• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ACARA PIDANA (1) Subjek hukum pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ACARA PIDANA (1) Subjek hukum pidana"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM ACARA PIDANA

1. Apa saja tugas penyidik dalam menangani kasus tindak pidana?

2. Apa saja tugas jaksa penuntut umum dalam menangani kasus tindak pidana?

3. Apa masalah yang dihadapi oleh penyidik dalam hubungannya dengan JPU?

4. Bagaimana solusi untuk mengatasinya?

JAWABAN:

1. Penyidik Mempunyai wewenang sebagai berikut:

a) Menerima laporan/ pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

b) Melakukan tindakan pertama dapa saat di tempat kejadian perkara

c) Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan

e) Melakukan pemeriksaan dan penangkapan

f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

g) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka/ saksi

h) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara

i) Mengadakan penghentian penyidikan

j) Mengadakan tindakan laim menurut hokum yang ertanggung jawab

2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Penyidik mwmwpunyai wewenwng sebagai berikut:

1. Pasal 9 KUHAP:

(2)

wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya diseluruh wilayah Indonesia, khususnya didaerah masing-masing dimana ia ditangkap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

2. Pasal 14 ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomer 2 tahun 2002

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pilisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangangan lainnya.

B. Peranan Polisi Sebagai Penyidak

Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, untuk membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka. Sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1 butir (1) dan pasal 6 ayat (1) KUHAP bahwa yang dapat dikatakan sebagai penyidik yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Seseorang yang ditunjuk sebagai penyidik haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang mendukung tugas tersebut, seperti misalnya : mempunyai pengetahuan, keahlian disamping syarat kepangkatan. Namun demikian KUHAP tidak mengatur masalah tersebut secara khusus. Menurut pasal 6 ayat (2) KUHP, syarat kepangkatan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang menyidik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Kemudian dalam penjelasan disebutkan kepangkatan yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan penuntut umum dan hakim pengadilan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 ( PP No. 27 / 1983 ) tentang Pelaksanaan KUHAP ditetapkan kepangkatan penyidik Polri serendah rendahnya Pembantu Letnan Dua. Selaku penyidik Polri yang diangkat Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia yang dapat melimpahkan wewenangnya pada pejabat polisi yang lain.

Tugas Polri sebagai penyidik dapat dikatakan menjangkau seluruh dunia . Kekuasaan dan wewenangnya luar biasa penting dan sangat sulit Di Indonesia, polisi memegang peranan utama penyidikan hukum pidana umum, yaitu pelanggaran pasal-pasal KUHP.

Adapun mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan laporan/pengaduan, Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.

1. Laporan/Pengaduan

(3)

undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Maka penyidik yang emngetahui, menerima

laporan/pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan/penyidikan yang diperlukan,

(Ketentuan hukum Pasal 1 angka 25, Pasal 1 angka 24, Pasal 102 ayat (1), Pasal 106 KUHAP).

2. Pemanggilan

Pemanggilan merupakan pemberitahuan dengan surat panggilan yang sah sesuai bentuk dan format yang sudah ditentukan sebagai bukti untuk dipergunakan dalam kelengkapan berkas pemeriksaan perkara pelanggaran disiplin. Penyidik yag melakukan pemeriksaan berhak memanggil tersangk /saksi yang dianggap perlu dengan:

a) Surat panggilan yang sah

b) Menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas

c) Memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya pemanggilan dengan hari seseorang itu harus memenuhi panggilan tersebut.

Orang yang dipanggil wajib datang, apabila tidak datang penyidik memenggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya dan jika yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar, bahwa tidak dapat datang, penyidik itu datang ketempatkediaman pihak yang diperiksa.Pertimbangan, bahwa seseorang mempunyai peranan sebagai tersangka/saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi dimana peranannya dapat diketahui dari laporan kejadian, pengembangan hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP, laporan hasil peyidikan, (ketentuan hukum Pasal 7 ayat (1) huruf g, Pasal 11, Pasal 2, pasal 112 ayat (1), Pasal 113, Pasal 116 ayat (3) dan (4), Pasal 119 KUHAP)

3. Penangkapan

Penangkapan merupakan suatu tindakan penyidik berupa tangkap sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan

penyidikan/tuntutan/peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Udang. Pertimbangan:

• bahwa seseorang yang diduga keras mempunyai peranan sebagai pelaku tindak pidana yang terjadi atas dasar adanya bukti permulaan yang cukup, perlu segera didengan ketengangannya dan diperiksa.

• Adanya permintaan dari penyidik/penyidik pembantu.

(4)

(ketentuan hukum Pasal 1 butir 20, Pasal 5 (1) huruf B, Pasal 7 (1) huruf D, Pasal 11, 16, 18, 19 dan 37 (1) dan (2), Pasal 17, Pasal, Pasal 102 (2) dan (3), dan Pasal 111 (1) KUHAP.

4. Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka/terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik dengan penempatannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan pembantu penyidik berwenang melakukan penahanan berdasarkan:

a) Dugaan keras tersangka melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukukp

b) Dikuatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak/menghlangkan barang bukti danatau mengulangi tindak pidana.

c) Terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara > 5 tahun dan atau melanggar Pasal-pasal tertentu.

