• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - Peraturan KPI Nomor 01 Tahun 2009 tentang Kelembagaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - Peraturan KPI Nomor 01 Tahun 2009 tentang Kelembagaan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 01/P/KPI/05/2009

TENTANG

KELEMBAGAAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA

Menimbang : a. bahwa adanya perkembangan serta dinamika kelembagaan di tingkat pusat dan daerah, maka penguatan kelembagaan yang bersifat internal dan eksternal menjadi satu kebutuhan yang perlu diatur;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran perlu menetapkan peraturan pelaksanaannya; c. bahwa berdasarkan huruf a dan b di atas, perlu dibentuk

peraturan KPI tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

(2)

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja; dan

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2008 tentang Struktur Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah.

Memperhatikan:

a. Keputusan Rapat Koordinasi Nasional II Komisi Penyiaran Indonesia tanggal 1 Desember 2005 di Jakarta; b. Keputusan Rapat Koordinasi Nasional III Komisi

Penyiaran Indonesia tanggal 23 Juli 2006 di Surabaya;

c. Keputusan Rapat Koordinasi Nasional IV Komisi Penyiaran Indonesia tanggal 31 Juli 2007 di Denpasar;

d. Keputusan Rapat Koordinasi Nasional V Komisi Penyiaran Indonesia tanggal 17 Juli 2008 di Batam; dan e. Keputusan Rapat Koordinasi Nasional VI Komisi

Penyiaran Indonesia tanggal 14 Mei 2009 di Solo;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN TENTANG KELEMBAGAAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

(3)

1. Komisi Penyiaran Indonesia selanjutnya disebut KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen, yang terdiri atas KPI Pusat yang dibentuk di tingkat pusat dan berkedudukan di ibukota negara, dan KPI Daerah yang dibentuk di tingkat provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.

2. Anggota KPI adalah seseorang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan ditetapkan oleh Presiden untuk KPI Pusat; atau seseorang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan ditetapkan oleh Gubernur untuk KPI Daerah.

3. Komisioner adalah setiap Anggota KPI terlepas dari jabatan strukturalnya di KPI.

4. Sekretariat KPI adalah kelengkapan kelembagaan sebagai pelaksana tugas dan fungsi kesekretariatan yang merupakan alat perangkat pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada KPI.

5. Sekretaris KPI atau Kepala Sekretariat KPI adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah, atas usulan KPI Pusat atau KPI Daerah, sebagai sekretaris atau kepala sekretariat KPI Pusat atau KPI Daerah. 6. Tenaga Ahli adalah seorang yang memiliki kompetensi dan

kualifikasi tertentu yang ditetapkan oleh KPI sebagai tenaga ahli dengan tugas dan fungsi, antara lain memberi masukan dan pertimbangan sesuai keahliannya tersebut kepada KPI.

7. Asisten Ahli adalah seorang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi tertentu yang ditetapkan oleh seorang Komisioner sebagai asisten ahli dengan tugas dan fungsi, antara lain memberi bantuan sesuai kualifikasinya kepada Komisioner tersebut.

8. Dewan Kehormatan KPI adalah lembaga ad hoc yang dibentuk oleh KPI Pusat atau KPI Daerah dengan tugas dan fungsi utama memberikan rekomendasi sehubungan dengan persoalan pelanggaran tata tertib dan/ atau kode etik oleh Anggota KPI.

9. Anggota Pengganti Antarwaktu adalah calon Anggota KPI yang telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan serta ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi sebagai anggota pengganti antarwaktu sesuai dengan urutan hasil uji kepatutan dan kelayakan, yang akan menggantikan Anggota KPI yang berhalangan tetap atau berhenti sebagai Anggota KPI sebelum berakhirnya masa jabatan menurut peraturan perundang-undangan.

