ESSAY BLOK II
TOPIK : Keterkaitan antar Bidang Studi (B.S) Hukum dan HAM dengan B.S Hankam.
NAMA : ZULKARNAIN, Kelompok : E, No. Urut : 82
JUDUL : Penegakan Supremasi Hukum Guna Memantapkan
Situasi dan Kondisi Kamtibmas Dalam Rangka Pemilu 2014.
A. Pendahuluan
1. Umum
Secara konstitusional Negara Indonesia tegas dikatakan adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum atau “rule of law” bilamana aturan hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair play) dalam peneyelenggaraan pemerintahan negara, terutama dalam memelihara ketertiban dan perlindungan terhadap hak-hak warganya. Secara teori
hukum John Lock dalam bukunya Second Tratise of Government
menguraikan minimal ada tiga unsur bagi suatu negara dikatakan negara berdasarkan hukum, yaitu :
a. Adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat
dapat menikmati hak asasi dengan damai.
b. Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang
timbul dibidang pemerintah atau antar pemerintah.
c. Adanya badan yang tersedia atau diadakan untuk menyelesaikan
sengketa yang timbul diantara sesama anggota masyarakat.1
Konsep ini menunjukkan bahwa bagi setiap negara yang menyatakan sebagai negara hukum haruslah mutlak sifatnya menghormati dan menjalankan supremasi hukum. Apa yang dimaksud dengan supremasi hukum. Dalam referensi dikatakan supremasi hukum adalah gabungan kata
supremasi dan hukum yang berasal dari kata bahasa Inggris supremacy
1 ______, http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-supremasi-hukum-dan.html,
dan law, sehingga menjadi “supremacy of law”. Supremacy dapat diartikan “higest in degree or higest rank”, artinya berada pada tingkatan atau peringkat tertinggi atau juga “higest of authority” atau kekuasaan tertinggi.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (2002), supremasi hukum merupakan
upaya untuk menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun, termasuk oleh penyelenggara negara. Oleh
Carles Hermawan kiat ini disebut memposisikan hukum menjadi komando atau panglima (2003) , dan kemudian ia menjadi lebih populer supremasi hukum sama dengan menjadikan hukum sebagai panglima. Rumusan sederhana dari supremasi hukum adalah “pengakuan dan penghormatan
tentang superioritas hukum sebagai aturan main (rule of game) dalam
seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bernegara, berperintah dan
bermasyarakat yang dilakukan dengan jujur (fair play) transparan dan
akuntabel.”
Lebih lanjut perlu dikemukakan bahwa betapa pentingnya penegakan supremasi hukum ini dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat khususnya jika dikaitkan dengan upaya mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka Pemilu 2014. Hal ini
dapat dilihat dari fungsi dan keberadaan hukum itu sendiri, yaitu (1) Law as
a tool of social control, sebagai alat kontrol sosial. (2) Law as a tool social engineering, sebagai alat untuk merekayasa masyarakat. (3) Law as facilitation of social, sebagai fasilitas berinteraksinya berbagai interaksi
sosial. (4) Law as a conflict social, sebagai jalan keluar atau penyelesaian
konflik sosial. dan (5) Law as a recruitment of emantipation, sebagai cara
untuk memahami berbagai perbedaan atau pihak-pihak lain.2
Dalam tulisan ini juga dikemukakan teori akutualisasi hukum yang
dikemukakan oleh Lawrance M. Friedman yang menyatakan bahwa
keberhasilan penegakan supremasi hukum mensyaratkan berfungsinya
semua komponen sistem hukum. Sistem hukum menurut Friedman ini ada
tiga, yaitu: (1) Struktur Hukum, merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan (statis), bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan instansi penegak hukum atau aparat penegak hukum. (2) Substansi hukum, merupakan aturan-aturan atau norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem, termasuk produk yang dihasilkan oleh orang-orang yang ada dalam sitem hukum itu mencakup keputusan yang mereka lakukan atau aturan baru yang mereka susun. Jadi disini juga merupakan materi atau isi dari peraturan perundang-undangan tersebut. (3) Budaya hukum, merupakan gagasan, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat tentang hukum, jadi disini melihat bagaimana budaya hukum masyarakat apakah patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Di Indonesia struktur hukum ini adalah (1) Kehakiman, yang diatur berdasarkan kepada UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. (2) Kejaksaan, yang diatur berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. (3) Kepolisian, yang diatur berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri dan (4) Advokat, yang diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Secara khusus dalam penyelenggaraan Pemilu tentu saja adalah Bawaslu karena diberikan kewenangan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan khususnya pelanggaran administratif dengan mengkedepankan musyawarah dan mufakat.
