BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Infertilitas
1.1 Pengertian Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah dua belas bulan
atau enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif (Eny, 2011) sedangkan
definisi lain menurut Anwar (2011), infertilitas merupakan masalah yang dihadapi
oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun
melakukan hubungan senggama teratur tanpa menggunakan kontrasepsi tetapi
belum berhasil memperoleh kehamilan. Bobak (2004), mengemukakan infertilitas
sebagai ketidakmampuan untuk hamil atau mengandung anak sampai anak
tersebut lahir hidup pada saat pasangan memutuskan untuk memperoleh anak.
Definisi lain mengatakan bahwa infertilitas merupakan ketidakmampuan untuk
hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya
empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh, 2005 : 5).
Menurut Anwar (2011), infertilitas terdiri dari dua klasifikasi yaitu
infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer jika sebelumnya
pasangan suami istri belum pernah mengalami kehamilan walaupun bersenggama
tanpa kontrasepsi sedangkan infertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagal
untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun pasca persalinan atau pasca
1.2 Penyebab Infertilitas
Menurut Manuaba (2009), penyebab infertilitas bukan hanya berasal dari
pihak perempuan saja, namun dapat berasal dari pihak suami, istri bahkan
keduanya. Mengingat pasangan infertilitas merupakan pasangan satu kesatuan
biologis maka penyebab infertilitas haruslah merujuk kepada kedua belah pihak.
Penyebab infertilitas meliputi penyebab yang jelas dapat dicari seperti
faktor waktu lamanya perkawinan, faktor istri (usia, gangguan proses ovulasi dan
hormonal, faktor uterus dan endometrium, faktor tuba fallopi dan peritoneum serta
faktor lendir serviks) dan faktor suami (usia, kelainan anatomi genitalia serta
kelainan fungsi hubungan seks) sedangkan faktor yang tidak dapat diterangkan
atau penyebabnya tidak jelas meliputi faktor imunitas dan psikologis (Manuaba,
2009).
Beberapa penyebab infertilitas umum lainnya pada pihak suami menurut
Manuaba (2009):
Pertama yaitu penyebab prestikular atau pregerminal meliputi defisiensi
gonadotropin sentral pada hipotalamus seperti defisiensi GnRH kongenital, tumor,
infeksi dan trauma kepala, defisiensi pada hipofisis seperti defisiensi FSH, LH
kongenital, tumor, infeksi dan trauma, penyebab lain seperti sarkoldosis dan
hemakromatosis, sindrom kelebihan endokrin yaitu hormon estrogen seperti
tumor adrenal fungsional dan sirosis, kelebihan hormon androgen seperti
hiperplasia adrenal kongenital dan tumor penghasil androgen serta gangguan pada
glukokortikoid seperti sindrom Cushing, terapi steroid, hipotiroidisme dan
Kedua yaitu penyebab testis meliputi kelainan kromosom seperti sindrom
klinifelter, kriptokidisme unilateral atau bilateral, radiasi, kemoterapi, gondongan,
orkitis virus, trauma, sindrom sel sertoli, henti maturasi idiopatik dan kelainan
reseptor androgen.
Ketiga yaitu penyebab post-testikular meliputi obstruksi duktus kongenital
vas deferens dan epididimis, sumbatan duktus yang didapat seperti infeksi,
gonore, tuberkulosis dan ligasi vas deferens serta motilitas yang terganggu seperti
sindrom kartagene dan defisiensi enzim.
Keempat meliputi faktor koitus pada pria.
Sedangkan penyebab infertilitas atau gangguan implantasi pada wanita
ditinjau dari aspek anatomis genitalia menurut Manuaba (2009), meliputi serviks
dan tuba fallopi. Pada serviks terdapat gangguan pada korpus dan endometrium,
kerusakan serviks, retroversi, erosi serviks, servisitis, kelainan kongenital,
endometriosis interna, endometriosis tuberkulosa, mioma uteri dan perlekatan
uterus sedangkan kelainan pada tuba fallopi meliputi hipoplasia kongenital,
perlekatan fimbriae, bendungan tuba akibat salpingitis, hidrosalping, bendungan
tuba akibat peritonitis pelvis, sterilisasi tuba dan spasme tuba Selain penyebab
yang telah disebutkan diatas, terdapat faktor genetik atau bawaan seperti tidak
terjadinya menstruasi pada wanita yang menyebabkan infertilitas (Benson &
Pernoll’s, 2001). Sebagian besar kasus infertilitas wanita disebabkan oleh ovulasi.
Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa
wanita tidak berovulasi biasanya tidak teratur atau tidak adanya menstruasi.
ketidakseimbangan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal yang
biasanya disebut dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), ketidakcukupan
ovarium primer (POI), adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang
panggul, endometriosis yang merupakan suatu keadaan patologi pada sistem
reproduksi perempuan dimana jaringan selaput lendir rahim (endometrium) yang
seharusnya berada dalam rahim malah tumbuh diluar rongga rahim, kemudian
adanya operasi pengangkatan kehamilan ektopik, masalah fisik dari rahim serta
uterine fibroid yaitu gumpalan jaringan non-kanker dan penebalan otot pada
dinding rahim (Eny, 2011).
Penelitian yang dilakukan Wang 2013, berdasarkan pengamatan terhadap
518 pasangan suami istri yang berusia antara 20-34 tahun dijumpai 50%
kehamilan terjadi di dalam dua siklus haid pertama dan 90% kehamilan terjadi di
dalam enam siklus haid pertama.
Terdapat juga faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi tingkat
kesuburan pasangan suami istri, meliputi:
Pertama, dimana semakin bertambahnya umur dapat mempengaruhi
tingkat kesuburan. Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung
telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Pada pria dengan
bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria terus
menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi sperma
mulai menurun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas
Kedua, dimana faktor Infeksi Menular Seksual (IMS) mempengaruhi
kemampuan pria dalam menghasilkan sperma yang sehat. Menurut WHO (2009),
terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual seperti gonorrhea, chlamydia, sypilis,
trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan hepatitis B yang dapat menurunkan motilitas (kemampuan gerak)
sperma dan juga mempengaruhi organ-organ reproduksi pria. IMS merupakan
infeksi yang penularannya melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi
yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis (Daili, 2009).
Ketiga, dimana faktor zat-zat kimia berbahaya dan racun dapat
menyebabkan ketidaksuburan atau infertilitas misalnya timbal dan pestisida,
benzene, zat yang terkandung dalam repelan obat anti nyamuk serta zat berbahaya
lain yang tidak hanya mengganggu produksi sperma, tetapi juga dapat
mengakibatkan masalah kesehatan yang cukup serius. Riwayat terpapar glycol
ether pada lingkungan kerja juga dapat menurunkan kualitas semen.
Dichloro-Diptenyl-Trichloro-ethane (DDT) yang merupakan salah satu tipe pestisida juga
dapat menurunkan fertilitas dan mengubah jumlah sperma (Al-Haija, 2011).
Keempat, dimana penggunaan obat-obatan atau penggunaan alkohol
memberikan pengaruh negatif terkait kesuburan khususnya pada pria. Penggunaan
alkohol dapat mempengaruhi fungsi liver, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
peningkatan estrogen sehingga jumlah estrogen yang tinggi dalam tubuh akan
HPG dan berpengaruh pada spermatogenesis sehingga menurunkan kualitas
sperma (Carrell ed., 2013).
Kelima, dimana kebiasaan merokok tidak hanya mengganggu kesehatan
namun juga dapat menghambat dan menimbulkan masalah pada kesuburan. Pada
pria, penggunaan ganja, tembakau dan heroin menyebabkan jumlah sperma
berkurang, meningkatkan risiko memiliki sperma yang abnormal dan perburukan
kualitas sperma. Pada wanita, merokok dapat menyebabkan penurunan produksi
sel telur sehingga dapat mengganggu kesuburan, perkembangan janin terhambat
bagi wanita hamil, resiko keguguran kehamilan, kelahiran bayi prematur dan bayi
berat lahir rendah. Merokok bagi manusia sungguh mengancam kesuburan dan
pengaruhnya tergantung pada jumlah rokok yang dihisap setiap harinya (Vedder,
2008).
