• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas PKn Upaya Penyelesaian Kasus Pel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas PKn Upaya Penyelesaian Kasus Pel"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia

Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No. 26 Tahun 2000. Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No. 26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:

a. Penyelidikan

Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam penyelidikan, penyelidik berwenang:

1) Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran berat HAM.

2) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran berat HAM serta mencari keterangan dan barang bukti.

3) Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya.

4) Memanggil saksi untuk dimintai kesaksiannya.

5) Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya ji Warga Negara Indonesia ka dianggap perlu.

6) Memanggil pihak terkait untuk melakukan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya.

7) Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa pemeriksaan surat, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan setempat, mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.

b. Penyidikan

Penyidikan pelanggaran berat HAM dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Syarat yang harus dipenuhi sebagai penyidik ad hoc yaitu:

1) WNI.

2) Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun. 3) Berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain yang mempunyai

keahlian di bidang hukum. 4) Sehat jasmani dan rohani.

5) Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan baik. 6) Setia kepada Pancasila dan UUD 1945.

7) Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang HAM.

Penyidikan diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Penyidikan dapat diperpanjang 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya dan dapat diperpanjang lagi 60 hari. Jika dalam waktu tersebut, penyidikan tidak juga terselesaikan, maka dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung.

c. Penuntutan

(3)

d. Pemeriksaan di Pengadilan

Pemeriksaan perkara pelanggaran berat HAM dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan HAM dan 3 orang hakim ad hoc. Syarat menjadi Hakim Ad Hoc:

1) WNI.

2) Bertakwa kepada Tuhan YME.

3) Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun dan paling tinggi 65 tahun. 4) Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai

keahlian di bidang hukum. 5) Sehat jasmani dan rohani.

6) Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan baik. 7) Setia kepada Pancasila dan UUD 1945.

8) Memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang HAM.

Perkara paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.

2. Sanksi atas pelanggaran HAM di Indonesia

Di dalam penjelasan umum UU HAM hanya menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Memang ada pelanggaran HAM yang dapat diproses secara hukum melalui Pengadilan HAM. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Pengadilan HAM hanya dapat mengadili pelanggaran HAM yang berat sebagaimana diatur Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) dan Pasal 104 ayat (1) UU HAM. Menurut Pasal 7 UU Pengadilan HAM, yang termasuk sebagai pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berdasarkan hukum pidana, Anda dapat menggunakan Pasal 335 ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1 barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain,2. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Dalam hal ini, Anda dan pedagang yang lainnya harus dapat membuktikan bahwa ada paksaan untuk tidak melakukan sesuatu (membuat perkumpulan) dengan menggunakan kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan.

3. Proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional

Bila terjadi pelanggaran HAM berskala Internasional, proses peradilannya adalah Sebagai Berikut :

(4)

berubah menjadi admissible, apabila negara yang bersangkutan enggan atau tidak mampu melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan.

b. Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan lebih lanjut. Namun dalam hal ini, posisi inadmissible berubah menjadi admissible bila keputusan berdasarkan keengganan dan ketidakmampuan negara untuk melakukan penuntutan.

c. Pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah mendekat asas nebis in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntun untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan pengadilan yang tetap.

d. Perkara tidak mempunya cukup dasar hukum untuk di tindaklanjuti Peradilan Internasional mengandung pengertian upaya penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dilakukan oleh peradilan internasional yang dibentuk secara teratur. Peradilan internasional ini dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan badan-badan peradilan lainnya.

4. Sanksi atas pelanggaran HAM Internasional

Strake berpendapat bahwa rumusan peraturan dalam hukum internasional untuk melindungi hak-hak asasi tidak berjalan dengan efektif. Di Eropa telah didirikan suatu badan administratif internasional dan suatu pengadilan internasional yang bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi, yaitu Komisi Eropa untuk Hak-Hak Asasi dan Pengadilan Eropa untuk Hak-Hak Asasi. Akan tetapi, kedua organisasi ini beroperasi di bawah pembatasan- pembatasan yurisdiksional dan prosedural. Organisasi ini hanya berkenaan dengan sejumlah kecil negara-negara yang telah menerima kompetensi organisasi tersebut.

Dalam perkembangannya telah lahir instrumen hukum yang dapat menjamin terlaksanya HAM secara internasional. Berikut ini adalah beberapa instrumen-instrumen utama yang telah disahkan untuk menyatakan atau menjamin norma hak-hak asasi:

1) The Universal Declaration of Human Right (1948). 2) International Bill of Human Right (1966).

