• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 ARIANI

Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang ariani_arin@ymail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self determination dengan keterikatan kerja (work engagement) pada karyawan PT Japfa Comfeed Indonesia Cabang Sidoarjo. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, subjek dalam penelitian ini adalah 100 karyawan PT Japfa Comfeed Indonesia Cabang Sidoarjo yang telah bekerja selama lebih dari dua tahun dan merupakan karyawan tetap. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala pengukuran yaitu skala self determination dan skala work engagement. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment-Pearson dengan bantuan program statistik SPSS 17.0 for Windows dan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara self determination dengan keterikatan kerja (work engagement) pada karyawan PT Japfa Comfeed Indonesia Cabang Sidoarjo. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok usia kerja pada work engagement.

(2)

THE CORRELATION OF SELF DETERMINATION WITH WORK ENGAGEMENT IN EMPLOYEES OF PT JAPFA COMFEED

INDONESIA BRANCH SIDOARJO

ABSTRACT

The research objective is to identify the correlation of self determination and work engagement in employees of PT Japfa Comfeed Indonesia Branch Sidoarjo. Using purposive sampling technique, the subjects included in this research are 100 employees of PT Japfa Comfeed Indonesia Branch Sidoarjo who have been working for more than two years and hold permanent employee status. The data collection method is using two of Likert rating scales, are Self Determination Scale and Work Engagement Scale. The data of research result analyzed by Pearson’s Product Moment Correlation with SPSS 17.0 for Windows and the result shows that there is a positive correlation between self determination and work engagement in employees of PT Japfa Comfeed Indonesia Branch Sidoarjo. The research also indicates that there are significant differences among age group employees in term of work engagement.

(3)

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Perusahaan perlu mengelola sumber daya manusia secara maksimal dalam mendukung persaingan pasar usaha. Isu yang paling mendasar dalam mengelola kualitas sumber daya manusia adalah hubungan perusahaan dengan karyawannya dimana keduanya saling membutuhkan. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, namun mereka juga mencari karyawan yang mampu menginvestasikan diri mereka sendiri untuk terlibat penuh dalam pekerjaan, proaktif dan memiliki komitmen tinggi terhadap standar kualitas kerja (Bakker & Demerouti, 2008). Mereka juga membutuhkan karyawan yang bisa terikat dengan pekerjaannya. Keterikatan kerja (work engagement) merupakan aspek yang meliputi emosi positif dan keterlibatan penuh dalam melakukan pekerjaan (Schaufeli et al., 2002).

Bakker, Schaufeli dan Taris (2008) menyatakan bahwa work engagement merupakan aspek yang meliputi emosi positif, keterlibatan penuh dalam melakukan pekerjaan dan dikarakteristikkan oleh tiga dimensi utama yaitu semangat (vigor), dedikasi (dedication), serta penyerapan terhadap pekerjaan (absortion). Work engagement berkaitan dengan perilaku seseorang untuk mengikatkan diri pada suatu pekerjaan.

(4)

pada lingkungan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya (Demerouti et al., 2001).

Self determination memiliki hubungan dengan personal resources yang mempengaruhi work engagement, karena personal resources merupakan aspek diri yang mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai keinginan dan kemampuan.

Self determination berhubungan dengan bagaimana seseorang bekerja dengan menentukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Seseorang yang memiliki kebebasan dalam menentukan bagaimana ia bekerja sesuai dengan cara yang ia yakini maka ia akan lebih bersemangat, berdedikasi dan merasa absorpsi terhadap pekerjaannya. Hal ini berarti seseorang yang sudah memiliki self determination maka cenderung orang tersebut akan memiliki keterikatan yang tinggi terhadap pekerjaannya.

Setiap dimensi dari self determination yaitu autonomy, competence dan relatedness dapat berhubungan langsung dengan work engagement. Saat seseorang memiliki self determination sehingga mereka akan mencurahkan seluruh usaha mereka untuk pekerjaan, dari hal tersebut cenderung para karyawan yang sudah memiliki self determination akan lebih berkonsentrasi dalam bekerja dan merasa pekerjaan mereka merupakan bagian dari hidup mereka yang tidak terpisahkan.