Keenam, dimana gangguan kesuburan biasanya disebabkan karena
masalah berat badan yang tidak seimbang, terlalu gemuk atau terlalu kurus.
Status gizi selama masa pra-konsepsi yaitu sekitar 3-6 bulan sebelum berencana
konsepsi dan berdampak terhadap bayi yang akan dilahirkan nantinya. Diketahui
bahwa tubuh membutuhkan 17% lemak tubuh pada awal siklus haid dan 22%
sepanjang siklus haid tersebut. Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, yaitu
sejenis enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon estrogen (Eny, 2011).
Ketujuh, dimana faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi tingkat
kesuburan. Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu dibawah
jenis pekerjaan tertentu yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi
truk jarak jauh (Henderson C & Jones K, 2006 : 89).
Kedelapan, dimana terpaparnya pada telepon seluler dan laptop
dapat mengakibatkan peningkatan suhu skrotum dan berdampak negatif pada
parameter sperma dan penurunan jumlah sperma yang hidup. Spermatozoa
laki-laki bila terpapar oleh radiasi gelombang elektromagnetik dari telepon seluler
selain dapat menurunkan jumlah sperma juga dapat menurunkan motilitas sperma
dan meningkatkan stres oksidatif sperma (Vignera et al., 2012).
1.3 Dampak Infertilitas
Masalah ketidaksuburan menimbulkan berbagai efek emosional pada
keharmonisan pasangan suami istri. Dampak psikologis dari masalah infertilitas
salah satunya adalah depresi. Depresi merupakan penyakit suasana hati yang lebih
dari sekedar kesedihan atau duka cita yang lebih hebat dan bertahan terlalu lama
(Harun, 2010).
Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung dan iritabilitas.
Terdapat rasa malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor dan menarik diri dari
hubungan sosial. Klien akan mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur
atau terbangun dini hari, nafsu makan berkurang, begitu pula dengan gairah
seksual (Nurmiati, 2005).
Perempuan cenderung disalahkan dalam hampir semua kasus infertilitas
sehingga menderita tekanan mental dan sosial atas fungsi keperempuanannya.
Perempuan yang menjalani perawatan kesuburan cenderung memiliki resiko yang
berhubungan dengan depresi (Harun, 2010). Infertilitas membawa implikasi
psikologis terutama pada perempuan. Sumber tekanan sosio-psikologis pada
perempuan berkaitan erat dengan kodrat deterministiknya untuk mengandung dan
melahirkan anak. Sementara pada laki-laki terdapat perasaan sedih, kecewa,
kecemasan dan kekhawatiran menghadapi masa tua serta membuat laki-laki
merasa rendah ketika tidak mempunyai anak.
Dalam kehidupan budaya di Indonesia nilai anak memiliki arti yang
begitu penting. Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi
masalah, karena ada keyakinan keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah
tangga. Keberadaan anak dianggap mampu menyatukan dan menjaga agar suatu
keluarga atau pernikahan tetap utuh (Wirawan, 2004). Lebih lanjut dampak
infertilitas merupakan pemicu terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga,
perceraian atau pengucilan dalam masyarakat (WHO, 1994 dalam Suharni, 1997).
Ditemukan bahwa perempuan yang infertil lebih berkemungkinan untuk
dicerai atau dimadu (polyginy), distigmatisasi, kesulitan menemukan fulfill role di
dalam komunitasnya sehingga menghalangi meningkatkan mobilitas sosialnya,
menghabiskan banyak waktu dan biaya dalam upaya menemukan perawatan bagi
kondisi mereka serta menjadi sumber rasa malu pada perempuan yang telah
kawin.
1.4 Pemeriksaan Dasar Infertilitas
Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana
infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka
terhindar dari keterlambatan tata laksana yang dapat memperburuk prognosis dari
pasangan suami istri tersebut. Menurut Anwar (2011), beberapa pemeriksaan
dasar yang dilakukan yaitu:
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk memperoleh data terhadap gaya hidup yang
dilakukan pasutri seperti memiliki kebiasaan merokok atau mengkonsumsi
minuman beralkohol. Perlu juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya
menjalani terapi khusus seperti antihipertensi, kartikosteroid dan sitostatika.