Penyidik memberikan surat perintah penahanan yang mencantumkan identitas tersangka dan alasan, uraian tindak pidananya dan tempat ia ditahan, tembusan surat perintah penahanan harus diberikan kepada keluarganya, penahanan dilakukan paling lama 20 hari, (Ketentuan hukum, Pasal 1 butir 21, Pasal 2 (1) huruf D, Pasal 11, 20, 21, 22, 23, 24, 29, 31, dan Pasal 123 KUHAP)

5. Penggeledahan

Penggeledahan dibagi atas dua macam, penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan penyitaan atau

penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang .

Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawahnya serta unruk disita. Pertimbangan,

• salah satu kegiatan tindak upaya paksa dalam pelaksanaan sidik tindak pidana, tindak penggeledahan

• Tindak penggeledahan dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bukti-bukti atau barang bukti

• untuk mendahului tindakan penangkapan terhadap tersangka, menekan peluang serangan tersangka kepada petugas.

(5)

6. Penyitaan

Penyitaan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mengambikl alih dan menyimpan dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud utuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin ketuan Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyitaan dapat dilakukan hanya atas benda bergerak dan wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri guna mendapatkan persetujuan. Penyidik juga dapat berwenan memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita untuk menyerahkan bnda tersebut kepada penyidik hdengan pertimbangan harus diberikan surat penerimaan. Pertimbangan:

a) Diperlukannya barang bukti yang ada kaitannya dengan kasus atau tindak pidana yang terjadi untuk penentuan kasus.

b) Diperlukannya persyaratan kelengkapan bukti perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan.

(Ketentuan Hukum Pasal 1 butir 16, Pasal 5 (1) huruf B angka 1, Pasal 7 (1) huruf D, Pasal 14, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 128, 129, dan Pasal 131 KUHAP)

7. Penanganan Tempat Kejadian Perkara

Tempat kejadian perkara adalah sumber keterangan dan bukti penting yanng dapatr diolah untuk prngungkapan tindak pidana yan terjadi . Tempat kejadian perkara merupakan sumber informasi awal unuk kepentingan penyidikan tindak pidana, karena tempat tersebut suatu waktu pernah bertemu dan berinteraksinya antara tersangka, saksi dan korban maupun dengan tempat kejadian perkara itu sendiri, yang akan meninggalkan jejak dan atau barang bukti. Pengolahan tempat kejadian perkara merupakan rangkaian kegiatan proses penyidik tindak pidana, maka pelaksanaannya harus diselaraskan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Untuk mampu memberdayakan tempat kejadian perkara benar, menjadi sumber informasi dalam pembuktian, diperlikan kemampuan dan menguasai tehnik dan taktik olah tempat kejadian perkara yang tepat dan benar baik secara yuridis maupun secara tehnis, karena tindakan hukum yang dilakukan oleh petugas peenyidik polisi di tempat kejadian perkara adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses penyidikan dan merupakan langkah awal untuk dapat mengungkapkan tindak pidana yang terjadi.

(Ketentuan hukum Pasal 7 (1) huruf B, Pasal 111 dan 111 (3) dan (4) KUHAP. Undang-undang nomer 28 tahun 1998 Pasal 15 (1) huruf a, b, c, dan d, Pasal 16 huruf a dan b).

BAB IV

(6)

A. Kesimpulan

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

Penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, untuk membuat keterangan tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka.

mekanisme proses penyidikan tindak pidana, yaitu penerimaan laporan/pengaduan,

Pemanggilan, penagkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penanganan tempat kejadian perkara.

2. 1. Menurut UU No 8 tahun 1981 tentang KUHP

a.“Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta

melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekueten hukum tetap” b. Penuntut umum Adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penunuttan dan melaksanakan penetapan hakim.

Tugas Jaksa:

1. Sebagai penuntut umum

2. Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (eksekutor) Dalam tugasnya sebagai penuntut umum, jaksa mempunyai tugas:

1. Melakukan penuntutan;

2.melaksanakan penetapan hakim

Menurut UU No. 5 Tahun 1991 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejasaan Republik Indonesia

Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, kejaksaan mempunyai tugas dalam pasal (2) yang berbunyi:

(1) a. mengadakan penuntutan dalam perkara-perkara pidana pada pengadilan yang berwenang;

b. Menjalankan keputusan dan penetapan hakim pidana.

(2) Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alatr penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam UU Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan.

(3) Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara

(7)

“Kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum”. (Pasal 1 ayat (1))

2.a

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan antara lain:

a. melakukan penuntutan;

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Jadi, tugas dan kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Untuk perkara perdata, pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah juru sita dan panitera dipimpin oleh ketua pengadilan (lihat Pasal 54 ayat [2] UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).

Kemudian, apa kewenangan jaksa di bidang perdata? Hubungan perdata merupakan hubungan antar-anggota masyarakat yang biasanya didasarkan pada perjanjian. Jaksa dapat berperan dalam perkara perdata apabila Negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya dan jaksa diberikan kuasa untuk mewakili. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan yang berbunyi:

“Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.”