(4)

11. Skorsing adalah pemberhentian sementara seorang atau lebih Anggota KPI dari jabatannya berdasarkan hasil keputusan Rapat Pleno yang menindaklanjuti rekomendasi Dewan Kehormatan KPI terkait dugaan pelanggaran tata tertib oleh Anggota KPI.

BAB II

STRUKTUR KELEMBAGAAN Bagian Pertama

Struktur KPI Pasal 2 (1) Struktur KPI terdiri atas:

a. Ketua KPI;

b. Wakil Ketua KPI; dan c. Anggota KPI.

(2) Penetapan Ketua dan Wakil Ketua KPI diputuskan melalui Rapat Pleno. (3) Hasil penetapan Ketua dan Wakil Ketua KPI sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk KPI Pusat dan kepada Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk KPI Daerah.

(4) Masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua KPI berlaku selama satu periode jabatan.

(5) Penggantian Ketua dan/atau Wakil Ketua KPI dalam satu masa jabatan dapat dilakukan apabila Ketua dan/atau Wakil Ketua tersebut tidak dapat menjalankan tugas yang diamanahkan.

(6) Penggantian Ketua dan/atau Wakil Ketua KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan melalui Rapat Pleno.

Bagian Kedua

Tugas Ketua, Wakil Ketua dan Anggota KPI Pasal 3

(5)

a. melakukan koordinasi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan KPI;

b. mengawasi dan

mengevaluasi kinerja KPI secara keseluruhan;

c. menjaga dan mengingatkan

agar visi dan misi KPI dijalankan secara utuh; dan

d. dalam menjalankan tugasnya

Ketua KPI dapat melimpahkan kewenangannya kepada Wakil Ketua KPI atau salah seorang anggota, jika Wakil Ketua KPI berhalangan.

(2) Wakil Ketua KPI mempunyai tugas sebagai berikut:

a. membantu Ketua KPI dalam mengkoordinasikan seluruh kegiatan KPI; b. melakukan pengawasan terhadap pematuhan tata tertib KPI;

c. menjaga dan mengingatkan agar visi dan misi KPI dijalankan secara utuh; dan

d. apabila Ketua KPI berhalangan tetap, penandatanganan surat, keputusan dan/ atau peraturan dilakukan oleh Wakil Ketua atas nama Ketua KPI.

(4) Anggota KPI mempunyai bidang tugas masing-masing yang terdiri atas:

a. Bidang Pengelolaan Struktur Sistem Penyiaran Indonesia, bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan KPI yang berkaitan dengan:

1. perizinan penyiaran;

2. penjaminan kesempatan masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia;

3. pengaturan infrastruktur penyiaran; dan

4. pembangunan iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;

b. Bidang Pengawasan Isi Penyiaran, bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan KPI yang berkaitan dengan:

(6)

2. pengawasan terhadap pelaksanaan dan penegakan peraturan KPI menyangkut isi penyiaran;

3. pemeliharaan tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; dan

4. menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, kritik, dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran;

c. Bidang Kelembagaan, bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan KPI yang berkaitan dengan:

1. penyusunan, pengelolaan, dan pengembangan lembaga KPI;

2. penyusunan peraturan dan keputusan KPI yang berkaitan dengan kelembagaan;

3. kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat, serta pihak-pihak internasional; dan perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang profesional di bidang penyiaran.

(5) Anggota KPI mempunyai tugas menjalankan tugas Ketua atau Wakil Ketua KPI apabila mendapat pelimpahan kewenangan.

Bagian Ketiga

Tenaga Ahli dan Asisten Ahli Pasal 4

(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPI dapat dibantu oleh Tenaga Ahli sesuai dengan kebutuhan.

(2) Tenaga Ahli, harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh KPI. (3) Secara Administratif Tenaga Ahli dapat diangkat oleh Ketua KPI atau Sekretaris /

Kepala Sekretariat KPI.

(4) Biaya Tenaga Ahli berasal dari APBN untuk KPI Pusat, dan APBD untuk KPI Daerah.