Selain itu perlu juga dilakukan anamnesis terhadap siklus haid pada istri. Siklus
haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan siklus haid normal
jika berada dalam kisaran antara 21 - 35 hari. Sebagian besar perempuan dengan
siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang berovulasi. Untuk
mendapatkan rata-rata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3 –
4 bulan terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri
haid setiap bulannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik
saat haid akibat nyeri, ada atau tidaknya penggunaan obat penghilang nyeri saat
haid terjadi, penggunaan KB, riwayat keguguran serta infeksi genitalia interna.
Penting juga untuk melakukan anamnesis terkait dengan frekuensi
senggama yang dilakukan kedua pasangan. Dianjurkan bagi pasutri untuk
melakukan senggama secara teratur dengan frekuensi 2 – 3 kali per minggu.
Anamnesis yang lain dapat meliputi kemampuan ereksi pada suami, lamanya
perkawinan, umur kedua pasangan, tingkat kepuasaan hubungan seksual serta
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah
infertilitas adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan dan pengukuran
lingkar pinggang. Penentuan indeks masa tubuh perlu dilakukan dengan
menggunakan formula berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2).
Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg/m2 termasuk ke
dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan
sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kg/m2 seringkali dikaitkan dengan
penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan adanya penyakit kronis
seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker atau masalah kesehatan jiwa seperti
anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Adanya pertumbuhan rambut abnormal
seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang lebat, bulu kaki yang lebat dan
sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat yang banyak dan tidak normal
pada perempuan, seringkali terkait dengan kondisi hiperandrogenisme baik klinis
maupun biokimiawi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau menginformasi
adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada
fase luteal madia, yaitu kurang lebih 7 hari sebelum perkiraan datangnya haid.
Adanya ovulasi dapat ditentukan jika kadar progesteron fase luteal madia
dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l). Penilaian kadar progesteron pada
siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang jarang (lebih dari 35 hari)
atau siklus haid yang terlalu sering (kurang dari 21 hari).
Pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan prolaktin
hanya dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi,
terdapat keluhan galaktore atau terdapat kelainan fisik atau gejala klinik yang
sesuai dengan kelainan pada kelenjar tiroid.
Pemeriksaan kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicles Stimulating
Hormone (FSH) dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 – 5) terutama jika
dipertimbangkan terdapat peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sindrom
ovarium polikistik (SOPK). Jika dijumpai adanya tanda klinis hiperandrogenisme
seperti hirsutisme atau acne yang banyak maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar testosteron atau pemeriksaan Free Androgen Index (FAI), yaitu dengan
melakukan kajian terhadap kadar testosteron yang terikat dengan Sex Hormone
Binding (SHBG). Pada perempuan kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah
dari 7.
Pemeriksaan uji pascasanggama atau Postcoital Test (PCT) merupakan
metode pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai interaksi antara sperma dan
lendir serviks. Metode ini sudah tidak dianjurkan untuk digunakan karena
memberikan hasil yang sulit dipercaya.
d. Pemeriksaan Analisis Sperma
Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal
kunjungan pasutri dengan masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian
terhadap kejadian infertilitas. Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar
menjamin hasil analisis sperma yang baik adalah melakukan abstinensia (pantang
sanggama) selama 2 – 3 hari, mengeluarkan sperma dengan cara masturbasi dan
hindari cara sanggama terputus, menghindari penggunaan pelumas pada saat
masturbasi, menghindari penggunaan kondom untuk menampung sperma,
menggunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampungan
sperma, penggunaan tabung sperma harus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal
dan waktu pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan
(masturbasi atau sanggama terputus), kemudian mengirimkan sampel secepat
mungkin ke laboratorium sperma serta menghindari paparan temperatur yang
terlampau tinggi (> 380C) atau terlalu rendah (<150C).
Selain itu untuk mengetahui status fertilitas, pemeriksaan lain yang
dilakukan kepada kedua pasangan meliputi pemeriksaan pada pria dan wanita.