(8)

Persepsi antara polisi dan jaksa tentang pra penuntuan sebagaimana yang telah diteliti oleh Topo Santoso dalam bukunya Luhut Pangaribuan tergambar dalam tabel di bawah ini:[10]

N melaksanakan petunjuk dari jaksa dengan benar, sehingga harus berkali-kali bolak-balik membuang waktu.

3. Polisi seharusnya menjadi penyidik utama karena polisilah yang bertanggung jawab terhadap hasil penyidikan.

Jaksa harus ikut serta dalam penyidikan karena menduduki posisi sentral dan yang paling bertanggung jawab di pengadilan.

4. Jaksa sering mengubah isi pasal-pasal tuduhan dari polisi, sehingga melemahkan hasil pemeriksaan polisi, padahal polisi sudah bekerja keras untuk personel polisinya, bukan dengan mengubah sistem yang ada.

Kekurangmampuan polisi harus ditopang dengan sitem yang memberikan proses beracara secara cepat dan tepat.

Apabila permasalahan tersebut berlangsung/dibiarkan terus tanpa ada usaha untuk memperbaikinya maka dengan sendirinya tujuan politik kriminal penegakan hukum pidana masih jauh dari harapan para pencari keadilan, fungsi hukum sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan sebagai kontrol sosial tidak dapat diujudkan, yang berakibat masyarakat para pencari keadilan dan korban tidak merasa dilindungi, masyarakat apatis, bahkan akan cenderung menyelesaikan masalahnya dengan main hakim sendiri. Cara-cara demikian jelas sangat bertentangan dengan tujuan hukum. Dengan demikian ternyata untuk melaksanakan/merealisasikan sistem peradilan yang terpadu tidaklah semudah sebagaimana ditentukan dalam KUHAP.

(9)

Permasalahan kekurangterpaduan dalam tahap proses penyidikan antara penyidik dengan PU sudah lama berlangsung, bahkan dalam berbagai seminar, pertemuan ilmiah, diskusi-diskusi, dan rapat-rapat internal sudah sering dibicaran dan ditawarkan berbagai jalan solusi atau pemecahannya, namun kesalahan yang sama sering terjadi, dengan alasan-alasan yang saling tuding-menuding. Lebih ironis lagi ada satu institusi yang beranggapan bahwa dirinya jauh lebih hebat dari yang lain dan juga ada yang merasa bahwa satu elemen merupakan sub-ordinasi dari elemen yang lain.

Oleh karena itu, usaha-usaha yang perlu diperhatikan agar masalah-masalah yang saya sebutkan di atas dapat diatasi, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Penyidik dari sejak awal hendaknya melakukan koordinasi dengan PU, jangan ketika hendak menyerahkan berkara perkara, sebagaimana yang sering dilakukan oleh penyidik. 2. Penyidik dalam hal menangani kasus-kasus yang berat agar mengundang PU untuk

dilaksanakan gelar perkara atau dilakukan konsultasi melalui sarana komunikasi secara lisan ataupun tertulis.

3. Jika berkas yang dari sejak awal sudah dikonsultasikan dan/atau ikut gelar perkara, penelitian terhadap kelengkapan berkas cukup dilakukan sekali saja oleh PU.

4. Apabila PU beranggapan masih terdapat kekurangan atas kelengkapan berkas yang telah dilimpahkan kepada PU, penyidik dapat melakukan pemeriksaaan tambahan dengan dibantu oleh PU.

Keuntungan dari pemacahan masalah sebagaiman disebutkan di atas sebagai berikut:

1. Menjamin keterbukaan dalam proses dan menghilangkan kecurigaan antara penyidik dengan PU demikian sebaliknya, serta menghilangkan saling menyalahkan.

2. Lebih menjamin kelancaran penyelesaian berkas perkara dan kualitias berkas perkara yang dapat dijadikan sebagai bahan menyusun surat dakwaan.

3. PU dapat mengetahui letak kesulitan yang dialami oleh penyidik dalam melengkapi berkas perkara.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Sefiana (2010) yang diukur menggunakan proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit dapat disimpulkan bahwa ketiga

a) Teks algoritma berisi deskripsi langkah-langkah penyelesaian masalah.Deskripsi tersebut dapat ditulis dalam notasi apapun asalkan mudah dimengerti dan dipahami. b) Tidak

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN GURU DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP AKSEPTABILITAS DAN PEMANFAATAN PUSAT INFORMASI DAN KONSELING (PIK REMAJA )DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI

Robbins (1999) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pengaruh antara pribadi

ekonomi, sosial dan lingkungan Kementerian pariwisata da ekonomi kreatif 2012 4 Tujuan pariwisata berkelanjutan tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu untuk mencapai

Gugatan perwakilan kelompok ( class action ) ha- rus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, dan dengan kepentingan yang

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS efektif diterapkan pada materi Trigonometri di kelas XI IA1 SMAN 8 Banda Aceh

Dokumen ini adalah milik Universitas Iskandarmuda dan TIDAK DIPERBOLEHKAN dengan cara dan alasan apapun dibuat salinannya tanpa seijin Badan Penjaminan Mutu Universitas.. Alamat