Pasal 5

(1) Setiap Komisioner dapat dibantu oleh seorang Asisten Ahli.

(7)

(3) Secara Administratif Tenaga Ahli dapat diangkat oleh Ketua KPI atau Sekretaris / Kepala Sekretariat KPI.

(4) Biaya Asisten Ahli berasal dari APBN untuk KPI Pusat, dan APBD untuk KPI Daerah.

BAB III KEANGGOTAAN

Bagian Pertama Kewajiban dan Hak

Pasal 6

Kewajiban Komisioner Setiap Komisioner mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan dan integritas KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen;

b. melaksanakan tugas dan wewenang demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara;

c. bertanggung jawab secara konsisten dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang penyiaran;

d. mendorong masyarakat turut serta dalam literasi media penyiaran;

e. tidak menerima imbalan atau hadiah dari pihak manapun secara melawan hukum; f. menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya termasuk hasil rapat yang

dinyatakan sebagai rahasia;

g. menjaga dan melaksanakan putusan KPI melalui Rapat Koordinasi Nasional dan Rapat Pleno KPI; dan

h. bekerja sama dengan Dewan Kehormatan KPI dalam menegakkan kewibawaan dan kredibilitas KPI.

Pasal 7 Hak Komisioner Setiap Komisioner mempunyai hak:

(8)

b. untuk menerima penghasilan dari pihak lain dalam menjalankan tugas KPI, sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

c. untuk membela diri, memberikan jawaban, dan/atau klarifikasi atas teguran yang diberikan oleh Dewan Kehormatan KPI.

Bagian Kedua

Honorarium dan Tunjangan Pasal 8

(1) Anggota KPI menerima honorarium/tunjangan/uang kehormatan atau nama lain yang digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pejabat dan staf sekretariat yang berstatus PNS dan Non-PNS berhak mendapatkan insentif disesuaikan dengan kedudukan dan atau jabatannya (eselonisasi), transpor serta honorarium dari satu kepanitiaan/tim.

(3) Khusus bagi Non-PNS ditambahkan hak honorarium dengan tetap berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Pemilihan dan Penetapan

Pasal 9

(1) Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.

(2) Anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Bagian Keempat Pemberhentian

Pasal 10 (1) Anggota KPI berhenti karena:

(9)

c. mengundurkan diri;

d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

e. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

(2) Apabila anggota KPI berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti antarwaktu sampai habis masa jabatannya.

Bagian Kelima

Tata Cara Penggantian Anggota KPI Pasal 11

Penggantian Anggota Karena Meninggal Dunia

Apabila Anggota KPI meninggal dunia, maka KPI menyampaikan surat pemberitahuan dan permintaan penggantian dengan pengganti anggota antarwaktu kepada Presiden atau Gubernur dengan tembusan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 12

Penggantian Anggota Karena Pengunduran Diri

(1) Anggota KPI yang bermaksud mengundurkan diri harus mengajukan surat kepada Presiden atau Gubernur dan disampaikan dalam Rapat Pleno KPI.

(2) Keputusan mengenai permintaan pengunduran diri dilakukan melalui Rapat Pleno.

Pasal 13

Pemberhentian dan Penggantian Anggota Karena Putusan Pengadilan (1) Apabila terdapat Anggota KPI yang sedang dalam proses pengadilan karena didakwa

melakukan perbuatan pidana atau kejahatan, maka selama proses pemeriksaan tersebut yang bersangkutan dapat diputuskan oleh Rapat Pleno sebagai Anggota KPI non-aktif untuk sementara waktu sampai dengan selesainya proses pengadilan tersebut.

(10)

Pasal 14

Penggantian Karena Tidak Lagi Memenuhi Persyaratan Pasal 10 Undang-Undang Penyiaran

(1) KPI wajib meminta klarifikasi terhadap Anggota KPI yang diduga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

(2) Apabila Anggota KPI sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak lagi memenuhi persyaratan, maka KPI melalui Rapat Pleno memutuskan untuk mengusulkan penggantian.