Pemeriksaan pada pria difokuskan pada pemeriksaan air mani untuk menguji
jumlah, bentuk, pergerakan sperma serta tes kadar hormon. Pemeriksaan pada
wanita meliputi pengukuran suhu tubuh pagi hari dan pemeriksaan lendir rahim
dalam beberapa bulan. Selain itu, pemeriksaan hysterosalpingography yaitu foto
sinar X pada uterus dan saluran tuba fallopi dan laparaskopi (Eny, 2011).
Rekomendasi pemeriksaan infertilitas dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan, lama waktu pasangan mencoba untuk hamil, usia pasangan serta
1.5 Penanganan dan Pengobatan Infertilitas
Pengobatan pasangan infertilitas memerlukan waktu dan biaya yang tidak
sedikit jumlahnya dan sering menimbulkan stres keluarga yang berkepanjangan
(Manuaba, 2009). Beberapa obat-obat terapi yang diberikan kepada wanita seperti
Clomiphene Citrate (Clomid), Human Menopausal Gonadotropin or hMG
(Repronex, Pergonal), Follicle Stimulating Hormone atau FSH (Gonal-F,
Follistim), Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Metformin (Glucophage)
dan Bromocriptine atau Parlodel (Eny, 2011).
Selain pengobatan, penanganan medis yang dapat dilakukan pada pasangan
infertilitas meliputi:
- Teknik In Vitro Fertilization (IVF)
Teknik In Vitro Fertilization atau yang lebih dikenal dengan istilah
“bayi tabung”, merupakan teknik reproduksi dibantu atau teknik rekayasa
reproduksi dengan mempertemukan sel telur (oosit) matang dengan spermatozoa
diluar tubuh manusia agar terjadi pembuahan atau fertilisasi. Fertilisasi in vitro
diterapkan pada pasangan infertil (tidak subur) yang mengalami enam masalah
yaitu pada tuba atau saluran telur, pada sperma, kegagalan inseminasi berulang,
infertilitas imunologik, endometriosis yang sudah diterapi secara lengkap tetapi
belum berhasil hamil dan penyebab yang belum diketahui (unexplained
infertility). Pada kondisi yang belum diketahui (unexplained infertility) ini
disebabkan oleh permasalahan imunologis atau kekebalan tubuh. Akibatnya,
sperma suami ditolak oleh sel telur istri sehingga tidak pernah terjadi kehamilan.
sendiri sehingga sperma dihancurkan atau dilemahkan kemampuannya karena
dianggap benda asing.
- Teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
Teknik ini merupakan teknik dalam program IVF dengan cara
menyuntikkan satu spermatozoa langsung kedalam sitoplasma oosit agar terjadi
fertilisasi
- Teknik operasi TESE dan MESA
Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia), mungkin akibat
penyumbatan atau gangguan saluran sperma dilakukan pengambilan sperma
dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau testis. Teknik ini ada
dua, yaitu MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE (Testicular Sperm
Extraction). Pada MESA, sperma diambil langsung dari tempat sperma
dimatangkan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung
diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Selanjutnya, dilakukan
langkah-langkah menurut prosedur ICSI.
Selain itu, beberapa penanganan yang dilakukan berdasarkan faktor-faktor
penyebab pasangan infertilitas itu sendiri menurut Benson & Pernoll’s (2001)
meliputi:
Pertama yaitu faktor koitus pria. Merokok, penggunaan alkohol dan
narkoba seharusnya diberhentikan karena akan terjadi peningkatan suhu pada
skrotum yang akan menimbulkan efek yang merugikan pada proses
spermatogenesis seperti retensi semen. Hubungan seksual yang jarang dilakukan
seksual setiap dua hari sekali selama masa periovulasi (hari ke 12 - 16 pada siklus
menstruasi)
Kedua yaitu faktor azoospermia karena kromosom yang abnormal,
kelainan kongenital serta kadar FSH yang tinggi. Oleh karena itu, inseminasi
buatan dengan donor sperma atau adopsi adalah satu-satunya alternatif.
Ketiga yaitu faktor varikokel yang menyumbangkan kira-kira sepertiga
persen pada pria infetilititas. Penanganan medis yang dilakukan adalah
varicocelectomy untuk memperbaiki parameter sperma, kualitas sperma serta
motilitas sperma.
