PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN
METODE VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG
BERBEDA DI KABUPATEN BOALEMO
JURNAL
OLEH:
HARIS LADUNTA NIM : 631 411 045
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
LEMBAR PERSETUJUAN
ARTIKEL JURNAL
PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA
DI KABUPATEN BOALEMO
OLEH:
PERTUMBUHAN ALGA LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN METODE VERTIKULTUR PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA
DI KABUPATEN BOALEMO
1.2
Haris Ladunta, 2Hasim, dan 2Yuniarti
1
Haris_bdp2011@mahasiswa.ung.ac.id
2
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Haris Ladunta 2015. Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Kabupaten Boalemo. Skripsi. Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Negeri Gorontalo. Dibawah Bimbingan Hasim Sebagai Pembimbing I dan Yuniarti Koniyo Sebagai Pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan alga laut Kappaphycus alvarezii dengan metode vertikultur pada kedalaman yang berbeda. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Deskriptif dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Biota uji yang digunakan adalah alga laut Kappaphycus alvarezii sebanyak 450 gram. Pemeliharaan berlangsung selama 28 hari. Perlakuan yang digunakan kedalaman yang berbeda, yaitu (A) 25 cm, (B) 60 cm dan (C) 95 cm. Wadah yang digunakan berupa 9 buah kantong dengan ukuran tinggi kantong 30 cm dan diameter kantong 20 cm. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat rata rata pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada perlakuan A (kedalaman 25 cm) sebesar 16,67 gram dan 1,04 %/hari, disusul perlakuan B (kedalaman 60 cm) sebesar 8,33 gram dan 0,57 %/hari dan terendah pada perlakuan C (kedalaman 95 cm) sebesar 6,33 gram dan 0,43 %/hari. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa kualitas air pada lokasi penelitian berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh alga laut Kappaphycus alvarezii
Kata kunci : Kappaphycus alvarezii, Vertikultur, Kedalaman, Pertumbuhan
1.2
I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perdagangan
dunia dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi penyuplai bahan
baku rumput laut bagi negara-negara yang membutuhkan. Produksi rumput laut
Indonesia tahun 2013 adalah sebesar 9,28 juta ton meningkat hampir 3 juta ton
dari sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 6,51 ton (Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, 2014). Peningkatan produksi rumput laut yang demikian tinggi
mencerminkan adanya peluang yang semakin besar di pasar internasional terhadap
rumput laut Indonesia. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan
ialah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii.
Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu spesis yang memiliki
ekonomi penting dan merupakan komoditas ekspor yang saat ini banyak
dibudidayakan oleh masyarakat pesisir karena pelaksanaan budidayanya mudah
dan tidak memerlukan modal investasi yang banyak serta memiliki nilai jual yang
cukup tinggi. Saat ini permintaan pasar akan rumput laut semakin meningkat,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasar diperlukan kesinambungan produksi
rumput laut hasil budidaya dari pengembangan usaha budidaya yang
berkelanjutan (Utojo dkk., 2007).
Metode vertikultur adalah budidaya yang dilakukan secara tegak lurus
dengan mengoptimalkan pemanfaatan perairan-perairan atau kolom air yang
relatif dalam (Aslan, 2011). Metode vertikultur dilakukan dengan mengikatkan
disusun berjajar, selanjutnya (Pong-Masak, 2010) dengan vertikultur juga bisa
memanfaatkan kolom perairan sampai batas kecerahan perairan.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu penyebaran rumput laut yang
ada di Sulawesi, khususnya di Kabupaten Boalemo. Budidaya Kappaphycus
alvarezii banyak dibudidayakan dan sangat diminati oleh petani pembudidaya.
