• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pemanfaatan Pati Sagu Metroxylo (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Optimasi Pemanfaatan Pati Sagu Metroxylo (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sp) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN BIODEGRADABLE PLASTIC

Oleh: Desatmi, Rezky Agus Ryanto, Nita Ananda RINGKASAN

Biodegradible plastic merupakan salah satu langkah baru yang baru-baru ini marak dikembangkan di Indonesia. Telah terdapat beberapa perusahaan yang telah ikut

serta mengembangkan dan memproduksi jenis plastik ramah lingkungan ini. Namun

masih terdapat kendala yang dihadapi produsen, yaitunya minimnya sumber bahan baku

pembuatan platik biodegradible tersebut. Maka diperlukanlah bahan baku alternatif yang

dapat dijadikan sumber dalam proses pembuatan plastik biodegradible tersebut. Sagu

dinilai dapat menjawab pertanyaan tersebut. Bahwasanya sagu merupakan jenis tanaman

yang memiliki tingkat kadar pati yang sangat tinggi dan tanaman yang memiliki jumlah

kadar air yang rendah dan cocok digunakan sebagai sumber bahan alternatif dalam proses

pembuatan plastik biodegradible.

Selain itu, hal ini juga bertujuan guna meningkatkan value added dari sagu itu sendiri, yang sejauh ini belum termanfaatkan dengan baik dan sempurna. Proses

pembuatan biodegradable plastic dari pati sagu ini secara umum meliputi proses ekstraksi pati, hidrolisis pati menjadi glukosa, pembentukan polimer dan yang terakhir

adalah proses pencetakan. Adapun pihak-pihak yang dapat membantu dalam

mengimplementasikan gagasan tentang optomasi pemanfaatan pati sagu ini dalam upaya

pembuatan plastik biodegradable ini adalah pemerintah, lembaga social, dan lembaga

penelitian. Strategi optimalisasi potensi pengembangan plastik biodegradable di

Indonesia meliputi aspek riset bioteknologi, infrastruktur, ekonomi, hukum, dan sosial.

Dengan adanya optimalisasi potensi pengembanagan plastik biodegradable,

peluang bagi pencapaian peningkatan pendapatan nasional Indonesia pun semakin

terbuka. Jadi, peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia menjadi kenyataan. Masa

depan ke-Indonesiaan sangat ditentukan dari hal yang direncanakan hari ini.

(2)

ekonomi, lingkungan, pertanian, iptek dan pemanfaatan potensi lokal yang nantinya dapat

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Beberapa keunggulan plastik yang secara langsung dirasakan oleh penggunanya

adalah, plastik dapat dibuat seperti kantong atau dibuat se-simple mungkin. Sehingga

plastik bisa dibentuk sesuai desain dan ukuran yang diinginkan dan memudahkan

penggunanya. Keunggulan lainnya adalah seperti lebih fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak mudah pecah, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan

kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil (Nurminah, 2002).

Namun dibalik itu semua, plastik juga memiliki kekurangannya tersendiri.

Sejatinya penggunaan plastik yang dominan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan

jumlah limbah plastik. Dimana bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari

minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain

itu juga karena plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba

penghancur didalam tanah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran dan

kerusakan terhadap lingkungan hidup (Cereda, 2007).

Maka untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya limbah plastik sangat

diperlukan sebuah plastik yang bersifat biodegradible, plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami . Banyak plastik dibuat dari bahan petroleum

gas alam atau batu bara. Sementara plastik biodegradible dibuat dari material yang dapat

diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa tanaman yang mengandung selulosa, kolagen,

kasein, protein ataupun lipid yang terdapat pada hewan. Banyak penelitian yang membahas serta mengkaji mengenai bahan baku yang dapat digunakan sebagai

biopolimer. Di antara bahan yang telah digunakan adalah ubi kayu, sagu, lidah buaya dan

lainnya.

Sagu merupakan tanaman asli yang berasal dari Indonesia. Sagu (Metroxylonsp.)

berasal dari Maluku dan Papua. Selain itu disana juga dapat ditemukan keragaman

plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Ditinjau dari segi penghasil karbohidrat, tanaman

sagu memiliki kemampuan untuk menghasilkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan

(4)

pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai

tanaman penghasil pati.