Dari beberapa pandangan di atas maka pokok permasalahan dalam
essay blok II ini adalah : Bagaimana penegakan supremasi hukum guna
memantapkan situasi dan kondisi kamtibmas dalam rangka kesuksesan Pemilu 2014 ?.
2. Maksud dan tujuan
keterbukaan, proporsionlitas, profesionalitras, akuntabilitas, efisien dan sefektif.
3. Ruang lingkup dan tata urut
Ruang lingkup essay blok ini dibatasi pada penegakan supremasi hukum khususnya undang-undang Penyelenggaraan Pemilu (UU No. 15 Tahun 2011), undang-undang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD (UU No. 8 Tahun 2012) dan undang-undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (UU No. 42 Tahun 2008) guna menciptakan situasi dan kondisi kamtibmas yang kondusif dalam rangka Pemilu 2014 dengan tata urut penulisan sebagai berikut :
a. Pendahuluan, berisikan tentang gambaran umum sebagai latar belakang judul, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan tata urut, serta beberapa pengertian.
b. Pembahasan; menguraikan beberapa fakta yang didukung oleh data aktual penegakan hukum khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu yang dikaitkan dengan teori, serta gagasan-gagasan penulis tentang bagaimana penegakan hukum khususnya UU Pemilu oleh para aparat penegak hukum dalam hal ini Bawaslu, Polri, Kejaksaan dan Mahkamah Agung untuk mewujudkan Pemilu 2014 yang aman dan sukses.
c. Penutup; berisikan inti pemikiran penulis dari pembahasan sebagai jawaban atas judul yang ditentukan dan saran sebagaimana yang dimintakan dalam TOR Esay Blok II.
4. Pengertian
a. Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. 3
b. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, adalah
3 Lembaran Negara R.I Tahun 2012 Nomor 117, UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu
Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4
c. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.5
d. Penyelenggara Pemilu, adalah lembaga yang penyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, serta untuk memilih gubernur,
bupati, dan walikota secara demokratis.6
e. Tindak pidana Pemilu, adalah tindak pidana pelanggaran dan/ atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD. 7
f. Keamanan dan ketertiban masyarakat, adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala
4 Ibid, Pasal 1 ayat (2).
5 Lembaran Negara R.I Tahun 2011 Nomor 101, UU No. 15 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Pemilu, Pasal 1 ayat (3).
6 Ibid, Pasal 1 ayat (5).
7 Lembaran Negara R.I Tahun 2012 Nomor 117, UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu
bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang
dapat meresahkan masyarakat.8
B. Pembahasan
1. Gambaran Penegakan Supremasi Hukum Secara Umum dan Penyelenggaraan Pemilu.
Bagaimana kondisi penegakan supremasi hukum secara umum saat ini. Berdasarkan literatur angka kuantitas yang mencerminkan penegakan hukum dapat dilihat dari data-data di aparat penegak hukum seperti di lingkungan Polri, misalnya seberapa besar jumlah kejahatan dan penyelesaiannya, bagaimana hasil penelitian tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri sebagai salah satu aparat penegak hukum dan lain-lain. Akan tetapi secara kualitas, dapat dilihat dari penuturan beberapa pakar maupun pejabat dibidang hukum sendiri, misalnya :
a. Wahyudin H. Hufron, mengatakan bahwa penegakan supremasi hukum di Indonesia ini semua sudah mahfum dan bukan rahasia umum lagi bahwa kondisinya merupakan barang yang langka dan mahal harganya, artinya penegakan supremasi hukum masih payah dan bahkan terindikasi pada titik nadir (2008).
b. Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan bahwa kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini ditenggarai mendekati titik nadir, telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun dunia internasional. Proses penegakan supremasi hukum acapkali dipandang bersifat diskriminatif, inkonstitusional dan mengkedepankan kepentingan kelompok tertentu (2008).
c. Hikmahanto (2006) mengatakan terdapat sekurang-kurangnya ada lima hal mengapa hukum di Indonesia sulit ditegakkan, dengan kata lain penegekan supremasi hukum di Indonesia sukar ditegakkan dikarenakan :
1) Aparat penegak hukum terbawa sangkaan dan
dakwaan korupsi atau suap.
2) Mafia peradilan masih marak dituduhkan.
