Upaya – upaya Efisiensi Belanja Negara
KEBIJAKAN EFISIENSI BELANJA NEGARA
Kebijakan Efisiensi belanja negara mencakup kebijakan penerapan sistem biaya dan pergeseran APBN dalam anggaran pembangunan yang menyangkut upaya-upaya optimalisasi pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan APBN. Upaya-upaya tersebut antara lain:
Penetapan Kebijakan Dasar; Penetapan Asumsi Makro;
Penetapan langkah-langkah perencanaan yang memadai; dan
Penetapan ketentuan pelaksanaan.
Keempat upaya itu harus dilaksanakan secara sinergis dalam rangka menunjang keberhasilan efisiensi. Optimalnya pelaksanaan APBN sangat ditentukan oleh bagaimana pelaksana/pengguna anggaran menetapkan langkah – langkah perencanaan yang memadai dan melibatkan organisasi perencanaan anggaran, melalui kebijakan dalam menerapkan system biaya. Selain itu, pelaksanaan anggaran juga harus menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, antara lain mengenai prinsip-prinsip, organisasi, alur penyusunan anggaran, hal-hal yang dilarang, dan sebagainya.
Pergeseran biaya dalam APBN melalui Keppres No.42 Tahun 2002 dan diputuskan oleh Menteri Keuangan/Kantor Wilayah Ditjen Anggaran. Akan tetapi, pergeseran tidak dapat dilakukan dari:
a. Belanja modal ke belanja penunjang; b. Belanja modal fisik ke nonfisik; dan
c. Pengecualian butir a dan b harus seizing Menteri Keuangan
Pada tanggal 17 September 2002 telah diatur pembatasan jumlah dana uang yang harus dipertanggung jawabkan (UHYD) dan prosedur teknis yang berkaitan dengan hal tersebut seperti dana yang berasal dari pinjaman. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) merupakan salah satu unsur penting dalam pendapatan dan belanja negara . Dalam periode waktu yang panjang, sumber dana PHLN telah dimanfaatkan untuk menutup kekurangan
pembiayaan dari dalam negeri guna kelancaran program-program dan proyek pembangunan nasional.
Pengembangan kebijakan fiskal dengan prinsip disiplin, keadilan, efisiensi dan efektivitas untuk mengurangi ketergantungan dana dari Luar Negeri.
Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk
kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Menyehatkan APBN dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi, pinjaman luar negeri secara bertahap, meningkatkan penerimaan pajak yang adil dan jujur.
1. Hakikat dan Upaya Efisiensi dalam Pelaksanaan APBN/APBD
Hakikat efisiensi dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada dasarnya adalah optimalisasi APBN/APBD menyangkut nilai uang yang meliputi tidak hanya nilai efisien akan tetapi juga ekonomis dan efektif.
Ekonomis merupakan cara kerja yang hemat dan bijaksana setiap tindakan/kebijakan apabila sumber dana yang tersedia dapat memperoleh manfaat dengan kualitas dan kuantitas yang maksimal.
Efisien yaitu aspek manfaat atau hasil yang optimal harus dapat dicapai dengan biaya (cost) yang relatif lebih kecil.
Efektif yaitu hasil yang dicapai dari suatu pengeluaran dana sehingga dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
2. Tahapan Penganggaran APBN
Berkenaan dengan hakikat efisiensi dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD dikaitkan dengan penganggaran, maka efisiensi akan menyangkut pada empat alur tahapan sebagai berikut :
a. Perencanaan; b. Pelaksanaan; c. Perhitungan; d. Penyesuaian; dan
e. Upaya Optimalisasi pada tahapan.
Dari keempat tahapan diatas, maka hakikat efisiensi mencakup kebijakan dalam menerapkan system biaya dan intisari pergeseran dalam anggaran pembangunan akan menyangkut upaya-upaya optimalisasi pada tahapan:
3. Upaya Efisiensi Perencanaan dan Pelaksanaan APBN
Dalam rangka mencapai efisiensi dalam perencanaan dan pelaksanaan APBN, upaya-upaya yang harus dilakukan adalah:
Penetapan kebijakan dasar;
Penetapan asumsi makro;
Penetapan langkah-langkah perencanaan yang memadai;
Penetapan ketentuan – ketentuan pelaksanaan.
a. Penetapan Kebijakan Dasar
Kebijakan fiscal lebih diarahkan kepada:
1. Menyehatkan Anggarn Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi deficit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran; 2. Mengurangi subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap;
3. Meningkatkan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur; 4. Penghematan pengeluaran.
b. Penetapan Langkah-langkah perencanaan yang memadai yaitu:
1. Standarisasi harga satuan;
2. Penggunaan data dasar yang bersumber dari BPS, Departemen/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
3. Penetapan standarisasi perlu dilakukan secara berkala oleh menteri keuangan , pimpinan lembaga, gubernur, bupati/walikotaPenetapan Ketentuan Pelaksanaan APBN/APBD;
4. Bila dijumpai besaran harga pembiayaan kegiatan proyek pada loan agreement atau bagian dari loan agreement yang melebihi HSU, HSPK, dan billing rate, maka yang dipergunakan adalah besaran yang terdapat dalam HSU, HSPK, dan billing rate atau ketentuan lain yang berlaku.
c. Penetapan Ketentuan Pelaksanaan APBN/APBD
Optimalnya pelaksanaan anggaran ditentukan oleh
pelaksana/pengguna anggaran yang di dalamnya diatur mengenai prinsip-prinsip, organisasi, alur penyusunan anggaran, hal-hal yang
dilarang, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan anggaran dan pendapatan Negara acap kali dijumpai bahwa apa yang telah direncanakan, dalam pelaksanaannya dijumpai kesulitan – kesulitan sehingga memerlukan revisi.