Asumsi tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meyer dan Gagne (2008), penelitian tersebut menjelaskan bahwa self determination mendukung konsep work engagement. Dalam penelitian tersebut, self determination berkaitan dengan unsur-unsur yang dapat berkontribusi untuk work engagement yaitu vigor

(5)

Self determination merefleksikan otonomi dalam mengawali dan melaksanakan perilaku dan proses kerja, misalnya mengenai pembuatan keputusan tentang metode kerja, kecepatan dan usaha yang dilaksanakan (Spreitzer, 1995).

Ryan dan Deci (2002) menyatakan bahwa self determination berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan mendasar terhadap autonomy, competence dan relatedness. Self determination mempresentasikan tingkatan dimana seseorang merasakan tanggung jawab yang timbal balik untuk tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan, pada perasaan memiliki pilihan dalam memulai dan mengatur perilaku (Spreitzer, 1996). Karyawan yang merasa memiliki self determination tinggi dapat memilih metode terbaik untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam pekerjaannya.

Penelitian yang dilakukan Ryan dan Deci (2000) menunjukkan bahwa kurangnya autonomy, competence dan relatedness mengarah pada kurangnya kinerja dalam bekerja dan mengurangi kesejahteraan psikologis karyawan. Berdasarkan hal yang dikemukakan diatas, terlihat bahwa self determination memiliki hubungan dengan work engagement.

Peneliti berasumsi jika setiap self determination yang dibutuhkan karyawan terpenuhi maka work engagement akan meningkat sehingga karyawan akan tetap bertahan di perusahaan. Menurut teori yang dikemukakan Ryan dan Deci (2000), self determination merupakan kebutuhan psikologis mendasar yang dimiliki oleh seorang karyawan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melalukan sebuah penelitian dangan judul “Hubungan antara Self Determination dengan Keterikatan Kerja (Work Engagement) pada karyawan.”

HIPOTESIS PENELITIAN

1. Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara self determination dan work engagement.

(6)

TINJAUAN PUSTAKA Self Determination

Self determination (deteminasi diri) adalah keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya sendiri (Spreitzer, 1997). Self determination berkaitan dengan kontrol atas cara kerja yang dilakukan oleh karyawan.

Self determination adalah perasaan individu yang berkaitan dengan pilihan dalam mengawali dan mengatur tindakan (Deci et al., 1989). Self determination merefleksikan otonomi dalam mengawali dan melaksanakan perilaku dan proses kerja, misalnya mengenai pembuatan keputusan tentang metode kerja, kecepatan dan usaha yang dilaksanakan (Spreitzer, 1995).

Ryan dan Deci (2002) menyatakan bahwa self determination berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan mendasar terhadap autonomy, competence dan relatedness. Self determination mempresentasikan tingkatan dimana seseorang merasakan tanggung jawab yang timbal balik untuk tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan, pada perasaan memiliki pilihan dalam memulai dan mengatur perilaku (Spreitzer, 1996). Karyawan yang merasa memiliki self determination tinggi dapat memilih metode terbaik untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam pekerjaannya.

Work Engagement

(7)

karyawan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan.

Work engagement merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorpsi atau penyerapan (Schaufeli et. al, 2002). Semangat, mencerminkan kesiapan untuk mengabdikan upaya dalam pekerjaan seseorang, sebuah usaha untuk terus energik saat bekerja dan kecenderungan untuk tetap berusaha dalam menghadapi tugas kesulitan atau kegagalan. Dedikasi mengacu pada identifikasi yang kuat dengan pekerjaan seseorang dan mencakup perasaan antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Dimensi ketiga dari work engagement adalah penyerapan atau Absorbsi. Absorpsi ditandai dimana seseorang menjadi benar-benar tenggelam dalam pekerjaan, dengan waktu tertentu ia akan merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaannya. Beberapa studi telah divalidasi secara empiris oleh kuesioner yang memang untuk mengukur keterlibatan kerja (work engagement), Utrecht Work Engagement Scale (UWES) (Schaufeli et al, 2003;. Schaufeli & Bakker, 2004, Schaufeli, Taris & Rhenen, 2008). Seorang karyawan yang tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan dengan melakukan pekerjaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan dalam menyelesaikan semua penugasannya.

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Variabel independen (bebas) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu self determination, sedangkan variabel dependen (terikat) adalah keterikatan kerja (work engagement).