3) International Covenant on Economic, Social and Culture Rights atau kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya.

4) International Covenant on Civil and Political Rigths atau kovenan internasional tentang hak sipil dan politik.

5) Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights atau protokol mengenai kovenan internasional tentang hak sipil dan hak politik.

Deklarasi Wina 1993 menyebutkan adalah kewajiban negara untuk menegakkan HAM. Deklarasi Wina menganjurkan pemerintah untuk memasukkan standar-standar yang terdapat dalam instrumen-instrumen hak asasi internasional ke dalam hukum nasional. Proses mengadopsi dan menetapkan pemberlakuan suatu instrumen HAM menjadi hukum nasional ini yang disebut sebagai ratifkasi. HAM bersumber pada nilai kemanusiaan yang universal. Deklarasi, konvensi, dan perjanjian internasional hanya merumuskan kembali apa yang telah menjadi nilai kemanusiaan selama ini.

(5)

pengadilan HAM, namun yurisdiksi pengadilan tersebut sangat terbatas pada negara-negara yang mengakui yurisdiksi pengadilan internasional tersebut. Dengan demikian, pengenaan sanksi terhadap pelanggaran HAM diutamakan kepada hukum nasional negara masing-masing. Apabila dari pengadilan nasional tidak diperoleh keputusan yang dianggap adil, negara atau subyek hukum internasional lainnya yang mengaku yurisdiksi pengadilan internasional dapat mengajukannya ke pengadilan internasional. Sanksi terhadap pelanggaran HAM ringan diserahkan kepada hukum nasional negara masing-masing. Sedangkan untuk perkara individu yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, penyelesaian dilakukan melalui International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.

Jika Dalam Proses peradilan terbukti adanya pelanggaran HAM internasional maka yang bersangkutan akan memperoleh sanksi internasional berupa :

1) Diberlakukannya travel warning terhadap warga negaranya. 2) Pengalihan investasi atau penanaman modal asing.

3) Pemutusan hubungan diplomatik. 4) Pengurangan tingkat kerja sama. 5) Pengurangan bantuan ekonomi. 6) Pemboikotan produk ekspor. 7) Embargo ekonomi.

Secara umum, upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM dilakukan dengan 3 jenis cara, yaitu:

1. Perundingan

Jalan perundingan adalah jalan yang ditempuh dalam penyelesaian pelenggaran HAM yang mempunyai skala internasional. Perundingan dilakukan apabila melibatkan kelompok-kelompok tertentu dalam pelanggaran HAM yang terjadi seperti suatu kelompok negara melakukan pelanggaran HAM terhadap kelompok negara lain.

Cara perundingan merupakan salah satu jalan damai yang ditempuh dalam upaya sengketa internasional yang dalam hal ini adalah pelanggaran HAM dengan skala internasional. Jalan damai dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dilakukan untuk menjaga keutuhan hubungan internasional dan organisasi intenasional yang terjalin diantara negara-negara tempat terjadinya pelanggaran HAM berskala internasional. Upaya penyelesaian pelanggaran HAM dalam skala internasional yang dapat dilakukan melalui proses perundingan diantaranya:

a. Negosiasi

Negosiasi merupakan suatu proses untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi diantara pihak yang sedang bermasalah. Proses negosiasi juga dapat dilakukan sebagai penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi dalam skala internasional. Prosedurnyapun hampir sama dengan penyelesaian sengketa internasional secara umum. Kedua belah pihak saling bertemu untuk membicarakan penyelesaian tentang pelanggaran HAM yang sedang terjadi.

(6)

diselesaikan dengan baik sesuai dengan kesepakatan yang sudah terjadi agar mengurangi kemungkinan konfik secara berkelanjutan yang dapat merambah ke dalam dampak akibat konfik sosialdiantara kedua pihak yang dapat menimbulkan dampak tertentu bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat di kedua belah pihak.

b. Mediasi

Mediasi merupakan cara lanjutan yang ditempuh apabila dalam melakukan upaya negosiasi penyelesaian pelanggaran HAM berskala internasional tidak menemukan titik terang. Proses ini membutuhkan pihak ketiga sebagai penengah yang berperan sebagai pemberi masukan dan pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan pelanggaran HAM yang terjadi. Pihak ketiga dapat diajukan melalui permohonan yang ditujukan kepada fungsi majelis Umum PBB. Selanjutnya, Majelis Umum PBB akan memilih dan mengutus salah satu delegasinya untuk ditugaskan sebagai penengah dan pemberi masukan ke dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi.

