.cifor.cgiar.org.
Tran Vinh, Tung, 2004, GIS for Land-use and Housing Management,
http://www.GISdevelopment.net.
Wibowo, Ismet, 2008, Pengelolaan Inventaris Muhammadiyah, Perpustakaan Digital Tarto Jogjakarta, Yogyakarta.
3. Peraturan Perundang-undangan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 152 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Daerah,Jakarta.
Peraturan Walikota Bau-Bau Nomor 22 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Kota Bau-Bau, Bau-Bau.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
4. Referensi Lainnya
Diklat Teknis Manajemen Aset Daerah (Asset Management - Physical), 2007, Modul 1: Prinsip-Prinsip Manajemen Aset/Barang Milik Daerah, LAN – DEPDAGRI., Jakarta.
______, 2007, Modul 5: Inventarisasi dan Pelaporan Aset / Barang Milik
Daerah, LAN – DEPDAGRI., Jakarta.