(3) Bilamana Rapat Pleno memutuskan untuk mengusulkan penggantian Anggota KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka KPI menyampaikan surat pemberitahuan kepada Presiden atau Gubernur dengan tembusan ke Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi perihal berhentinya Anggota KPI yang bersangkutan dan meminta anggota pengganti antarwaktu untuk ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keenam

Tata Cara Penggantian Anggota Karena Berakhirnya Masa Jabatan Pasal 15

(1) Sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan berakhir, KPI Pusat wajib memberitahu Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, dan KPI Daerah wajib memberitahukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Gubernur perihal akan berakhirnya masa jabatan Anggota KPI.

(2) Masa jabatan berakhir dengan ditetapkan/disahkannya Anggota KPI masa jabatan berikutnya.

Pasal 16

Perpanjangan Masa Jabatan

(11)

(2) Apabila belum ada pengesahan anggota baru, anggota lama masih menjalankan tugas dengan tetap diberikan hak-haknya secara penuh sampai terpilihnya anggota baru.

(3) Perpanjangan masa jabatan sebagaimana dimaksud ayat (1) serta-merta berakhir dengan ditetapkan/disahkannya Anggota KPI masa jabatan berikutnya.

Bagian Ketujuh Tata Tertib Keanggotaan

Pasal 17

Anggota KPI wajib menaati tata tertib keanggotaan sebagai berikut:

a. dilarang menerima pemberian apapun (suap) secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kewenangannya selaku Anggota KPI;

b. tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk kepentingan-kepentingan lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. wajib melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangannya dalam Rapat Pleno;

d. dilarang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam operasional, struktur pelaksana dan/atau manajemen di lembaga penyiaran; dan

e. tidak melakukan perbuatan tercela dan/atau melanggar nilai-nilai etika dan moral yang berlaku di masyarakat.

BAB IV

DEWAN KEHORMATAN KPI Bagian Pertama

Pembentukan, Tugas, dan Pembubaran Dewan Kehormatan KPI Pasal 18

(1) Dewan Kehormatan dibentuk oleh Rapat Pleno, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pengaduan mengenai pelanggaran tata tertib KPI, dan Rapat Pleno tidak berhasil menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran tata tertib tersebut.

(12)

(3) Dewan Kehormatan KPI serta-merta bubar setelah Rapat Pleno menerima rekomendasi yang diberikan oleh Dewan Kehormatan KPI berdasarkan tugas yang ditentukan sebelumnya.

Bagian Kedua

Keanggotaan Dewan Kehormatan KPI Pasal 19

(1) Dewan kehormatan KPI terdiri atas 2 (dua) orang anggota KPI (Pusat atau Daerah), ditambah 2 (dua) orang dari Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, ditambah 1 (satu) orang dari Pemerintah atau Pemerintah Provinsi.

(2) Pengisian keanggotaan Dewan Kehormatan KPI dilakukan oleh KPI (Pusat atau Daerah) dengan mengajukan surat permohonan kepada instansi terkait guna meminta nama calon anggota Dewan Kehormatan KPI dalam rangka penanganan kasus terkait.

Bagian Ketiga

Sidang Dewan Kehormatan KPI Pasal 20

(1) Sidang Dewan Kehormatan KPI dilaksanakan di kota tempat kedudukan KPI yang salah satu anggotanya diduga telah melakukan pelanggaran tata tertib, atau di kota lain jika dianggap perlu dan disetujui seluruh anggota Dewan Kehormatan dalam Rapat Dewan Kehormatan.

(2) Dewan Kehormatan KPI bersidang untuk pertama kalinya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak dibentuknya Dewan Kehormatan KPI.

(3) Sidang Dewan Kehormatan dinyatakan kuorum apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah seluruh anggota Dewan Kehormatan KPI.