8 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, Tentang UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri,
3) Hukum seolah dapat dimainkan, dipelintir bahkan berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial tertentu.
4) Penegakan hukum lemah dan telah kehilangan
kepercayaan dari masyarakat.
5) Masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan
proses peradilan jalanan.
Tabel : 1
DATA KRIMINALITAS PER 4 JENIS KEJAHATAN TAHUN 2005-2009
NO JENIS KEJAHATAN JTP 2005 PTP JTP 2006 PTP JTP 2007 PTP JTP 2008 PTP JTP 2009 PTP
I. KEJAHATAN KONVENSIONAL
1 CURAT 34.270 15.180 43.135 20.678 45.089 23.929 48.130 21.796 48.347 23.067 2 CURAS 7.671 2.714 9.951 4.091 10.140 4.110 7.473 3.706 11.141 4.529 3 CURANMOR 45.316 2.637 30.615 3.642 32.042 4.467 19.304 4.092 39.673 5.510 4 ANIRAT 13.368 8.089 17.808 10.750 18.799 11.965 14.250 9.967 16.893 11.572 5 PERJUDIAN 11.329 11.141 10.258 10.274 10.911 10.091 9.770 8.834 12.825 13.347 6 PENIPUAN 19.051 8.314 20.207 6.446 19.686 7.824 19.787 8.792 27.276 11.728 7 PENGGELAPAN 13.326 5.920 16.524 7.770 17.281 7.918 13.893 7.651 17.847 9.395 8 PERUSAKAN 4.522 2.099 5.272 2.591 5.499 2.682 5.448 2.650 6.224 3.134 9 PERAS & ANCAM 3.749 1.843 4.816 2.266 4.438 2.741 4.099 2.587 5.537 3.176
10 PEMBUNUHAN 1.102 859 1.299 1.080 1.236 948 1.081 769 1.228 945
11 KEBAKARAN / PEMBAKARAN 3.085 1.031 3.107 2.451 2.508 1.552 2.505 1.622 2.683 1.738 12 PERKOSAAN 1.754 1.227 2.099 1.419 2.224 1.443 1.976 1.878 2.115 1.483
13 PALSU SURAT 1.603 798 1.985 729 2.003 953 1.902 874 2.629 1.425
14 PENCULIKAN 256 125 412 208 275 142 514 144 268 157
15 UANG PALSU 186 154 360 310 273 244 272 221 367 310
16 LAIN-LAIN - - - 119.501 72.480
JUMLAH 160.588 62.131 167.848 74.705 172.404 81.009 150.404 75.583 314.554 163.996
% PROSENTASE PTP 38,69 44,51 46,99 50,25 52,14
II. KEJAHATAN TRANS NASIONAL
1 NARKOBA 3.379 3.445 9.254 8.647 16.822 17.104 12.826 12.213 25.137 23.204
2 MONEY LAUNDRING 7 11 4 1 0 0 0 0 13 13
JUMLAH 3.441 3.471 9.331 8.702 17.289 17.436 13.148 12.447 25.685 23.617
% PROSENTASE PTP 100,87 93,26 100,85 94,67 91,95
III. KEJAHATAN THDP KEKAYAAN NEGARA
1 KORUPSI 160 92 322 107 228 159 371 188 436 175
2 ILEGAL LOGGING 2.706 2.117 3.711 2.407 3.382 2.827 2.387 1.856 2.934 2.570
3 ILEGAL FISHING 51 19 57 38 157 101 116 106 102 90
4 ILEGAL MINING 38 26 45 32 247 221 140 138 227 232
5 LINGKUNGAN HIDUP 30 17 24 32 109 84 17 9 33 31
6 FISKAL 14 10 21 16 81 45 3 3 1 1
7 BBM - - 206 158 168 134 689 630 552 573
8 PENYELUNDUPAN 153 109 41 48 26 24 16 10 33 20
JUMLAH 3.152 2.390 4.427 2.838 4.398 3.595 3.739 2.940 4.318 3.692
% PROSENTASE PTP 75,82 64,11 81,74 78,63 85,50
IV. KEJAHATAN IMPLIKASI KONTIJENSI
1 KERUSUHAN MASA 147 95 273 69 1.471 449 9 9 9 9
2 KONFLIK ETNIS 0 0 0 0 10 10 0 0 0 0
3 SEPARATISME 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0
JUMLAH 147 95 273 69 1.486 464 9 9 9 9
% PROSENTASE PTP 64,63 25,27 31,22 100,00 100,00
TOTAL JTP-PTP 4 JENIS
KEJAHATAN 167.328 68.087 181.879 86.314 194.091 102.040 167.291 90.970 344.566 191.314
% PROSENTASE PTP 40,69 47,46 52,57 54,38 55,52
Sumber : Bareskrim Polri.
menunjukkan bagaimana hukum ditegakan di negara ini, walaupun tentu saja masih banyak persoalan-persoalan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sehingga masih banyak persoalan-persoalan dengan aparat penegak hukum atau secara struktur.