Diketahui bahan dasar dari plastik dapat berasal dari selulosa, khitin, khitosan,

atau tepung yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau

polimer lain yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan. Indonesia sebagai negara yang

kaya sumber daya alam (hasil pertanian), sangat berpotensi untuk menghasilkan berbagai

bahan biopolimer, sehingga teknologi kemasan plastik biodegradable mempunyai

prospek yang baik (Yuli Darni,2008).

Populasi tumbuhan sagu di Indonesia diperkirakan terbesar di dunia sekitar 1,2

juta ha dan 90% di antaranya tumbuh di propinsi Papua dan Maluku (Flach, 1997).

Kedua daerah tersebut termasuk pusat keragaman sagu tertinggi didunia, juga di

beberapa daerah lain yang sudah mulai dimanfaatkan potensinya (semi budidaya).

Informasi luas hutan alam sagu Indonesia menurut Flach (1997) yaitu 1.250.000 ha, yang

tersebar di Papua 1.200.000 ha dan Maluku 50.000ha serta 148.000 ha hutan sagu semi

budidaya yang tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan

Riau dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan salah satu daerah penghasil

sagu terbesar khususnya untuk wilayah Kepulauan Sumatera. Diketahui bahwasanya dari

segi kualitas sagu yang dihasilkan dari kepulauan mentawai ini cukup baik dan memiliki

kualitas yang tinggi. Sejatinya sagu telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal, mulai

dari pelepah sagu yang dimanfaatkan sebagai dinding atau pagar rumah, daunnya sebagai

atap, kulit maupun batangnya sebagai bahan bakar, sumber makanan pokok manusia dan

pakan ternak serta juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar metanol atau bensin.

Namun berkaca pada keadaan saat ini, pemanfaatan sagu di kepulauan mentawai

Sumatera Barat belum tergolong optimal. Bahwasanya selain dimanfaatkan sebagai

sumber makanan pokok oleh manusia, sagu hanya digunakan sebagai bahan untuk pakan

ternak saja. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat

lain pada sagu sehingga menyebabkan masih banyaknya sagu yang terbuang dan tidak

terolah dengan baik.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu ide cerdas agar sagu yang terdapat di

(5)

menjadi produk yang lebih bervariasi, bermanfaat, dan mempunyai nilai ekonomis yang

lebih tinggi. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan guna

menjadikan pati yang terdapat pada sagu menjadi salah satu sumber bahan alternafif yang

dapat digunakan dalam pembuatan plastik biodegradible.

Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah memberikan gambaran potensi

pati yang terdapat pada sagu yang dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif dalam

pembuatan plastik biodegradible. Sebagai bahan pembuatan kemasan yang ramah lingkungan serta memberikan gambaran tentang strategi optimalisasi pengembangan

plastik biodegradable di Indonesia dan pemanfaatan bahan baku lokal yang juga akan meningkatkan rasa cinta tanah air dan kebanggaan tersendiri masyarakat Indonesia.

Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah menambah pengetahuan masyarakat

bahwa sagu yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan pokok makanan manusia

dan juga sebagai bahan pakan untuk ternak juga bisa dimanfaatkan menjadi bahan

pembuatan plastik biodegradable yang ramah lingkungan, memberikan masukan pada pemerintah dalam strategi dan prospek pengembangan plastik biodegradable, serta mendorong pemerintah untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap sumber daya

alam yang ada dan melimpah di Indonesia untuk pengembangan plastik biodegradable.

Gagasan

Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan

Dekade ini dunia dipusingkan dengan berbagai permasalahan mengenai

lingkungan. Begitu juga Indonesia. Di antaranya dengan permasalahan limbah plastik.

Data dari Kementrian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa setiap individu

menghasilkan rata-rata 0,8 kilogram sampah per hari. Sebanyak 15 persennya adalah

plastik. Dengan asumsi 220 juta penduduk Indonesia, sampah plastik yang terbuang

mencapai 26.500 ton per hari. Secara umum, kebanyakan limbah plastik merupakan

kemasan plastik nonbiodegradable yang berasal dari sintesis minyak bumi. (Duval 2004),

(6)

dominan digunakan dibandingkan penggunaan untuk sektor lainnya, sehingga sampah

kemasan plastik menyumbang paling banyak limbah plastik.