(4) Sidang Dewan Kehormatan dilakukan atas beban pembiayaan KPI Pusat.

Bagian Keempat

Putusan Sidang Dewan Kehormatan KPI Pasal 21

(13)

(2) Apabila musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil mendapatkan mufakat, maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan pemungutan suara terbanyak.

(3) Hasil pemungutan suara mayoritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima apabila disetujui sekurang-kurangnya lebih dari setengah anggota Dewan Kehormatan KPI yang menghadiri Sidang Dewan Kehormatan KPI.

(4) Putusan Dewan Kehormatan KPI akan menjadi rekomendasi Dewan Kehormatan KPI kepada Rapat Pleno.

(5) Rekomendasi Dewan Kehormatan KPI untuk sanksi yang dapat dijatuhkan Rapat Pleno terkait dengan pelanggaran tata tertib dapat berupa: teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.

BAB V

KESEKRETARIATAN Bagian Pertama

Kedudukan, Tanggung Jawab, Tugas dan Fungsi Pasal 22

Sekretariat KPI merupakan bagian perangkat kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang berkedudukan di tempat kedudukan KPI.

Pasal 23

(1) Sekretariat KPI mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada KPI dalam menyelenggarakan tugas, fungsi dan wewenangnya.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (2), Sekretariat KPI menyelenggarakan fungsi:

a. pemberian dukungan dalam penyusunan rencana dan program serta perancangan peraturan dan administrasi pengaduan;

b. pemberian dukungan administrasi perizinan penyelenggaraan penyiaran dan fasilitas kajian teknologi penyiaran;

c. pemberian dukungan kegiatan hubungan dengan masyarakat dan antarlembaga, pemberdayaan masyarakat serta fasilitasi monitoring siaran; dan

(14)

Bagian Kedua Struktur Sekretariat

Pasal 24

(1) Struktur organisasi Kesekretariatan KPI Pusat ditetapkan dalam Keputusan Menteri.

(2) Struktur organisasi Kesekretariatan KPI Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau Peraturan/Keputusan Gubernur.

(3) Struktur organisasi Kesekretariatan KPI sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) terdiri dari:

a. Sekretaris atau Kepala Sekretariat. b. 4 (empat) Bidang yang meliputi:

1. Bagian Perencanaan Hukum; 2. Bagian Administrasi perizinan; 3. Bagian Komunikasi;

4. Bagian Umum

Bagian Ketiga Pengisian Jabatan

Pasal 25

(1) Pejabat Sekretariat KPI adalah pejabat struktural sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pengisian dan mutasi jabatan Sekretariat KPI Pusat diputuskan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan KPI Pusat.

(1) Pengisian dan mutasi jabatan Sekretariat KPI Daerah diputuskan oleh Gubernur dengan memperhatikan usulan KPI Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 26

(1) Untuk memperkuat kelembagaan KPI, Sekretariat dapat mengusulkan pengisian staf sekretariat dari tenaga PNS ke Departemen.

(2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Sekretariat KPI dapat mengangkat tenaga Non-PNS.

(15)

Bagian Keempat Pembiayaan

Pasal 27

(2) Sekretariat KPI dibiayai oleh APBN untuk KPI Pusat atau APBD untuk KPI Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pembiayaan Sekretariat KPI sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) berkaitan dengan pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPI.

BAB VI

TATA HUBUNGAN KERJA SEKRETARIAT KPI DENGAN KOMISIONER Bagian Pertama

Prinsip, dan Tanggung Jawab Pasal 28

Sekretariat KPI dalam melaksanakan hubungan kerja wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi dengan Komisioner.

Pasal 29

(1) Sekretariat KPI secara teknis operasional bertanggungjawab kepada Ketua KPI. (2) Pertanggungjawaban Sekretariat KPI sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)

wajib disampaikan kepada Komisioner melalui Rapat Pleno.