Subjek penelitian

(8)

Alat Ukur

1. Self Determination

Self determination dalam penelitian ini diukur dengan skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala dibuat berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Deci dan Ryan (2002) dengan dimensi autonomy, competence dan relatedness. Setelah dilakukan uji coba, skala yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 20 aitem dengan nilai corrected item-total correlation yaitu 0,316<rix <0,651 dan nilai reliabilitas sebesar 0,883 berdasarkan Cronbach’s Alpha Correlation. 2. Work Engagement

Skala work engagement yang digunakan dalam penelitian ini adalah Utrecht Work Engagement Scale-9(UWES-9) yang disusun oleh Schaufelli dan Bakker (2003) sebanyak 17 aitem yang terdiri dari dimensi vigor, dedication dan absorption yang telah diadaptasi oleh Widyarini (2012). Setelah dilakukan uji coba, skala work engagement dalam penelitian ini terdiri dari 12 aitem dengan nilai corrected item-total correlation 0,341<rix <0,789 dan nilai reliabilitas sebesar 0,850 berdasarkan Croncbach’s Alpha Correlation.

HASIL

Teknik analisa dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment-pearson dengan pemenuhan uji asumsi klasik. Sebelum dilakukan uji asumsi dan uji hipotesis.

Tabel 1. Uji Asumsi Uji

Asumsi

Uji Normalitas (Kolmogrov-Smirnov) Uji Linearitas (Uji F)

Self determination Work Engagement

(9)

tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti distribusi dari kedua variabel telah menyebar secara normal. Uji linearitas pada penelitian ini dari kedua variabel menghasilkan nilai F sebesar 28,597 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil nilainya dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel self determination memiliki hubungan yang linier dengan variabel work engagement.

Berdasarkan hasil uji asumsi yang telah terpenuhi, maka selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis menggunakan teknik korelasi Product Moment-Pearson untuk mendapatkan nilai korelasi antara kedua variabel penelitian. Hasil korelasi dari kedua variabel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Korelasi Product Moment-Pearson Hubungan Antara Self Determination dengan

Work Engagement pada karyawan

Korelasi Pearson

Sig. r2 0,482 0,000 0,232

Dari tabel 2 diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self determination dan work engagement, dengan r = +0,482, n=100, p < 0,05. Hal ini menunjukkan suatu hubungan positif antara variabel self determination dengan work engagement, yang artinya semakin tinggi self determination karyawan, maka semakin tinggi pula work engagement pada karyawan.

Selain itu, dari tabel 2 juga dapat diketahui bahwa sumbangan efektif variabel self determination dengan work engagement sebesar 23,2% dan sisanya 76,8% berhubungan dengan faktor lain. Sesuai dengan kriteria tingkat hubungan, nilai r sebesar 0,482 berada pada interval koefisien 0,40 – 0,599 (Riduwan, 2009) yang berarti mengindikasikan adanya hubungan dengan kekuatan cukup.

PEMBAHASAN

(10)

0,482 dengan taraf signifikan 0,000. Skor korelasi dengan nilai signifikan dibawah 0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif secara signifikan diantara kedua variabel penelitian. Dari skor tersebut diketahui bahwa semakin tinggi self determination karyawan maka work engagement yang dimiliki karyawan tersebut akan semakin tinggi pula. Hasil analisa secara statistik menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara self determination dengan work engagement pada karyawan PT Japfa Comfeed Indonesia dapat diterima. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Meyer dan Gagne (2008) yaitu self determination mendukung konsep work engagement dan inti motivasi yang dijelaskan dalam self determination dapat digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya work engagement pada karyawan.

Berdasarkan hasil uji korelasi antara kedua variabel yang merujuk pada interval korelasi (Riduwan,2009), maka diketahui bahwa hasil korelasi menghasilkan tingkat hubungan yang cukup dengan tingkat koefisiensi 0,482. Hal ini berarti variabel self determination memiliki hubungan positif dengan variabel work engagement dengan taraf cukup, yang berarti variabel work engagement tidak hanya memiliki hubungan dengan variabel self determination saja, melainkan dengan variabel-variabel lainnya yang tidak diukur dalam penelitian ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai koefisien determinasi variabel self determination kepada work engagement sebesar 23,3% artinya sebagian faktor pembentuk variabel work engagement berhubungan dengan variabel self determination.