Solusi yang ditawarkan adalah dengan menjadikan sagu sebagai sumber bahan

alernafif yang digunakan dalam pembuatan plastik biodegradible. Pihak-pihak yang dirasakan dapat membantu dan berkontribusi dalam pengupayaan ini seperti pemerintah,

perusahaan penghasil plastik, serta ilmuan dapat meneliti lebih lanjut akan manfaat yang

dapat ditimbulkan oleh sagu tersebut. Dan langkah-langkah stategis yang dapat dilakukan

guna mengimplementasikan gagasan tersebut adalah dengan melakukan peninjauan dan

penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai gagasan tersebut.

Solusi Yang Pernah Diterapkan Sebelumnya

Kemasan ramah lingkungan merupakan sebuah konsep mengenai pengemas

produk, baik produk pangan atau non pangan yang tidak mengganggu kestabilan

lingkungan apabila mengalami kontak dengan unsur-unsur lingkungan, seperti air, udara,

dan tanah (Bastioli, 2005). Kemasan yang dimaksudkan adalah kemasan dari plastik.

Pada awalnya plastik kebanyakan dibuat dari minyak bumi dan bersifat nonbiogradable.

Plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang sangat kuat sehingga plastik

sangat sukar terdegradasi secara alami (Suyatma, 2007). Oleh karena itu plastik ini

dianggap tidak ramah lingkungan karena sifatnya yang tidak bisa didegradasi secara

biologi ditanah dan tentunya akan mencemari tanah (Bastioli, 2005).

Sejauh ini, di Indonesia sendiri bahan dasar yang baru digunakan dalam

pembuatan plastik biodegradableadalah ubi kayu. Oleh karena itu pengembangan plastik

biodegradable di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Ubi kayu di Indonesia masih digolongkan sebagai hasil pertanian sekunder karena sebagai makanan pokok,

Indonesia masih sebagian besar mengutamakan beras. Walaupun sebagai hasil pertanian

sekunder, produksi ubi kayu lebih tinggi apabila dibandingkan dengan jagung dan ubi

jalar yang juga berperan sebagai hasil pertanian sekunder. Perbandingan tersebut dapat

(7)

Sejauh ini di Indonesia pemanfaatan ubi kayu hampir 62 % digunakan untuk

konsumsi dan 35% digunakan untuk bahan baku industri, sedangkan sisanya untuk

keperluan lain. Selama ini proses pengolahan ubi kayu menjadi produk turunan belum

optimal (Setiawan, 2006).

Kondisi Kekinian yang Dapat Diperbaiki Melalui Gagasan Baru

Dari berbagai masalah yang ditimbulkan pada uraian sebelumnya, maka

terdapatlah sebuah gagasan dan konsep ide untuk mengatasi persoalan tersebut, yaitu

dengan mencari sumber bahan baku alternatif dalam pembuatan plastik biodegradible. Sagu merupakan salah satu solusi yang ditawarkan sebagai bahan baku alternatif tersebut

karena sagu merupakan jenis tanaman karbohidrat yag memiliki kualitas pati yang tinggi

dan kadar air yang rendah.

Pihak – Pihak yang Dapat Membantu dalam Mengimplementasikan Gagasan

Adapun pihak yang dapat membantu untuk mengimplementasikan gagasan

(8)

Pemerintah

Terdapat tiga peran penting pemerintah untuk mengimplementasikan gagasan

tentang optimasi pembuatan plastik biodegradable berbasis sagu. Pertama, dalam hal ekonomi, untuk mengimplementasikan, pemerintah mempunyai peran untuk

memberlakukan kebijakan yang bertumpu pada permintaan dan penawaran dengan

prioritas utama adalah penciptaan pasar domestik. Artinya, menjaga ketersediaan pasokan

di masa mendatang adalah penting di samping tetap mendahulukan permintaan kebutuhan

plastik biodegradabledari dalam negeri.