Bagian Kedua

Tata Hubungan Kerja Dengan Komisioner Pasal 30

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Sekretariat KPI wajib menjalankan tata hubungan kerja dengan Komisioner sebagai berikut:

a. mematuhi dan melaksanakan semua keputusan KPI yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPI;

b. melakukan konsultasi dan koordinasi berkaitan tugas dan fungsi Sekretariat sesuai dengan visi, misi dan kebijakan KPI;

(16)

d. menyampaikan informasi tentang realisasi anggaran dan program kerja melalui Rapat Pleno;

e. menyampaikan informasi dan koordinasi berkaitan dengan pengisian atau perpindahan staf atau pejabat Sekretariat KPI sesuai kebutuhan organisasi KPI; dan

f. menyampaikan informasi dan koordinasi berkaitan dengan penugasan dinas Sekretariat KPI dengan Komisioner bidang tugas terkait.

.

Bagian Ketiga Penilaian Kinerja

Pasal 31

(1) Komisioner melalui Ketua KPI dapat memberikan penilaian kinerja kepada instansi terkait apabila Sekretariat KPI tidak melaksanakan tata hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 30.

(2) Keputusan pemberian penilaian kepada instasi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diputuskan melalui Rapat Pleno.

(3) Sebelum keputusan ditetapkan, Rapat Pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberi kesempatan kepada Sekretariat KPI untuk melakukan klarifikasi terhadap dugaan tidak melaksanakan tata hubungan kerja.

BAB V

RAPAT KELEMBAGAAN Bagian Pertama

Bentuk Rapat, Kuorum, dan Pengambilan Keputusan Pasal 32

(1) Rapat-rapat KPI terdiri atas: a. Rapat Koordinasi Nasional; b. Rapat Pimpinan;

c. Rapat Kerja; dan d. Rapat Pleno.

(17)

(3) Pengambilan keputusan dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat, atau bila tidak tercapai, dilakukan melalui pemungutan suara terbanyak, yakni lebih dari setengah jumlah peserta rapat yang telah memenuhi kuorum tersebut.

Bagian Kedua Rapat Koordinasi Nasional

Pasal 33

(1) Rapat Koordinasi Nasional merupakan forum tingkat nasional yang berfungsi untuk menetapkan Peraturan dan Keputusan berkenaan dengan wewenang, tugas, kewajiban, dan fungsi KPI.

(2) Rapat Koordinasi Nasional yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

(3) Rapat Koordinasi Nasional adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KPI.

(4) Rapat Koordinasi Nasional diselenggarakan oleh KPI Pusat yang dibiayai oleh APBN.

Bagian Ketiga Rapat Pimpinan

Pasal 34

(1) Rapat Pimpinan adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KPI Pusat, Ketua dan/atau Wakil Ketua KPI Daerah, serta Sekretaris atau Kepala Sekeratariat KPI Daerah.

(2) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

(3) Rapat Pimpinan diselenggarakan oleh KPI Pusat dan dibiayai dengan APBN. Bagian Keempat

Rapat Kerja Pasal 35

(1) Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh KPI, baik di tingkat Pusat (Rakernas) dan di tingkat Daerah (Rakerda).

(18)

(3) Rakernas berfungsi untuk menetapkan dan mengevaluasi program kerja KPI secara nasional.

(4) Rakernas diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.

(5) Rakerda diselenggarakan oleh KPI Daerah sebagai tindak lanjut dan implementasi dari hasil-hasil Rakernas.

(6) Rakerda berfungsi menetapkan dan mengevaluasi program kerja KPI Daerah. (7) Rakerda diselenggarakan satu kali dalam satu tahun.

(8) Penyelenggaraan Rakernas dibebankan pada APBN dan Rakerda dibebankan pada APBD.

Bagian Kelima Rapat Pleno

Pasal 36

(1) Rapat Pleno adalah rapat yang diselenggarakan secara berkala dan merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di masing-masing KPI Pusat dan KPI Daerah.