(11)

work engagement pada karyawan mereka. Karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi tentunya akan menguntungkan bagi perusahaan karena karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi akan bekerja maksimal untuk perusahaan.

Implikasi dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi manajemen untuk lebih memberikan kebebasan kepada karyawan mereka bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan cara mereka sendiri tanpa harus menunggu perintah dari atasan. Karyawan yang dipercaya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan akan memiliki tanggung jawab yang penuh terhadap apa yang dikerjakannya sehingga dengan sendirinya karyawan tersebut akan lebih mencintai pekerjaan mereka tanpa harus ada paksaan ataupun penghargaan.

KESIMPULAN

Analisa hasil perhitungan korelasi product moment Pearson menunjukkan adanya korelasi positif dan hipotesis peneliti diterima, artinya semakin tinggi self determination karyawan maka semakin tinggi pula work engagement karyawan tersebut. Nilai koefisien determinasi variabel self determination mencapai 23,3% terhadap work engagement pada karyawan. Artinya 23,3% dari varians perubahan yang terjadi pada variabel self determination akan merubah variabel work engagement pula. Sisanya 76,7% berhubungan dengan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

SARAN

(12)

seperti self determination dan sebagainya secara berkala guna memperoleh feedback dari karyawan serta menggunakan hasil survey tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan, hasil survey juga dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja para karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Bakker, A.B., Demerouti, E. (2008). Towards a model of work engagement. Career development international, 13 (3), 209-223.

Bakker, A. B., Schaufeli, W. B., Leiter, M. P., & Taris, T. W. (2008). Work engagement: An emerging concept in occupational health psychology. Work & Stress, 22, 187–200

Deci, E. L., Connell, J. P., & Ryan, R. M. (1989). Self-determination in a work organization. Journal of Applied Psychology, 74, 580-590.

Demerouti, E., Bakker, A.B., Nachreiner, F., & Schaufeli, W.B. (2001). The job demands-resources model of burnout. Journal of Applied Psychology, 86, 499-512.

Hobfoll, S. E., Johnson, R. J., Ennis, N., & Jackson, A. P. (2003). Resource loss, resource gain, and emotional outcomes among inner city women. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 632–643.

May, D. R., Gilson, R. L., & Harter, L. M. (2004). The psychological conditions of meaningfulness, safety and availability and the engagement of the human spirit at work. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77, 11–37.

Meyer, J. P. & Gagné, M. (2008). Employee Engagement From a Self-Determination Theory Perspective. Industrial and Organizational Psychology, 1, 60-62.

Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: Alphabets.

(13)

Schaufeli, W.B., Salanova, M., Gonzales-Roma, V., & Bakker, A.B. (2002). The measurement of Engagement and Burnout: A Two-Sample Confirmatory Factor Analytic Approach. Journal of Happiness Studies, 3, 71-92

Spreitzer, G. M. (1995). Psychological empowerment in the workplace: Dimensions, measurement, and validation. Academy of Management Journal, 38(5), 1442-1466.

Spreitzer, G.M. (1996). "Social structural characteristics of psychological empowerment." Academy of Management Journal 39(2): pp. 483-504. Spreitzer, G.M. (1997). Toward a common ground in defining empowerment.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 4.13 , dapat dilihat pula bahwa grafik antara hasil simulasi dengan hasil dilapangan terdapat selisih nilai effisiensi pada masing-masing kecepatan

Ahmad Dahlan banyak bergaul dengan kelompok Islam kota, maka model pendidikan Muhammadiyah juga dipengaruhi kultur kekotaan saat itu yaitu tidak terlalu alergi

Sehingga dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa di perairan pantai Desa Sehati Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah ditemukan 5 jenis mangrove yaitu

Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa penanggulangan tindak pidana peredaran obat

Geografska imena: Zbornik radova s Prvoga nacionalnog znanstvenog savjetovanja o geografskim imenima, Zadar, 2011, 11–16.. U radu se problematiziraju i sistematiziraju

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data deret waktu 10 tahun dari tahun 2003 sampai tahun 2012 produksi kentang, Luas lahan kentang, luas

Ekstrak etanol dalam pembuatannya dilakukan di laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi UAD. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi dengan pemanasan rendah. Cairan

Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu dengan cara mendapatkan informasi melalui wawancara, observasi non-partisipan