Secara khusus masalah penyelenggaraan Pemilu atau tindak pidana Pemilu dapat dilihat data pada Pemilu tahun 2009 yang lalu melalui pemberitaan media massa. Misalnya media online VivaNews memberitakan bahwa Bawaslu menutup laporan pelanggran Pemilu legislatif 2009 sebanyak 758 kasus, dengan perincian 496 kasus administrasi, 96 kasus pelanggaran pidana dan 166 kasus lain-lain. pelanggaran administrasi antara lain surat suara terbuka, pemilih mencontreng meski tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), Panitia Pemungutan Suara tidak mengumumkan dan menempelkan DPT atau segel kertas suara sudah terbuka sebelum sampai tempat pemungutan suara. Sedangkan perbuatan pidana Pemilu antara lain sengaja menggunakan kekerasan kepada pemilih untuk mencontreng partai atau calon anggota legislatif tertentu dan politik uang. Pemberitaan lain tentang penegakan hukum Pemilu ini misalnya adalah pemberitaan di Kompas.com yang isinya “Bawaslu : Polri Tolak Laporan Pelanggaran Pemilu”, yang beritanya antara lain Polri menolak laporan pelanggaran Pemilu oleh KPU yang diajukan Bawaslu karena kurang bukti.
Berdasarkan data di atas menjadikan hukum sebagai panglima atau penegakan supremasi hukum adalah sebagai suatu keharusan dalam upaya menciptakan situasi dan kondisi kamtibmas dalam rangka Pemilu 2014. Jika hukum dapat ditegakkan maka hukum dapat menjadi alat kontrol sosial dan menjadi jalan keluar dalam penyelesaian berbagai konflik, lebih-lebih dalam Pemilu yang syarta dan memiliki potensi terjadinya konflik karena memang adanya perbedaan dalam memperebutkan atau berkompetisi memperebutkan “kursi” kekuasaan. Disini hukum sangatlah dibutuhkan, sesuai dengan fungsi dari pada hukum itu sendiri sebagai alat untuk memahami berbagai perbedaan atau memahami pihak-pihak lain.
Seperti disinggung di atas Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 yang akan datang sudah ada peraturan perundang-undangan yang baru yaitu UU No. 8 Tahun 2012 yang disahkan oleh Presiden R.I pada tanggal 11 Mei 2012 dan dimasukkan dalam Lembaran Negara R.I Tahun 2012 Nomor 117. UU ini terdiri dari 328 pasal dan 25 bab. Untuk ketentuan pidana dalam UU ini diatur dalam Bab 22 yang dimulai dari pasal 273-321 atau sebanyak 49 pasal dan dibagi dalam dua bagian, yaitu pelanggaran (pasal 273-291) dan kejahatan (pasal 292-321). Sedangkan untuk pelanggaran administrasi Pemilu diatur dalam pasal 253 yaitu pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dengan pelanggaran kode etik. Penyelesaiannya adalah Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten dan Kota untuk membuat rekomendasi atas hasil kajian dan kemudian KPU, KPU Provinsi, Kabupaten dan Kota wajib menindak lanjuti rekomendasi tersebut. Kemudian KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/ Kota tersebut sesuai dengan tingkatannya. Masing-masing KPU harus sudah memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima rekomendasi dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/ Kota tersebut.
Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud tidak dapat diselesaikan, para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara (PTUN).