(2) Rapat Pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua KPI atau Anggota KPI yang ditunjuk dan diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan.

Bagian Keenam Status Keputusan Rapat

Pasal 37

(1) Segala keputusan rapat-rapat kelembagaan KPI bersifat mengikat.

(2) Peraturan KPI yang merupakan hasil dari Rakornas bersifat mengikat, baik terhadap KPI Pusat maupun KPI Daerah.

BAB VII

TATA HUBUNGAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH Pasal 38

(19)

diatur lebih lanjut dengan tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) KPI Pusat bertindak sebagai mediator dan fasilitator komunikasi dan koordinasi KPI serta antara KPI dan Pemerintah Pusat.

(3) KPI Pusat bertindak sebagai mediator komunikasi dan koordinasi antara KPI Daerah dan Pemerintah Daerah.

(4) Dalam melaksanakan fungsi, wewenang, tugas, dan kewajibannya, KPI Daerah melakukan koordinasi dengan KPI Pusat.

(5) KPI Pusat dapat melakukan dekonsentrasi anggaran dan kegiatan ke KPI Daerah seluruh Indonesia.

(6) KPI Pusat memfasilitasi terbentuknya Sekretariat KPI Daerah.

(7) Untuk daerah yang belum terbentuk KPI Daerah, segala kewenangan penyiaran ada pada KPI Pusat.

BAB VIII KERJASAMA

Pasal 39

(1) KPI dapat membuat perjanjian atau menjalin kerjasama dengan pihak lain berdasarkan kebutuhan lembaga.

(2) KPI Pusat wajib memberitahu kerjasama yang dijalin dengan pihak lain kepada KPI Daerah, dan KPI Daerah wajib memberitahu kerjasama yang dijalin dengan pihak lain kepada KPI Pusat.

BAB IX SANKSI

Pasal 40

(1) Pelanggaran terhadap tata tertib KPI dikenakan sanksi berupa teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.

(2) Keputusan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Rapat Pleno, baik secara langsung ataupun berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan KPI, yang dibentuk berdasarkan keputusan Rapat Pleno.

BAB X

(20)

Pasal 41

(1) Dengan berlakunya peraturan ini, segala ketentuan tentang kelembagaan yang ada tetap berlaku sepanjang tidak diatur dan tidak bertentangan dengan peraturan ini (2) Segala peraturan dan keputusan yang ditetapkan dalam peraturan ini bersifat

mengikat.

(3) Dengan berlakunya Peraturan ini maka Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia dinyatakan tidak berlaku.

BAB XI PENUTUP

Pasal 42

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 15 Mei 2009

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat,

Referensi

Dokumen terkait

Permensos itu menyebutkan, pedoman rehabilitasi sosial anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) bertujuan

Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi serta jumlah penerimaan PPh pasal 21 wilayah Kabupaten Bone Bolango yang

Tujuan penelitian yaitu untuk Mengetahui penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe TPS pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS pada Kelas VIII SMP

Dari uji stasioner dengan ADF terhadap data curah hujan pada masing-masing event hujan diperoleh bahwa curah hujan dapat bersifat stasioner dan tidak stasioner. Pada uji

Dalam Perpres 68/2011 telah ditetapkan bahwa wilayah sembilan RT (4 RT di Kelurahan Siring, 2 RT di Kelurahan Jatirejo, dan 3 RT di Kelurahan Mindi) termasuk dalam wilayah

Berdasarka hasil pengamatan struktur lapisa batuan di Desa Sandrego yang tampak pada bekas pengerukan tambang pasir tersusun atas batu pasir, batu gamping,

(2008:58) menjelaskan bahwa koordinasi mata -kaki ketika melakukan tendangan adalah sangat penting karena denganm koordinasi yang baik teknik dasar menendang bola akan semakin

Misalkan p adalah sebarang titik di dalam ruang topologi (X, Misalkan p adalah sebarang titik di dalam ruang topologi (X, T).. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa adalah basis lokal