Keempat yaitu volume semen yang sedikit merupakan masalah yang serius
dan cukup sulit untuk dilakukan pengobatan. Ini biasanya dilakukan pengobatan
dengan inseminasi buatan dengan semen pria (AIH). Ketika volume semen yang
tinggi disertai dengan jumlah sperma yang sedikit, teknik ejakulasi yang baik
harus diperhatikan.
Kelima yaitu faktor oligosperma (jumlah sperma yang sedikit) atau
asthenospermia (motilitas sperma yang lemah). Pengobatan yang dilakukan pada
kedua kasus ini adalah dengan terapi hormon yang spesifik seperti Human
Menopausal Gonadotropin (hMG).
Keenam yaitu faktor serviks, tuba fallopi serta faktor ovulasi dapat di
stimulasi dengan Human Menopausal Gonadotropin (hMG) yang mungkin
diperlukan untuk memperbaiki mukus serviks ketika dosis estrogen tidak efektif.
Inseminasi intrauterin dengan semen yang rusak (proses pengeluaran
Vitro Fertilization (IVF) dan Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) serta saran
terapi lain kemungkinan besar berhasil pada penanganan untuk faktor infertilitas
pria dengan faktor sperma yang abnormal.
2. Studi Fenomenologi
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena
atau kejadian khusus, misalnya pengalaman hidup. Fokus utama dalam
fenomenologi ini yang terjadi adalah pengalaman nyata yang terjadi dalam
masyarakat. Di dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami
arti peristiwa dan kaitannya dengan orang-orang dalam situasi tertentu. Bentuk
pengalaman yang dikaji adalah bagaimana pengalaman orang lain dan apa
maknanya bagi mereka (Saryono & Anggreini, 2010).
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data
divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability,
dependability, dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985, dalam Polit & Beck,
2012).
Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data
dan informasi yang dikumpulkan. Transferability digunakan untuk memenuhi
kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat
ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi yang sama. Dengan kata lain,
apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang berbeda.
Dependability digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh
selama penelitian. Confirmability merupakan kriteria untuk menilai hasil kualitas
yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar
hasil lebih obyektif.
3. Keabsahan Data
Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) terdapat empat
kriteria untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya
(trustworthiness), yaitu:
1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data
dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan
yaitu:
a) Prolonged engagement, yaitu adanya hubungan relatif lama atau
Membina hubungan dalam waktu tertentu yang memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan dan dapat menguji informasi dari
responden serta membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti.
b) Persistent observation atau pengamatan yang berkesinambungan,
untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan yang sedang diteliti. Selain itu, peneliti dapat memperhatikan
sesuatu secara lebih cermat, terinci dan mendalam
c) Triangulation (triangulasi), memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
mengekspos hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
rekan-rekan sejawat. Orang tersebut hendaknya tidak terlibat dalam penelitian,
agar pandangannya lebih netral atau objektif, akan tetapi harus mempunyai
pengetahuan tentang pokok penelitian atau metode penelitian.
e) Mengadakan pengecekan anggota (member checking) yaitu pengujian
untuk mengecek analisis yang dibuat peneliti kepada partisipan dengan kata lain
informasi yang kita peroleh dan gunakan kita sesuaikan dengan apa yang
dimaksud oleh partisipan. Ini merupakan cara yang paling penting dengan tujuan
agar partisipan bisa memperbaiki bila ada kekeliruan yang dibuat oleh peneliti
selama wawancara atau menambahkan hal yang masih kurang.
f) Analisis kasus negatif (negative case analysis) yaitu berusaha
menghindari kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian hingga saat tertentu.
g) Pengecekan atau kecukupan refrensial (refrencial adequacy checks)
sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan atas kebenaran data,
dapat digunakan hasil rekaman tape atau video-tape atau bahan dokumentasi.
2. Transferability adalah digunakan untuk memenuhi kriteria bahwa hasil
penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subjek lain
yang memiliki tipologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas
eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan
dalam situasi lain.
3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan
data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi
proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah
dependability audit yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk
memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut
reliabilitas atau syarat bagi validitas.
4. Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability juga