Lebih lanjut untuk menyelesaikan berbagai persoalan khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran ini dibentuk forum yang disebut dengan Sentra Pengakan Hukum Terpadu (sesuai pasal 267 UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD). Sentra Gakkumdu ini sebagai wadah menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu dari para aparat penegak hukumnya yaitu Bawaslu, Polri dan Kejagung. Pembentukan Sentra Gakkumdu ini sebagaimana diamanatkan dalam UU diatur berdasarkan kesepakatan bersama antara Kapolri, Kejagung dan Ketua Bawaslu. Dalam prakteknya diharapkan apabila ada laporan atau pengaduan tentang tindak pidana Pemilu sudah secara dini didiskusikan diantara Penyidik Polri, Jaksa PU dan Bawaslu apakah suatu peristiwa tersebut benar sebagai tindak pidana Pemilu atau memenuhi unsur dan dapat diajukan ke peradilan. Jika bukan tindak peidana Pemilu sejak dini pula Bawaslu menyelesaikannya sesuai ranah Bawaslu. Hal ini untuk menghindari bolak baliknya berkas perkara atau setelah diproses ternyata dikatakan bukan merupakan tindak pidana Pemilu.
3. Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran dan Kejahatan/ Pidana Pemilu.
Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/ atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Dalam UU No. 8 Tahun 2012 ini diatur secara khusus dalam penyelesaian atau hukum beracaranya tindak pidana Pemilu. Pelaksanaannya sangat dibatasi dengan waktu sebagai sebab karena Pemilu itu sendiri terbatas karena waktu. Secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :
hasil kajian dan koordinasi sebelumnya dalam sentra Penegakan Hukum Terpadu.
b. Dalam waktu 14 hari sejak diterimanya laporan harus sudah menyampaikan hasil penyidikan disertai berkas perkara ke Jaksa Penuntu Umum (JPU).
c. Dalam hal penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 hari JPU mengembalikan berkas perkara ke Penyidik Polri disertai petunjuk.
d. Penyidik Polri dalam waktu paling lama 3 hari sudah bisa melengkapi dan mengembalikan kembali berkas perkara ke JPU. e. JPU paling lama dalam waktu 5 hari sudah melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri (PN).
f. Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu dilakukan oleh
majelis pengadilan secara khusus.
g. Paling lama 7 hari, Majelis sudah harus memutus perkara dimaksud.
h. Jika ada proses banding maka paling lama 3 hari setelah diputus oleh PN, permohonan banding harus sudah diterima oleh Pengadilan Tinggi (PT).
i. PT paling lama selama 7 hari sudah harus memutus perkara
banding tersebut.
j. Putusan PT merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak
dapat dilakukan upaya hukum lainnya.
Dari uraian singkat beracaranya tindak pidana Pemilu di atas, diharapakan segala proses tindak pidana Pemilu sudah selesai sebelum hasil Pemilu itu sendiri diumumkan atau setidaknya sebelum para calon anggota DPR, DPD dan DPRD dilakukan pelantikan. Artinya setelah para anggota DPR, DPD dan DPRD dilantik tidak ada permasalahan hukum lagi yang berkaitan dengan proses Pemilu itu sendiri. Dari aspek ini maka akan diperoleh kepastian hukum yang lebih cepat dan diharapkan juga mengandung substansi keadilan dan kemamfaatan bagi masyarakat dan para pihak.
Dari UU No. 8 Tahun 2012 ini KPU telah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 dan telah dirubah dengan Peraturan KPU No. 11 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan
penyusunan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan Kota
9 Juni s/d 9 Agustus 2012
2 Pendaftaran pemantau dan pemantauan Agustus 2012 s/d Maret
2014
3 Pembentukan badan penyelenggara (PPK, PPS,
PPLN, Ka PPS/ PPLN, pembentukan Pantarlih
November 2012 s/d Februari 2013
4 Seleksi anggota KPU Provinsi, Kabupaten dan
Kota
Januari s/d Desember 2013
5 Sosialisasi, publikasi dan pendidikan pemilih :
a. Penyusunan pedoman sosialisasi, publikasi
7 Penyusunan Peraturan KPU 9 Juni 2012 – 9 Juni 2013