Kewenangan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran:
1. Apabila adanya tambahan dana yang bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN);
- Perubahan fungsi kegiatan atau tujuan/sasaran yang akan dicapai;
- Penambahan/pengurangan pagu rupiah murni, baik karena realokasi maupun Anggaran Biaya Tambahan (ABT);
- Penambahan/pengurangan pagu dalam Daftar Isian Proyek Perbantuan – Luar Negeri (DIPP-LN); dan
- Penambahan rupiah murni pendamping.
3. Mengurangi dana pendamping PHLN, termasuk local cost; dan 4. Penambahan dana untuk gaji/upah, honorarium, dan perjalanan
dinas.
Kewenangan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran: 1. Perubahan dana nonpendamping ke dana pendamping;
2. Penambahan/pengurangan bagian proyek/tolok ukur/kegiatan; 3. Penyesuaian terhadap volume kegiatan/sasaran proyek 1 dan 2
sepanjang tidak mengubah tujuan proyek; dan
4. Perubahan karena kesalahan teknis administrasi (angka maupun huruf), atau perubahan KPKN jika lokasi proyek berada dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran setempat.
Ketentuan lain:
1. Pipmpro/bagpro dapat melaksanakan proyek sepanjang telah menerima SK revisi;
2. Keputusan terhadap usul revisi diselesaikan paling lambat dua minggu; dan
3. Usul revisi disertai alasan dan data pendukung yang lengkap.
4. Kebijakan Pemberian Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD)
Fungsi Menteri Keuangan dalam bidang pengeluaran yang dilaksanakan oleh KPKN yaitu:
Menerima tagihan yang digunakan kepada negara atas beban APBN
Meneliti dan menguji keabsahan tagihan
Pengujian Tagihan Negara:
a. Pengujian dari segi Wetmatigheid
Artinya apakah dana yang akan dibebani pengeluaran tersebut cukup tersedia untuk melunasi pinjaman.
b. Pengujian dari segi Rechmatigheid
5. Pedoman Negosiasi Bantuan Luar Negeri
Perencanaan Peminjaman
Menteri Keuangan mengkoordinasikan perencanaan kegiatan yang diperkirakan memerlukan pinjaman luar negeri bersama-sama
menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah yang bertanggung jawab atas pencapaian target perencanaan nasional.
Dalam rangka menyusun perencanaan terhadap pinjaman luar negeri sebagai berikut ;
a. Ketua lembaga pemerintah mengajukan usulan proyek yang akan dibiayai
b. Proyek yang dibiayai seluruh/sebagian dengan hibah luar negeri diajukan langsung kepeda Menkeu
c. Untuk proyek yang dilaksanakan pemerintah daerah/BUMN, usulan proyek diajukan oleh kepala daerah BUMN. Ikatan atau perjanjian luar negeri masing-masing program antara Pemerintah Indonesia dengan pemberi pinjaman tidak perlu disahkan oleh DPR, namun perlu
disampaikan kepada DPR, dan perlu diluruskan bahwa yang berwenang menandatangani pinjaman luar negeri hanya Menkeu.
Sumber Pinjaman Hibah Luar Negeri
Berdasarkan sumbernya, pinjaman luar negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Lembaga multilateral, yaitu lembaga/badan keuangan Internasional baik Indonesia menjadi anggota maupun tidak. Indonessia menjadi salah satu anggotanya meliputi :
1. IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) 2. IDA (International Development Association)
3. IMF (International Monetary Fund) 4. ADB (Asian development Bank)
5. UNDP (United Nations Development Programme) 6. IFAD (International Fund for Agricultural Development) 7. IDB (Islamic Development Bank)
b. Lembaga multilateral yang Indonesia tidak menjadi anggotanya antara lain:
1. NIB 2. EIB
4. Lembaga keuangan lainnya Adalah lembaga keuangan
internasional yang dibentuk baik oleh pemerintah maupun oleh swasta.
Jenis Penjaman Hibah Luar Negeri
Berdasarkan jenisnya, pinjaman luar negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pinjaman Lunak Adalah pinjaman yang dapat berasal lembaga
multilateral maupun negara bilateral yang dananya berasal dari iuran anggota atau dari anggaran negara yang bersangkutan dan ditujukan untuk meningkatkan pembangunan.
b. Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) Adalah pinjaman yang diberikan negara pengekspor dengan jaminan tertentu dari pemerintahnya dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan baik berupa buyer’s credit maupun supplier’s credit.
c. Pinjaman Komersial Adalah pinjaman yang bersumber dari
bank/lembaga keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar uang internasional.
d. Pinjaman Campuran Merupakan campuran antara pinjaman lunak dengan pinjaman kredit ekspor / campuran antara pinjaman lunak dengan pinjaman komersial.
Kesimpulan
Hakikat efisiensi dalam pelaksanaan APBN, pada dasarnya optimalisasi menyangkut nilai uang yang efisien, ekonomis dan efektif. Jika dikaitkan dengan penganggaran maka efisiensi menyangkut empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, perhitungan dan penyesuaian.
Dalam rangka mencapai efisiensi dalam belanja negara upaya yang dilakukan yaitu penetapan kebijakan dasar, asumsi makro, langkah
perencanaan yang memadai, dan ketentuan pelaksanaan.
Kebijakan pemerintah dalam bidang pengeluaran APBN kemudian diimplementasikan oleh Menkeu dalam Keputusan menteri dan