Kedua, dalam hal pembangunan infrastruktur, pemerintah berperan dalam

memberikan dukungan infrastruktur, hal ini penting dibutuhkan karena biaya transaksi

menjadi rendah. Dukungan infrastruktur meliputi akses dari petani ke industri

pengembangan plastik biodegradable dan pasar. Dan yang ketiga dalam hal hukum. Dalam rangka menjamin kepastian hukum, maka penegakan hukum secara konsisten dan

berkesinambungan mutlak diperlukan, khususnya pada beberapa sektor pendukung

pengembangan plastik biodegradable. Dalam hal regulasi dibutuhkan penetapan kewajiban pemakaian plastik biodegradable pada seluruh kemasan, dan masyarakat mendapatkan kemudahan dalam regulasi perdagangan.

Lembaga Sosial

Lembaga sosial sangat penting kedudukannya sebgai lembaga yang memberikan

sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat adalah

komponen penting agar masyarakat beralih mengembangkan penggunaan plastik

biodegradable. Perubahan paradigma bahwa pengembangan plastik biodegradablebukan sekadar sebagai plastik yang ramah lingkungan melainkan sebagai solusi dan investasi

penting untuk disosialisasikan. Selain itu juga merupakan salah satu bentuk optimasi

(9)

Lembaga Penelitian

Lembaga penelitian sangat berperan dalam riset untuk pengembangan plastik

biodegradable selanjutnya. Dalam proses produksi plastik biodegradable, pengeluaran untuk bahan baku adalah hal terbesar. Dengan demikian, riset bioteknologi yang gencar

dapat diketahui varietas unggul yang dapat digunakan sebagai bahan dasar produksi

plastik biodegradable, karakteristik hama, perlindungan, dan keekonomisan jenis tanaman sebagai bahan baku plastik biodegradable.

KESIMPULAN

Pemanfaatan pati sagu sebagai sumber alternatif dalam pembuatan biodegradible plastic dinilai sebagai salah satu terobosan baru guna mengatasi masalah limbah plastik di Indonesia yang selama ini masih menjadi suatu polemik yang tidak kunjung

terselesaikan dengan baik. Selain itu penggunaan pati sagu sebagai sumber bahan baku

alternatif dalam pembuatan plastik biodegradible ini diharapkan juga dapat memanfaatkan sumber potensi lokal yang ada, terutama pada daerah kepulauan mentawai

(10)

DAFTAR PUSTAKA Bastioli,2005 kemasan plastik

Careda, M.P,et.,al. 2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron

Microscopy.Braz, Journal Food Technology page: 91-95. Duval, 2004. Limbah plastik

Flach, M. 1997. Sago Palm, Metroxylon sago Rottb. IPGRI. Rome, 76p

Hart, H. 1990. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Terjemahan. Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Nurminah, M, 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan PLastik dan Kertas Serta

Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. USU digital : Medan.

Setiawan, Wawan Marwan. 2006. Produksi Hidrolisat Pati dan Serat Pangan dari

Singkong Melalui Hidrolisis dengan _-Amilase dan Asam Klorida. Skripsi. Fateta IPB. Bogor

Suyatma 2007, kemasan

Yuli Darni, Chici A, Sri Ismiyati D.2008.Sintesa Bioplastik dari Pati Pisang dan Gelatin

dengan Plasticizer Gliserol.Universitas Lampung, Seminar Nasional Sains dan

Referensi

Dokumen terkait

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, sejarah Syaikh Jumadil Kubro, peran Syaikh Jumadil Kubro dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jumlah tanaman per polybag dan komposisi media tanam, berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun

Tujuan konsumen mempertimbangkan ber- bagai faktor di dalam proses keputusan pembelian beras organik adalah untuk mendapatkan hasil pembelian yang sesuai dengan harapan,

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: Skripsi yang berjudul: “ Implementasi Strategi Pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam Meningkatkan Pembangunan Desa di

Cipta Bina Sejati pelanggan harus bersabar menunggu beberapa hari karena pengiriman sampel dilakukan lewat jasa pengiriman paket, jika ada informasi baru tentang

Lutfi Muhamad Hamdi (2015) dimana melakukan penelitian mengenai Layanan Bimbingan Untuk Narapidana Wanita Yang Mengalami Stress. Penelitian ini guna untuk mengetahui

Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif, 2Ol4 (Agreement behleen the

sangatlah berbeda, siswa saat saya tidak menggunakan power point kurang memperhatikan, karena saya juga kurang memperhatikan selama beberapa saat saya menulis di papan, ya dalam