8 Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu :
a. Pendaptaran Parpol dan penyerahan
9 Penetapan Parpol Peserta Pemilu 29 Desember 2012 – 8
Januari 2013
10 Pengumuman Parpol Peserta Pemilu 9 -11 Januari 2013
11 Pengundian dan penetapan nomor urut Parpol 12 – 14 Januari 2013
12 Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan
daftar pemilih :
13 Penataan dan penetapan Daerah Pemilihan
(Dapil) :
a. Penetapan jumlah kursi DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota berdasarkan data penduduk b. Penetapan Dapil DPRD Provinsi, Kabupaten/
Kota
10 Desember 2012 – 15 Januari 2013
1 - 9 Maret 2013
14 Pendaftaran calon anggota DPR, DPD dan DPRD
Provinsi, Kabupaten/ Kota : a. Pendaftaran Pencalonan
b. Verifikasi kelengkapan administrasi calon DPD
c. Penyusunan DCT anggota DPD
d. Verifikasi kelengkapan admistrasi calon dan
9 – 15 April 2013 16 – 22 April 2013
bakal calon DPR, DPRD Provonsi,
b. Pelaksanaan kampanye melalui rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik
11 Januari 2013 – 5 April 2014
16 Maret – 5 April 2014
16 Masa tenang 6 – 8 April 2014
17 Pemungutan dan penghitungan suara 9 April 2014
18 Penetapan hasil Pemilu 7 – 9 Mei 2014
19 Penetapan Parpol memenuhi ambang batas 7 – 9 Mei 2014
20 Penetapan perolehan kursi dan calon terpilih :
a. Tingkat nasional
22 Pengambilan sumpah/ janji DPR dan DPD 1 Oktober 2014
Jadual tahapan Pemilu 2014 ini juga merupakan dasar hukum yang harus dilaksanakan dan ditegakkan sebagai upaya untuk terselenggaranya Pemilu 2014 dengan sukses. Artinya proses sosialisasi oleh para penyelenggara dan semua pemangku kepentingan dalam sukses Pemilu ini amatlah penting, baik sosialisasi kepada para petugas, peserta (partai politik dan calon anggota legislatif) maupun masyarakat luas yang memiliki hak pilih dalam Pemilu nanti.
5. Kebijakan, Strategi dan Upaya.
a. Dari uraian di atas tentang kondisi penegakan supremasi hukum maupun peraturan perundang-undangan Pemilu dikaitkan dengan upaya mewujudkan situasi dan kondisi kamtibmas yang mantap, sehingga Pemilu 2014 menjadi sukses dan aman, maka kebijakan
yang diambil adalah : Melalui Supremasi Hukum Mewujudkan
Pemilu yang Berkualitas Untuk Menghasilkan Para Pemimpin Yang Rahmatan Lil Alamin.
1) Meningkatkan kapasitas SDM para aparat penegak hukum, khususnya dibidang penegakan pelanggaran atau pidana Pemilu 2014.
2) Mensinergikan materi peraturan perundang-undangan
dibidang Pemilu baik UU, Peraturan KPU, Bawaslu, Kejagung dan MA dalam operasionalisasi Pemilu 2014.
3) Meningkatkan kesadaran politik masyarakat untuk patuh
dan respek terhadap peraturan perundang-undangan.
c. Upaya. Dari strategi yang telah ditentukan di atas maka upaya-upaya yang dapat dilakikan adalah :
1) Upaya Starategi 1; Meningkatkan kapasitas SDM para
aparat penegak hukum, khususnya dibidang penegakan pelanggaran atau pidana Pemilu 2014.
a) KPU, Bawaslu, Polri dan Kejagung membentuk
sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu) untuk paling lambat satu tahun sebelum proses pencontrengan, yaitu tanggal 9 April 2013.
b) Bawaslu sebagai leading sektor ataupun Polri
melakukan pelatihan bersama kepada para awak Sentra Gakkumdu untuk meningkatkan pemahaman dan kebersamaan dalam operasionalisasi penegakan hukum tindak pidana Pemilu di lapangan.
c) Sejak awal Sentra Gakkumdu atau setidaknya Polri
melibatkan para kader Parpol peserta Pemilu untuk ikut menegakan hukum UU Pemilu dan menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat dengan cara mencatat secara jelas para pengurus Parpol peserta Pemilu maupun petugas pengaman atau garda mereka pada setiap level kepengurusan seperti tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Nasional.
d) Sentra Gakkumdu atau setidaknya Polri melakukan
khususnya para pengurus parpol peserta Pemilu maupun para calon anggota DPD dan legislatif untuk melakukan MoU (Kesepahaman) dan ikrar bersama mengamankan dan mensukseskan seluruh tahapan Pemilu 2014.