Namun usaha budidaya rumput laut di daerah ini masih belum dikelola secara
optimal, sehingga produksi rumput laut masih rendah. Sehubungan dengan hal
tersebut, untuk meningkatkan produksi rumput laut maka perlu menerapkan suatu
teknologi baru dengan adanya penggunaan kantong dalam pemeliharaan rumput
laut. Bahan jaring dengan mata jaring yang sangat kecil mampu mencegah
masuknya sampah maupun hewan pemangsa adalah prinsip kerja kantong
multifungsi ini (Cahyadi, 2009). Mengingat perlu adanya informasi tentang
kedalaman yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut maka penulis melakukan
penelitian dengan judul “ Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus alvarezii Dengan
Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda Di Kabupaten Boalemo”.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015, di
Perairan Loka Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Desa
Tabulo Selatan, Kecamatan Mananggu, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
Prosedur Penelitian
Bibit yang digunakan dalam penilitian ini adalah bibit alga laut Kappaphycus
alvarezii yang berasal dari sekitar lokasi penelitian setempat dengan berat awal 50
alat dan bahan, metode budidaya yang digunakan yakni metode vertikultur dengan
menggunakan kantong. Pembuatan diawali dengan merangkai tali gantung yang
dilakukan didarat dengan masing-masing panjang tali gantung ± 2 meter. Pada
setiap tali gantung akan memuat 3 gantungan yang akan dibuat pengait pada
masing masing kedalaman guna mengikat kantong dan setiap tali gantung pada
masing masing kedalaman diberikan tanda yang terbuat dari selasban. Kemudian
menyiapkan bibit yang akan digunakan. Bibit alga laut dan kantong yang sudah
disiapkan terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran atau organisme yang
menempel.
Setelah dibersihkan alga laut yang telah tersedia terlebih dahulu ditimbang
dengan berat bibit awal yang sama yaitu 50 gram/kantong sejumlah 450 gram.
Selanjutnya Memasukan bibit alga laut kedalam kantong yang telah disiapkan,
kemudian mengikat kantong alga laut pada tali ris gantung pada kedalaman 25
cm, 60 cm dan 95 cm, yang sebelumnya pada tali ris gantung tersebut pada
masing masing kedalaman telah tanda pengait untuk mengikat kantong, dimana
masing masing tali ris gantung diikatkan pemberat yang terbuat dari botol agua
ukuran 500 ml yang berisi batu batu kecil. Mengikatkan tali ris gantung pada tali
ris bentang dengan jarak masing-masing tali ris gantung 50 cm, selanjutnya
mengikatkan pelampung berupa botol aqua yang berukuran 500 ml pada tali ris
bentang. Pengontrolan alga laut dilakukan seminggu tiga kali yaitu dengan cara
membersihkan kantong, botol (pelampung), tali gantung serta tali bentang.
Sedangkan untuk pengukuran pengambilan sampling berat bibit dan kualitas air
Variabel yang diamati
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah pertumbuhan mutlak, laju
pertumbuhan spesifik, pertumbuhan rata rata setiap minggu serta pengukuran
kualitas air.
A.Pertumbuhan Mutlak
Untuk menghitung pertumbuhan mutlak menurut Basyari et al., (1987)
dalam Faisal dkk., (2012) sebagai berikut
Keterangan :
G : Pertumbuhan mutlak (g)
Wt : Berat pada akhir penelitian (g)
Wo: Berat pada awal penelitian (g)
B.Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)
Menurut Dawes dkk., (1994) dalam Syahlun (2012), perhitungan laju
pertumbuhan spesifik menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
SGR : Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
Wt : Bobot Rumput Laut Pada Waktu t (g)
W0 : Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t : Periode Waktu Penelitian (hari) lnWt – lnW0
SGR= --- x 100% t
C. Pertumbuhan Rata-Rata Setiap Minggu
Pertumbuhan mingguan diamati dengan cara merata-ratakan setiap
perlakuan kemudian membuatnya kedalam grafik garis hingga tampak perubahan
pertumbuhan setiap minggunya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan Mutlak alga laut Kappaphycus alvarezii pemeliharaan
selama 28 hari dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut :
. Gambar 1. Pertumbuhan Berat Mutlak Alga Laut Kappaphycus
alvarezii Setiap Perlakuan
Penanaman alga laut menggunakan kantong dengan metode vertikultur
pada kedalaman 25 cm akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kedalaman
60 dan 95 cm, karena pada kedalaman 25 cm alga laut dapat memanfaatkan sinar
matahari lebih optimal sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan dapat
membantu alga laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrient, hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan Santika (1985) dalam Novalina dkk., (2010) bahwa
peningkatan fotosintesis dapat meningkatkan kemampuan alga laut untuk
bahwa cahaya matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh alga
laut. Selain itu pada kedalaman 25 cm masih terjadi pergerakan arus dan
gelombang yang optimal untuk pertumbuhan alga laut Kapphaphycus alvarezii
sehingga memiliki peluang yang cukup besar dalam penyerapan unsur hara, selain
itu pergerakan air juga dapat membersihkan alga laut dari kotoran yang menempel
sehingga tidak menghalangi proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mubarak (1982) dalam Novalina dkk., (2010) pergerakan air yang diakibatkan
arus dan gelombang permukaan sangat membantu dalam mendistribusikan unsur
hara dan fisika kimia air lainnya baik secara horisontal maupun vertikal dalam
suatu wilayah perairan.
B. Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik alga laut Kappaphycus alvarezii selama 28 hari
pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2. Laju Pertumbuhan Spesifik Alga Laut Kappaphycus alvarezi Setiap Perlakuan
Perlakuan kedalaman alga laut Kappaphycus alvarezii menggunakan
kantong dengan metode vertikultur menunjukkan rata rata laju pertumbuhan
spesifik yang berbeda, Rata rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh
0.57%/hari dan terendah pada perlakuan C sebesar 0,43 %/hari. Hal ini
dikarenkan adanya perbedaan penetrasi cahaya matahari yang diterima oleh setiap
kedalaman sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda dengan
kemampuan masing-masing dalam pertumbuhannya. Hal ini sesuai pendapat
Novalina dkk., (2010) menyatakan bahwa setiap perlakuan kedalaman mempunyai
kesempatan untuk memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang berbeda
sehingga pertumbuhannya juga berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.
Pertumbuhan juga disebabkan adanya pergerakan arus dan ombak. Pada
kedalaman 25 cm dan 60 cm masih terjadi pergerakan arus dan ombak yang
membawa unsur hara untuk pertumbuhan alga laut dibandingkan dengan
kedalaman 95 cm pergerakan airnya sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Serdiati dan Widiastuti (2010) dalam Syahlun dkk., (2012) alga laut yang ditanam
terlalu dalam pergerakan airnya kurang sehingga menyebabkan proses masuknya
nutrient ke dalam sel-sel tanaman dan keluarnya sisa-sisa metabolisme terhambat
serta tertutupnya thallus oleh lumpur yang mengakibatkan terhalangnya proses
fotosintesis sehingga pertumbuhannya menjadi lambat.
Secara umum nilai laju pertumbuhan spesifik hasil penelitian kurang dari
3%/hari, hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan alga laut kurang optimum,
dimana laju pertumbuhan rumput laut semakin menurun seiring bertambahnya
kedalaman perairan. Hal ini sesuai dengan Iksan (2005) dalam Mamang (2008)
bahwa laju pertumbuhan bobot rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan
C.Pertumbuhan Berat Setiap Minggu
Hasil pengukuran pertumbuhan berat rata- rata setiap minggu alga laut
Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut :
Gambar 3. Pertumbuhan Berat Rata Rata alga laut Kappaphycus alvarezii Setiap Minggu
Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa pertumbuhan berat alga
laut Kappaphycus alvarezii pada minggu pertama dan kedua pada semua
perlakuan kedalaman mengalami peningkatan pertambahan berat yang tidak jauh
berbeda, hal ini dikarenakan ketersediaan nutrien dalam kolom perairan relatif
berdistribusi homogen, sehingga peluang bibit alga laut dalam memperoleh
nutrien juga relatif sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyahoro dan
Mappiratu (2009) dalam Rujiman dkk.,(2012) alga laut yang memperoleh nutrien
yang banyak akan mempercepat pertumbuhannya. Pertumbuhan alga laut
minggu ketiga pada perlakuan kedalaman 95 cm terjadi penurunan pertumbuhan.
Hal ini dikarenakan adanya penempelan lumut dan teritip dikantong alga laut
Pertumbuhan Berat Rata Rata setiap Minggu
yang lebih banyak dibandingkan dengan kedalaman 25 cm dan 60 cm, akibat yang
ditimbulkan yaitu terjadi penutupan kantong sehingga akan menghalangi penetrasi
cahaya matahari yang dibutuhkan oleh rumput laut untuk fotosintesis, hal ini
sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih (1991) Soenardjo (2004) bahwa
lumut dan epifit yang menempel pada tumbuhan alga laut atau pada jaring
kantong dapat menghambat penetrasi cahaya matahari. Selain penepelan lumut
dan teritip penurunan pertumbuhan alga laut pada minggu ketiga juga disebabkan
mulai terkenanya penyakit ice ice pada alga laut yang dipelihara, sehingga
pertumbuhan alga laut menurun. Penyakit ini juga berlangsung sampai minggu
keempat, dimana perlakuan kedalaman 60 cm dan 95 cm yang terkena penyakit
ice ice. Kondisi ini disebabkan karena adanya perubahan lingkungan yang
ekstrem yang ditandai dengan adanya perubahan cuaca yang berubah ubah pada
minggu keempat sehingga tidak mampu ditolerir oleh rumput laut yang
menyebabkan rumput laut terkena penyakit ice ice, akibatnya rumput laut menjadi
lemah atau tidak sehat, hal ini sesuai dengan pernyataan Syahlun, dkk., (2012)
adanya penyakit ice-ice ini diduga berkaitan dengan adanya perubahan kondisi
yang cukup lama dan tidak sesuai untuk pertumbuhan rumput laut, kondisi
tersebut berkaitan dengan curah hujan yang tinggi.