Dalam melaksanakan tugasnya, pihak penengah berupaya untuk memberikan masukan-masukan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Hal ini perlu dilakukan agar kedua belah pihak yang sedang dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi tidak memperpanjang masalahnya hingga menggunakan cara-cara kekerasan. Kedua belah pihak juga harus mendengarkan dan mempertimbangkan masukan yang diberikan oleh pihak ketiga agar proses penyelesaian masalah pelanggaran HAM dapat menjadi keputusan yang terbaik bagi semua pihak. Dalam menjalankan fungsinya, pihak ketiga harus menjaga kenetralannya agar saran atau masukan yang diberikan tidak condong kepada salah satu pihak. Jika dilihat pada konteks sesungguhnya, upaya penyelesaian pelanggaran HAM berskala internasional lebih sering menggunakan pihak ketiga karena cara ini dianggap efektif dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang terjadi.

2. Perjanjian

Perjanjian merupakan sebuah produk yang dihasilkan sebagai bentuk kesepakatan dalam upaya melakukan penyelesaian suatu permasalahan tertentu. Perjanjian merupakan suatu produk kesepakatan yang mempunyai kekuatan hukum karena merupakan hitam di atas putih. Perjanjian dapat dihasilkan sebagai bentuk penyelesaian pelanggaran HAM berskala internasional.

Produk perjanjian dikeluarkan sebagai bentuk penyelesaian secara damai. Kedua belah pihak yang sedang melakukan penyelesaian pelanggaran HAM dapat membuat perjanjian setelah proses negosiasi maupun mediasi dilakukan. Perjanjian diupayakan sebagai langkah damai untuk menyelesaikan masalah dengan menekankan poin-poin tertentu sebagai bentuk kesepakatan. Penandatanganan perjanjian dilakukan atas sepengetahuan PBB dengan melibatkan Dewan Kemanan PBBsebagai saksi maupun pengawas jalannya perjanjian yang disepakati kedua belah pihak.

Beberapa cara yang disebutkan dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berskala internasional tentunya juga dilakukan melalui proses peradilan. Proses peradilan mengenai pelanggaran HAM dilakukan sesuai dengan sistem hukum internasional. Melalui proses peradilan, maka kelompok yang dinyatakan bersalah, dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Sanksi yang ditetapkanpun beragam, ada yang dilakukan secara sepihak oleh negara yang menjadi korban pelanggaran HAM maupun sanksi yang diberikan dari pengadilan internasional. Adapun sanksi tersebut antara lain:

a. Pemberlakukan travel warning.

(7)

d. Penarikan duta besar disertai pemutusan hubungan diplomatik.

e. Pemboikotan produk yang diekspor dari negara yang dinyatakan bersalah. f. Pengurangan atau pemberhentian kerja sama internasional di berbagai

bidang. 3. Kekerasan

Referensi

Dokumen terkait

Unit dalam Sistem Pengendalian Suhu No Unit Nama Alat Fungsi Alat Masukan Keluaran Nama Variabel Besaran dan satuan Nama Variabel Besaran dan satuan 1 Unit Proses Plate Heat

28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan disebutkan bahwa GMP adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antar lain dengan cara: (a)

Sebun Tio bu dan Siang Cin yang berlari 246 kencang bagai terbang mengerahkan langkahnya, akhirnya keduanya menghela napas lega, kata Sebun Tio bu: “susah juga semalam ini, sayang

Fungsi Public Relations dalam Komunikasi Pemasaran menjadi salah satu bagian yang amat penting. Sebab Public Relations sendiri memiliki fungsi dan peran yang

Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup bagi ikan budidaya adalah tersedianya pakan secara kualitas dan

Program ini terkenal dengan nama Little Miss Indonesia (LMI). Program LMI merupakan salah satu program yang digagas oleh salah satu acara kuis di salah satu stasiun

Transformasi sawijine karya sastra saka naskah dadi prosesi utawa ora bisa ditindakake kanthi sekabehane. Ana perangan saka karya sastra kasebut kang ditambahi

(i) Dalam mana-mana peristiwa yang membawa kepada tuntutan atau satu siri tuntutan di bawah Seksyen B1(b) Polisi ini, Kami boleh membayar Anda amaun