2) Upaya Strategi 2; Mensinergikan materi peraturan
perundang-undangan dibidang Pemilu baik UU, Peraturan KPU, Bawaslu, Kejagung dan MA dalam operasionalisasi Pemilu 2014.
a) Kementerian Hukum dan HAM dan atau DPR dan
atau KPU segera mensinergikan peraturan perundang-undangan khususnya UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilu.
b) Sekretariat atau bidang hukum di KPU, Bawaslu,
Polri, Kejagung dan MA untuk mensinergikan berbagai peraturan yang akan dikeluarkan dalam pengaturan operasionalisasi suatu kegiatan tahapan Pemilu, misalnya masalah pelaksanaan kampanye tertutup atau terbuka, proses penaganan tindak pidana Pemilu, distribusi logistik Pemilu dan lain-lain, sehingga ada kesamaan tindakan yang sinergi untuk mewujudkan keefektifan dan efisiensi.
c) Bawaslu, Polri, Kejagung dan MA perlu membuat
kesepahaman antar pihak dalam penegakan hukum tindak pidana Pemilu, dikarenakan adanya batasan waktu, misalnya proses penyidikan hanya 14 hari, proses bolak-balik berkas perkara antara Penyidik Polri dan Jaksa PU hanya 3 hari dan lain-lain. Kesepahaman ini perlu karena memang ada perbedaan hukum beracara pada umumnya.
3) Upaya Strategi 3; Meningkatkan kesadaran politik
masyarakat untuk patuh dan respek terhadap peraturan perundang-undangan.
a) KPU, Bawaslu dengan dibantu oleh Kementerian
HAM, Polri, Kejagung, MA melakukan sosialisasi secara sistemik tentang materi pokok peraturan peundang-undangan Pemilu. Kegiatan sosialisasi dilakukan melalui media yang ada seperti seminar, rapat koordinasi dinas, serasehan dan lain-lain.
b) Kementerian Kominfo secara sistematik membantu
sosialisasi peraturan perundang-undangan dibidang Pemilu ini melalui media yang ada seperti media cetak, elektronik, online dan lain-lain. Secara khusus membuat kontent publikasi khusus masalah-masalah Pemilu seperti cerita pendek, drama, cerita bersambung, komedi dan lain-lain yang bisa membantu penumbuhan budaya masyarakat untuk patuh terhadap hukum. Produk-produk sosialisasi tersebut disamping dipublikasikan pada media elektronik yang ada juga dipublikasikan pada media jejaring sosial seperti facebook, twitter, yuotobe ataupun blog-blog yang ada.
c) KPU, Bawaslu atau Polri sebagai lembaga-lembaga
yang independent dan dapat dibantu oleh Pemerintah Daerah untuk memberikan sistem reward kepada perorangan ataupun kelompok kepengurusan yang selama dalam proses Pemilu lebih patuh dan respek terhadap peraturan peundang-undangan maupun nilai-nilai sosial yang berlaku, seperti pada setiap kampanye tidak melakukan pelanggaran dan lain-lain.
d) KPU, Bawaslu dan dibantu oleh seluruh Parpol
peserta Pemilu maupun calon anggota DPR, DPD dan DPRD untuk melakukan sosialisasi seluruh rangkaian tahapan, proses dan jadual Pemilu sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi publik terhadap proses Pemilu.
C. Penutup
a. Supremasi hukum bagi negara hukum seperti Indonesia sesungguhnya sesuatu yang mutlak untuk dijalankan dengan
menempatkan hukum sebagai panglima atau rule of game. Hukum
jika dijadikan panglima maka ia akan memberikan kontribusi keadilan, kepastian hukum dan kemamfaatan sebagaimana filosofi keberadaan hukum itu sendiri di tengah-tengah masyarakat yang membuat hukum. Jika ada sebuah kepastian, rasa keadilan dan kemamfaatan maka akan terwujud situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif dalam arti segala sesuatu tertata dengan baik sesuai kesepakatan bersama sebagaimana yang diaktualisasikan oleh hukum itu sendiri. Tentu akan berbeda jika hukum hanya sekedar menjadi sub-ordanary misalnya dari sistem politik, maka hukum akan dijadikan semacam tempat membuang sampah, artinya hanya tempat membuang berbagai kesalahan karena memang hukum tidak berdaya atau tidak diberdayakan.
dan sukses sebagaimana asas-asas Pemilu itu sendiri yaitu mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proforsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektif dan efisien atau yang sering juga disebut luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil).