D.Kualitas Air
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian menunjukkan bahwa
kisaran yang diperolah masih pada kriteria kualitas air yang baik untuk
pertumbuhan alga laut Kappaphycus alvarezii. Kisaran kualitas air selama
Tabel 1. Kisaran Hasil Pengukuran Kualitas Air
No Parameter Kisaran Hasil
Pengukuran Parameter Yang Sesuai 1 Suhu (0C) 29,8 – 31 26-320C (BSNI, 2010)
2 DO (mg/l) 4,2 - 5,4 2 - 4 atau lebih dari 4 (khasanah, 2013) 3 Salinitas (ppt) 31 – 35 28-35 ppt (DKP, 2006)
4 pH 7,5 - 8,1 7,3-8,2
(Indriani dan Sumiarsih, 2001)
5 Kec Arus (cm/detik) 21,25 - 25,97 20-40 cm/detik (Sulma dan Manoppo, 2008)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus
alvarezii Dengan Metode Vertikultur Pada Kedalaman Yang Berbeda dapat
disimpulkan bahwa:
1. Perbedaan kedalaman rumput laut yang dipelihara dengan metode
vertikultur menunujukan pola pertumbuhan Kappaphycus alvarezii yang
cenderung berbeda.
2. Kedalaman 25 cm menghasilkan pertumbuhan mutlak dan laju
petumbuhan spesifik yang terbaik yaitu 16,67 gram dan 1,04 %/hari .
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diajukan yakni :
1. Perlu dilakukan penelitian yang sama pada musim dan waktu yang
berbeda ditempat yang sama maupun pada lokasi yang berbeda guna
mendapatkan musim tanam yang baik untuk pertumbuhan Kappaphycus
alvarezii.
2. Pada masa yang akan datang ketelitian dalam penimbangan pengukuran
berat perlu diperhatikan, ketidaktelitian dalam pengukuran akan
menghasilkan data yang tidak valid.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L.M, 2011. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Budidaya Perikanan Tanggal 22 Januari 2011. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari. 50 Hlm.
Badan Standar Naisional Indonesia, 2010. Produksi Rumput Laut (Euchema cottoni). Badan Standar Nasional Indonesia. Bandung.
Cahyadi, A. 2009. Kantong Rumput Laut. Media Masa Jakarta. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014. Produksi Rumput Laut Indonesia. Ditjen Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2014. Produksi Rumput Laut Indonesia. Ditjen Perikanan. Jakarta.
Faisal, L. O., Patadjai, R. S., dan Yusniani. 2012. Pertumbuhan Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dan Ikan Baronang (Siganus guttatus) yang Dibudidayakan Bersama di Keramba Tancap. Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo.
Indriani, H dan Suminarsih, E. 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Lokasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Jurnal. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Mamang. N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Eucheuma cattonii Dengan Perlakuan Asal Thallus Terhadap Bobot Bibit Di Perairan Lakeba, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Jurnal. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Novalina, S., Widiastuti. M. I.,2010. Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Laut
Eucheuma cottonii Pada Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Jurnal. Media Litbang Sulteng III.
Rujiman, L. O. M., Aslan, L. O. M., dan Sabilu, K. 2012. Pengaruh Jarak Tali Gantung dan Jarak Tanam yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Hijau Melalui Seleksi Klon Dengan Menggunakan Metode Vertikultur (Periode I - III). Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo. Kendari
Soenardjo, N. 2004. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse)Dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.
Sulma, S., dan Manoppo, A. 2008. Kesesuaian Fisik Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut di Perairan Bali Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN. PIT MAPIN XVII, Bandung. 10 hlm.
Syahlun, Rahman, A., dan Rusliani. 2012. Uji Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur. Jurnal. Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo. Kendari.