c. Sebagai sebuah amanah yang diberikan kepada penyelenggara Pemilu yaitu KPU sudah mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 dan telah dirubah dengan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Proses dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu 2014. Secara garis besar dan penting diketahui oleh publik jadual Pemilu 2014 antara lain adalah :
NO KEGIATAN WAKTU
1 Pendaftaran dan verifikasi Parpol peserta Pemilu 9 Agustus s/d 20
Desember 2012
2 Penetapan Parpol Peserta Pemilu 29 Desember 2012
s/d 8 Januari 2013
3 Pengumuman Parpol Peserta Pemilu 9 s/d 11 Januari
2013 4 Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Parpol
Peserta Pemilu 12 s/d 14 Januari 2013
5 Pendaftaran Calon Anggota DPR, DPD dan
DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota 6 s/d 15 April 2013
6 Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPD 27 Juli 2013
7 Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPR, DPRD
4 Agustus 2013
8 Kampanye Pertemuan Terbatas, Tatap Muka dan
Pasang Alat Peraga 11 Januari 2013 s/d 5 April 2014
9 Kampanye Rapat Umum 16 Maret s/d 5 April
2014
10 Masa Tenang 6 s/d 8 April 2014
11 Pemungutan Suara 9 April 2014
12 Pengucapan Sumpah/ Janji Anggota DPR, DPD 1 Oktober 2014
b. Perlu segera dilakukan revisi UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang menyesuaikan dengan landasan UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru yaitu UU No. 15 Tahun 2011. Jika tidak dilakukan revisi setidaknya ada yang dilakukan amandemen berupa penambahan ataupun pengurangan substansi sesuai dengan perkembangan politik yang ada seperti partai politik peserta Pemilu, ambang batas perolehan suara partai politik yang boleh mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan lain-lain.
c. Pembentukan Sentra Penegakan Hukum Terpadu antara Bawaslu, Polri dan Kejaksaan dalam penyelenggaraan Pemilu agar dilaksanakan secara serius dan dilakukan pelatihan bersama untuk menyamakan persepsi mana-mana kasus yang memang ranah Bawaslu dan kasus-kasus yang memiliki unsur pidana Pemilu dan dapat diajukan ke penyidik Polri untuk diproses dan dibawa ke Jaksa Penuntut Umum. Cara ini perlu ditempuh untuk menghindari bolak-baliknya perkara tindak pidana pemilu maupun pembentukan opini yang tidak baik antara Bawaslu dengan pihak Polri khususnya yang biasanya saling tuding masalah cukup unsur suatu kasus sebagai tindak pidana Pemilu. Keseriusan pembentukan Sentra Gakkumdu ini perlu dibuatkan posko bersama secara tersendiri di kantor Kejaksaaan atau di Kantor-kantor Polri yang memungkinkan.
Jakarta, 17 September 2012.
Zulkarnain.
Peserta PPRA XLVIII-2012
Lampiran : 1. Alur Pikir. 2. Daftar Pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Pokja Bidang Studi Kepemimpinan. B.S Materi Pokok Kepemimpinan Nasional. Jakarta: Lemhannas R.I., 2012.
Ahmad Suryana (Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian). Kebijakan dan Strategi Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan yang Mandiri dan Berdaulat. Bahan Ceramah Ilmiah Kepada Peserta PPRA XLVIII. Jakarta : Lemhannas R.I., 2012
Harold Koontz, Cyril O’Donnell dan Heinz Weihrich. Manajemen (Jilid I dan II). Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990.
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Balai Pustaka, 1997.
Taqwaddin, S.H., SE, MS. C.D., Materi Sosiologi Hukum S2, Unsiyah,Banda
Aceh, 2007.
Lembaga Ketahanan Nasional R.I. Naskah Lembaga Perkembangan Lingstra Tahun 2012. Jakarta : Lemhannas R.I., 2012.
________ Undang-Undang Dasar Negara R.I Tahun 1945 (Amandemen). Surabaya : Penerbit Kartika, 2004.
________ Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2. Jakarta : 2002.
Lembaran Negara R.I Tahun 2011 Nomor 101, UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilu. Jakarta : 2011
Lembaran Negara R.I Tahun 2012 Nomor 117, UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Jakarta : 2012.
Lembaran Negara R.I Tahun 2008 Nomor 176. UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Jakarta : 2008
Mabes Polri. Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Startegi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Jakarta : 2008.
KPU, Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 Yang Telah Dirobah Menjadi Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadual Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Jakarta : 2012.
_________,
http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-supremasi-hukum-dan.html, Pengertian Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum,
diunduh tanggal 27 Juli 2012.
________,
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/09/aspek-hukum-pelanggaran-pemilu.html, Aspek Hukum Pelanggaran Pemilu, diunduh
15 September 2014.
________,
http://bola.viva.co.id/news/read/48742-bawaslu_tangani_758_pelanggaran_pemilu, Bawaslu Tangani 758